Disusun oleh:
dr. Wahyuni Rachman
Pembimbing :
dr. Roy Gerald Matahelumual, M. Biomed, Sp.S, M.Kes
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Waai
Suku/Ras : Waai
Status : Menikah
Agama : Kristen
Nomor RM : 4315
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan interna
Tgl. Masuk RS : 19 Maret 2020
I. ANAMNESIS
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
Anamnesis terpimpin :
Informasi mengenai keluhan utama
Dialami sejak ± 15 menit sebelum masuk rumah sakit secara
tiba-tiba saat setelah bangun tidur. Keluhan disertai kelemahan
anggota gerak sebelah kanan. Awalnya pasien mengeluh nyeri
kepala kemudian keluar darah dari kedua hidung secara masif.
Muntah menyembur tiba-tiba 2x selama diperjalanan menuju RS.
Bicara meracau tidak jelas. Anak pasien menyangkal adanya
2
keluhan kesemutan, sesak, riwayat demam ataupun kejang dari
pasien saat pasien masih sadar. Tidak disertai dengan keluhan
pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, pandangan ganda
dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian. BAB Normal dan
BAK lancar.
3
Nadi : 104 x/menit; regular; kuat angkat
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
SpO2 : 94%
o Kepala : Bentuk normal, simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-)
o Hidung : Bekuan darah (+/+)
o Telinga : Serumen (-/-), Membran timpani intak
o Thoraks :
Status Neurologik
1. GCS : E3 M6 V2
2. Fungsi Kortikal Luhur : Normal
3. Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)
4
4. Pemeriksaan Nervus Kranialis
1. N.I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan
2. N.II (Optikus) : OD OS
Ketajaman penglihatan : N N
Lapangan penglihatan : N N
Funduskopi : Tidak dilakukan
3. N.III, IV, VI : OD OS
Celah kelopak mata
Ptosis : - -
Exoftalmus : - -
Pupil
Ukuran/bentuk : Bundar, Ø 2,5 mm Bundar, Ø
2,5
Isokor/anisokor : Isokor Isokor
RCL/RCTL : + +
Refleks akomodasi : Tidak dilakukan
Gerakan bola mata
Parese kearah : - -
Nistagmus : - -
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
Melihat ganda : - -
4. N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
N.V-I :+
N.V-2 :+
5
N. V-3 :+
Motorik
Inspeksi/palpasi (menggigit) : Dalam batas normal
Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
Refleks kornea : Dalam batas normal
5. N. VII (Facialis):
Motorik
m. Frontalis : N/N
m. Orbikularis okuli : N/N
Sudut mulut : N/N
N.VIII (Auskultasi):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/weber : Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Normal
6. N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
Posisi arcus pharyng (istirahat/AAH) : Di tengah
Reflex telan/muntah : Tidak dilakukan
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Tidak dilakukan
Suara : Disartria
Takikardi/bradikardi :-
7. N. XI (Accecorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Tidak dilakukan
Angkat bahu :
6
8. N. XII (Hypoglosus):
Pergerakan lidah : Tidak ada deviasi
Tremor lidah : -
Artikulasi : Disatria
5. Fungsi motorik :
Pergerakan
N
2 5
Kekuatan
2 5
N N
Tonus
N N
N N
Refleks Fisiologis
N N
- -
Refleks Patologis
+ -
7
Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Gangguan Keseimbangan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. RESUME
8
Seorang pria 67 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD DR. H. ISHAK UMARELLA pada tanggal 19
MARET 2020 dengan penurunan kesadaran Dialami sejak ± 15
menit sebelum masuk rumah sakit secara tiba-tiba saat setelah
bangun tidur. Keluhan disertai kelemahan anggota gerak sebelah
kanan. Awalnya pasien mengeluh nyeri kepala kemudian keluar
darah dari kedua hidung secara masif. Muntah menyembur tiba-
tiba 2x selama diperjalanan menuju RS. Bicara meracau tidak
jelas. Sesak, demam, kejang tidak ada. Riwayat trauma, riwayat
stroke, dan tumor tidak ada. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi lama tidak teratur minum obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/110
mmHg. Pada pasien juga didapatkan pergerakan menurun pada
ekstremitas dextra. Nilai kekuatan motorik menurun pada
ekstremitas dextra. Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
parase N.X dan N.XII.
V.DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran dengan lateralisasi
dextra, hemiparese dextra, afasia motorik
Diagnosis Topis : Hemispher sinistra
Diagnosis Etiologi : Suspek Hemoragic Stroke ec. ICH
9
Variabel Derajat Gejala Klinis Skor
Apatis 1
Koma 0
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda atheroma:
SKOR: (2,5x1)+(2x1)+(2x1)+(0,1x110)-(3x0)-12 = 9
VI. PENATALAKSANAAN
Head up 30
Oksigen sungkup 8 Liter/menit
IVFD: NaCl 0,9 % 20 Tetes/menit
Nicardipine 10 mg dalam NaCl 0,9% 40 cc/jam, kecepatan
12 cc/jam
10
Captopril tab 2x25mg sublingual
Citicoline 500 mg/12 jam/iv
Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Pasang Kateter Urin
VII. FOLLOW UP
Tanggal Hasil Follow Up Terapi
20 Maret S : Lemah separuh badan, Oksigen sungkup 8
2020 bicara masih meracau, Liter/menit
mimisan 1x. IVFD: NaCl 0,9 % 20
O : - TD:190/100 mmHg Tetes/menit
- HR: 94x/menit Nicardipine 10 mg dalam
- RR: 22 x/mnit NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- S : 38,2 oC kecepatan 12 cc/jam/SP
- SpO2: 99% dg NRM Captopril tab 2x25mg
GCS: E3 M6 V2 sublingual
Pupil isokor; RCL +/+ Citicoline 500 mg/12
RCTL +/+ jam/iv
Parese N. X & N. XII Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Paracetamol 1gr/6
Motorik
jam/drip
Pergerakan
2 5 Pasang NGT
N
Kekuatan
2 5
N
11
Tonus
RefleksFisiologis N N
N N
N N N N
Refleks Patologis
- -
+ -
Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
A : BAB: Belum
BAK: Terpasang kateter
-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
12
- SpO2: 99% dgn NRM Captopril tab 2x25mg
GCS: E4 M6 V5 sublingual
Anemis -/- Citicoline 500 mg/12
RCL +/+ jam/iv
RCTL +/+ Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Parese N. XII Paracetamol 1gr/6
jam/drip
Motorik
Pergerakan
5
KekuatanN 2
N 2 5
Tonus Refleks
Fisiologis
N N
N N
Refleks Patologis
- -
+ -
Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
A : BAB: Belum
BAK: Terpasang kateter
13
-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
23 S : Lemah Separuh Badan Oksigen sungkup 8
Januari Kanan Liter/menit
2018 Batuk darah (+) 2x,sesak IVFD: NaCl 0,9 % 20
O : (+) Tetes/menit
Nicardipine 10 mg dalam
- TD:190/80 mmHg NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- HR: 95x/menit kecepatan 12 cc/jam/SP
- RR: 30 x/mnit Citicoline 500 mg/12
- S : 38,0 oC jam/iv
- SpO2: 97% dgn NRM Meropenem 1gr/8 jam/IV
GCS: E4M6V2 Ranitidin 1 amp/12
Anemis +/+ jam/IV
RCL +/+
Ondansentron 40mg/8
RCTL +/+
jam/IV
Pulmo : Wh+/+ Rh +/+
Paracetamol 1gr/6
Parese N. XII
jam/drip
Micardis tab 160-80-160
Motorik
mg sublingual
Pergerakan
Amlodipin tab 2x10mg
KekuatanN 1 5
14
sublingual
N 1 5 Ketocid tab 3x1
Tonus Refleks sublingual
Fisiologis N Asam folat tab 1x1 mg
N sublingual
N N Konsul Sp. P
Codein tab 3x40 mg PO
Refleks Patologis Transamin 500mg/8
- -
jam/IV
+ -
Sensorik :
A : Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: Belum
BAK: terpasang kateter
-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
-Hemoptoe dd hematemesis
26 S : Lemah Separuh Badan Oksigen sungkup 8
Januari Kanan Liter/menit
2018 Batuk darah IVFD: NaCl 0,9 % 20
15
O: Tetes/menit
- TD: 130/80 mmHg Nicardipine 10 mg dalam
- HR: 74 x/menit NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- RR: 36 x/mnit kecepatan 12 cc/jam
- S : 36,4oC Citicoline 500 mg/12
GCS: E4M6V5 jam/iv
RCL +/+ Meropenem 1gr/8 jam/IV
RCTL +/+ Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Pulmo : Wh+/+ Rh +/+ Ondansentron 40mg/8
Parese N X & N. VII jam/iv
Paracetamol 1gr/6
Motorik
jam/drip
Pergerakan
2 5
Micardis tab 160-80-160
N
Kekuatan
mg sublingual
Amlodipin tab
N 2 5
2x10mg/NGT
Inj. Meropenem 1gr/12
Tonus Refleks
jam/IV
Fisiologis
Ketocid tab 3x1/NGT
N N
Asam folat tab 1x1 mg
N N
sublingual
Pasang NGT
Refleks Patologis
- - Konsul Sp. P
Codein tab 3x40 mg PO
+ -
Transamin 500mg/8
jam/iv
16
Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: -
BAK: terpasang kateter
(Urin tampung: 800 cc/hari)
DL/KD: WBC: 12.8; Hb: 9;
A : PLT: 180.000; Ur: 65;
kreatinin: 2 mg/dL
Thorax : Pneumonia
aspirasi
-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
-CKD
-Hemoptoe dd hematemesis
-Pneumonia aspirasi
VIII. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Dubia
Qua Ad Sanationam : Dubia
Ad Fungsionam : Dubia
17
IX. DISKUSI
Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala
berupa kelemahan anggota gerak kanan, yang sifatnya
mendadak sebelum terjadi penurunan kesadaran disertai bicara
pelo. Pada penderita tidak didapatkan defisit neurologis yang
terjadi secara progresif, berupa penurunan kesadaran berupa
kelemahan motorik yang terjadi akibat suatu proses destruksi
maupun nyeri kepala kronik akibat dari proses kompresi dengan
segala akibatnya yang merupakan gambaran umum pada tumor
otak. Gejala-gejala abses serebri berupa nyeri kepala yang
cenderung memberat, demam, defisit neurologi fokal dan
kejang juga tidak terdapat pada penderita ini.
18
Pasien berumur 67 tahun dan berjenis kelamin laki – laki
yang termasuk kejadian terbanyak menurut beberapa penelitian.
Penelitian Denise Nasissi, 2010 menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% laki-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun).
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di
atas 55 tahun. Selain itu pasien juga mempunyai riwayat
hipertensi tak terkontrol, hal ini meningkatkan risiko terjadinya
stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Pasien juga tidak menjalani
pola hidup yang sehat (jarang berolahraga dan pola diet sehat
Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan
otak.
Menurut etiologinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu
stroke hemoragik/perdarahan dan stroke non
hemoragik/iskemik. Stroke hemoragik terjadi karena pembuluh
darah otak rupture atau pecah, sering dihubungkan dengan
tekanan darah yang naik mendadak. Pada pasien ini didapatkan
adanya peningkatan tekanan darah mencapai 200/110 mmHg.
Sehingga dapat terjadi gejala episktaksis yang masif merupakan
manifestasi dari hipertensi emergensi. Hipertensi yang lama
akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian
menyebabkan rupture intima dan menimbulkan aneurisma.
19
Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertesnsi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-
aneurisma kecil (diameter 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma
Charcot Bouchard. Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons
biasanya akibat rupture arteri lentikulostriata, arteri
thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.
20
demikian semua gejala itu pun dapat dijumpa pada stroke non
hemoragik (trombotik).
21
Pasien ini mendapat terapi awal head up 30o dan Oksigen
8 LPM via NRM untuk menjaga suply oksigen ke jaringan otak.
IVFD Ringer Lactate 0,9 % 20 tetes/menit, pemberian cairan ini
penting untuk menjaga hemodinamik tubuh selain itu juga
untuk menjaga euvolemi. Pasien juga diberikan Citicoline 500
mg/12 jam/iv. Citicolin sebagai neuroprotektor bertujuan untuk
meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen pada ganguan
serebrovaskular. Pasien juga diberikan terapi ranitidin injeksi
untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Stress ulcer ini
disebabkan adanya peningkatan metabolisme dan pada
penurunan nafsu makan. Pasien juga diberikan Sohobion 1
amp/hari/drips. Kerja sohobion sebagai neurotropik diharapkan
dapat membantu terjadinya perbaikan di neuron-neuron yang
rusak walaupun minimal.
Terapi anti hipertensi yang diberi pertama kali saat di
IGD, Captopril 2x25 mg dan amlodipine 2x10mg. setelah
beberapa jam setelah pemberian, tekanan darah pasien tidak
terjadi penurunan signifikan dan pasien masih muntah proyektil
1x, sehingga obat antihipertensinya dimaintenance Nicardipin
12cc/jam via syringpump ditambahkan Micardis 2x160mg,
Hidrochlorthiazide 1x25mg via sublingual .
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Stroke adalah suatu manifestasi klinik gangguan
peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi
darah otak.1
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.
II. ETIOLOGI
23
sisa stroke, dengan jumlah yang lebih kecil akibat perdarahan
subaraknoid aneurysmal.
Pada 20-40% pasien dengan infark iskemik,
transformasi hemoragik dapat terjadi dalam 1 minggu setelah
ictus. Membedakan antara berbagai jenis stroke adalah bagian
penting dari pemeriksaan awal pasien dengan stroke, karena
manajemen selanjutnya dari setiap gangguan akan sangat
berbeda.
24
perdarahan intraserebral. Jarang, angiopati amiloid serebral
dapat disebabkan oleh mutasi pada protein prekursor
amiloid dan diwariskan secara dominan autosomal.
3. Koagulopati
Koagulopati dapat diperoleh atau diwariskan.
Penyakit hati dapat menyebabkan diatesis perdarahan.
Gangguan koagulasi yang diturunkan seperti defisiensi faktor
VII, VIII, IX, X, dan XIII dapat menjadi predisposisi
perdarahan yang berlebihan, dan perdarahan intrakranial
telah terlihat pada semua gangguan ini.
4. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sangat mungkin meningkatkan
risiko perdarahan pada pasien yang memetabolisme
warfarin secara tidak efisien. Metabolisme warfarin
dipengaruhi oleh polimorfisme pada gen CYP2C9.
5. Malformasi arteri
Banyak penyebab genetik dapat mempengaruhi AVM
di otak, meskipun AVM umumnya sporadis. Polimorfisme
pada gen IL6 meningkatkan kerentanan terhadap sejumlah
gangguan, termasuk AVM. Telangiectasia hemoragik
herediter (HHT), yang sebelumnya dikenal sebagai sindrom
Osler-Weber-Rendu, adalah gangguan dominan autosomal
yang menyebabkan displasia pembuluh darah. HHT
disebabkan oleh mutasi pada gen ENG, ACVRL1, atau
SMAD4. Mutasi pada SMAD4 juga dikaitkan dengan
25
poliposis remaja, jadi ini harus dipertimbangkan ketika
mendapatkan riwayat pasien.
HHT paling sering didiagnosis ketika pasien datang
dengan telangiectasias pada kulit dan mukosa atau dengan
epistaksis kronis dari AVM di mukosa hidung. Selain itu,
HHT dapat menyebabkan AVM dalam sistem organ apa pun
atau vaskular bed. AVM di saluran pencernaan, paru-paru,
dan otak adalah yang paling mengkhawatirkan, dan deteksi
mereka adalah andalan pengawasan untuk penyakit ini.
6. Kolesterol
Sebuah penelitian terhadap hampir 28.000 wanita
selama sekitar 20 tahun menemukan bahwa wanita dengan
kadar kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL-C) yang
sangat rendah (<70 mg / dL) mungkin lebih dari dua kali
lebih mungkin mengalami stroke hemoragik. dibandingkan
wanita dengan kadar yang lebih tinggi (100-130 mg / dL).
7. Aneurisma dan perdarahan subaraknoid
Penyebab paling umum pendarahan atraumatic ke
ruang subarachnoid adalah pecahnya aneurisma intrakranial.
Aneurisma adalah pelebaran fokus arteri, dengan tipe
intrakranial yang paling sering dijumpai adalah aneurisma
berry (sakular). Aneurisma mungkin kurang umum terkait
dengan perubahan hemodinamik yang terkait dengan AVM,
penyakit kolagen vaskular, penyakit ginjal polikistik, emboli
septik, dan neoplasma.
26
Perdarahan subaraknoid perimesensefalik
nonaneurismal juga dapat terlihat. Fenomena ini
diperkirakan muncul dari pecahnya kapiler atau vena. Ini
memiliki perjalanan klinis yang kurang parah dan, secara
umum, prognosis yang lebih baik.
Aneurisma Berry adalah lesi yang paling sering
diisolasi yang pembentukannya dihasilkan dari kombinasi
tekanan hemodinamik dan kelemahan bawaan atau bawaan
pada dinding pembuluh darah. Aneurisma sakular biasanya
terjadi pada bifurkasi vaskular, dengan lebih dari 90%
terjadi pada sirkulasi anterior. Situs umum meliputi:
Persimpangan arteri yang berkomunikasi anterior dan
arteri serebri anterior — paling sering, bifurkasi arteri
serebral tengah (MCA)
Arteri karotis interna supraklinoid pada asal arteri
posterior yang berkomunikasi
Bifurkasi arteri karotis interna (ICA)
27
Keluarga dengan ADPKD cenderung menunjukkan
kesamaan fenotipik berkaitan dengan perdarahan
intrakranial atau aneurisma berry asimptomatik.
28
sekitar 10 kali dari populasi berusia 55-64 tahun. Di Inggris
strok merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut
sebagai penyebab kematian utama, sedangkan di Amerika
Serikat strok masih merupakan penyebab kematian ke-3. 1
Stroke infark trombotik 80% dari semua jenis stroke,
sedangkan stroke emboli 5%, perdarahan intrakranial 10% dan
perdarahan subarachnoid untuk 5%.7
29
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke
dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan gaya hidup. 2,3,4
Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita
stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada
wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.2,3,4
d. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan
kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. 2,3,4
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada
tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.2,3,4
30
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang
yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
2,3,4
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk
stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus
dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya stroke. 2,3,4
Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji
Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena
stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke
pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan
dengan yang tidak menderita diabetes mellitus memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali. 2,3,4
c. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba
terutama jenis suntikan akan mempermudah terjadinya
stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding
pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu
sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga
mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari
31
rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba,
didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba
dengan suntikan berisiko terkena stroke. 2,3,4
32
1. Defisit neurologis fokal
Defisit neurologis mencerminkan area otak yang
biasanya terlibat, dan sindrom stroke untuk lesi vaskular
spesifik telah dijelaskan. Gejala fokus stroke meliputi:
Kelemahan atau paresis yang dapat memengaruhi
satu ekstremitas, setengah tubuh, atau keempat
ekstremitas
Droop wajah
Kebutaan monokuler atau binokuler
Visi kabur atau defisit bidang visual
Disartria dan kesulitan memahami pembicaraan
Vertigo atau ataksia
Afasia
33
Hipertensi (terutama tekanan darah sistolik [BP] lebih
besar dari 220 mm Hg) biasanya merupakan temuan utama pada
stroke hemoragik. BP awal yang lebih tinggi dikaitkan dengan
penurunan neurologis dini, seperti halnya demam.
Onset akut defisit neurologis, perubahan tingkat
kesadaran / status mental, atau koma lebih sering terjadi pada
stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, ini disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat darah di ruang
subaraknoid.
Hasil pemeriksaan dapat diukur menggunakan berbagai
sistem penilaian. Ini termasuk Skala Koma Glasgow (GCS),
Skor Pendarahan Intracerebral (yang memasukkan GCS; lihat
Prognosis), dan Skala Institut Stroke Kesehatan Institut
Nasional.
Defisit neurologis fokal
34
Jika hemisfer yang tidak dominan (biasanya kanan) terlibat, sindrom
yang terdiri dari hal-hal berikut dapat terjadi:
Hemiparesis kiri
Kehilangan hemisensorik kiri
Preferensi pandangan benar
Potong bidang visual kiri
35
Brainstem - Quadriparesis, kelemahan wajah, penurunan tingkat
kesadaran, tatapan mata, ocular bobbing, miosis, atau
ketidakstabilan otonom
Serebelum - Ataksia Ipsilateral, kelemahan wajah, kehilangan
sensoris; menatap paresis, deviasi miring, miosis, atau
penurunan tingkat kesadaran
VI. DIAGNOSIS
36
Diagnosis didasarkan atas hasil:
A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit
neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan
adanya faktor risiko stroke. 2
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor
risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan
pembuluh darah lainnya. 2
B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan),
sangat membantu diagnosis dan membedakannya
dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).2
b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko,
seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit,
37
leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran
darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).2
C. Berdasarkan Skor
Derajat kesadaran: Tanda-tanda atheroma :
- Koma : 2 9. angina pectoris
- Apatis :1 -(+) :1
- Sadar :0 -(-) :0
Muntah : 2. Cladicatio intermitten :
- (+) :1 - (+) :1
- (-) :0 - (-) :0
Sakit kepala : 3. DM :
- (+) :1 - (+) :1
- (-) :0 - (-) :0
SSS:(2,5xKesadaran)+(2xMuntah)+(2xSakitkepala)
+(0,1xTD,Diastol)-(3xAtheroma)-12
Jika hasilnya :
- 0: :Lihat hasil CT Scan
- ≤1 : Infark/iskemik
- 1 : hemorrhagic
VII. PENATALAKSANAAN
Pertimbangan Pendekatan
Perawatan dan manajemen pasien dengan perdarahan
intraserebral akut tergantung pada penyebab dan keparahan
38
perdarahan. Dukungan hidup dasar, serta kontrol perdarahan,
kejang, tekanan darah (BP), dan tekanan intrakranial, sangat
penting. Obat yang digunakan dalam pengobatan stroke akut
meliputi:
Manajemen dimulai dengan stabilisasi tanda-tanda vital.
Lakukan intubasi endotrakeal untuk pasien dengan tingkat
kesadaran menurun dan perlindungan jalan napas buruk.
Intubasi dan hiperventilasi jika tekanan intrakranial
meningkat, dan memulai pemberian manitol untuk kontrol
lebih lanjut. Menstabilkan tanda-tanda vital dengan cepat,
dan secara simultan mendapatkan pemindaian CT scan yang
muncul. Kadar glukosa harus dipantau, dengan
normoglikemia direkomendasikan. [1] Antasid digunakan
untuk mencegah tukak lambung yang terkait.
39
pertumbuhan absolut hematoma, dengan efek yang terutama
diucapkan pada pasien yang telah menjalani terapi
antitrombotik sebelumnya. [30]
Penelitian ini melibatkan 1.310 pasien yang telah menjalani
CT scan 24 jam berulang, termasuk 665 yang menerima
terapi pengurangan TD intensif (target BP <140 mm Hg
sistolik) dan 645 kontrol (target BP <180 mm Hg sistolik).
[30] Sebanyak 235 pasien dalam kelompok reduksi intensif
dan kontrol telah menerima obat antitrombotik sebelum
perdarahan intraserebral.
40
di awal perawatan pasien dengan perdarahan intraserebral
tampaknya mengurangi pertumbuhan absolut hematoma,
terutama pada pasien yang telah menerima terapi
antitrombotik sebelumnya, menurut analisis gabungan dari
Tekanan Darah Intensif Pengurangan dalam Uji Coba
Perdarahan Serebral Akut 1 dan 2 (INTERACT)
41
TD menggunakan obat intravena intermiten atau kontinu,
sambil mempertahankan tekanan perfusi otak 60 mm Hg
atau lebih tinggi
Jika tekanan darah sistolik di atas 180 atau MAP di atas 130
mm Hg dan tidak ada bukti peningkatan tekanan
intrakranial, maka pertimbangkan pengurangan tekanan
darah sedang (target MAP 110 mm Hg atau target BP
160/90 mm Hg) menggunakan intermiten atau kontinu obat
intravena untuk mengendalikannya, dan melakukan
pemeriksaan ulang klinis pasien setiap 15 menit
42
acak dirancang untuk menentukan apakah kemungkinan
kematian atau kecacatan pada 3 bulan setelah perdarahan
intraserebral supratentorial spontan lebih rendah ketika BP
sistolik telah dikurangi menjadi 180 mm Hg atau di bawah
atau ke 140 mm Hg atau di bawah. Pada ATACH-II,
nicardipine intravena dimulai dalam 3 jam setelah onset
stroke dan berlanjut selama 24 jam berikutnya.
43
perdarahan intraserebral gagal menunjukkan perbedaan
dalam kecacatan atau kematian pada 3 bulan.
Hiperventilasi (tekanan parsial karbon dioksida [PaCO2] 25
hingga 30-35 mm Hg) tidak dianjurkan, karena efeknya
bersifat sementara, mengurangi aliran darah otak, dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang
meningkat. [3] Glukokortikoid tidak efektif dan
menghasilkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan
hasil yang lebih buruk.
Manajemen Kejang
Aktivitas kejang dini terjadi pada 4-28% pasien dengan
perdarahan intraserebral; kejang-kejang ini sering tidak
bersifat konvulsif. [31, 32] Menurut pedoman American
Heart Association / American Stroke Association (AHA /
ASA) 2010 untuk pengelolaan perdarahan intraserebral
spontan, pasien dengan kejang klinis atau aktivitas kejang
electroencephalographic (EEG) disertai dengan perubahan
status mental harus ditangani. dengan obat antiepilepsi. [1]
44
atau mencegah ekspansi hematoma telah menghasilkan
banyak minat. Namun, penelitian sampai saat ini telah
gagal untuk mendukung penggunaan rFVIIa di luar
label ini. [36, 37, 38]
Sebuah studi awal pengobatan rFVIIa menunjukkan
penurunan mortalitas dan peningkatan hasil fungsional.
Sayangnya, hasil uji coba acak berikutnya yang lebih
besar dari studi pendahuluan menunjukkan tidak ada
manfaat keseluruhan dari pengobatan; terapi
hemostatik dengan rFVIIa mengurangi pertumbuhan
hematoma tetapi tidak meningkatkan kelangsungan
hidup atau hasil fungsional. [39]
Diringer et al menemukan bahwa dosis rFVIIa yang
lebih tinggi dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko
kejadian tromboemboli arteri pada pasien yang
mengalami kurang dari 3 jam setelah perdarahan
intraserebral spontan. Peristiwa arteri juga dikaitkan
dengan adanya iskemia jantung atau serebral pada
presentasi, dengan usia lanjut, dan dengan penggunaan
antiplatelet. [40]
45
Antikoagulasi terkait
Pasien yang menggunakan warfarin mengalami
peningkatan kejadian stroke hemoragik. Morbiditas dan
mortalitas untuk perdarahan terkait warfarin tinggi,
dengan lebih dari setengah pasien meninggal dalam 30
hari. Sebagian besar episode terjadi dengan rasio
normalisasi internasional terapeutik (INR), tetapi
overanticoagulation dikaitkan dengan risiko perdarahan
yang lebih besar.
Kebutuhan untuk membalikkan antikoagulasi warfarin
adalah keadaan darurat medis yang sebenarnya, dan
pembalikan harus dilakukan secepat mungkin untuk
mencegah ekspansi hematoma lebih lanjut. Pilihan
untuk terapi pembalikan meliputi yang berikut:
Vitamin K intravena
Fresh frozen plasma (FFP)
Konsentrat kompleks Prothrombin (PCC)
rFVIIa
Terapi Invasif
Pengobatan potensial untuk stroke hemoragik adalah
evakuasi bedah hematoma. Namun, peran perawatan bedah
untuk perdarahan intrakranial supratentorial masih
kontroversial. Hasil dalam penelitian yang diterbitkan saling
bertentangan. Percobaan multicenter internasional dalam
Intracerebral Haemorrhage (STICH), yang membandingkan
operasi awal dengan perawatan konservatif awal, gagal
46
menunjukkan manfaat terkait operasi. [47]
Sebaliknya, meta-analisis uji coba untuk perawatan bedah
perdarahan intraserebral supratentorial spontan menemukan
bukti untuk hasil yang lebih baik dengan operasi jika salah
satu dari berikut diterapkan [48]:
Pembedahan dilakukan dalam waktu 8 jam ictus
Volume hematoma 20-50 mL
Skor koma Glasgow 9-12
Statin
47
diobati dengan statin selama masuk rumah sakit.
48
- Gangguan metabolik : hipoglikemi, hiperosmolar
hiperglikemi state7
49
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang
mede menurunkan kolesterol LDL dan mencegah
arterrosklerosis.
Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu,
meningkatkan aktifitas estrogen dan isoflavon,
memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah
peningkatan homosistein seperti asam folat,vitamin
B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn),
dan B12, mempunyai efek proteksi terhadap stroke
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon
mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA)
dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan
pelindung jantung mencegah risiko kematian
mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan
kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan
adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin,
inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric
oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya
dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan
(vitamin C,E, dan betakaroten) seperti yang banyak
terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-
50
bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
Kabiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan
dan sayuran bervariasi minimal 5 porsi setiap
hari
Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan risiko
stroke
Sumber kalium yang merupakan predictor yang
kuat untuk mencegah mortalitas akibat stroke,
terutama buah pisang.
Apel yang mengandung quercetin dan
phytonutrient dapat menurunkan risiko stroke.
f Teh hitam dan teh hijau yang mengandung
antioksidan
B. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup
51
1. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi,
dislipidemia, diabetes mellitus (DM) harus dipantau
secara teratur.
2. Factor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan
pengobatan teratur, diet dan gaya hidup sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan
darah ,140/90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus
atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah
,130/80 mmHg.
X. PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death,
disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution.
Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal
atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
52
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi
otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru; et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I.
Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2009
2. Sri Andriany, S. Karaktreristik Penderita Stroke Rawat Inap Di
Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. Online on : [13th,
Dec 2016]. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter
%20II.pdf
53
3. David S Liebeskind, MD, FAAN, FAHA, FANA.Hemmorhagic
stroke. https://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview
4. Ramadhani, I. Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian
Stroke di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Online on : [13th,
Dec 2016]. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf
5. Prakasita; Masayu. Hubungan Antara Lama Pembacaan CT-Scan
Terhadap Outcome Penderita Stroke Non Hemoragik. Online on :
[13th, Dec2016]. Available at :
http://eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf
6. Baehr, M; Frotscher, M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS
Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi 4.Jakarta : EGC. 2010
7. Setyopranoto, Ismail. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Online
on : [13th, Dec 2016]. Available at :
http://www.kalbemed.com/portals/6/1_05_185strokegejalapenatala
ksanaan.pdf
8. Rianawaty, Sri Budhi; et all. Buku Ajar Neurologi. Jakarta :Sagung
Seto. 2017
9. Guideline Stroke. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta, 2011
54