Anda di halaman 1dari 54

MEI 2020

CASE REPORT HEMMORAGIC STROKE

Disusun oleh:
dr. Wahyuni Rachman

Pembimbing :
dr. Roy Gerald Matahelumual, M. Biomed, Sp.S, M.Kes

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DR. H. ISHAK UMARELLA
MALUKU TENGAH
2020
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Waai
Suku/Ras : Waai
Status : Menikah
Agama : Kristen
Nomor RM : 4315
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan interna
Tgl. Masuk RS : 19 Maret 2020

I. ANAMNESIS
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
Anamnesis terpimpin :
 Informasi mengenai keluhan utama
Dialami sejak ± 15 menit sebelum masuk rumah sakit secara
tiba-tiba saat setelah bangun tidur. Keluhan disertai kelemahan
anggota gerak sebelah kanan. Awalnya pasien mengeluh nyeri
kepala kemudian keluar darah dari kedua hidung secara masif.
Muntah menyembur tiba-tiba 2x selama diperjalanan menuju RS.
Bicara meracau tidak jelas. Anak pasien menyangkal adanya

2
keluhan kesemutan, sesak, riwayat demam ataupun kejang dari
pasien saat pasien masih sadar. Tidak disertai dengan keluhan
pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, pandangan ganda
dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian. BAB Normal dan
BAK lancar.

 Informasi riwayat penyakit terdahulu


Riwayat trauma tidak ada. Riwayat hipertensi (+),
riwayat diabetes melitus (-), riwayat stroke (-)
 Informasi riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan
serupa. Tidak pernah ada penyakit tumor sebelumnya
 Riwayat pengobatan
Mengonsumsi Amlodipine 10 mg tapi tidak rutin
diminum
 Riwayat gaya hidup
Pasien perokok aktif, dalam 1 hari pasien menghabiskan
 1-2 batang rokok. Riwayat pasien sering minum alcohol dan
sudah berhenti sejak 1 tahun terakhir.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Gizi : Overweight
Tekanan Darah : 200/110mmHg

3
Nadi : 104 x/menit; regular; kuat angkat
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
SpO2 : 94%
o Kepala : Bentuk normal, simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-)
o Hidung : Bekuan darah (+/+)
o Telinga : Serumen (-/-), Membran timpani intak
o Thoraks :

- Paru : Vesicular, ronki (-/-), wheezing (-/-)

- Jantung : S1/S2 Reg. Gallop (-/-), murmur (-/-)


o Abdomen : Datar, tidak teraba pembesaran hati dan limpa,
peristaltik (+) kesan normal

Status Neurologik
1. GCS : E3 M6 V2
2. Fungsi Kortikal Luhur : Normal
3. Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)

- Brudzinsky I Sign (-/-)

- Brudzinsky II Sign (-/-)

- Lasseque Sign (-/-)

- Kernig Sign (-/-)

4
4. Pemeriksaan Nervus Kranialis
1. N.I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan
2. N.II (Optikus) : OD OS
Ketajaman penglihatan : N N
Lapangan penglihatan : N N
Funduskopi : Tidak dilakukan
3. N.III, IV, VI : OD OS
Celah kelopak mata
 Ptosis : - -
 Exoftalmus : - -
Pupil
 Ukuran/bentuk : Bundar, Ø 2,5 mm Bundar, Ø
2,5
 Isokor/anisokor : Isokor Isokor
 RCL/RCTL : + +
 Refleks akomodasi : Tidak dilakukan
Gerakan bola mata
 Parese kearah : - -
 Nistagmus : - -
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
Melihat ganda : - -
4. N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
 N.V-I :+
 N.V-2 :+

5
 N. V-3 :+
Motorik
 Inspeksi/palpasi (menggigit) : Dalam batas normal
 Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
 Refleks kornea : Dalam batas normal
5. N. VII (Facialis):
Motorik
 m. Frontalis : N/N
 m. Orbikularis okuli : N/N
 Sudut mulut : N/N

Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan

N.VIII (Auskultasi):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/weber : Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Normal

6. N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
Posisi arcus pharyng (istirahat/AAH) : Di tengah
Reflex telan/muntah : Tidak dilakukan
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Tidak dilakukan
Suara : Disartria
Takikardi/bradikardi :-
7. N. XI (Accecorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Tidak dilakukan
Angkat bahu :

6
8. N. XII (Hypoglosus):
Pergerakan lidah : Tidak ada deviasi
Tremor lidah : -
Artikulasi : Disatria

5. Fungsi motorik :
Pergerakan
N

2 5
Kekuatan
2 5

N N
Tonus
N N

N N
Refleks Fisiologis
N N

- -
Refleks Patologis
+ -

6. Sensorik : Hemihipestesi dextra


7. Otonom : BAK Normal
BAB Normal
8. Gangguan koordinasi :

7
 Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

9. Gangguan Keseimbangan
 Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium :
- Darah rutin :
 Leukosit : 6.09 x 103 /ul
 RBC : 4.42 x 106 /ul
 HGB : 12,5 g/dl
 PLT : 221 x 103 /ul
 MCV : 80.9 um3
 MCHC : 36.3 g/dl
- Kimia Darah :
 Ureum : 12 mg/dl
 Creatinin : 0.9 mg/dl
 Glukosa Sewaktu : 130 mg/dl
 Asam urat : 5.0 mg/dl
 Kolesterol : 158 mg/dl
 SGOT : 44 U/L
 SGPT : 33 U/L

IV. RESUME

8
Seorang pria 67 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD DR. H. ISHAK UMARELLA pada tanggal 19
MARET 2020 dengan penurunan kesadaran Dialami sejak ± 15
menit sebelum masuk rumah sakit secara tiba-tiba saat setelah
bangun tidur. Keluhan disertai kelemahan anggota gerak sebelah
kanan. Awalnya pasien mengeluh nyeri kepala kemudian keluar
darah dari kedua hidung secara masif. Muntah menyembur tiba-
tiba 2x selama diperjalanan menuju RS. Bicara meracau tidak
jelas. Sesak, demam, kejang tidak ada. Riwayat trauma, riwayat
stroke, dan tumor tidak ada. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi lama tidak teratur minum obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/110
mmHg. Pada pasien juga didapatkan pergerakan menurun pada
ekstremitas dextra. Nilai kekuatan motorik menurun pada
ekstremitas dextra. Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
parase N.X dan N.XII.

V.DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran dengan lateralisasi
dextra, hemiparese dextra, afasia motorik
Diagnosis Topis : Hemispher sinistra
Diagnosis Etiologi : Suspek Hemoragic Stroke ec. ICH

9
Variabel Derajat Gejala Klinis Skor

Derajat kesadaran Sadar 0

Apatis 1
Koma 0
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda atheroma:

1. Angina pectoris Iya 0


Tidak 0
1. Clauducatio Iya 0
intermitten Tidak 0
2. Diabete melitus Iya 0
Tidak 0

SKOR: (2,5x1)+(2x1)+(2x1)+(0,1x110)-(3x0)-12 = 9

VI. PENATALAKSANAAN
 Head up 30
 Oksigen sungkup 8 Liter/menit
 IVFD: NaCl 0,9 % 20 Tetes/menit
 Nicardipine 10 mg dalam NaCl 0,9% 40 cc/jam, kecepatan
12 cc/jam

10
 Captopril tab 2x25mg sublingual
 Citicoline 500 mg/12 jam/iv
 Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
 Pasang Kateter Urin

VII. FOLLOW UP
Tanggal Hasil Follow Up Terapi
20 Maret S : Lemah separuh badan,  Oksigen sungkup 8
2020 bicara masih meracau, Liter/menit
mimisan 1x.  IVFD: NaCl 0,9 % 20
O : - TD:190/100 mmHg Tetes/menit
- HR: 94x/menit  Nicardipine 10 mg dalam
- RR: 22 x/mnit NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- S : 38,2 oC kecepatan 12 cc/jam/SP
- SpO2: 99% dg NRM  Captopril tab 2x25mg
GCS: E3 M6 V2 sublingual
Pupil isokor; RCL +/+  Citicoline 500 mg/12
RCTL +/+ jam/iv
Parese N. X & N. XII  Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
 Paracetamol 1gr/6
Motorik
jam/drip
Pergerakan
2 5  Pasang NGT
N
Kekuatan

2 5
N

11
Tonus
RefleksFisiologis N N

N N
N N N N

Refleks Patologis
- -

+ -
Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
A : BAB: Belum
BAK: Terpasang kateter

-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi

21 Maret S : Lemah Separuh Badan  Oksigen sungkup 8


2020 Kanan, Liter/menit
O:  IVFD: NaCl 0,9 % 20
TD:190/100 mmHg Tetes/menit
- HR: 87x/menit  Nicardipine 10 mg dalam
- RR: 23 x/mnit NaCl 0,9% 40 cc/jam,
o
- S : 38,7 C kecepatan 12 cc/jam/SP

12
- SpO2: 99% dgn NRM  Captopril tab 2x25mg
GCS: E4 M6 V5 sublingual
Anemis -/-  Citicoline 500 mg/12
RCL +/+ jam/iv
RCTL +/+  Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Parese N. XII  Paracetamol 1gr/6
jam/drip
Motorik
Pergerakan
5
KekuatanN 2

N 2 5

Tonus Refleks
Fisiologis
N  N

N  N

Refleks Patologis
- -

+ -

Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
A : BAB: Belum
BAK: Terpasang kateter

13
-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
23 S : Lemah Separuh Badan  Oksigen sungkup 8
Januari Kanan Liter/menit
2018 Batuk darah (+) 2x,sesak  IVFD: NaCl 0,9 % 20
O : (+) Tetes/menit
 Nicardipine 10 mg dalam
- TD:190/80 mmHg NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- HR: 95x/menit kecepatan 12 cc/jam/SP
- RR: 30 x/mnit  Citicoline 500 mg/12
- S : 38,0 oC jam/iv
- SpO2: 97% dgn NRM  Meropenem 1gr/8 jam/IV
GCS: E4M6V2  Ranitidin 1 amp/12
Anemis +/+ jam/IV
RCL +/+
 Ondansentron 40mg/8
RCTL +/+
jam/IV
Pulmo : Wh+/+ Rh +/+
 Paracetamol 1gr/6
Parese N. XII
jam/drip
 Micardis tab 160-80-160
Motorik
mg sublingual
Pergerakan
 Amlodipin tab 2x10mg
KekuatanN 1 5

14
sublingual
N 1 5  Ketocid tab 3x1
Tonus Refleks sublingual
Fisiologis  N  Asam folat tab 1x1 mg
 N sublingual
 N  N  Konsul Sp. P
 Codein tab 3x40 mg PO
Refleks Patologis  Transamin 500mg/8
- -
jam/IV
+ -

Sensorik :
A : Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: Belum
BAK: terpasang kateter

-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
-Hemoptoe dd hematemesis
26 S : Lemah Separuh Badan  Oksigen sungkup 8
Januari Kanan Liter/menit
2018 Batuk darah  IVFD: NaCl 0,9 % 20

15
O: Tetes/menit
- TD: 130/80 mmHg  Nicardipine 10 mg dalam
- HR: 74 x/menit NaCl 0,9% 40 cc/jam,
- RR: 36 x/mnit kecepatan 12 cc/jam
- S : 36,4oC  Citicoline 500 mg/12
GCS: E4M6V5 jam/iv
RCL +/+  Meropenem 1gr/8 jam/IV
RCTL +/+  Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Pulmo : Wh+/+ Rh +/+  Ondansentron 40mg/8
Parese N X & N. VII jam/iv
 Paracetamol 1gr/6
Motorik
jam/drip
Pergerakan
2 5
 Micardis tab 160-80-160
N
Kekuatan
mg sublingual
 Amlodipin tab
N 2 5
2x10mg/NGT
 Inj. Meropenem 1gr/12
Tonus Refleks
jam/IV
Fisiologis
 Ketocid tab 3x1/NGT
 N  N
 Asam folat tab 1x1 mg
 N  N
sublingual
 Pasang NGT
Refleks Patologis
- -  Konsul Sp. P
 Codein tab 3x40 mg PO
+ -
 Transamin 500mg/8
jam/iv

16
Sensorik :
Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: -
BAK: terpasang kateter
(Urin tampung: 800 cc/hari)
DL/KD: WBC: 12.8; Hb: 9;
A : PLT: 180.000; Ur: 65;
kreatinin: 2 mg/dL
Thorax : Pneumonia
aspirasi

-Penurunan kesadaran
dengan lateralisasi dextra,
hemiparese dextra, afasia
motorik e.c Hemmoragic
Stroke
- Hipertensi emergensi
-CKD
-Hemoptoe dd hematemesis
-Pneumonia aspirasi

VIII. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Dubia
Qua Ad Sanationam : Dubia
Ad Fungsionam : Dubia

17
IX. DISKUSI
Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala
berupa kelemahan anggota gerak kanan, yang sifatnya
mendadak sebelum terjadi penurunan kesadaran disertai bicara
pelo. Pada penderita tidak didapatkan defisit neurologis yang
terjadi secara progresif, berupa penurunan kesadaran berupa
kelemahan motorik yang terjadi akibat suatu proses destruksi
maupun nyeri kepala kronik akibat dari proses kompresi dengan
segala akibatnya yang merupakan gambaran umum pada tumor
otak. Gejala-gejala abses serebri berupa nyeri kepala yang
cenderung memberat, demam, defisit neurologi fokal dan
kejang juga tidak terdapat pada penderita ini.

Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa


adanya faktor pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala
infeksi sebelumnya mengarah ke suatu lesi vaskuler karena
onsetnya yang mendadak. Sehingga pada penderita mengarah
pada diagnosis stroke. Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda
klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke
juga didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan
fungsi otak akut akibat gangguan suplai darah di otak, atau
perdarahan yang terjadi mendadak, berlangsung dalam atau
lebih dari 24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian.

18
Pasien berumur 67 tahun dan berjenis kelamin laki – laki
yang termasuk kejadian terbanyak menurut beberapa penelitian.
Penelitian Denise Nasissi, 2010 menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% laki-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun).
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di
atas 55 tahun. Selain itu pasien juga mempunyai riwayat
hipertensi tak terkontrol, hal ini meningkatkan risiko terjadinya
stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Pasien juga tidak menjalani
pola hidup yang sehat (jarang berolahraga dan pola diet sehat
Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan
otak.
Menurut etiologinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu
stroke hemoragik/perdarahan dan stroke non
hemoragik/iskemik. Stroke hemoragik terjadi karena pembuluh
darah otak rupture atau pecah, sering dihubungkan dengan
tekanan darah yang naik mendadak. Pada pasien ini didapatkan
adanya peningkatan tekanan darah mencapai 200/110 mmHg.
Sehingga dapat terjadi gejala episktaksis yang masif merupakan
manifestasi dari hipertensi emergensi. Hipertensi yang lama
akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian
menyebabkan rupture intima dan menimbulkan aneurisma.

19
Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.
Hipertesnsi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-
aneurisma kecil (diameter 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma
Charcot Bouchard. Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons
biasanya akibat rupture arteri lentikulostriata, arteri
thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.

Stroke hemoragik dibagi ke dalam 2 subtipe yakni perdarahan


intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Sedangkan, stroke
iskemik terjadi akibat oklusi atau sumbatan pembuluh darah
otak; terdapat 3 penyebab utama stroke ini, yaitu meliputi hipo-
perfusi, embolisme, dan trombosis. Sebanyak 80% stroke
tergolong ke dalam stroke iskemik. Untuk mencegah
komplikasi dan defek permanen, diagnosis dini adalah kunci
utama pada pasien stroke.

Klasifikasi stroke dalam jenis yang hemoragik dan non


hemoragik memisahkan secara tegas kedua macam itu, seolah-
olah dapat dibedakan berdasarkan manifestasi klinis masing-
masing. Pada pasien ini menunjukkan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, yaitu diawali nyeri kepala, muntah
proyektil 2x. terdapat kelumpuhan pada sisi tubuh yang
berlawanan kemudian terjadi penurunan kesadaran. Walaupun
peningkatan tekanan intracranial yang serentak mengiringi
stroke hemoragik cenderung menghasilkan sakit kepala dan
mutah-muntah beserta penurunan derajat kesadaran, namun

20
demikian semua gejala itu pun dapat dijumpa pada stroke non
hemoragik (trombotik).

Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan adanya


parese nervus X dan nervus XII karena pasien sulit berbicara
atau tergolong afasia motorik Broca. Adapun fungsi motorik
pergerakan pada ekstremitas kanan menurun. Tonus otot dan
refleks fisiologis awalnya didapatkan normal, setelah perawatan
didapatkan peningkatan dari keduanya yang mendukung adanya
lesi di Upper motor neuron. Kemudian didapatkan refleks
patologis yaitu refleks babinsky pada ekstremitas dextra. Pada
pemeriksaan sensorik didapatkan hemihipestesi dextra.
Satu-satunya cara akurat untuk mendeferensiasi stroke
hemoragik dan non hemoragik ialah dengan bantuan CT Scan/
MRI yang merupakan baku emas atau (gold standard) tetapi
jumlahnya masih sangat terbatas di Indonesia. Suatu tes
diagnostik pengganti dalam menetukan jenis patologi stroke
dengan sistem skoring yang dapat dipakai untuk membantu
dokter membedakan antara stroke iskemik atau stroke
hemorhagik. Ada beberapa skoring yang dapat dipakai, namun
yang cukup banyak dipakai adalah Siriraj score karena
memiliki sensitivitas (Sn) dan spesifisitas (Sp) berkisar antara
71-82%. Hasil total yang didapatkan dari perhitungan skoring
siriraj adalah 9. Dimana bila nilainya >1 mengacu pada
diagnosis stroke hemoragik.

21
Pasien ini mendapat terapi awal head up 30o dan Oksigen
8 LPM via NRM untuk menjaga suply oksigen ke jaringan otak.
IVFD Ringer Lactate 0,9 % 20 tetes/menit, pemberian cairan ini
penting untuk menjaga hemodinamik tubuh selain itu juga
untuk menjaga euvolemi. Pasien juga diberikan Citicoline 500
mg/12 jam/iv. Citicolin sebagai neuroprotektor bertujuan untuk
meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen pada ganguan
serebrovaskular. Pasien juga diberikan terapi ranitidin injeksi
untuk mencegah terjadinya stress ulcer. Stress ulcer ini
disebabkan adanya peningkatan metabolisme dan pada
penurunan nafsu makan. Pasien juga diberikan Sohobion 1
amp/hari/drips. Kerja sohobion sebagai neurotropik diharapkan
dapat membantu terjadinya perbaikan di neuron-neuron yang
rusak walaupun minimal.
Terapi anti hipertensi yang diberi pertama kali saat di
IGD, Captopril 2x25 mg dan amlodipine 2x10mg. setelah
beberapa jam setelah pemberian, tekanan darah pasien tidak
terjadi penurunan signifikan dan pasien masih muntah proyektil
1x, sehingga obat antihipertensinya dimaintenance Nicardipin
12cc/jam via syringpump ditambahkan Micardis 2x160mg,
Hidrochlorthiazide 1x25mg via sublingual .

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Stroke adalah suatu manifestasi klinik gangguan
peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi
darah otak.1
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.

II. ETIOLOGI

Etiologi stroke bervariasi, tetapi mereka dapat


dikategorikan secara luas menjadi iskemik atau hemoragik.
Sekitar 80-87% stroke berasal dari infark iskemik yang
disebabkan oleh oklusi serebrovaskular trombotik atau embolik.
Perdarahan intraserebral merupakan penyebab sebagian besar

23
sisa stroke, dengan jumlah yang lebih kecil akibat perdarahan
subaraknoid aneurysmal.
Pada 20-40% pasien dengan infark iskemik,
transformasi hemoragik dapat terjadi dalam 1 minggu setelah
ictus. Membedakan antara berbagai jenis stroke adalah bagian
penting dari pemeriksaan awal pasien dengan stroke, karena
manajemen selanjutnya dari setiap gangguan akan sangat
berbeda.

Penyebab stroke hemoragik adalah sebagai berikut:


1. Hipertensi
Etiologi yang paling umum dari stroke hemoragik
primer (perdarahan intraserebral) adalah hipertensi.
Setidaknya dua pertiga pasien dengan perdarahan
intraparenchymal primer dilaporkan memiliki hipertensi yang
sudah ada sebelumnya atau yang baru didiagnosis. Penyakit
pembuluh darah kecil hipertensi disebabkan oleh aneurisma
lipohyalinosis kecil yang kemudian pecah dan menyebabkan
perdarahan intraparenchymal. Lokasi khas termasuk ganglia
basal, thalami, otak kecil, dan pons.
2. Amiloidosis
Amiloidosis serebral memengaruhi orang yang
berusia lanjut dan dapat menyebabkan hingga 10%

24
perdarahan intraserebral. Jarang, angiopati amiloid serebral
dapat disebabkan oleh mutasi pada protein prekursor
amiloid dan diwariskan secara dominan autosomal.
3. Koagulopati
Koagulopati dapat diperoleh atau diwariskan.
Penyakit hati dapat menyebabkan diatesis perdarahan.
Gangguan koagulasi yang diturunkan seperti defisiensi faktor
VII, VIII, IX, X, dan XIII dapat menjadi predisposisi
perdarahan yang berlebihan, dan perdarahan intrakranial
telah terlihat pada semua gangguan ini.
4. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sangat mungkin meningkatkan
risiko perdarahan pada pasien yang memetabolisme
warfarin secara tidak efisien. Metabolisme warfarin
dipengaruhi oleh polimorfisme pada gen CYP2C9.
5. Malformasi arteri
Banyak penyebab genetik dapat mempengaruhi AVM
di otak, meskipun AVM umumnya sporadis. Polimorfisme
pada gen IL6 meningkatkan kerentanan terhadap sejumlah
gangguan, termasuk AVM. Telangiectasia hemoragik
herediter (HHT), yang sebelumnya dikenal sebagai sindrom
Osler-Weber-Rendu, adalah gangguan dominan autosomal
yang menyebabkan displasia pembuluh darah. HHT
disebabkan oleh mutasi pada gen ENG, ACVRL1, atau
SMAD4. Mutasi pada SMAD4 juga dikaitkan dengan

25
poliposis remaja, jadi ini harus dipertimbangkan ketika
mendapatkan riwayat pasien.
HHT paling sering didiagnosis ketika pasien datang
dengan telangiectasias pada kulit dan mukosa atau dengan
epistaksis kronis dari AVM di mukosa hidung. Selain itu,
HHT dapat menyebabkan AVM dalam sistem organ apa pun
atau vaskular bed. AVM di saluran pencernaan, paru-paru,
dan otak adalah yang paling mengkhawatirkan, dan deteksi
mereka adalah andalan pengawasan untuk penyakit ini.
6. Kolesterol
Sebuah penelitian terhadap hampir 28.000 wanita
selama sekitar 20 tahun menemukan bahwa wanita dengan
kadar kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL-C) yang
sangat rendah (<70 mg / dL) mungkin lebih dari dua kali
lebih mungkin mengalami stroke hemoragik. dibandingkan
wanita dengan kadar yang lebih tinggi (100-130 mg / dL).
7. Aneurisma dan perdarahan subaraknoid
Penyebab paling umum pendarahan atraumatic ke
ruang subarachnoid adalah pecahnya aneurisma intrakranial.
Aneurisma adalah pelebaran fokus arteri, dengan tipe
intrakranial yang paling sering dijumpai adalah aneurisma
berry (sakular). Aneurisma mungkin kurang umum terkait
dengan perubahan hemodinamik yang terkait dengan AVM,
penyakit kolagen vaskular, penyakit ginjal polikistik, emboli
septik, dan neoplasma.

26
Perdarahan subaraknoid perimesensefalik
nonaneurismal juga dapat terlihat. Fenomena ini
diperkirakan muncul dari pecahnya kapiler atau vena. Ini
memiliki perjalanan klinis yang kurang parah dan, secara
umum, prognosis yang lebih baik.
Aneurisma Berry adalah lesi yang paling sering
diisolasi yang pembentukannya dihasilkan dari kombinasi
tekanan hemodinamik dan kelemahan bawaan atau bawaan
pada dinding pembuluh darah. Aneurisma sakular biasanya
terjadi pada bifurkasi vaskular, dengan lebih dari 90%
terjadi pada sirkulasi anterior. Situs umum meliputi:
 Persimpangan arteri yang berkomunikasi anterior dan
arteri serebri anterior — paling sering, bifurkasi arteri
serebral tengah (MCA)
 Arteri karotis interna supraklinoid pada asal arteri
posterior yang berkomunikasi
 Bifurkasi arteri karotis interna (ICA)

Aneurisma intrakranial dapat terjadi akibat kelainan


genetik. Meskipun jarang, beberapa keluarga telah
dideskripsikan yang memiliki kecenderungan — diwarisi
secara dominan autosomal — terhadap aneurisma berry
intrakranial. Sejumlah gen, semua dikategorikan sebagai
gen ANIB, terkait dengan kecenderungan ini. Saat ini,
ANIB1 hingga ANIB11 diketahui.
Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal
(ADPKD) adalah penyebab lain dari aneurisma intrakranial.

27
Keluarga dengan ADPKD cenderung menunjukkan
kesamaan fenotipik berkaitan dengan perdarahan
intrakranial atau aneurisma berry asimptomatik.

8. Transformasi hemoragik stroke iskemik


Transformasi hemoragik merupakan konversi dari
infark lunak menjadi area perdarahan. Mekanisme yang
diusulkan untuk transformasi hemoragik termasuk reperfusi
jaringan yang mengalami cedera iskemik, baik dari
rekalisasi pembuluh yang tersumbat atau dari pasokan darah
kolateral ke wilayah iskemik atau gangguan sawar darah-
otak. Dengan terganggunya sawar darah-otak, sel darah
merah ekstravasasi dari lapisan kapiler yang melemah,
menyebabkan perdarahan petekie atau hematoma
intraparenchymal.
Transformasi hemoragik dari infark iskemik terjadi
dalam 2-14 hari postictus, biasanya dalam minggu pertama.
Ini lebih sering terlihat setelah stroke cardioembolic dan
lebih mungkin dengan ukuran infark yang lebih besar.
Transformasi hemoragik juga lebih mungkin terjadi
setelah pemberian aktivator plasminogen jaringan (tPA)
pada pasien yang pemindaian computed tomography (CT)
noncontrast menunjukkan area hipodensitas.
III. EPIDEMIOLOGI
Diseluruh dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama
mengenai populasi usia lanjut. Insidens pada usia 75-84 tahun

28
sekitar 10 kali dari populasi berusia 55-64 tahun. Di Inggris
strok merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut
sebagai penyebab kematian utama, sedangkan di Amerika
Serikat strok masih merupakan penyebab kematian ke-3. 1
Stroke infark trombotik 80% dari semua jenis stroke,
sedangkan stroke emboli 5%, perdarahan intrakranial 10% dan
perdarahan subarachnoid untuk 5%.7

IV. FAKTOR RISIKO


Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor
risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak
dapat dimodifikasi (nonmodifiable).2,3,4
A. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45
tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan
meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua
stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki
risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi
pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi
pada orang berusia <45 tahun. 2,3,4
b. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia,
ternyata laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan
perempuan. Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada
laki-laki dibanding perempuan. 2,3,4

29
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke
dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan gaya hidup. 2,3,4
Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita
stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada
wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.2,3,4
d. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan
kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. 2,3,4
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada
tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.2,3,4

B. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama
terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena

30
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang
yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
2,3,4

b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk
stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus
dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya stroke. 2,3,4
Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji
Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena
stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke
pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan
dengan yang tidak menderita diabetes mellitus memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali. 2,3,4
c. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba
terutama jenis suntikan akan mempermudah terjadinya
stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding
pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu
sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga
mudah terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari

31
rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani narkoba,
didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba
dengan suntikan berisiko terkena stroke. 2,3,4

V. TANDA DAN GEJALA KLINIS


Memperoleh riwayat yang memadai meliputi
menentukan onset dan perkembangan gejala, serta menilai
faktor-faktor risiko dan kemungkinan peristiwa-peristiwa
penyebab.

Riwayat trauma, walaupun minor, mungkin penting,


karena diseksi arteri ekstrakranial dapat menyebabkan stroke
iskemik. Gejala stroke yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi.

 Stroke hemoragik versus iskemik


Gejala saja tidak cukup spesifik untuk membedakan
iskemik dari stroke hemoragik. Namun, gejala umum, termasuk
mual, muntah, dan sakit kepala, serta tingkat kesadaran yang
berubah, dapat menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial
dan lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan stroke
iskemik besar.
Kejang lebih sering terjadi pada stroke hemoragik
daripada pada jenis iskemik. Kejang terjadi hingga 28% dari
stroke hemoragik, umumnya pada awal perdarahan intraserebral
atau dalam 24 jam pertama.

32
1. Defisit neurologis fokal
Defisit neurologis mencerminkan area otak yang
biasanya terlibat, dan sindrom stroke untuk lesi vaskular
spesifik telah dijelaskan. Gejala fokus stroke meliputi:
 Kelemahan atau paresis yang dapat memengaruhi
satu ekstremitas, setengah tubuh, atau keempat
ekstremitas
 Droop wajah
 Kebutaan monokuler atau binokuler
 Visi kabur atau defisit bidang visual
 Disartria dan kesulitan memahami pembicaraan
 Vertigo atau ataksia
 Afasia

Gejala perdarahan subaraknoid dapat meliputi:


 Tiba-tiba sakit kepala parah
 Tanda-tanda meningismus dengan kekakuan
nuchal
 Fotofobia dan nyeri dengan gerakan mata
 Mual dan muntah
 Sinkop - Berkepanjangan atau atipikal

Penilaian pada pasien dengan kemungkinan stroke


hemoragik meliputi tanda-tanda vital; pemeriksaan fisik umum
yang berfokus pada kepala, jantung, paru-paru, perut, dan
ekstremitas; dan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh
namun cepat.

33
Hipertensi (terutama tekanan darah sistolik [BP] lebih
besar dari 220 mm Hg) biasanya merupakan temuan utama pada
stroke hemoragik. BP awal yang lebih tinggi dikaitkan dengan
penurunan neurologis dini, seperti halnya demam.
Onset akut defisit neurologis, perubahan tingkat
kesadaran / status mental, atau koma lebih sering terjadi pada
stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, ini disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat darah di ruang
subaraknoid.
Hasil pemeriksaan dapat diukur menggunakan berbagai
sistem penilaian. Ini termasuk Skala Koma Glasgow (GCS),
Skor Pendarahan Intracerebral (yang memasukkan GCS; lihat
Prognosis), dan Skala Institut Stroke Kesehatan Institut
Nasional.
Defisit neurologis fokal

Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika


hemisfer dominan (biasanya kiri) terlibat, sindrom yang terdiri
dari hal-hal berikut dapat terjadi:
 Hemiparesis kanan
 Kehilangan hemisensor kanan
 Preferensi pandangan kiri
 Potong bidang visual yang tepat
 Afasia
 Abaikan (tidak biasa)

34
Jika hemisfer yang tidak dominan (biasanya kanan) terlibat, sindrom
yang terdiri dari hal-hal berikut dapat terjadi:
 Hemiparesis kiri
 Kehilangan hemisensorik kiri
 Preferensi pandangan benar
 Potong bidang visual kiri

Sindrom hemisfer yang tidak dominan juga dapat mengakibatkan


kelalaian ketika pasien memiliki hemi-inisiensi sisi kiri dan
mengabaikan sisi kiri.
Jika otak kecil terlibat, pasien berisiko tinggi mengalami herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran yang cepat dan dapat menyebabkan apnea atau kematian.
Situs otak spesifik dan defisit terkait yang terlibat dalam stroke
hemoragik meliputi:
 Putamen - Hemiparesis kontralateral, kehilangan sensoris
kontralateral, paresis tatapan konjugat kontralateral, hemianopia
homonim, afasia, kelalaian, atau apraksia
 Talamus - Kehilangan sensorik kontralateral, hemiparesis
kontralateral, tatapan paresis, hemianopia homonim, miosis,
afasia, atau kebingungan
 Lobar - Hemiparesis kontralateral atau kehilangan indera,
kontralateral gaze paresis, hemianopia homonim, abulia, afasia,
penelantaran, atau apraksia
 Nukleus Caudate - hemiparesis kontralateral, paresis tatapan
konjugasi kontralateral, atau kebingungan

35
 Brainstem - Quadriparesis, kelemahan wajah, penurunan tingkat
kesadaran, tatapan mata, ocular bobbing, miosis, atau
ketidakstabilan otonom
 Serebelum - Ataksia Ipsilateral, kelemahan wajah, kehilangan
sensoris; menatap paresis, deviasi miring, miosis, atau
penurunan tingkat kesadaran

Tanda-tanda lain dari keterlibatan otak kecil atau batang otak


meliputi:
 Gait atau ataksia tungkai
 Vertigo atau tinitus
 Mual dan muntah
 Hemiparesis atau quadriparesis
 Kehilangan hemisensor atau kehilangan sensoris dari keempat
anggota badan
 Abnormalitas pergerakan mata yang menyebabkan diplopia
atau nistagmus
 Kelemahan orofaringeal atau disfagia
 Tanda silang (wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral)

Banyak sindrom stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan


intraserebral, mulai dari sakit kepala ringan hingga kerusakan
neurologis. Kadang-kadang, pendarahan otak dapat muncul sebagai
kejang onset baru.

VI. DIAGNOSIS

36
Diagnosis didasarkan atas hasil:
A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit
neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan
adanya faktor risiko stroke. 2
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor
risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan
pembuluh darah lainnya. 2

B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan),
sangat membantu diagnosis dan membedakannya
dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).2
b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko,
seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit,

37
leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran
darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).2

C. Berdasarkan Skor
Derajat kesadaran: Tanda-tanda atheroma :
- Koma : 2 9. angina pectoris
- Apatis :1 -(+) :1
- Sadar :0 -(-) :0
Muntah : 2. Cladicatio intermitten :
- (+) :1 - (+) :1
- (-) :0 - (-) :0
Sakit kepala : 3. DM :
- (+) :1 - (+) :1
- (-) :0 - (-) :0
SSS:(2,5xKesadaran)+(2xMuntah)+(2xSakitkepala)
+(0,1xTD,Diastol)-(3xAtheroma)-12

Jika hasilnya :
- 0: :Lihat hasil CT Scan
- ≤1 : Infark/iskemik
- 1 : hemorrhagic

VII. PENATALAKSANAAN
Pertimbangan Pendekatan
Perawatan dan manajemen pasien dengan perdarahan
intraserebral akut tergantung pada penyebab dan keparahan

38
perdarahan. Dukungan hidup dasar, serta kontrol perdarahan,
kejang, tekanan darah (BP), dan tekanan intrakranial, sangat
penting. Obat yang digunakan dalam pengobatan stroke akut
meliputi:
Manajemen dimulai dengan stabilisasi tanda-tanda vital.
Lakukan intubasi endotrakeal untuk pasien dengan tingkat
kesadaran menurun dan perlindungan jalan napas buruk.
Intubasi dan hiperventilasi jika tekanan intrakranial
meningkat, dan memulai pemberian manitol untuk kontrol
lebih lanjut. Menstabilkan tanda-tanda vital dengan cepat,
dan secara simultan mendapatkan pemindaian CT scan yang
muncul. Kadar glukosa harus dipantau, dengan
normoglikemia direkomendasikan. [1] Antasid digunakan
untuk mencegah tukak lambung yang terkait.

Belum ada terapi target efektif untuk stroke hemoragik.


Studi faktor VIIa rekombinan (rFVIIa) telah menghasilkan
hasil yang mengecewakan. Evakuasi hematoma, baik
melalui kraniotomi terbuka atau endoskopi, mungkin
merupakan pengobatan tahap awal yang menjanjikan untuk
perdarahan intraserebral yang dapat meningkatkan prognosis
jangka panjang.
Analisis gabungan dari INTERACT (Pengurangan Tekanan
Darah Intensif dalam Percobaan Pendarahan Otak Serebral
Akut) 1 dan 2 menunjukkan bahwa pada pasien dengan
perdarahan intraserebral, pengurangan tekanan darah
intensif pada awal pengobatan mereka mengurangi

39
pertumbuhan absolut hematoma, dengan efek yang terutama
diucapkan pada pasien yang telah menjalani terapi
antitrombotik sebelumnya. [30]
Penelitian ini melibatkan 1.310 pasien yang telah menjalani
CT scan 24 jam berulang, termasuk 665 yang menerima
terapi pengurangan TD intensif (target BP <140 mm Hg
sistolik) dan 645 kontrol (target BP <180 mm Hg sistolik).
[30] Sebanyak 235 pasien dalam kelompok reduksi intensif
dan kontrol telah menerima obat antitrombotik sebelum
perdarahan intraserebral.

Para peneliti menemukan bahwa, pada pasien yang belum


pernah menjalani terapi antitrombotik sebelumnya, volume
hematoma meningkat 1,1 mL pada CT scan ulang pada
mereka yang menjalani pengurangan TD intensif,
dibandingkan dengan 2,4 mL pada kontrol. [30] Pada pasien
yang sebelumnya menggunakan antitrombotik, perbedaan
antara reduksi intensif dan kelompok kontrol jauh lebih
besar, dengan peningkatan volume hematoma menjadi 3,4
mL pada pasien reduksi intensif dan 8,1 mL pada kontrol.
Kontrol Tekanan Darah
Tidak ada penelitian terkontrol yang menetapkan kadar BP
optimal untuk pasien dengan stroke hemoragik akut, tetapi
peningkatan BP diduga menyebabkan perdarahan ulang dan
ekspansi hematoma. Stroke dapat menyebabkan hilangnya
autoregulasi otak dari tekanan perfusi otak.

Pengurangan TD intensif (target TD <140 mm Hg sistolik)

40
di awal perawatan pasien dengan perdarahan intraserebral
tampaknya mengurangi pertumbuhan absolut hematoma,
terutama pada pasien yang telah menerima terapi
antitrombotik sebelumnya, menurut analisis gabungan dari
Tekanan Darah Intensif Pengurangan dalam Uji Coba
Perdarahan Serebral Akut 1 dan 2 (INTERACT)

Agen yang disarankan untuk digunakan dalam pengaturan


akut adalah beta blocker (misalnya, labetalol) dan inhibitor
enzim pengonversi angiotensin (ACEI) (misalnya,
enalapril). Untuk hipertensi refrakter yang lebih banyak,
agen seperti nicardipine dan hydralazine digunakan. Hindari
nitroprusside karena dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Pedoman AHA / ASA 2010 mengakui bahwa bukti untuk
kemanjuran mengelola TD pada stroke hemoragik saat ini
tidak lengkap. Dengan peringatan itu, rekomendasi AHA /
ASA untuk mengobati peningkatan BP adalah sebagai
berikut [1]:
Jika tekanan darah sistolik lebih dari 200 mm Hg atau
tekanan arterial rata-rata (MAP) lebih dari 150 mm Hg,
maka pertimbangkan pengurangan tekanan darah secara
agresif dengan infus IV kontinu; periksa BP setiap 5 menit
Jika TD sistolik lebih dari 180 mm Hg atau MAP lebih dari
130 mm Hg dan tekanan intrakranial dapat meningkat, maka
pertimbangkan pemantauan tekanan intrakranial dan kurangi

41
TD menggunakan obat intravena intermiten atau kontinu,
sambil mempertahankan tekanan perfusi otak 60 mm Hg
atau lebih tinggi
Jika tekanan darah sistolik di atas 180 atau MAP di atas 130
mm Hg dan tidak ada bukti peningkatan tekanan
intrakranial, maka pertimbangkan pengurangan tekanan
darah sedang (target MAP 110 mm Hg atau target BP
160/90 mm Hg) menggunakan intermiten atau kontinu obat
intravena untuk mengendalikannya, dan melakukan
pemeriksaan ulang klinis pasien setiap 15 menit

Pada pasien dengan TD sistolik 150 hingga 220 mm Hg,


penurunan akut TD sistolik menjadi 140 mm Hg mungkin
aman.
Untuk pasien dengan perdarahan subaraknoid aneurisma,
pedoman AHA / ASA 2012 merekomendasikan untuk
menurunkan TD di bawah 160 mm Hg akut untuk
mengurangi perdarahan ulang. [33]

Pedoman praktik bersama tahun 2017 dari American


College of Physicians (ACP) dan American Academy of
Family Physicians (AAFP) menyerukan dokter untuk
memulai pengobatan bagi pasien yang memiliki tekanan
darah sistolik persisten pada atau di atas 150 mm Hg untuk
mencapai target kurang dari 150 mm Hg untuk mengurangi
risiko stroke, kejadian jantung, dan kematian.
Pengobatan Antihipertensi yang sedang berlangsung dalam
Acute Cerebral Hemorrhage-II (ATACH-II) fase 3 uji klinis

42
acak dirancang untuk menentukan apakah kemungkinan
kematian atau kecacatan pada 3 bulan setelah perdarahan
intraserebral supratentorial spontan lebih rendah ketika BP
sistolik telah dikurangi menjadi 180 mm Hg atau di bawah
atau ke 140 mm Hg atau di bawah. Pada ATACH-II,
nicardipine intravena dimulai dalam 3 jam setelah onset
stroke dan berlanjut selama 24 jam berikutnya.

Kontrol Tekanan Intracranial


Tekanan intrakranial yang meningkat dapat terjadi akibat
hematoma itu sendiri, dari edema di sekitarnya, atau dari
keduanya. Frekuensi peningkatan tekanan intrakranial pada
pasien dengan perdarahan intraserebral tidak diketahui.

Tinggikan kepala tempat tidur hingga 30 °. Ini


meningkatkan aliran vena jugularis dan menurunkan tekanan
intrakranial. Kepala harus di garis tengah dan tidak diputar
ke samping. Berikan analgesia dan sedasi sesuai kebutuhan.
Antasid digunakan untuk mencegah tukak lambung yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral.
Terapi yang lebih agresif, seperti terapi osmotik (yaitu,
manitol, hipertonik saline), anestesi barbiturat, dan
penyumbatan neuromuskuler, umumnya memerlukan
pemantauan bersamaan dari tekanan intrakranial dan TD
dengan monitor tekanan intrakranial untuk mempertahankan
tekanan perfusi otak yang memadai lebih besar dari 70 mm
Hg. . Sebuah studi acak, terkontrol manitol dalam

43
perdarahan intraserebral gagal menunjukkan perbedaan
dalam kecacatan atau kematian pada 3 bulan.
Hiperventilasi (tekanan parsial karbon dioksida [PaCO2] 25
hingga 30-35 mm Hg) tidak dianjurkan, karena efeknya
bersifat sementara, mengurangi aliran darah otak, dan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang
meningkat. [3] Glukokortikoid tidak efektif dan
menghasilkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan
hasil yang lebih buruk.
Manajemen Kejang
Aktivitas kejang dini terjadi pada 4-28% pasien dengan
perdarahan intraserebral; kejang-kejang ini sering tidak
bersifat konvulsif. [31, 32] Menurut pedoman American
Heart Association / American Stroke Association (AHA /
ASA) 2010 untuk pengelolaan perdarahan intraserebral
spontan, pasien dengan kejang klinis atau aktivitas kejang
electroencephalographic (EEG) disertai dengan perubahan
status mental harus ditangani. dengan obat antiepilepsi. [1]

Pasien yang pengobatannya diindikasikan harus segera


menerima benzodiazepine, seperti lorazepam atau diazepam,
untuk kontrol kejang yang cepat. Ini harus disertai dengan
pemuatan phenytoin atau fosphenytoin untuk kontrol jangka
panjang.
Terapi Hemostatik
Penggunaan terapi hemostatik dengan rFVIIa untuk
menghentikan perdarahan yang sedang berlangsung

44
atau mencegah ekspansi hematoma telah menghasilkan
banyak minat. Namun, penelitian sampai saat ini telah
gagal untuk mendukung penggunaan rFVIIa di luar
label ini. [36, 37, 38]
Sebuah studi awal pengobatan rFVIIa menunjukkan
penurunan mortalitas dan peningkatan hasil fungsional.
Sayangnya, hasil uji coba acak berikutnya yang lebih
besar dari studi pendahuluan menunjukkan tidak ada
manfaat keseluruhan dari pengobatan; terapi
hemostatik dengan rFVIIa mengurangi pertumbuhan
hematoma tetapi tidak meningkatkan kelangsungan
hidup atau hasil fungsional. [39]
Diringer et al menemukan bahwa dosis rFVIIa yang
lebih tinggi dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko
kejadian tromboemboli arteri pada pasien yang
mengalami kurang dari 3 jam setelah perdarahan
intraserebral spontan. Peristiwa arteri juga dikaitkan
dengan adanya iskemia jantung atau serebral pada
presentasi, dengan usia lanjut, dan dengan penggunaan
antiplatelet. [40]

Para peneliti juga menemukan bahwa dengan


penggunaan 20 atau 80 mcg / kg rFVIIa, tingkat
kejadian vena serupa dengan yang menggunakan
plasebo.

Pengobatan Perdarahan Intrakranial terkait

45
Antikoagulasi terkait
Pasien yang menggunakan warfarin mengalami
peningkatan kejadian stroke hemoragik. Morbiditas dan
mortalitas untuk perdarahan terkait warfarin tinggi,
dengan lebih dari setengah pasien meninggal dalam 30
hari. Sebagian besar episode terjadi dengan rasio
normalisasi internasional terapeutik (INR), tetapi
overanticoagulation dikaitkan dengan risiko perdarahan
yang lebih besar.
Kebutuhan untuk membalikkan antikoagulasi warfarin
adalah keadaan darurat medis yang sebenarnya, dan
pembalikan harus dilakukan secepat mungkin untuk
mencegah ekspansi hematoma lebih lanjut. Pilihan
untuk terapi pembalikan meliputi yang berikut:
 Vitamin K intravena
 Fresh frozen plasma (FFP)
 Konsentrat kompleks Prothrombin (PCC)

 rFVIIa
Terapi Invasif
Pengobatan potensial untuk stroke hemoragik adalah
evakuasi bedah hematoma. Namun, peran perawatan bedah
untuk perdarahan intrakranial supratentorial masih
kontroversial. Hasil dalam penelitian yang diterbitkan saling
bertentangan. Percobaan multicenter internasional dalam
Intracerebral Haemorrhage (STICH), yang membandingkan
operasi awal dengan perawatan konservatif awal, gagal

46
menunjukkan manfaat terkait operasi. [47]
Sebaliknya, meta-analisis uji coba untuk perawatan bedah
perdarahan intraserebral supratentorial spontan menemukan
bukti untuk hasil yang lebih baik dengan operasi jika salah
satu dari berikut diterapkan [48]:
Pembedahan dilakukan dalam waktu 8 jam ictus
Volume hematoma 20-50 mL
Skor koma Glasgow 9-12

Pasien usia 50-69 tahun

Statin

penggunaan dan pemeliharaan statin npatien dapat meningkatkan hasil


pasca perdarahan intraserebral.
Flint et al menemukan bahwa pasien rawat inap yang menerima statin
(lovastatin, simvastatin, atorvastatin, pravastatin natrium) memiliki
tingkat kelangsungan hidup 30 hari yang lebih baik setelah kejadian
perdarahan dan lebih mungkin dipulangkan ke rumah atau ke pusat
rehabilitasi daripada mereka yang tidak. menerima statin saat dirawat
di rumah sakit — terlepas dari kenyataan bahwa pengguna statin
memiliki penyakit yang secara signifikan lebih parah dan lebih banyak
komorbiditas daripada pengguna non statin.

Pasien rawat inap yang diobati dengan statin memiliki angka


kematian 30 hari 30 hari yang tidak disesuaikan
dibandingkan dengan 38,7% untuk mereka yang tidak

47
diobati dengan statin selama masuk rumah sakit.

Pengobatan aneurisma endovaskular

Terapi endovaskular menggunakan embolisasi koil, sebagai


alternatif untuk kliping bedah, telah semakin banyak
digunakan dalam beberapa tahun terakhir dengan sukses
besar (lihat gambar berikut), meskipun masih ada
kontroversi mengenai perawatan yang akhirnya lebih
unggul.
Ventrikulostomi

Penempatan kateter intraventrikular untuk drainase cairan


serebrospinal (yaitu, ventrikulostomi) sering digunakan
dalam pengaturan hidrosefalus obstruktif, yang merupakan
komplikasi umum dari perdarahan thalamus dengan
kompresi ventrikel ketiga dan perdarahan serebellar dengan
kompresi ventrikel keempat.

VIII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


- Kelainan vascular : stroke iskemik, ICH, SDH, EDH, SAH
akibat rupture aneurysme atau vascular malformation
- Kelainan struktur orak : abcess, tumor, infeksi intracranial

48
- Gangguan metabolik : hipoglikemi, hiperosmolar
hiperglikemi state7

IX. PENCEGAHAN PRIMER PADA STROKE


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan
gaya hidup dan pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini
ditujukan pada orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang
belum pernah terserang stroke
A. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat
meningkatkan risiko terkena serangan stroke, sebaliknya
risiko konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat
mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di
anjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah:
1. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar
kolesterol
a. Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti
beras merah, bulgur, jagung dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol
total dan LDL, menurunkan tekanan darah, dan
menekan nafsu makan bila dimakan dipagi hari
(memperlambat pengosongan usus).
c. Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat
menurunkan lipid serum, menurunkan kolesterol
total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL.

49
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang
mede menurunkan kolesterol LDL dan mencegah
arterrosklerosis.
Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu,
meningkatkan aktifitas estrogen dan isoflavon,
memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah
peningkatan homosistein seperti asam folat,vitamin
B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn),
dan B12, mempunyai efek proteksi terhadap stroke
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon
mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA)
dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan
pelindung jantung mencegah risiko kematian
mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan
kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan
adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin,
inhibisi sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric
oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya
dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan
(vitamin C,E, dan betakaroten) seperti yang banyak
terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-

50
bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
 Kabiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan
dan sayuran bervariasi minimal 5 porsi setiap
hari
 Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan risiko
stroke
 Sumber kalium yang merupakan predictor yang
kuat untuk mencegah mortalitas akibat stroke,
terutama buah pisang.
 Apel yang mengandung quercetin dan
phytonutrient dapat menurunkan risiko stroke.
f Teh hitam dan teh hijau yang mengandung
antioksidan
B. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup

1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari

2. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai


dengan jiwa sehat menurut WHO, menyelesaikan
pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan
mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan
mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis dapat
meningkatkan tekanan darah. Penanganan stress
menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah.
C. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran
Dokter dalam Hal Diet dan Obat

51
1. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi,
dislipidemia, diabetes mellitus (DM) harus dipantau
secara teratur.
2. Factor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan
pengobatan teratur, diet dan gaya hidup sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan
darah ,140/90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus
atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah
,130/80 mmHg.

4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes


mellitus dengan target HbA1C <7%.
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita
dislipidemia dengan diet dan obat penurun lemak. Target
kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita yang bersiko
tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya
<70 mg/Dl.
6. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat
infeksi/inflamasi misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi
dan mulut sebaiknya diperhatikan secara teratur.

X. PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death,
disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution.
Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal
atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus

52
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi
otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru; et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I.
Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. 2009
2. Sri Andriany, S. Karaktreristik Penderita Stroke Rawat Inap Di
Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. Online on : [13th,
Dec 2016]. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter
%20II.pdf

53
3. David S Liebeskind, MD, FAAN, FAHA, FANA.Hemmorhagic
stroke. https://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview
4. Ramadhani, I. Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian
Stroke di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Online on : [13th,
Dec 2016]. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf
5. Prakasita; Masayu. Hubungan Antara Lama Pembacaan CT-Scan
Terhadap Outcome Penderita Stroke Non Hemoragik. Online on :
[13th, Dec2016]. Available at :
http://eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf
6. Baehr, M; Frotscher, M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS
Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi 4.Jakarta : EGC. 2010
7. Setyopranoto, Ismail. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Online
on : [13th, Dec 2016]. Available at :
http://www.kalbemed.com/portals/6/1_05_185strokegejalapenatala
ksanaan.pdf
8. Rianawaty, Sri Budhi; et all. Buku Ajar Neurologi. Jakarta :Sagung
Seto. 2017
9. Guideline Stroke. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta, 2011

54

Anda mungkin juga menyukai