Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

ABSES BUKAL

Pembimbing:
dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, Msi. Med
dr. Heri Puryanto, MSc, Sp. THT-KL

Penyusun:
RIZVIALDI
030.15.001

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROK – BEDAH KEPALA LEHER RSUD KARDINAH TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
PERIODE 28 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

“Abses Bukal”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan THT RSUD Kardinah Tegal periode 28 Oktober – 30 November
2019

Disusun oleh :
Rizvialdi
030.15.002

Tegal, November 2019

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, Msi. Med dr. Heri Puryanto, MSc, Sp. THT-KL
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Abses Bukal” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan THT RSUD Kardinah Tegal. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar besarnya kepada:
1. dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, Msi. Med dan dr. Heri Puryanto,
MSc, Sp. THT-KL selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus
2. Seluruh staff SMF THT RSUD Kardinah Tegal.
3. Rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan THT RSUD Kardinah
Tegal.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut
tidak lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang di miliki. Oleh karena itu
bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan.

Tegal, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
BAB I: PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 2
I. DEFINISI......................................................................................................................... 2
II. KLASIFIKASI RUANG WAJAH ............................................................................ 2
III. ANATOMI RUANG BUKAL.................................................................................... 4
IV. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 7
V. PATOFSIOLOGI ABSES .......................................................................................... 8
VI. GEJALA KLINIS ABSES BUKAL ......................................................................10
VII. PEMERIKSAAN FISIK ...........................................................................................11
VIII.PEMERIKSAAN PENUNJANG ..........................................................................12
IX. DIAGNOSIS BANDING ABSES BUKAL .......................................................13
X. TATALAKSANA ABSES BUKAL ....................................................................13
BAB III: LAPORAN KASUS............................................................................................15
1.1 Identitas ......................................................................................................................15
1.2 Anamnesis .................................................................................................................15
1.3 Pemeriksaan fisik ....................................................................................................17
1.4 Pemeriksaan penunjang .........................................................................................21
1.5 Diagnosis ...................................................................................................................22
1.6 Tatalaksana ...............................................................................................................22
1.7 Prognosis ...................................................................................................................22
BAB IV: PEMBAHASAN...................................................................................................23
BAB V: KESIMPULAN ......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan mikroorganisme. Abses Bukal adalah infeksi pada ruang bukal
yang menimbulkan akumulasi nanah sehingga menunjukan manifestasi
pembengkakan dibagian pipi berbentuk kubah pada aspek anterior pipi dimulai dari
batas bawah mandibula, memanjang ke atas ke tingkat lengkungan zygomatic.
Infeksi ini dapat berasal dari odontogenic atau non-odontogenik. Infeksi
odontogenic adalah infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi yang
berhubungan dengan patologi.
Buccal Space atau ruang bukal merupakan salah satu dari fascial space atau
ruang pada wajah. Shaphiro mendefinisikan Ruang wajah sebagai ruang potensial
diantara lapisan fascia yang berisi jaringan ikat longgar, dan berbagai struktur
anatomi. Ruang wajah dibagi menjadi ruang primer dan ruang sekunder. Ruang
primer terdiri dari ruang canine, ruang bukal, ruang infratemporal, ruang
submental, ruang sublingal, dan ruang submandibular. Ruang sekunder terdiri dari
ruang mesenterika, ruang pterygomandibular, ruang temporal superfisial dan
profunda, ruang faringeal lateral, ruang retrofaringeal, ruang parotis, dan ruang para
vertebra.
Infeksi odontogenic menjadi sumber infeksi yang umum pada ruang wajah.
Rongga mulut terdiri dari lebih dari 500 macam bakteri, beberapa spesies jamur,
sedikit genus protozoa dan banyak virus sebagai penghuni normal. Terjadinya
infeksi ditentukan oleh interaksi host, organisme, dan lingkungan. Dalam keadaan
sehat ada keseimbangan di antara faktor-faktor ini dan ketika keseimbangan hilang,
infeksi dapat terjadi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan mikroorganisme. Nanah merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh enzim
autolitik. Pada saat tekanan di dalam rongga meningkat, maka nanah mengambil
jalur pada daya tahan terendah dan dapat keluar melalui kulit.
Shapiro mendefinisikan ruang wajah sebagai ruang potensial antara lapisan
wajah. Ruang-ruang ini biasanya diisi dengan jaringan ikat longgar dan berbagai
struktur seperti vena, arteri, kelenjar, kelenjar getah bening, dll.2
Buccal Space atau ruang bukal menempati area antara otot buccinator secara
medial dan kulit wajah di atasnya. Batas anterior adalah modiolus, yang terdiri dari
persimpangan otot-otot berikut: orbicularis oris, buccinator, levator anguli oris,
depressor anguli oris, zygomaticus mayor, risorius, platysma, dan levator labii
superioris. Struktur ini bersama-sama membentuk komisura mulut.1
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari gigi
yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi pada
region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abses.
II. KLASIFIKASI RUANG WAJAH
a) Klasifikasi Topazian

2
b) Klasifikasi berdasarkan makna klinis
Primary maxillary spaces Canine (infraorbital)
Buccal
Infratemporal
Primary mandibular spaces Submental
Submandibular
Sublingual
Buccal
Secondary fascial spaces Masseteric
Pterygomandibular
Superficial and deep temporal
Lateral pharyngeal
Retropharyngeal
Prevertebral

Tabel 1. Ruang-ruang penting pada kepala dan leher


beserta temuan klinis dan sumber infeksinya

3
III. ANATOMI RUANG BUKAL
- Batas ruang bukal2
o Superior: Arkus Zygomatikus
o Inferior: Batas bawah mandibula
o Anterior: Perbatasan posterior tulang zygomatikus di atas
dan m. depresor angulioris di bawah
o Posterior: Batas anterior m. Masseter
o Medial: Muskulus dan fasia Buccinator
o Lateral: Kulit dan jaringan mukosa

Gambar 1. Anatomi dan penyebaran


Infeksi Odonttogenic. (1). Vestibula, (2).
Ruang Bukal, (3). Palatum, (4.)
Sublingual, (5). Submandibular, (6). Sinus
Maksilaris

4
Gambar 2. Persarafan dan
vaskularisasi

Gambar 3. Anatomi ruang wajah

5
Tabel 2. Batas-batas anatomi ruang wajah pada
kepala dan leher

6
IV. ETIOLOGI
Tubuh manusia hidup seimbang dengan sejumlah flora mikroba normal. Namun
patogen dapat menyerang dan memulai proses infeksi sesekali. Infeksi ini dapat
berasal dari sumber odontogenik atau non-odontogenik. Infeksi odontogenik
terutama dari molar mandibula ke-2 dan ke-3 atau sebagai perluasan selulitis
peritonsillar, dapat melibatkan beberapa ruang di daerah kepala dan leher termasuk,
ruang Buccal, ruang Buccinator, ruang Parapharyngeal, Submandibular,
Sublingual, lateral pharyngeal dan ruang pterigoid. Prototipe infeksi sublingual dan
submandibular adalah Ludwig's angina. Ludwig Angina disebabkan oleh perluasan
infeksi odontogenik pada 70-80% pasien. Faktor yang berkontribusi dapat termasuk
pencabutan gigi, kebersihan mulut yang buruk dan trauma.
Dari bakteri aerob yang terlibat dalam infeksi odontogenik, streptokokus
mewakili sekitar 90% dan stafilokokus 5%. Neisseria sp., Corynebacterium sp. dan
Haemophilus sp. jarang ditemui. Terdapat lebih banyak bakteri anaerob yang
terlibat dalam infeksi odontogenic. Prevotella, Porphyromonas dan Bacteroides sp.
berkontribusi 75%, dan Fusobacterium sp. 25% sisanya. Infeksi yang disebabkan
oleh mikroorganisme ini mengikuti pola evolusi yang jelas. Setelah inokulasi pada
jaringan dalam, terdapat proliferasi bakteri aerob, seperti Streptococcus sp. Yang
invasif dan virulen, yang mengarah pada penurunan potensi oksidasi-pengurangan
jaringan, sehingga menciptakan kondisi ideal bagi bakteri anaerob untuk
berproliferasi; Bakteri anaerob ini akan mendominasi atau mungkin satu-satunya
yang ditemui dalam fase supuratif dan kronis dari proses infeksi.
Infeksi Non-odontogenik adalah infeksi sekunder yang dipicu oleh infeksi pada
jaringan di sekitar rongga mulut, seperti kulit, tonsil, telinga, dan sinus. Infeksi ini
harus didiagnosis dan diobati segera untuk menghindari segala kondisi yang
mengancam jiwa seperti infeksi ruang atau Cellulitis. 3
Aerobic Anaerobic
Gram-positive cocci Gram-positive cocci
Streptococcus sp. Streptococcus sp.
Streptococcus (group D) sp. Peptococcus sp.
Staphylococcus sp. Peptostreptococcus sp.
Eikenella sp. Gram-negative cocci (Veillonella sp.)
Gram-negative cocci (Neisseria sp.) Gram-positive bacilli

7
Gram-positive bacilli Eubacterium sp.
(Corynebacterium sp.) Lactobacillus sp.
Gram-negative bacilli (Haemophilus Actinomyces sp.
sp.) Clostridia sp.
Miscellaneous Gram-negative bacilli
Prevotella sp., Porphyromonas sp.
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Miscellaneous

Tabel 3. Bakteri penyebab infeksi odontogenik.

V. PATOFSIOLOGI ABSES

Gambar 4. Pembentukan abses pada kulit

Kulit yang terluka dapat menjadi port de entrée bakteri. Salah satu
contoh bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada kulit yaitu S.
aureus. Bakteri S.aureus yang masuk ke lapisan subcutis bereplikasi dan
dikenali oleh sel langerhan’s sehinggal sel tersebut memberi sinyal
kepada PMN dalam 0-2 jam pertama. Selain itu, secara in vitro S. aureus
menginduksi mediator inflamasi seperti IL-1a, IL-1b, IL-6, IL-8, IL-17,
leukotriene B4, tumor necrosis factor-a, CXCL1, dan CXCL2. PMN
datang ke lokasi infeksi dan melakukan fagositosis. Dalam 2 sampai 24
jam, PMN yang telah melakukan fagositosis mati dan menjadi sel PMN

8
yang nekrotik, sel tersebut memberikan sel-sel leukosit lain untuk
datang kelokasi infeksi. Hal ini menyebabkan leukositosis pada
pemeriksaan darah. Sel-sel tersebut terus melakukan fagositosis dan
menjadi sel yang nekrotik, sehingga terbentuklah kapsula fibrosa dalam
2-6 hari dan terbentuklah abses. Proses fagositosis terus terjadi sehingga
timbul akumulasi dari sel-sel nekrotik, sel-sel PMN dan leukosit, dan
bakteri yang membentuk nanah atau pus dan akan matur pada 6-14 hari.4
➢ Infeksi Odontogenik

Gambar 5. Pembentukan abses yang bersumberl dari karies


gigi
Karies gigi atau gigi berlubang yang berkembang
dapat menyebabkan inflamasi dari pulpa gigi. Hal ini
merupakan port de entrée kuman dalam mulut untuk masuk
kedalam gigi yang berlubang dan dapat menyebar ke ruang
maxillofacial. Bakteri yang masuk kedalam ruang
maxillofacial akan direspon oleh sistem imun (sama seperti
infeksi pada kulit) sehingga membentuk akumulasi sel-sel
darah putih dan bakteri yang akan membentuk nanah atau
pus.

9
VI. GEJALA KLINIS ABSES BUKAL
Tanda-tanda dan gejala klinis yang biasanya berupa nyeri, kemerahan, dan
edema difus pada ruang jaringan lunak yang terlibat, menyebabkan pembengkakan
yang jelas dan berbentuk kubah pada aspek anterior pipi dimulai dari batas bawah
mandibula, memanjang ke atas ke tingkat lengkungan zygomatic,2 dan dapat terjadi
demam. Pasien dirawat dengan pemberian antibiotik dan pengangkatan penyebab
infeksi.3

Gambar 6. Manifestasi Klinis Abses Bukal

10
VII. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Ekstr-aoral:
a. Inspeksi:
Terdapat pembengkakan pada wajah bagian pipi serta kemerahan
(hiperemis) disekitar area pembengkakan yang menandakan adanya
infeksi pada ruang bukal atau ruang mascinator. Perlu dialkukan
pengukuran terhadap besar benjolan dan menentukan batas dari
benjolan tersebut. Dilihat pula apakah terdapat pembengkakan daerah
wajah lainnya. Pemeriksa dapat meminta pasien membuka mulut untuk
menilai apakah ada trismus atau keterbatasan gerak sendi
temporomandibular.
b. Palpasi:
Saat dilakukan perabaan benjolan, perlu di perhatikan apakah
terdapat peningkatan suhu, konsistensi dari benjolan apakah keras atau
terdapat fluktuasi yang menandakan adanya pus, dan dinilai apakah ada
nyeri tekan saat perabaan.
2. Pemeriksaan Intraoral:
i. Cavum Oris
Pada saat inspeksi rongga mulut, hal yang harus
diperhatikan adalah kondisi oral hygiene pasien dan keadaan
gigi pasien apakah terdapat karies atau gigi berlubang dan plak
gigi. Perhatikan pula mukosa bibir pasien apakah terdapat
stomatitis atau traumatic ulcers.

11
Gambar 7. Traumatic Ulcer pada mukosa pipi
ii. Orofaring
Pemeriksaan orofaring meliputi inspeksi palatum,
tonsil, dan diding faring perlu dilakukan untuk melihat apakah
terdapat tanda infeksi pada tonsil maupun faring.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukan adanya infeksi seperti
leukositosis dan LED yang memanjang. Dapat pula dilakukan aspirasi abses
untuk dilakukan kultur bakteri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto waters dapat dinilai adanya soft tissue swelling pada daerah
pembengkakan. Dapat dilakukan foto gigi panoramic untuk menilai apakah
ada impaksi gigi atau destruksi yang dapat menjadi sumber infeksi. CT-Scan
leher potongan aksial juga dapat dilakukan untuk memastikan ruang mana
yang terdapat infeksi.

12
IX. DIAGNOSIS BANDING ABSES BUKAL
1. Impetigo: Lesi dikulit dengan efloresensi pustula yang berisi pus
2. Erysipelas: Kemerahan dan pembengkakan kulit yang akut dengan
batas yang tegas. Biasanya muncul pada tangan, kaki dan wajah.
3. Crohn’s disease: Hal ini ditandai dengan inflamasi granuloma yang
terdapat pada seluruh saluran pencernaan, lesi ini dapat berkembang
menjadi abses ruang bukal yang berulang
4. Traumatic Cheek bite: Ditandai dengan linea alba di sepanjang garis
lesi mukosa.
5. Ludwig’s Angina: Abses pada ruang sub-mandibular.
Pembengkakan terlihat mulai di batas bawah mandibula dan
memanjang hingga tingkat tulang hyoid dalam bentuk inverted cone.

X. TATALAKSANA ABSES BUKAL


Penderita abses bukal harus dilakukan tindakan insisi dan drainase abses.
Sebaiknya dilakukan di kamar operasi dibawah pengaruh general anesthesia.
Pasien harus di puasakan selama 6 jam dengan terapi cairan yang adekuat
sebelum dilaksanakannya operasi. Penatalaksanaan medikamentosa yang dapat
diberikan kepada pasien adalah antibiotic spektrum luas seperti golongan
cefalosporin yang dikombinasikan dengan metronidazole. Analgetik dapat
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pasien. Kortikosteroid dapat diberikan
untuk mengurangi respon inflamasi. Bila sumber infeksi terdapat pada gigi,
maka pasien harus dikonsulkan ke dokter gigi.
➢ Manajemen Bedah
Dua sayatan untuk drainase abses ruang bukal dibuat ekstra-oral
melalui kulit dan jaringan subkutan dengan skalpel No. 11, di bawah batas
bawah mandibula untuk drainase dependen. Hemostat melengkung
dimasukkan melalui sayatan anterior ke dalam rongga abses; keluar
melalui sayatan posterior; masukan karet drainase; hemostat kemudian
ditarik membawa saluran melalui jaringan. Ujung-ujungnya diikat dengan
jahitan untuk mencegah lepasnya drainase. Dalam kasus abses ruang

13
bukal, sayatan intraoral tidak rutin dilakukan karena sulit untuk
mempertahankan pembukaan paten untuk drainase karena otot buccinator
cenderung berkontraksi terutama ketika sayatan vertikal dibuat. Jika
sayatan intraoral dilakukan, sayatan horizontal harus ditempatkan tepat di
atas kedalaman vestibula untuk mencegah rusaknya saluran parotis dan
mempertahankan drainase.2

Gambar 7. (A) keadaan pra-operasi yang


menunjukkan infeksi ruang bukal kanan. (B)
penempatan drain yang menembus anterior ke
posterior. (C) Drainase

14
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Tempat Tanggal Lahir: Tegal, Juni 1962
Alamat : Dukuhturi Tegal
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Supir
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 28 Oktober 2019
No. RM : 963452

1.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 29 Oktober 2019 jam 07.30
Keluhan Utama Bengkak pada pipi sebelah kiri
Riwayat Penyakit OS datang ke poli THT dengan keluhan bengkak pada
Sekarang pipi sebelah kiri sejak + 1 minggu. Pada awalnya pasien
mengeluh nyeri menelan, Kemudian timbul benjolan
pada pipi sebelah kiri yang terasa sangat nyeri dan lama
kelamaan membesar. Terdapat benjolan pula pada pipi
kiri bagian dalam, benjolan tersebut terkadang pecah
didalam mulut dan keluar nanah. Pasien tidak mengeluh
demam. Pasien mengaku tidak terdapat sakit gigi atau gigi
berlubang dalam 1 tahun terakhir dan tidak terdapat
jerawat atau luka pada bagian pipi kiri sebelumnya.

15
Riwayat Penyakit Penyakit serupa (-), penyakit gigi (-), Diabetes Mellitus (-
Dahulu ), Hipertensi (-), riwayat jatuh (-), riwayat penyakit paru
(-), riwayat penyakit ginjal (-), riwayat penyakit hati (-)
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit serupa (-)
Keluarga
Riwayat Pengobatan Pasien hanya mengonsumsi obat warung untuk
mengurangi nyeri
Riwayat Kebiasaan Rokok (+) 1 bungkus per hari, Pasien mengaku rajin
menggosok gigi
Riwayat Pasien menggunakan BPJS
Sosioekonomi

16
1.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum Kesadaran: Compos Mentis
Kesan sakit: Tampak sakit sedang
Kesan gizi: gizi baik
Tanda vital Tekanan darah: 120/60 mmHg
Nadi: 75x/menit
Respirasi: 20 x/menit
Suhu: 37,0°C
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi
merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka
Wajah: Terdapat Benjolan pada pipi kiri, ukuran +
5cm x 6cm, kedalaman + 4cm hiperemis (+), Nyeri
tekan (+), fluktuasi (+)

Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis


-/-, sklera ikterik -/-
Telinga: pada status lokalis
Hidung: pada status lokalis
Tenggorokan: pada status lokalis
Mulut: mukosa bibir hiperpigmentasi, sianosis (-),
Trismus (-), gusi kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (+)

17
Leher pembengkakan (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran
KGB leher (-) dan supraklavikular (-), pembesaran kel
parotis (-)
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada
simetris, tipe pernapasan thorakoabdominal, sela iga
normal, sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus simetris,
tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-, Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk cembung, ikterik (-), kemerahan (-),
spider naevi (-), benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 3x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan
lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Nyeri tekan - - -
- - -
- - -
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-,
CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-,
CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-

18
Status lokalis
Telinga
Kanan Kiri
normotia, nyeri tarik (-), daun telinga normotia, nyeri tarik (-),
nyeri tekan tragus (-) nyeri tekan tragus (-)
hiperemis (-), fistula (-), preaurikuler hiperemis (-), fistula (-),
edema (-), sikatriks (-) edema (-), sikatriks (-)
hiperemis (-), fistula (-), retroaurikuler hiperemis (-), fistula (-),
edema (-), sikatriks (-), edema (-), sikatriks (-),
nyeri ketok mastoid (-) nyeri ketok mastoid (-)
lapang, hiperemis (-), kanalis akustikus lapang, hiperemis (-),
edema (-), sekeret (-) eksternus edema (-), sekeret (-)
hiperemis (-), warna membran timpani hiperemis (-), warna
putih mengkilat, retraksi putih mengkilat, retraksi
(-), bulging (-), peforasi (-), bulging (-), peforasi
(-), reflek cahaya (+) jam (-), reflek cahaya (+) jam
5 7

Hidung
kanan kiri
hiperemis (-), benjolan (- vestibulum hiperemis (-), benjolan (-
), nyeri (-), sekret (-) ), nyeri (-), sekret (-)
tidak terlihat konka superior tidak terlihat
hiperemis (-), sekret (-), konka media hiperemis (-), sekret (-),
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
hiperemis (-), sekret (-), konka inferior hiperemis (-), sekret (-),
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
tidak dapat dinilai meatus nasi medius tidak dapat dinilai
lapang meatus nasi inferior lapang
massa (-) cavum nasi massa (-)

19
deviasi (-) septum nasi deviasi (-)
anosmia pemeriksaan fungsi anosmia
penghidu

Sinus paranasal
sinus frontalis nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
sinus etmoidalis nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
sinus maksillaris nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Bibir dan cavum oris


simetris (+), sianosis (-), anemis (-), mukosa hiperemis (-), Traumatic ulcer (+)
pada mukosa pipi sinistra, pus (+), gigi (+), gusi normal, karies dentis (+) gigi
M1 kiri bawah, plak gigi (+)
Orofaring
mulut Oral Hygiene Buruk.
palatum smetris, deformitas (-)
arkus faring simetris, hipermenis (-)
mukosa faring hiperemis (-)
uvula ditengah, edema (-)
tonsil T1-T1, hiperemis (-), kripta melebar (-
), detritus (-), abses (-)
dinding faring posterior hiperemis (-), post nasal drip (-)
kemampuan menelan makanan padat (+), makanan lunak (+),
air (+)

20
1.4 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Darah
a. Hb : 15,5 g/dL
b. Ht : 47%
c. Leukosit : 26.200/uL
d. Trombosit : 254.000/uL
e. GDS : 99 mg/dL
f. LED 1 jam : 29 mm/jam
g. LED 2 jam : 59 mm/jam
h. HBsAg (-)
i. HIV (-)

b. Rontgent Thorax

Kesan: Suspect Bronkitis

21
1.5 Diagnosis
WD : Abses Bukal
DD : Impetigo, Erysipelas, Crohn’s Disesase, Traumatic Cheek Bite,
abses submandubula

1.6 Tatalaksana
- Non-Medikamentosa:
o Operasi Insisi drainase abses bukal
- Medikamentosa:
o Terapi cairan
o Antibiotika (kombinasi cefalosporin 2 x 1gr + Metronidazole 3 x
500mg)
o Analgetik
o Kortikosteroid 2 x125mg

1.7 Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli THT tanggal 28 Oktober 2019 dengan keluhan pipi kiri
yang membengkan sejak 1 minggu yang lalu. Bengkak makin lama makin
membesar dan terasa sangat nyeri. Pada pemeriksaan status lokalis wajah terdapat
pembengkakan dengan ukuran + 5cm x 6 cm, hiperemis (+), nyeritekan (+),
fluktuasi (+). Pada pemeriksaan status lokalis kavum oris terdapat oral hygiene
yang buruk, terdapat karies gigi pada gigi M1 kiri bawah dan plak gigi pada pasien.
Terlihat traumatic ulcer pada mukosa pipi kiri pasien akibat desakan pus dari ruang
bukal yang mengakibatkan tergigitnya mukosa dan pecahnya pus kedalam kavum
oris. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis dan LED memanjang
yang sangat mendukung terjadinya infeksi pada pasien. Pasien langsung dirawat di
RSU Kardinah dengan rencana operasi insisi dan drainase abses bukal. Pasien
mendapatkan terapi cairan, terapi antibiotic kombinasi cefalosporin dan
metronidazole untuk mengatasi infeksi, analgetik untuk mengatasi nyeri, dan juga
kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi.
Pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang dapat mengarahkan kepada
diagnosis abses pada ruang bukal dengan port de entrée karies dentis dengan oral
hygiene yang buruk. Pasien mengalami infeksi odontogenic yang disebabkan oleh
karies dentis pada gigi M1 kiri bawah dutunjang dengan faktor oral hygiene yang
buruk. Karies dentis atau gigi berlubang dapat menjadi tempat masuknya kuman
untuk menyebar ke ruang maxillofacial atau facial space. Pada pasien ini, kuman
menyebar ke dalam ruang bukal sehingga menimbulkan abses pada ruang tersebut.
Bakteri yang menjadi sebab infeksi odontogenic dapat bersifat aerob dan anaerob.
Bakteri aerob penyebab tersering infeksi odontogenic adalah streptococcus
sebanyak 90%. Sedangkan bakteri anaerob penyebab infeksi odontogenic adalah
Prevotella, Porphyromonas dan Bacteroides sp. yang berkontribusi sebanyak 75%.
Setelah bakteri masuk pada jaringan dalam, terdapat proliferasi bakteri aerob,
seperti Streptococcus sp. yang invasif dan virulen, yang mengarah pada penurunan
potensi oksidasi jaringan, sehingga menciptakan kondisi ideal bagi bakteri anaerob

23
untuk berproliferasi; Bakteri anaerob ini akan mendominasi atau mungkin satu-
satunya yang ditemui dalam fase supuratif dan kronis dari proses infeksi. Karena
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob dan juga pada abses berkembang biak bakteri
anaerob jadi terapi medikamentosa yang diberikan adalah antibiotic spektrum luas
(cefalosporin) dikombinasikan dengan Metronidazole untuk membasmi bakteri
anaerob. Terapi non-medikamentosa yang harus dilakukan untuk abses bukal
adalah tindakan operatif insisi dan drainase abses.
Dilakukan pembedahan insisi dan drainase abses bukal pada tanggal 29
Oktober 2019 dengan general anesthesia. Teknik yang digunakan adalah 1 insisi di
puncak abses, lalu pengeluaran pus melalui insisi, dibersikan menggunakan H2O2,
lalu dipasang tampon kassa untuk drainase. Setelah operasi pasien dirawat 1 hari
dirumah sakit untuk obeservasi keadaan umum, tanda vital, dan perdarahan. Setelah
dilakukan aff tampon drainase dan telah dievaluasi pus (-), pasien dibolehkan
pulang dengan obat pulang antibiotic kombinasi, analgetik, dan kortikosteroid.
Pasien ini harus dirujuk ke dokter gigi untuk mengatasi sumber infeksi agar tidak
terjadi infeksi yang berulang.

24
BAB V
KESIMPULAN
Abses bukal merupakan infeksi pada ruang bukal daerah wajah. Abses
bukal dapat terjadi dari sumber infeksi odontogenic dan non-odontogenik.
Infeksi odontogenik terutama dari molar mandibula ke-2 dan ke-3 atau
sebagai perluasan selulitis peritonsillar, dapat melibatkan beberapa ruang di
daerah kepala dan leher termasuk, ruang Buccal, ruang Buccinator, ruang
Parapharyngeal, Submandibular, Sublingual, lateral pharyngeal dan ruang
pterigoid. Penyeban infeksi odontogenic 90% adalah bakteri aerob
Streptococcus dan 75% bakteri anaerob Prevotella, Porphyromonas dan
Bacteroides sp. Infeksi Non-odontogenik adalah infeksi sekunder yang dipicu
oleh infeksi pada jaringan di sekitar rongga mulut, seperti kulit, tonsil, telinga,
dan sinus.
Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis riwayat penyakit
sekarang meliputi penyakit gigi atau penyakit abses di daerah wajah dan
orofaring sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan
ekstra-oral dan intra-oral. Pada pemeriksaan ekstra-oral dapat ditemukan
pembengkakan pada daerah pipi berbentuk seperti kubah pada aspek anterior
pipi dimulai dari batas bawah mandibula, memanjang ke atas ke tingkat
lengkungan zygomatic,2 dan dapat terjadi demam. Pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED yang
memanjang sebagai tanda terdapatnya infeksi. Pemeriksaan radiologis yang
dapat dilakukan yaitu foto rontgent waters untuk menilai apakah terdapat soft
tissue swelling, foto panoramic gigi untuk menilai impaksi atau destruksi gigi,
dan dapat dilakukan CT scan potongan axial untuk memastikan ruang wajah
mana terinfeksi.
Tatalaksana yang harus dilakukan adalah operasi insisi drainase abses
dengan terapi medika mentosa antibiotic kombinasi spektrum luas dan
metronidazole, analgetik, dan kortikosteroid. Sumber infeksi odontogenic
harus ditangani oleh dokter gigi agar tidak terjadi infeksi berulang.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Hupp J, Ferneini E. Head, Neck, and Orofacial Infections 1st Edition.


Missouri: Elsevier. 2016.
2. Balaji SM, Balaji PP. Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery 3rd
Edition. India: Elsevier. 2018.
3. Dodda KK, Khan MB. Medical Emergency in Orthodontics: A Case Report
of Buccal Space Infection. J Orofac Res 2014;4(2):118-121.
4. Kobayashi SD, Malachowa N, Deleo FR. Pathogenesis of Staphilococcus
aureus Abscess. Am J Pathol 2015, 185: 1-10.

26

Anda mungkin juga menyukai