Anda di halaman 1dari 34

Referat

Tuli
Mendadak
(SSNHL)
Robert Suryajaya H 406191045
Giovani Hanjaya 406192009
Felita Sheila 406192105

Pembimbing :
dr. Djoko, Sp. THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT - KL
RUMAH SAKIT KRMT Wongsonegoro
PERIODE 19 APRIL 2021 – 15 MEI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
Tuli Mendadak
Sudden Sensorineural
Hearing Loss
(SNHL)

Kasus kegawatdaruratan otologis


yang membutuhkan penanganan
segera.
Epidemiologi di Amerika

Insidensi
• Rentang median usia 40-50 tahun
Kasus : • Jenis Europe
Kelamin bukan merupakan faktor
USA
• 5 - 20 kasus setiap 100.000 orang
19,450000

19,450000
risiko
per tahun • Hearing loss biasanya disertai dengan tinitus
akut dan gejala vestibular pada seperempat
sampai dengan setengah pasien.
Tuli Mendadak
 Tuli mendadak atau Sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) :
Kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan segera :
 pengobatan sedini mungkin dianggap dapat memperbaiki prognosis.
 harus segera dirujuk dan ditangani.

 Keterlambatan diagnosis :
 pengobatan tertunda dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.
DEFINISI
Gangguan pendengaran subyektif, yang terjadi secara akut dalam jangka
waktu 72 jam dan biasanya bersifat unilateral.

Kriteria :
Audiometri berupa penurunan pendengaran minimal ≥ 30 dB dalam
tiga frekuensi berurutan selama ± 3 hari umumnya disertai dengan
tinitus dan vertigo

Keparahan tuli mendadak / sudden deafness juga diklasifikasikan oleh


WHO, bedasarkan gambar berikut :
Mampu mendengar
Hanya mampu
dan mengulangi kata-
mendengar beberapa kata
Mampu mendengar dan kata pada suara yang
pada suara teriakan di
mengulangi kata-kata lebih keras dari Tidak mampu mendengar
telinga yang lebih baik
pada suara percakapan percakapan biasa dan mengerti kata-kata
(sehat). pada suara teriakan keras.
biasa dalam jarak 1 meter dalam jarak 1 meter.
Etiologi
Idiopatik

Infeksi Virus

Kelainan Vaskular

Kerusakan Membran Intrakoklear

Autoimun
Infeksi Virus

 Terdapat beberapa bukti yang mengarahkan infeksi virus sebagai penyebab SSNHL :
 Infeksi virus herpes simplex, varicella, enterovirus, influenza dapat menyebabkan
SSNHL.
 Gambaran histopatologis tulang temporal -> rusaknya koklea akibat infeksi virus,
hilangnya sel rambut dan sel suportif, atrofi dari membran tektorial dan stria
vaskularis, dan rusaknya saraf.
 Umumnya muncul bukti imunitas virus pada pasien SSNHL
 Virus seperti Hepres simpleks dapat hidup dorman selama bertahun-tahun pada
jaringan neural dan telah diidentifikasi pada ganglion spiral.
 Virus yang menyebabkan tuli kongenital  kelompok Cytomegalovirus (CMV)
Kelainan Vaskular
 Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak.
Kelainan Vaskular
 Koklea memperoleh asupan darah dari arteri labirintin  Pembuluh darah ini merupakan
end artery yang tidak memiliki vaskularisasi kolateral, sehingga jika terganggu dapat
mengakibatkan kerusakan koklea.

 Kelainan yang menyebabkan iskemia koklea atau oklusi pembuluh darah seperti
trombosis, spasme, perdarahan arteri atau berkurangnya aliran darah dapat
mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligament spiralis
yang diikuti pembentukan jaringan ikat dan penulangan  penurunan oksigenasi koklea.
Kerusakan Membran Intrakoklea
 Terdapat membran tipis yang memisahkan telinga dalam dari telinga tengah dan ada
membran halus yang memisahkan ruang perilimfe dengan endolimfe dalam koklea.

 Robekan salah satu atau kedua membran -> menyebabkan tuli sensorineural.

 Kebocoran cairan perilimfe ke dalam telinga tengah melalui tingkap bundar dan tingkap
lonjong didalilkan sebagai penyebab ketulian dengan membentuk hidrops endolimfe
relatif atau menyebabkan robeknya membran intrakoklea.

 Robekan membran intrakoklea memungkinkan terjadinya percampuran perilimfe dan


endolimfe sehingga mengubah potensial endokoklea.
Autoimun
 Patogenesis autoimun dengan SSNHL memang masih belum jelas, namun
beberapa penelitian mendukung hipotesis beberapa penyakit autoimun
seperti Cogan Syndrome, SLE, dan kelainan Reumatologi berkaitan dengan
kejadian aktivitas imunologik di koklea yang menyebabkan SSNHL.
Manifestasi Klinis

 Penurunan pendengaran yang terjadi secara tiba-tiba.


 Bersifat sementara atau berulang, tetapi biasanya menetap.
 Ketulian biasa bersifat unilateral, bisa menjadi bilateral juga.
 Biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo.
 Disadari ketika bangun tidur atau sehabis bekerja.
Pemeriksan Pendengaran

Tes Penala

Audiometri

Tes Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA)

Tes Short Increment Sensitivity Index (SISI)

Tes Tone Decay Test (TDT)


Tes Penala – Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran
tulang (HT) dengan hantaran udara
(HU) pada satu telinga pasien.

Pasien diminta
Letakkan pada planus
Garpu tala 512 Hz mengangkat tangan
mastoideum telinga
disentuh secara lunak apabila sudah tidak
yang akan diperiksa
mendengar

Bila pasien mengangkat Pasien masih mendengar


tangan, garpu tala : Rinne +
dipindahkan 3 cm di
depan meatus akustikus Pasien tidak
eksternus mendengar : Rinne -
Tes Weber

Tujuan : membandingkan hantaran tulang antar kedua telinga pasien.

diletakkan Pasien ditanya


Garpu tala 512 Hz
pangkalnya pada apakah mendengar
yang telah disentuh
dahi atau vertex atau tidak

Kanan : lateralisasi
Bila mendengar, ke kanan
mana yang lebih
kerass Kiri : lateralisasi ke
kiri
Tes Schwabach

Tujuan : membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa ke mastoid.

diletakkan pangkalnya
Garpu tala 512 Hz yang Pasien ditanya apakah
pada planum
telah disentuh mendengar atau tidak
mastoideum pasien

Memendek : pemeriksa masih


mendengar
Bila sudah tidak Pindahkan garpu tala ke Memanjang : pasien masih
mendengar, diminta planum mastoideum mendengar
mengangkat tangannya pemeriksa Normal : pemeriksa dan
pasien sama-sama tidak
mendengar
Kesimpulan Hasil Tes Penala

TEST
DIAGNOSIS
RINNE WEBER SCHWABACH

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal


Lateralisasi ke telinga yang
Negative Memanjang Tuli konduktif
sakit
Lateralisasi ke telinga yang Tuli
Positif Memendek
sehat sensorineural
Pada tuli konduktif < 30
Catatan dB, Rinne bisa masih
positif
Audiometri
• Tujuan : menilai derajat ketajaman pendengaran seseorang, dan menentukan
lokalisasi kerusakan anatomis

• Frekuensi : jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik.

• Intensitas Bunyi dinyatakan dalam dB, pada audiometer digunakan dB HL (Hearing


level) dan dB SL (Sensation level).

• Ambang dengar adalah bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang
masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
Tes Brainstem Evoked Response
Audiometri (BERA)
 Merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap
rangsangan suara (click).

 BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan


suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik
dengan menggunakan headset.

 Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan


elektroda permukaan yang biasanya diletakkan pada bagian vertex kulit
kepala dan pada lobus telinga.
 BERA digunakan untuk
menentukan sumber gangguan
pendengaran di cochlea atau
retrocochlearis, mengevaluasi
brainstem (batang otak), dan
menentukan apakah gangguan
pendengaran disebabkan psikologis
atau fisik.
Tes Short Increment Sensitivity Index
(SISI)

 Untuk tentukan kapasitas pasien untuk


mendeteksi kenaikan 1 dB singkat pada nada
supra-threshold 20 dB dalam berbagai
frekuensi (pada 1000 Hz dan 4000 Hz).
 Score 70-100% : positif SISI (adanya lesi
koklear)
 Score 0-20% : negatif SISI (retrokoklear
patologis, tetapi bisa didapatkan juga pada
orang normal atau tuli konduktif)
Tes Tone Decay Test (TDT)

 Tes yang paling umum digunakan karena dapat dilakukan dengan andal
pada audiometer nada murni dan membantu dalam mendiagnosis lesi saraf
seperti neuroma akustik.

 Hasil TDT :
 1. Normal 0,5 dB dalam 60 detik
 2. Ringan 10-15 dB dalam 60 detik
 3. Moderat 20-25 dB dalam 60 detik

 Hasil tes tone decay negatif: bukan tuli retrocochlea.


Tatalaksana

 Tirah baring 14 hari.


 Istirahat fisik dan mental bagi pasien untu mengurangi stress akibat keadaan
yang dialaminya serta untuk memperbaiki sistem neurovaskuler.
 Vasodilator
 Meningkatkan aliran darah ke koklea sehingga mengurangi hipoksia. Obat
pilihan saat ini adalah Xantinol Nicotinat injeksi dan tablet.
 Kortikosteroid Sistemik
 Kortikosteroid Intratimpani
 Terapi Oksigen Hiperbarik
 Obat anti Virus
 Vitamin
Prognosis
 Makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk
sembuh, bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi
kecil.
 Usia muda  angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan usia tua.
 Usia lanjut, hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia berkaitan dengan
disfungsi mikrovaskuler di koklea  faktor prognosis buruk
 Pemeriksaan audiometri ulang dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis,
untuk menentukan keberhasilan terapi.
 Pasien tuli mendadak yang telah mendapat pengobatan, namun ketulian
tetap bersifat permanen dan menimbulkan kecacatan, membutuhkan
rehabilitasi auditorik.

Anda mungkin juga menyukai