Oleh:
dr. Ferawati
1707601070006
Pembimbing:
dr. Suriyanti,. M.Ked (ORL-HNS),. Sp.T.H.T.K.L
Pembimbing
Mengetahui,
Koordinator Program Studi PPDS-1
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti saat ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Suriyanti,. M.Ked
(ORL-HNS),. Sp.T.H.T.K.L yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus yang berjudul “ Bedah
sinus endoskopi fungsional sebagai tatalaksana rinosinusitis jamur non
invasif”, serta para dokter spesialis di Bagian/KSM Ilmu Kesehatan THT-KL yang
telah memberikan arahan serta bimbingan hingga laporan kasus ini selesai.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna dan
banyak kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap laporan
kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium …......................... 23
DAFTAR GAMBAR
v
koronal...............
Gambar 2.3 Mikroskopis Aspergillus fumigatus..................................... 8
Gambar 2.4 Mikroskopis Curvularia lunata............................................ 8
Gambar 2.5 Rinosinusitis invasif akut dengan infark pembuluh
darah.................................................................................. 10
Gambar 2.6 Rinosinusitis jamur granulomatous yang masif, hifa jamur
yang besar......................................................................... 10
Gambar 2.7 Rinosinusitis jamur kronis invasif……................................ 11
Gambar 2.8 Fungal ball………………………..……................................ 11
Gambar 2.9 Mucin alergi……………………….……............................... 11
Gambar 2.10 Endoskopi pasien dengan Fungal ball …......................... 13
Gambar 2.11 Mukus yang kental di Sinus Maxillaris …......................... 15
Gambar 2.12 CT Scan ………………………………...…......................... 16
Gambar 3.1 Gambaran klinis pasien...................................................... 23
Gambar 3.2 Rongent toraks PA............................................................. 23
Gambar 3.3 CT Scan sinus paranasal potongan sagittal, coronal dan
axial.................................................................................... 26
Gambar 3.4 Gambaran nasoendoskopi rongga hidung kanan.............. 26
Gambar 3.5 Beberapa persiapan alat FESS......................................... 27
Gambar 3.6 Gambaran fungal ball tampak saat di lakukan tindakan
FESS.................................................................................. 29
Gambar 3.7 Pasien POD ke 3……………….......................................... 30
Gambar 4.1 Prosedur unsinektomi ……………….................................. 35
Gambar 4.2 Prosedur Antrostomi meatus media................................... 36
vi
ABSTRAK
Latar belakang: Rinosinusitis jamur adalah inflamasi mukosa sinus
paranasal yang disebabkan oleh infeksi jamur. Gejala klinik rinosinusitis
jamur mirip dengan rinosinusitis kronis yaitu adanya hidung tersumbat,
sekret hidung, serta gejala rinosinusitis lainnya. Tujuan: Melaporkan
kasus rhinosinusitis jamur non invasif dengan tindakan FESS (Functional
Endoscopic Sinuses Surgery). Kasus: Laki-laki 75 tahun dengan keluhan
hidung tersumbat sejak 2 tahun yang lalu, awalnya keluar ingus encer
berwarna bening hilang timbul dan memberat bila terpapar cuaca dingin,
semakin ingus kental bewarna kuning kehijauan terkadang kecoklatan,
nyeri kepala, dan nyeri sekitar wajah sebelah kanan. Metode: Mencari
literatur text book, journal. Kriteria inklusi rhinosinusitis jamur, kriteria
ekslusi FESS, mikrobiologi jamur. Hasil: Dijumpai fungal ball dalam sinus
maksilaris dextra dengan sekret mukopurulen berwarna kuning kehijauan
hingga kecoklatan, dilakukan ekstraksi fungal ball dan irigasi yang
menyeluruh pada sinus maksilaris kanan hingga bersih. Post operasi
diberikan terapi anti nyeri dan antibiotik. Kesimpulan: Rinosinusitis jamur
non invasif ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, kultur mikrobiologi jaringan dari sinus dan CT scan.
ABSTRACT
Background: Fungal rhinosinusitis is an inflammation of the mucosa of the
paranasal sinuses caused by a fungal infection. The clinical symptoms of fungal
rhinosinusitis are similar to those of chronic rhinosinusitis, nasal congestion,
nasal discharge, and other symptoms of rhinosinusitis. Purpose: To report a
case of non-invasive fungal rhinosinusitis with FESS (Functional Endoscopic
Sinuses Surgery). Case: A 75-year-old man with a nasal congestion since 2
years ago, initially a clear, runny mucus that disappeared and became heavier
when exposed to cold weather, the thicker the mucus was yellow-green,
sometimes brownish, headache, and pain around the right side of the face. .
Methods: Search for literature, text books, journals. Fungal rhinosinusitis
inclusion criteria, FESS exclusion criteria, fungal microbiology. Results: Fungal
ball was found in the maxillary maxillary sinus with mucopurulent secretions
greenish yellow to brown, carried out fungal ball extraction and complete
irrigation of the right maxillary sinus until clean. Post surgery is given anti-pain
therapy and antibiotics. Conclusion: Non-invasive fungal rhinosinusitis was
vii
established based on history, clinical symptoms, physical examination, tissue
microbiological culture of the sinuses and CT scan.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
minggu. Oleh karena itu, jika rinosinusitis tidak mengalami perbaikan dengan
terapi medikamentosa maksimal pada berbagai faktor risikonya, perlu dipikirkan
kemungkinan infeksi karena jamur. 9
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang. Adapun tujuan dari tatalaksanan pada rinosinusitis adalah
untuk mengatasi inflamasi pada mukosa sinus dan hidung serta membantu
melancarkan drainase sinus.2
Tatalaksana pada rhinosinusitis jamur non-invasif adalah dengan
mengangkat seluruh gumpalan jamur. Pada penatalaksaannya rhinosinusitis
jamur non-noninvasif tidak memerlukan pemberian anti jamur sistemik maupun
topikal.1 Salah satu teknik operasi pada sinus paranasal adalah Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional (BSEF), teknik ini menggunakan endoskopi yang
bertujuan melancarkan drainase sinus dan menormalkan kembali ventilasi sinus
dan “mucociliary clearance” dalam sinus. 2,10
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk melaporkan kasus
rinosinusitis jamur pada laki-laki usia 70 tahun yang dilakukan bedah sinus
endoskopik fungsional (BSEF).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
2.2 Definisi
Rinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rinosinusitis and
Nasal Polyps 2020 (EPOS 2020), didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung
dan sinus paranasal yang dikarakteristik oleh dua atau lebih gejala, berupa
hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau nasal discharge (anterior/posterior
nasal drip), serta adanya temuan lain yang dapat berupa nyeri atau nyeri tekanan
pada wajah, penurunan atau menghilangnya daya penghidu. Sedangkan pada
pemeriksaan endoskopi ditemukan polip hidung dan/atau secret mukopurulen
yang berasal dari meatus medius, dan/atau edema/obstruksi mukosa pada
meatus medius, dan/atau perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal, dan/
atau adanya kelainan pada sinus dari pemeriksaan CT Scan ditemukan mukosa
yang berubah diantara ostiomeatal komplek dan atau sinus. Diagnosis
rhinosinusitis ditegakkan apabila terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala minor
dengan lebih dari 2 gejala minor. 6,11,19-21
Rinosinusitis jamur adalah inflamasi pada hidung dan sinus paranasal
dengan gejala rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur. 11,15,19-21
2.3 Epidemiologi
Rinosinusitis jamur mempunyai angka insidensi yang bervariasi di seluruh
dunia. Penelitian Grigoriu et al., di Eropa mendapatkan dari 600 kasus
rinosinusitis kronis maksila, 81 kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur.
Penelitian lainnya oleh Chakrabarti et al., di Asia terdapat 50 kasus (42 % )
6
rinosinusitis disebabkan oleh infeksi jamur. Penelitian See Goh et al. di Malaysia
dari 30 penderita sinusitis kronis maksila terdapat 16 kasus infeksi jamur.
Sementara infeksi jamur pada sinus sfenoid lebih jarang terjadi hanya sekitar
2,5% dari seluruh kasus infeksi sinus, infeksi ini terjadi disebabkan oleh anatomi
dan penurunan aliran udara di daerah sinus sfenoid.2,8
Penelitian yang dilakukan oleh Kamal et al., di Bangladesh tahun 2011
dikutip oleh Siska didapati pasien rinosinusitis akibat jamur terbanyak berjenis
kelamin laki-laki (53,33%), hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wahid et al., di Pakistan dikutip oleh Siska penderita rinosinusitis
akibat jamur terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 61% dan usia terbanyak
pada 21-40 tahun yaitu sebanyak 41%.9
Di Indonesia sendiri penelitian yang dikutip oleh Andika Nasution,
didapatkan bahwa dari 30 penderita rinosinusitis maksilaris kronis terdapat 15
penderita dengan rinosinusitis jamur hasil kultur jamur positif (50%) dengan usia
paling banyak yaitu 37-46 tahun sebanyak 5 orang (33,3%) dan jenis kelamin
perempuan yang lebih mendominasi yaitu sebanyak 9 orang (59,9%). 10
Penelitian yang dilakukan oleh Siska, dkk., di RSUP H. Adam Malik
Medan, Rumah Sakit Haji Medan, Rumah Sakit dr.Pirngadi Medan dan bagian
Mikrobiologi FK USU/Rumah Sakit H. Adam Malik Medan sejak Juli 2014-2015.
Data penelitian terdiri dari 74 kasus yang dilakukan pemeriksaan kultur jamur,
terdapat 30 kasus positif jamur (40,5%), dari 30 kasus rinosinusitis dengan kultur
jamur positif, 53,3% lebih banyak pada laki-laki, 60% pada umur 20-40 tahun,
keluhan utama hidung tersumbat (66,6%), dengan hasil kultur 50% Aspergillus
fumigatus. 9
Prevalensi rinosinusitis jamur meningkat dengan meningkatnya
penggunaan antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi, pasien
dengan diabetes mellitus, neutropenia, penderita imunodefisiensi seperti
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), tranplantasi organ, pasien yang
menjalani terapi kanker dan pasien yang lama dirawat di rumah sakit. Jenis jamur
yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah Aspergillus dan
Candida.14,11
2.4 Etiologi
7
2.5 Patofisiologi
Jamur merupakan organisme sederhana yang mudah beradaptasi
dengan lingkungan, terdapat disekitar kita di berbagai area lingkungan, bersifat
saprofit atau komensal, hidup berdampingan tanpa menimbulkan efek pada tuan
rumahnya dan dapat teridentifikasi pada sampah, debu dan alat rumah
tangga.9,10
Spora jamur bisa terdapat di udara, misalnya Aspergillus dan Alternaria,
spora jamur masuk ke saluran pernapasan atas dan bawah melalui inhalasi,
namun jarang bersifat patogen pada orang sehat. Meskipun demikian, jamur di
udara dapat menjadi patogen pada rinosinusitis kronis.11,19,24
9
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran klinis dan jaringan yang terinvasi, rinosinusitis
jamur dapat diklasifikasikan menjadi rinosinusitis jamur invasif dan rinosinusitis
jamur non-invasif. Rinosinusitis jamur non-invasif dapat menyerupai rinolit
dengan inflamasi mukosa, yang merupakan gumpalan jamur (fungus ball).
10
Rinosinusitis jamur yang bersifat invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur
pada lamina propria, menginvasi lapisan submukosa, pembuluh darah dan tulang
sehingga dapat menyebabkan perforasi septum. Rinosinusitis jamur non invasif
dapat berkembang menjadi rinosinusitis jamur invasif, sangat tergantung dengan
daya tahan tubuh pasien. 9-11
Tabel 2.2 Klasifikasi Rinosinusitis Jamur 9-11,27
Rinosinusitis jamur Mikosis sinus superfisial (superficial sinonasal mycosis)
non invasif Misetoma (Fungal ball)
Rinosinusitis alergi jamur (allergic fungal rhinosinusitis)
Gambar 2.6. A. Rinosinusitis jamur granulomatous yang masif, B. hifa jamur yang
besar 27
11
Gambar 2.8 Fungal ball (A) hifa jamur, (B) pada 10% potassium hydroxide, (C)
dengan kontras tampak pada mikroskop.27
Umumnya, infeksi yang muncul tidak berat, namun hal ini menjadikannya
penyebab sinusitis kronis. Beberapa literatur menyatakan bahwa kondisi ini
timbul oleh karena berkumpulnya spora jamur dengan konsentrasi yang tinggi
sehingga dapat mencetuskan sinusitis pada individu yang memiliki kemungkinan
untuk alergi terhadap jamur. 10,11,19,20
Dari anamnesis tidak ada keluhan yang khas pada penderita. Penderita
hanya mengeluhkan adanya tercium bau tidak enak pada hidung yang disertai
krusta atau debris. Rinosinusitis jamur ini paling khas diidentifikasi pada saat
nasoendoskopi, tampak materi jamur yang tumbuh pada krusta hidung. Biasanya
krusta tersebut terdapat pada daerah hidung yang tinggi aliran udaranya seperti
pada bagian tepi anterior konka dan dapat juga pada rongga sinus yang luas.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi tampak pada bagian
dibawah krusta memperlihatkan mukosa yang eritem, edema dan disertai adanya
pus. Pemeriksaan Kultur pada krusta tersebut menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri dan jamur. 10,11,20
Tatalaksana pada mikosis sinus superfisial meliputi pembersihan daerah
yang terinfeksi dan meminimalkan penggunaan antihistamin dan steroid topikal.
Antibiotika diberikan untuk bakteri yang mendasari infeksi jamur, hidung
dilembabkan dengan irigasi dan perlu diberikan mukolitik seperti guaifenesin. Anti
jamur sistemik tidak digunakan secara khusus pada kondisi ini. Karena mikosis
sinonasal superfisial cenderung timbul kembali maka endoskopi ulangan
diperlukan untuk memonitor hasil pengobatan. Pada kondisi yang berbeda
apabila infeksi jamur disebabkan oleh Candida Sp, maka perlu pertimbangan
untuk memberikan anti jamur sistemik atau topikal. 9-11,19,20
Misetoma (Fungal ball)
Fungal Ball atau misetoma merupakan kumpulan hifa jamur yang
berbentuk seperti bola atau massa tanpa disertai adanya invasi jamur ke jaringan
dan reaksi granulomatosa. Fungal ball ini biasanya mengenai satu sisi sinus.
Sinus maksila adalah lokasi yang paling sering menjadi tempat infeksi jamur tipe
ini. 10
13
menebal karena respon peradangan dan efek tekanan karena proses penyakit
yang kronis. 10,11,20
Secara makroskopis lesi pada fungal ball dapat berbentuk mulai dari
debris halus yang basah, berpasir atau bergumpal. Warna yang bervariasi dari
putih kekuningan, kehijauan, coklat hingga hitam. Diagnosis fungal ball
ditegakkan secara mikroskopis dengan tidak adanya infiltrasi sel radang yang
nyata dan banyaknya kumpulan hifa jamur. Mukosa di sekitarnya menunjukkan
adanya peradangan yang kronis dengan sel plasma ringan hingga menengah
dan infiltrasi sel limfosit. Neutrofil dan eosinofil dapat dijumpai dan kadang –
kadang dapat di jumpai kristal oksalat.10,11
Adapun tatalaksana utama fungal ball adalah memperbaiki ventilasi sinus
yang diduga terinfeksi. Pengembalian fungsi bersihan mukosilia dan drainase
sinus yang adekuat dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Agar dapat
mengembalikan fungsi sinus secara normal, dilakukan pelebaran atau
pembukaan ostium sinus secara endoskopik. Apabila sulit untuk melakukan
ekstraksi fungal ball secara utuh melalui ostium, maka dapat dilakukan insisi
eksterna pada ginggivobukal (Luc Operation). Irigasi sinus tekanan rendah dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi melalui struktur vital
penting disekelilingnya. 10,11
Terapi medikamentosa diberikan untuk mengurangi edema mukosa,
termasuk pemberian mukolitik (guaifenesin), irigasi hidung dan steroid.
penggunaan antibiotik diberikan berdasarkan kultur. Hal ini dimaksudkan untuk
mengobati infeksi bakteri yang sering timbul bersamaan dengan fungal ball.
Terapi medis awal preoperatif dapat diberikan untuk mengurangi edema pada
rongga sinus dan memudahkan pengangkatan fungal ball pada saat
pembedahan.10,11,19,20
Prognosis pada fungal ball ini baik jika operasi debridement dan sirkulasi
udara di sinus lancar. Oleh karenannya kontrol teratur sangat penting dalam
menghilangkan penyebab dan mencegah kekambuhan. Penggunaan topikal
steroid jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek
digunakan bila kekambuhan terjadi. 10
Rinosinusitis alergi jamur (allergic fungal rhinosinusitis)
Rinosinusitis jamur alergi merupakan keadaan kronik yang ditandai
dengan 3 kondisi : (1) Adanya Jamur pada mucin alergi yang dapat diperiksa
secara mikologi atau histopatologi, (2) tidak adanya invasi jaringan subepitel oleh
15
jamur yang dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi (3) dijumpai alergi yang
diperantarai IgE terhadap jamur tertentu. 10,11
Secara teori, rinosinusitis alergi jamur timbul akibat spora jamur yang
terhirup dan terperangkap yang memungkinkan antigen jamur tersebut bereaksi
dengan sel mast yang telah disensitisasi IgE. Selanjutnya terjadi reaksi imunologi
yang mengakbatkan inflamasi yang kronik dan diikuti dengan destruksi jaringan.10
Rinosinusitis alergi jamur harus dicurigai pada penderita rinosinusitis
kronis yang tidak sembuh dengan terapi medikamentosa khususnya pada pasien
dengan riwayat polip nasi berulang dan telah dilakukan beberapa kali
pembedahan sebelumnya. Gejala klinis rinosinusitis alergi jamur dapat mulai dari
gejala alergi ringan, polip dan mucin alergi yang disertai adanya hifa hingga
penyakit masif yang dapat meluas ke arah intrakranial dan orbita yang disertai
komplikasinya. Pada pemeriksaan fisik biasanya rinosinusitis alergi jamur ini
sama seperti sinusitis kronis, yaitu mukosa sinus yang edema, eritema dan
polipoid dan kadang - kadang dapat disertai adanya polip. Pemeriksaan
endoskopi pada rongga sinus dapat terlihat sekret mucin alergi. Secara
makroskopis mucin alergi tersebut berupa sekret yang tebal, berwarna coklat
keemasan dengan konsistensi lunak. 10,11,19,20
Gambar 2.12 CT Scan Potongan Coronal Pasien dengan Sinusitis Alergi Jamur
Unilateral 10
2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dialami penderita rinosinusitis jamur
hampir sama dengan keluhan rinosinusitis pada umumnya. Umumnya, penderita
mempunyai riwayat sinusitis yang tidak dapat disembuhkan dengan
medikamentosa maupun dengan terapi bedah yang akan membaik bila dilakukan
pada sinusitis bakteri. Gejala rinosinusitis yang sering dikeluhkan berupa hidung
tersumbat, keluar sekret atau nasal discharge (anterior/posterior nasal drip),
serta keluhan lain yang dapat berupa nyeri di area wajah atau nyeri tekanan
pada wajah, sakit kepala, penurunan atau menghilangnya daya penghidu.6,11
Sementara itu dari pemeriksaan fisik dan endoskopi hidung dijumpai
adanya edema pada mukosa hidung, pucat pada mukosa hidung dan sinus
paranasalis. Sekret hidung dapat bewarna hijau, coklat atau keabu-abuan.10
Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
rinosinusitis jamur yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit (hari,
minggu, tahun), keadaan sistem imun penderita, pemeriksaan fisik (endoskopi
hidung), dan pemeriksaan radiologi, patologi, dan mikologi. Semua faktor
tersebut ada sangat penting dalam menentukan penanganan penderita pada
fase awal. Pada pemeriksaan histopatologi, adanya invasi jaringan dapat
dicurigai pada pasien yang mempunyai resiko penurunan sistem imun atau
secara klinis jelas tampak adanya keterlibatan jaringan di sekitar sinus. Erosi
18
pada daerah sekitar harus dapat dibedakan dengan invasi jaringan. Bentuk
noninvasif dapat ditandai dengan proses erosi tanpa adanya invasi jaringan.
Pemeriksaan histopatologi selalu digunakan untuk membedakan suatu keadaan
bentuk invasif atau noninvasif. Infeksi jamur pada sinus mempunyai bentuk akut
dan kronis. Status imun penderita sangat mempengaruhi perkembangan
penyakit. Misetoma dapat timbul tanpa gejala dalam beberapa tahun atau hanya
dengan gejala sumbatan hidung kronis yang disertai sekret pada hidung,
sedangkan bentuk akut invasif perkembangan penyakitnya sangat cepat, dengan
gejala nyeri, pembengkakan pada daerah wajah, gangguan orbita dan gangguan
saraf pusat yang disebabkan perluasan penyakit pada daerah sekitarnya.
Diagnosis awal rinosinusitis jamur fulminan sangatlah penting oleh karena
penyakit ini perjalanannya sangat singkat dan dapat terjadi kematian dalam
beberapa jam.10,11,19,20
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada rhinosinusitis jamur non-invasif adalah dengan
mengangkat seluruh gumpalan jamur. Pada penatalaksaannya rhinosinusitis
jamur non-noninvasif tidak memerlukan pemberian anti jamur sistemik maupun
topikal. Sedangkan pada rhinosinusitis jamur invasive, prinsip terapinya adalah
mengeradikasi agen penyebab dengan menggunakan anti jamur sistemik
ataupun topikal. 10,11
Salah satu teknik operasi pada sinus paranasal adalah Functional
Endoscopic Sinuses Surgery (FESS), teknik ini menggunakan endoskopi yang
bertujuan melancarkan drainase sinus dan menormalkan kembali ventilasi sinus
dan “mucociliary clearance” dalam sinus. 2,9,10
Adapun indikasi bedah sinus endoskopi antara lain: 28
Rinosinusitis kronis - akut rekuren
Rinosinusitis karena jamur alergi
Rinosinusitis kronik disertai polip
Polip antrokoanal
Mukokel di dalam sinus
Septoplasti
Drainase abses periorbita melalui etmoidektomi
Penanganan epistaksis termasuk ligasi arteri sfenopalatina
Penutupan kebocoran cairan serebrospinal
19
Hipofisektomi transsfenoid
Dekompresi orbita
Dakriokistorinostomi
Reseksi tumor intranasal
Koreksi atresi koana
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 KASUS
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. MG
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 65 Kg
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Simpang Ulim
No. CM : 1-17-70-89
Tanggal Masuk : 28/08/2020
Tanggal Pemeriksaan : 13/07/2020
3.1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Hidung tersumbat
20
21
- Eosinofil 11 1 0-6 %
- Basofil 1 0 0-2 %
- Netrofil Batang 0 1 2-6 %
- Netrofil Segmen 49 88 50-70 %
- Limfosit 28 8 20-40 %
- Monosit 11 2 2-8 %
FAAL HEMOSTASIS
PT
Pasien (PT) 14,20 11,50-15,50 Detik
Kontrol 16,2
INR 1,00
APTT
Pasien(APTT) 35,50 26-37
35,2 Detik
Kontrol
330,0 <500 ng/mL
D-dimer
Imunokro
IMUNOSEROLOGI
matografi
Hepatitis
Non Non
HBsAg
reaktif reaktif
KIMIA KLINIK
Diabetes
GDS 105 < 200 mg/dL
Ginjal-Hipertensi
Ureum 59 59 13-43 mg/dL
Kreatinin 2,6 2,4 0,67-1,17 mg/dL
Elektrolit-Serum
Natrium (Na) 144 145 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,3 4,10 3,7-5,4 mmol/L
Clorida (Cl) 108 110z 98-106 mmol/L
URINALISIS
Makroskopis:
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Berat Jenis 1,011 1,003-1,030
pH 5,0 5,0-9,0
25
3.1.6 Penatalaksanaan
Pasien direncanakan akan dilakukan tindakan Fungsional Endoscopy
Sinus Surgery (FESS) pada tanggal 1 September 2020. Adapun persiapan yang
lakukan antara lain:
Inform consent dan surat izin tindakan
Pemeriksaan rapid tes anti gen Sar-Cov2
Perbaiki keadaan umum
Transfusi PRC sampai Hb > 10 gr%
Laporan Tindakan
28
IV Ketorolac 3 % / 8 jam
Gambar 3.6 Gambaran fungal ball tampak saat di lakukan tindakan FESS
POD I (2-9-2020)
S Nyeri di rongga hidung
O Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernafasan : 16 kali/menit
Suhu : 35,70C
Status lokalis
a.r nasal : terpasang tampon pada cavum nasi kanan
tidak tampak adanya rembesan darah
pada kasa.
Cavum nasi kiri normal
a.r orofaring : tonsil T1/T1 , faring mukosa merah muda
rkus faring simetris, tidak tampak adanya
rembesan darah yang mengalir di dinding
faring.
A Post operasi unsinektomi dextra + middle meatal antrostomi
dextra a.i rinosinusitis jamur a.r sinus maksila kanan
P Evaluasi keadaan umum, tanda vital, perdarahan
Pertahankan tampon hidung 2 hari (sampai POD III)
Diet sonde via NGT
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit
IV. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
IV. Asam Tranexamat 500 mg / 8 jam
IV. Ketorolac 3% / 8 jam
30
Sub epitel tampak stroma sembab, pembuluh darah dilatasi dan sebukan sel sel
radang PMN. tidak dijumpai tanda-tanda keganasan. Kesan: Rinosinusitis
Pasca operasi tanggal 6/9/2020 pasien datang kontrol ke poli klinik THT-
KL, tidak ada keluhan hidung tersumbat ataupun sekret, hanya tampak sedikit
sisa bekuan darah post operasi. Keluhan nyeri kepala sudah tidak ada, hidung
berbau juga tidak ada. Pasien disarankan untuk tetap melakukan cuci hidung
secara rutin dengan normal salin di rumah.
BAB IV
ANALISA KASUS
32
33
(anterior/posterior nasal drip), serta adanya temuan lain yang dapat berupa nyeri
atau nyeri tekanan pada wajah, penurunan atau menghilangnya daya penghidu.
Rinosinusitis jamur adalah inflamasi pada hidung dan sinus paranasal
dengan gejala rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur.1,6,10,11
Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan cavum nasi kanan sempit,
konka inferior kanan hipertrofi, mukosa udem, sekret minimal, putih kekuningan
kental, tidak ada polip, massa atau pun darah, septum deviasi tidak ada. Cavum
nasi kiri lapang, konka inferior eutrofi, tidak dijumpai adanya sekret, polip, massa
atau pun darah, mukosa merah muda, tidak ada septum deviasi, pasase udara
lancar.
Sementara itu, banyak literature yang mengatakan bahwa dari
pemeriksaan fisik dan endoskopi hidung dijumpai adanya edema pada mukosa
hidung, pucat pada mukosa hidung dan sinus paranasalis. Sekret hidung dapat
bewarna hijau, coklat atau keabu-abuan.10 Pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan polip hidung dan/atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus
medius, dan/atau edema/obstruksi mukosa pada meatus medius, dan/atau
perubahan mukosa pada kompleks osteomeatal, dan/ atau adanya kelainan pada
sinus dari pemeriksaan CT Scan ditemukan mukosa yang berubah diantara
ostiomeatal komplek dan atau sinus. 6
Pemeriksaan SC scan SPN pada tanggal 15 Juli 2020: tampak lesi
isodens dengan komponen hiperdens ekstensif pada sinus maksilaris kanan
dengan bulging prominent ke medial menyebabkan ekspansi dinding sinus ke
medial-posterior dan obstruksi cavum nasi sisi kanan serta focal erosi dinding
medial lateral procesus alveolaris kanan. Tak tampak penebalan konka nasi
kanan dan kiri. Jarak lamina kribrosa dengan atap sinus ethmoid. Tak tampak
pneumatisasi konka nasalis. Osteomeatal kompleks kanan obliterasi, kiri baik.
Kesan: dd/ maxillary sinus mucocele, fungal sinusitis.
Hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa pada
pemeriksaan radiografi polos menunjukkan penebalan mukoperiosteal disertai
opasifikasi sinus yang homogen. CT scan merupakan pemeriksaan radiologi
paling baik, secara khas dapat menunjukkan batas tipis antara jaringan lunak
sepanjang dinding tulang sinus yang terlibat dimana hampir keseluruhannya
teropasifikasi. Tampak beberapa fokus hiperdens jelas dapat terlihat dengan
ukuran yang bervariasi. Jaringan tulang sekitarnya tampak menebal karena
respon peradangan dan efek tekanan karena proses penyakit yang kronis.10,11,20
34
Selain tindakan bedah, juga diberikan terapi antibiotik, agar infeksi bakteri
yang menyertai juga ikut teratasi. Pada pasien ini pasca operasi diberikan terapi
antibiotik levofloxaxin 1x500 mg. Hari ketiga pasca operasi pasien datang kontrol
ke poli klinik THT-KL, tidak ada keluhan hidung tersumbat ataupun sekret, hanya
tampak sedikit sisa bekuan darah post operasi. Keluhan nyeri kepala sudah tidak
ada, hidung berbau juga tidak ada. Pasien disarankan untuk tetap melakukan
cuci hidung secara rutin dengan normal salin di rumah.
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR KEPUSTAKAAN
7. Higler PA. Penyakit Hidung dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PH.
Boies: Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2014; 209-210.
8. Goh SB, Gendeh BS, Rose IM, Pit S, Samad SH. Prevalence of allergic
fungal sinusitis in refractory chronic rhinosinusitis in adult malaysians.
Journal of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2005;133(1):27-31.
11. Adelson RT, Marple BF, Ryan MW. Fungal Rhinosinusitis. In: Johnson J,
Rosen C, Gourin C, Pou A, editors. Bailey’s head and neck surgery
otolaryngology. 5th ed vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2014. p.557-572
12. Psaltis AJ, Hwang PH. Anatomy and Physiology of the Nose and
Paranasal Sinuses. In: Wackym PA, Snow JB, Han JK, editors.
Ballenger’s Otorhinolaryngology head and neck surgery 18th edition. New
York: People’s Medical Publishing House; 2016. 1670-1702.
38
39
14. Leung RM, Walsh WE, Kern RC. Sinonasal anatomy and physiologi. In: :
Johnson J, Rosen C, Gourin C, Pou A, editors. Bailey’s head and neck
surgery otolaryngology. 5th ed vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2014. p.359-369.
15. Suh JD, Chiu AG. Acute & chronic sinusitis. In: Lalwani AK, editors.
Current diagnosis & treatment in otolaryngology—head & neck surgery.
3th edition. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012. p.291-96.
19. Klossek JM. Fungal rhinosinusitis. In: Gleeson M, Browning GG, Burton
MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al, editors. Scott-brown's
otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th edition vol 2. London:
Edward Arnold (Publishers) Ltd; 2008. p.1449-57.
20. Walden MJ, Zinreich SJ, Aygun N. Radiology of the Nasal Cavity and
Paranasal Sinuses. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK,
Robbins KT, Thomas JR, et al, editors. Cummings otolaryngology–head
and neck surgery. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2015. p.658-677.
21. Kaluskar SK, Sachdeva S. Fungal Infections of the Nose and Paranasal
Sinuses in: complications in endoscopic sinus surgery diagnosis,
prevention and management. 2th Edition. New Delhi; Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2006. p.135-41.
24. Shin SH, Ponikau JU, Sherris D, Congdon D, Frigas E, Hmburger HA, et
al. Chronic rhinosinusitis: an enhanced immune response to ubiquitous
airborne fungi. Journal of Allergy and Clinical Immunology.
2004;114(6):1369-75.
40
25. Dhillon RS, East EA. An ilustrated colour text ear, nose, and throat and
head and neck surgery. 2nd edition. London: Harcourt Publishers, 2000.
p.30-3.
28. Rinosinusitis. Modul utama rinologi edisi II. Kolegium Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Dan Leher .2015