Anda di halaman 1dari 29

5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.

com

LAPORAN KASUS

KARSINOMA NASOFARING

STASE TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

Oleh :
Tiodora Wike Dwi Sari
I11109076

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2014

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 1/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

PONTIANAK

2014
Lembar Persetujuan

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :


Karsinoma Nasofaring

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Telinga Hidung dan Tenggorokan

Telah disetujui,
Pontianak, 23 April 2014
Pembimbing Laporan Kasus, Disusun oleh :

dr. H. Asep Sudjana Bana, Sp. Tiodora Wike Dwi Sari


THT  NIM. I11109076
 NIP. 140134373

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 2/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kepala leher terbanyak


di temukan di Indonesia1. Tumor ini sifatnya menyebar secara cepat ke kelenjar
limfe leher dan organ jauh, seperti paru, hati, dan tulang. Karsinoma nasofaring
(KNF) adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat invasif dan
sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibanding kanker kepala leher yang
lain2,3. KNF merupakan satu dari lima kanker tersering di Cina dan Hong Kong 4.
Insiden tertinggi penyakit ini didapatkan di Negara Cina bagian selatan terutama
di propinsi Guangdong, Guangxi dan di daerah yang banyak dihuni oleh imigran
Cina di Asia Tenggara (Hongkong, Singapura), Taiwan dan USA (California).
Insiden yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat tersebut diatas dijumpai
 pada orang Eskimo di Greenland, penduduk yang hidup di Kanada, Malaysia,
Thailand,Vietnam dan Indonesia6. Meningkatnya angka kasus kejadian
karsinoma nasofaring terjadi pada usia 40 sampai 50 tahun, tetapi dapat juga
terjadi pada anak-anak dan usia remaja. Angka perbandingan (rasio) laki-laki dan
 perempuan pada karsinoma nasofaring adalah 2-3 :1.
Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller 8 yang merupakan
daerah transisional epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa7. Karsinoma
nasofaring dibagi menjadi 3 tipe histopatologi berdasarkan klasifi kasi WHO
1991, tipe-1 (karsinoma sel skuamosa berkeratin) sekitar 10%, tipe-2 (karsinoma
tidak berkeratin berdiferensiasi) sekitar 15% dan tipe-3 (karsinoma tidak
 berkeratin tidak berdiferensiasi), tipe yang ke-3 yang paling sering muncul
(75%)1.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 3/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Nasofaring

 Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak


dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan

dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap
nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak
dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum
molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang.
Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot
dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga,
sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan
tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat
fossa rossenmuller atau resessus lateral.
 Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal
asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari
 pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju
 pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh
saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila
dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring. Sistem limfatik
daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling menyilang
dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada bagian lateral
ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis
dan kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial 9.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 4/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 5/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

B. Karsinoma Nasofaring
B.1. Definisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada


sel epitelial- batas permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring.
Ada tiga tipe karsinoma nasofaring11:
a.  Karsinoma sel skuamos keratinisasi.
 b.  Karsinoma berdiferensiasi non-keratinisasi.
c.  Karsinoma tidak berdiferensiasi.
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang
terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas  pharynx 
(tengorokan), di belakang hidung.  Pharynx  merupakan sebuah lembah yang
 berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan
 berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati  pharynx.
Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi
nasofaring.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel
nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari  fossa rosenmuller   dan dapat
meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak.

B.2. Epidemiologi

Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma nasofaring


 jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania, insidennya
umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk. Insiden di beberapa negara Afrika
agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk. Namun relatif sering ditemukan di
 berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh
lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata
nasional hanya 1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita
1,27/100.000.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 6/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak


ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus
 paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam presentase rendah (Roezin, 2010).
Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya
menyerang usia 30-60 tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria
dan wanita adalah 2-3,8:1.
Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun,
dengan umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai
umur rata-rata penderita lebih muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring
meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah
umur 60 tahun.
Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada laki-laki dengan
 penyebab yang masih belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin
 berhubungan dengan adanya faktor genetika, kebiasaan hidup, pekerjaan, dan
lain-lain12.

B.3. Etiologi

Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses


karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga terkait dengan
timbulnya karsinoma nasofaring adalah:
a.  Kerentanan genetik
Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap kanker
nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol ras yang banyak
sekali menderitanya adalah bangsa China dan memiliki fenomena agregasi
familial. Anggota keluarga yang menderita karsinoma nasofaring cendrung juga
menderita karsinoma nasofaring. Penyebab karsinoma nasofaring ini belum
diketahui apakah karsinoma nasofaring dikarenakan oleh gen yang diwariskan.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi ( seperti diet makanan yang sama atau

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 7/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

tinggal di lingkungan yang sama), atau beberapa kombinasi diantarnya juga ikut
mendukung timbulnya karsinoma nasofaring11. Analisis korelasi menunjukkan
gen ( Human Leukocyte Antigen) HLA dan gen pengode enzime sitokorm p4502E
(CYP2EI) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring,
Mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar kanker nasofaring. Tahun
2002, RS Kanker Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit
 polimorfisme 22 helai autosom genom manusia. Dengan melakukan pemeriksaan
genom total terhadap keluarga insiden tinggi kanker nasofaring berdialek
Guangzhou di propinsi Guangdong, gen kerentanan nasofaring ditetapkan
 berlokasi di 4p1511-q1213.
 b.  Epstein-Barr Virus
EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya
karsinoma nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan
memengaruhi DNA sel sehingga mengalami mutasi, khususnya  protooncogen 
menjadi oncogen11.
c.  Faktor ligkungan dan diet
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia,
termasuk asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
 bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat
hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas
karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak
 jelas12. Tingginya kadar nitrosamin diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin yang ada di dalam kandungan ikan asin Guangzhou juga
 berhubungan13.
Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika bagian Utara, dan wilayah Artik
dengan karsinoma nasofairng mempunyai kebiasaan makan makanan seperti ikan
dan daging yang tinggi kadar garamnya. Sebaliknya, beberapa studi menyatakan
 bahwa diet tinggi buah dan sayur mungkin menurunkan resiko karsinoma
nasofaring11.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 8/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

d.  Faktor pekerjaan


Faktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak
 berhubungan dengan debu nikel, debu kayu (pada industri mebel atau
 penggergajian kayu), atau pekerjaan pembuat sepatu. Atau zat yang sering kontak
dengan zat yang dianggap karsinogen adalah antara lain:  Benzopyrene,
 Bensoanthracene, gas kimia, asap industri, dan asap kayu.
e.  Radang kronis daerah nasofaring
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih
rentan terhadap karsinogen lingkungan.

B. 4. Patologi

Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan mikroskopis.


Makroskopis Secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 3
 bentuk:

a. Ulseratif
Biasanya berupa lesi kecil disertai jaringan nekrotik. Terbanyak dijumpai di
dinding posterior nasofaring atau  fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan
sebagian kecil dinding lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltatif, meluas
 pada bagian lateral, atap nasofaring dan tulang basis kranium. Lesi ini juga sering
merusak foramen laserum dan meluas pada fossa serebralis media melibatkan
 beberapa saraf kranial (II.III,IV,V,VI) yang menimbulkan kelainan neurologik.

b. Nodular
Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-
kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius
sehingga menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada retrospenoidal
dan tumbuh disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan
neurologik. Pada stadium lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 9/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

dan merusak basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis
inferior dan dapat menginvasi sinus maksilaris melalui tulang ethmoid.

c. Eksofitik
Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang
 bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum
nasi dan menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan
 berdarah sehingga menyebabkan epistaksis. Tumor bentuk ini cepat mencapai
sinus maksilaris dan rongga orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral.
Tipe ini jarang melibatkan saraf kranial.

2. Mikroskopis
a. Perubahan pra keganasan
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh
menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh (1957)
mendapatkan bahwa metaplasia skuamosa merupakan keadaan yang paling
 bermakna untuk terjadinya KNF. Dari penelitian Li dan Chen (1976) ditemukan
 juga adanya hiperplasia dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah
keganasan. Dari berbagai penelitian diatas menyokong bahwa metaplasia dan
hyperplasia nasofaring merupakan perubahan pra keganasan dari karsinoma
nasofaring.
 b. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring
Reaksi radang
Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Bentuk
 perubahan ini biasanya dihubungkan dengan tukak mukosa yang mengandung
sejumlah leukosit PMN, sel plasma dan eosinofil. Pada peradangan kronis akan
dijumpai limfosit dan jaringan fibrosis. Ada anggapan yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara proses regenerasi pada ulserasi epitel nasofaring dengan
 perubahan metaplasia dan displasia dari epitel tersebut.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 10/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Hiperplasia
Hiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya
maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan
 proses radang. Sedang hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau
tanpa proses radang.
Metaplasia
Sering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan
kearah epitel skuamosa bertingkat.
 Neoplasia
Liang (1962) menemukan bahwa neoplasia mulai tumbuh di bagian basal lapisan
sel epitel. Lapisan basal ini yang mulanya sangat kecil akan bertambah
 besar, jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan menjadi bulat atau
 pleomorfik.

B.5. Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan
 buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi ( Nonkeratinizing Carcinoma) Pada tipe ini
dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa
 jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma)
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
 berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel
tidak terlihat dengan jelas. Terdapat kesamaan antara tipe II dan III sehingga
selanjutnya disarankan pembagian stadium KNF terbaru hanya dibagi atas 2 tipe,

yaitu:

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 11/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

1. KSS berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).


2. Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tidak berdiferensiasi.

Histologi Nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat
 banyak jaringan limfosid, sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta.
Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid ini sangat erat, sehingga sering
disebut ” Limfoepitel ”, Bloom dan Fawcett membagi mukosa nasofaring atas
empat macam epitel :
1. Epitel selapis torak bersilia ” Simple Columnar Cilated Epithelium ” 
2. Epitel torak berlapis “ Stratified Columnar Epithelium“. 
3. Epitel torak berlapis bersilia “Stratified Columnar  Ciliated Epithelium“. 
4. Epitel torak berlapis semu bersilia “ Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium ” 

Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para
ahli. 60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng “
Stratified Squamous Epithelium “, dan 80 % dari dinding  posterior nasofaring
dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng
dan torak bersilia.
Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi keratin, kecuali pada kripta
yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan
dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.
Di sekitar koana dan atap terdiri dari epitel torak bersilia, sedangkan dinding
lateral diliputi oleh epitel skuamosa dan epitel torak bersilia. Jaringan limfoid
terdapat didinding lateral, terutama disekitar muara tuba eustachius, dinding
 posterior dan atap nasofaring. Jaringan limfoid di nasofaring ini merupakan
lengkung atas cincin Waldeyer.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 12/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

B. 6. Gejala Klinik
B.6.1. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis
dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk
mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.
Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga,
rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala
ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani. Keadaan ini
merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama
makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan
akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-
ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga
 berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada
stadium dini.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 13/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Gejala lanjut
1. Pembesaran kelenjar limfe leher.
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.
Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya
sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan
sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.

2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar


Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa
lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi , seperti penjalaran
tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat
 juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda
(diplopia).
Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X,
XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang
relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.
Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat juga
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian,
 biasanya prognosisnya buruk.
3. Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang
sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium
dengan prognosis sangat buruk.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 14/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

B.7. Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan radiologi konvensional.
Pada foto tengkorak potongan anteroposterior dan lateral, serta posisi waters
tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan
destruksi atau erosi tulang daerah fossa serebri media.
2. Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring.
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor
dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri dari resessus lateralis,
torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus
 Epstein-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg A anti
 EA.(Early Antigen)
5. Pemeriksaan aspirasi jarum halus  (FNAB), bila tumor primer di nasofaring
 belum jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat metastasis
karsinoma nasofaring.
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metastasis.

B.8. Diagnosis

Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi. Pemeriksaan CT-


scan daerah kepala dan leher dapat mengetahui tumor primer dan arah

 perluasannya. Pemeriksaan serologi lg A anti EA dan lg A anti VCA (Viral


Capsid Agent) untuk infeksi EBV telah menunjukkan kemajuan dalam
mendeteksi karsinoma nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan
 biopsy nasofaring. Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas dapat
dilakukan biopsi dengan anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan biopsi forsep
 panjang. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung atau dari
mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind

biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyulusuri konka

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 15/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.


Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
melalui hidung dan ujung keteter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan
diklem bersama-sama ujung keteter yang di hidung. Demikian juga dengan keteter
yang dihidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian
dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat
tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan
melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring
umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%. Bila dengan
cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan
 pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkose.

B.9. Penatalaksanaan

Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
 penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan
atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna
dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif
sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy.
Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum
kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 16/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila
lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5 minggu.
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran
sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin
 berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% -
100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka
kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka
ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit. Pasien KNF stadium III-IV yang hanya
diterapi dengan radiasi, angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate)
kurang dari 25 %, dan pada pasien yang telah mengalami metastase ke limfonodi
regional, maka angka tersebut turun sampai 1-2%.

2. Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat
anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi
 pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel –  sel yang resisten terhadap salah satu
obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang
antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil , methotrexate, paclitaxel dan docetaxel.
Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh.

Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :


1. Kemoterapi adjuvan
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi. Tujuannya
untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 17/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:
-Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
-Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
-Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
2. Kemoterapi neoadjuvan
Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika
lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian
kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah
tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal
 perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada
saat terdapat sel tumor yang resisten. Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke
daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi
hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil. Teori ini
dapat disingkirkan karena akan terjadi peningkatan efek samping, durasinya, dan
 beban biaya perawatan yang meningkat. Dan yang lebih penting, sel yang
 bertahan setelah kemoterapi akan menjadi lebih tidak respon setelah dilakukan
radioterapi sesudahnya. Alasan praktis penggunaan kemoterapi adjuvan adalah
usaha untuk meningkatkan kemungkinan preservasi organ dan kesembuhan.
Regimen kemoterapi yang diberikan cisplatin 100 mg/m2 dengan kecepatan
infus 15- 20 menit perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000
mg/m2/hari secara intra vena, diulang setiap 21 hari. Sebelum pemberian
Cisplatin diawali dengan hidrasi berupa 1.000 mL saline 0,9% natrium. Manitol
40 g diberikan bersamaan dengan cisplatin infus. Setelah pemberian cisplatin,
dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9% natrium garam mengandung 40 mEq kalium
klorida. Pasien diberikan antimuntah sebagai profilaksis yang terdiri dari 5-

hydroxytryptamine-3 reseptor antagonis ditambah 20 mg deksametason.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 18/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Berdasarkan penelitian pemberian neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang


diberikan setiap 3 minggu dengan syarat bila adanya respon terhadap kemoterapi.
3. Kemoterapi concurrent
Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis
kemoterapi yang diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer.
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan hasil
terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil penelitian
menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher
termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak
sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer . Jadwal optimal cisplatin masih
 belum dapat dipastikan, namun pemakaian seharihari dengan dosis rendah,
 pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan
dosis tinggi telah banyak digunakan. Agen kemoterapi telah digunakan pada
 pasien dengan rekarens lokal dan metastatik jauh. Agen yang telah dipakai yaitu
metothrexat, bleomycin, 5 FU, cisplatin dan carboplatin merupakan agen yang
 paling efektif dengan respon berkisar 15-31%. Agen aktif yang lebih baru
meliputi paklitaxel dan gemcitibine.

3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar paska
radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer

sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi.


 Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.

4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka

 pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 19/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

B. 10. Prognosis
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:
- Stadium yang lebih lanjut.
- Usia lebih dari 40 tahun
- Laki-laki dari pada perempuan
- Ras Cina dari pada ras kulit putih
- Adanya pembesaran kelenjar leher
- Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak
- Adanya metastasis jauh.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 20/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I.  ANAMNESIS
Identitas

 Nama : tn. AP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 33 tahun

Alamat : Dsn. Natai, Kab. Sintang

Pekerjaan : Petani

Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada : 16 April 2014 pada pukul :

14.00 WIB.
Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri ± sejak 6 bln yang lalu, mata kanan menjadi kabur.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS.Soedarso dengan keluhan benjolan di leher ± sejak 6 bulan
yang lalu disertai pandangan yang kabur pada mata sebelah kanan, pendengaran

menurun terutama pada telinga kiri. Keluhan ini ia rasakan seiring dengan
 pembesaran benjolan di lehernya.

Pasien menjelaskan bahwa benjolan tersebut telah ada di lehernya sejak 6 bulan
yang lalu dan secara progresif membesar dan diikuti dengan gejala-gejala lain
 berupa sulit berbicara, ada yang mengganjal saat menelan, dan sakit kepala.
Pasien sebelumnya telah berobat ke RS di melawi namun obat yang diberikan
tidak mampu menurunkan gejalanya. Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 21/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

SD dengan rata-rata 1 bungkus perharinya dan pasien mengaku paling suka makan
ikan asin serta sering mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami gejala yang sama.

II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 April 2014 pukul 14.00 WIB

Keadaan umum : tampak lemas

Frekuensi Nadi : 100x/ menit

Frekuensi Nafas : 20x/menit

Terdapat masa di leher sebelah lateral kiri, diameter ±4 cm, konsistensi keras
 padat, tidak terdapat neyri tekan.

Status Lokalis

Telinga

Inspeksi, Palpasi :

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


massa (-). massa (-).

Preaurikula Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


massa (-), fistula (-), abses (-). massa (-), fistula (-), abses (-).

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 22/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),

massa (-), fistula (-), abses (-). massa (-), fistula (-), abses (-).
Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-),  Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-), nyeri nyeri tekan tragus (-), nyeri
tekan aurikula (-) tekan aurikula (-)

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


serumen (+), furunkel (-). serumen (+), furunkel (-).

Membran Intak, berwarna abu-abu pucat, Intak, berwarna abu abu pucat,
timpani refleks cahaya +. refleks cahaya +.

Tenggorokan

Inspeksi, Palpasi :

-  Mukosa oro faring : hiperemis (-), edema (-), masa (-)


-  Tonsil : To (kanan) –  To (kiri)
-  Pembesaran kelenjar limfe : (+)
III.  PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN

Pemeriksaan radiologi : CT-Scan danMRI kepala dan leher


Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, serologi IgA VCA
nasopharyngoscopy indirect untuk menilai tumor primer
Biopsi benjolan untuk diperiksa histopatologi
Pemeriksaan nervus cranial
.Chest radiotherapy (AP and lateral) untuk melihat penyebarannya ke
 paru-paru.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 23/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

  Bone scintigraphy by 99 Tc-diphosphonate untuk melihat penyebarannya

ke tulang
Urea, electrolytes, creatinine, fungsi hati, Ca, PO4, alkaline phosphate.

IV.  RESUME 
Tn. AP usia 33 tahun datang ke rumah sakit karena keluhan benjolan
dileher lateral kiri ± sejak 6 bln yang lalu disertai penurunan penglihatan
terutama pada mata kanan dengan keadaan umum terlihat lemas. Gejala lain
yang menyertai antara lain:
  Sering sakit kepala.
  Terasa ada yang mengganjal saat menelan.
  Pendengaran menurun terutama pada telinga kiri.
  Bicara menjadi tidak jelas dan susah ± sejak 2 bln terakhir
  Pasien memiliki riwayat merokok sejak SD, sehari 1 bungkus, alkohol,
dan suka makan ikan asin.
  Pemeriksaan fisik kedua telinga, serumen(+),tympani intact, refleks
cahaya (+). Tidak terdapat nyeri pergerakan, nyeri tekan tragus dan
aurikula. 

V.  DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Karsinoma Nasofaring

Diagnosis banding :

   Nasofaringeal Angiofibroma
  Tumor Laring

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 24/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

VI.  TATALAKSANA
Non Medikamentosa :

  Berhenti merokok
  Berikan makanan dalam bentuk lunak atau cair

Medikamentosa :

Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

VII.  PROGNOSIS
Prognosis karsinoma nasofaring tergantung dari beberapa aspek yaitu stadium
tumor, umur penderita dan jenis kelamin. Semakin tinggi stadium maka semakin
rendah prognosis, begitu pula jika umur yang semakin tua menurunkan
kemungkinan untuk kembali sempurna. Dan jenis kelamin laki-laki telah diteliti
memiliki prognosis yang lebih buruk ketimbang wanita

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 25/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke RS.Soedarso dengan keluhan benjolan di leher kiri


sejak 6 bulan yang lalu serta penurunan daya pandang. Keluhan ini ia rasakan
seiring dengan pembesaran benjolan di lehernya. Pasien menjelaskan bahwa
 benjolan tersebut telah ada di lehernya sejak 6 bulan yang lalu dan secara
 progresif membesar. Perkembangan benjolan tersebut sangat cepat dan diikuti
dengan gejala-gejala lain berupa sulit berbicara, sakit saat menelan, dan sakit
kepala. Dysfagia tersebut membuat pasien mengurangi asupan makannya.
Gejala sakit kepala pasien rasakan sangat menganggu, sehingga pasien sering
terbangun dari tidurnya. Pasien sebelumnya telah berobat ke dokter umum di RS
lingkungan tempat tinggalnya namun obat yang diberikan tidak mampu
menurunkan gejalanya. Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak belasan
hingga puluhan tahun yang lalu dengan rata-rata 1 bungkus perharinya.pasien

 juga mengaku paling suka/hobby mengkonsumsi ikan asin.

Benjolan dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, sehingga didapatkan


 benjolan terletak pada leher kiri dengan diameter ± 4 cm berkonsistensi padat,
dan terdapat nyeri tekan. Dari pemeriksaan telinga didapatkan serumen pada
kedua liang telinga, namun masih dapat dilihat membran timpani yang berwarna
abu-abu pucat dengan refleks cahaya yang jelas pada kedua telinga.

Berkurangnya pendengaran pada penderita dapat disebabkan karena


serumen yang menghalangi hantaran suara melalui udara, saraf sensorisnya
memang telah mengalami degenerasi, atau yang paling mungkin ialah karena
sudah terjadi penyebaran tumor ke nervus cranialis VIII yang membuat
fungsinya berkurang. Apalagi pasien hanya merasakan kurangnya pendengaran
di sisi adanya benjolan di leher, yakni disebelah kiri. Jika, karena ketuaan
(prebicusis) seringkali kurangnya pendengaran melibatkan ke dua telinga.

Kesulitan menelan dan bicara pada pasien bisa disebabkan masa tumor yang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 26/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

menghalangi bolus untuk masuk ke faring atau terjadi penyebaran tumor hingga
mengenai N. IX dan X sehingga muncul gejala tersebut.

Diagnosis kanker juga didukung dengan riwayat merokok pasien yang


sejak belasan tahun yang lalu (sejak SD) dengan jumlah yang 1 bungkus setiap
hari juga merupakan faktor resiko munculkan kanker, karena dalam rokok
tersebut mengandung banyak zat karsinogenik yang dapat memicu mutasi-
mutasi sel, sehingga mekanisme apoptosis menjadi terhambat, belum lagii jika
 pasien memiliki kerentanan genetik.  walaupun karsinoma nasofaring tidak

termasuk tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada


kelompok masyrakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen
 pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian
 besar karsinoma nasofaring. Dan pasien memiliki suatu faktor resiko dari
etiologi karsinoma nasofaring yaitu suka makan ikan asin.

Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat


dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan
gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang
sangat penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring. Cara pencegahan
lain dapat dilakukan pada lingkungan yang penduduknya banyak yang terkena
karsinoma nasofaring ini misalnya dengan pemberian vaksinasi. Dapat pula
dengan memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat

lainnya. menurut laporan luar negeri, orang cina generasi pertama (Umumnya
 penduduk kanton ) yang bermigrasi ke Amerika Serikat, Kanada memiliki angka
kematian akibat karsinoma nasofaring 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit
 putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15 kali, generasi
ketiga belum ada angka pasti, tetapi secara keseluruhan cenderung menurun.

Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak


makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 27/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan


keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-
kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA
anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini.

Dalam menentukan stadium kanker pasien, diperlukan pemeriksaan


tambahan untuk mengetahui besarnya tumor, serta metastase. Namun dengan
mengetahui adanya gejala yang melibatkan saraf kranial (VIII,IX,X) dapat
disimpulkan tumor primer pasien tergolong T4. Data pemeriksaan laboratorium

yang belum didapat membuat penilaian metastasis jauh, misalnya ke hati atau
 paru belum bisa dipastikan serta hasil biopsy yang belum didapatkan juga blm
 bisa menegakan diagnosis. Pembesaran kelenjar diatas fossa supraklavikula
ditemukan limfadenopati unilateral dengan diamter ± 4 cm, namun tidak akan
merubah stadium pada pasien ini yaitu stadium IVa. Tatalaksana yang paling
sesuai dengan stadium ini adalah kemoradiasi.

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 28/29
5/27/2018 Laporan KasusCA.Nasofaring-slidepdf.com

DAFTAR PUSTAKA

1.  Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed 6, Jakarta:Balai
Penerbit FKUI;2007. 162.
2.  Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode
metastasis in NPC: prognostic value and staging categories. Clin cancer Res
2007; 13(5).
3.  Tang L, Li I, Mao Y, Liu L, Liang S, Chen Y, et al. Retropharyngeal
lymphnode metastasis in NPC detected by MRI: prognositic value and staging
categories. Pubmed result Cancer; 2008.
4.  Vokes EE, Liebowitz DN, Weichselbaum RR. Nasopharyngeal carcinoma.
Lancet 1997; 350: 1087-1091.
5.  Prasetyo A, Wiratno. Kanker kepala leher berdasarkan diagnosis patologi
anatomi di RSUP Dr. Kariadi tahun 2002 – 2006. Prosiding Konas Perhati- KL;
2007; Surabaya.
6.  Syafril A. Epidemiologi tumor ganas telinga , hidung dan tenggorokan. Dalam:
Tumor telinga, hidung dan tenggorokan, Diagnosis dan penatalaksanaan,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1989.1-9.
7.  Asroel HA. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. USU

8.  digital
Lee N,library
Chan 2002.
K. Benign & Malignant Lesions of The Nasopharynx. Current
Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2nd ed.
McGraw-Hill Co, Inc. 2008. p362-6.
9.  M Abduh Firdaus; Jon Prijadi, Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma
 Nasofaring, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher , Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas,
10. American cancer society, 2011. Nasopharingeal cancer. USA: American Cancer
Society. Diunduh:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003124-pdf.pdf

11.  Nasopharyngeal
National Cancer Institute
Cancerat Treatment
the national institutes
(PDQ®). USA: ofNational
health, Cancer
2011.
Institute. Diunduh:
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/All
Pages/Print 

12. Roezin, A., dan Marlinda A. 2010. Karsinoma Nasofaring. dalam: Soepardi,
Efianty A., Nurbaiti I., Jenny B., dkk. 2010.  Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga- Hidung-Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.

13. Desen, W., 2008. Buku ajar onkologi klinis edisi kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 263-278. 

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-ca-nasofaring 29/29

Anda mungkin juga menyukai