Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

ABSES SUBMANDIBULA

Oleh :
Joni Putra

Pembimbing :
dr. Rani Septrina., SpBP-RE

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU BEDAH PLASTIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2018
Pembimbing : dr. Rani Septrina., SpBP-RE

Presentan : Joni Putra

ABSES SUBMANDIBULA

PENDAHULUAN

Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari reaksi
inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri. Abses biasanya
didahului dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara lain : kalor, dolor, rubor,
tumor dan functio lesa. Proses infeksi yang terjadi dalam rongga mulut biasanya disebabkan
dengan infeksi odontogenik. Penyebaran infeksi odontogenik dapat terjadi melalui 2 jalan :
periapikal dan periodontal. Apabila daya tahan tubuh baik dan virulensi bakteri rendah
infeksi periapikal belum tentu diikuti dengan infeksi yang lebih lanjut. Penyebaran melalui
periapikal biasanya disebabkan karena nekrosis pulpa dan infeksi bakteri ke periapikal.
Penyebaran melalui jaringan periodontal karena poket periodontal yang dalam sehingga
bakteri dapat masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam, gigi vital yang terkena trauma dan
kontak oklusal yang berlebihan. Nekrosis pulpa dapat berlanjut menjadi infeksi aktif karena
merupakan jalan bagi bakteri masuk ke jaringan periapikal. Infeksi dapat menyebar ke segala
arah terutama daerah yang memiliki resistensi yang rendah. Eksudat purulen dapat menyebar
masuk ke medulla tulang yang dapat menyebabkan osteomielitis. Apabila terjadi perforasi ke
korteks dan menyebar secara difus ke jaringan lunak dapat mengakibatkan terjadinya
selulitis. Abses periapikal selanjutnya dapat menyebar menembus tulang sampai di bawah
periosteum dan timbul keadaan periostitis. Bila kemudian terjadi peristiwa supuratif dibawah
periosteum terbentuklah abses subperiosteum. Abses ini dapat berlanjut sampai berkumpul
dan sampai dibawah mukosa menjadi abses submukus. Abses dapat menyebar ke spasium
tertentu karena lokasi dari asal infeksi/ tempat perforasi, ketebalan struktur tulang dari
sumber infeksi serta letak otot yang membatasi spasia.
TINJAUAN PUSTAKA
Abses Submandibula
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula.1,2 Pada umumnya sumber infeksi padaruang submandibu
la berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibular. Dari penelitian yang dilakukan oleh Yang 3mengenai infeksi leher dalam
pada April 2001 sampai dengan Oktober 2006, ditemukan bahwa abses submandibular
merupakan kasus terbanyak (35%) diikuti oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%)
dan peritonsilar (9%).
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.
Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian
lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anteriormusculus di
gastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari
musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, daninferior ol
eh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung
glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes.4
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibuladan membagi
ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila
saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya
sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.2

Gambar 1. Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya


, oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya.5
Gambar 1 menunjukkan ruang potensial leher dalam (A), Potongan aksial (B)
Potongan sagital. Keterangan Gambar : SMS : Submandibular space, SLS : Sublingual
Space, PPS: Parapharingeal Space, CS : Carotid Space, MS : Masticatory Space, SMG :
Submandibular Gland, GGM : Genioglossus Muscle, MHM : Milohyoid Muscle, MM :
Masseter Muscle, MPM : Medial Pterygoid Muscle, LPM : Latral Pterygoid Muscle, TM :
Temporal Muscle.
Abses submandibula adalah abses yang terjadi di ruang submandibula atau di salah
satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. 1 Ruang submandibula
terdiri dari : ruang sublingual dan ruang sub maksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang
submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.1
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang
submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang
submaksila saja. 1

Gambar 2
Submandibular space 2
Gambar 3.
Otot Milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental2

Gambar 4.
Potongan vertikal ruang submandibula 3
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula, namun dapat pula kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi.4.
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus
mylohyoid.6 Infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui
beberapa jalan yaitu secara langsung melalui tepi myolohioid, posterior dari
ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.5
Sebagian besar abses intraoral dan yang sudah meluas ke
leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai bakteri, baik aerob maupun anaerob dan
fakulatif anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain stafilokokus, streptokokus
sp, Haemofilus influenza, streptokokus pneumonia, Moraxtella Catarrhalis. Sedangkan
bakteri anaerob yang sering ditemukan adalah kelompok bakteri gram negatif seperti
7
Bacteroides, Prevotella maupun Fusobacterium. Umumnya bakteri yang paling sering
ditemukan Streptococus hemolitikus dan Staphyloccus aureus.

Patofisiologi
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika
apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid.3,6 infeksi dari gigi dapat
menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui
pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.6

Tabel 1. Sumber infeksi pada abses leher dalam


Penyebab Jumlah %
Gigi 77 43
Penyalahgunaan obat suntik 21 12
Faringotonsilitis 12 6,7
Fraktur mandibula 10 5,6
Infeksi kulit 9 5,1
Tuberculosis 9 5,1
Benda asing 7 3,9
Peritonsil abses 6 3,4
Trauma 6 3,4
Sialolitiasis 5 2,8
Parotis 3 1,7
Lain-lain 10 5,6
Tidak diketahui 35
Klinis Pasien
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismusakibat
keterlibatan musculus pterygoid, dan disfagia. Padapemeriksaan fisik didapatkan adanya
pembengkakan di daerah submandibula (gambar 2), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada
insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Margo
inferior mandibula tidak dapat diraba.2,4

Gambar 5. AbsesSubmandibuladan Cara Incisi (Fragiskos,2007)8

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah, didapatkan leukositosis.
2. Radiologis
- Rontgen panoramik.
Untuk melihat keterlibatan gigi sebagai focus infeksi.

Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibular antara lain :

1. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien abses subamndibula dapat dilakukan secara
parenteral, yaitu antibiotic kombinasi mencakup bakteri aerob dan anaerob. Secara
empiris kombinasi Ceftriaksonedan Metronidazole masihcukupbaik, sambil
menunggu hasil kultur.
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap
terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih dari
70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk
kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 1,4

Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris4


Antibiotik ∑ S I R
Ampicillin 17 6(35%) 3(18%) 8(47%)
Ampicillin + sulbactam 16 6(37%) 5(31%) 5(31%)
Eritromicin 17 6(35%) 1(6%) 10(59%)
Cefixime 9 5(56%) 1(11%) 3(33%)
Chloramphenicl 16 9(56%) 3(19%) 4(25%)
Kotrimoxazole 8 1(12%) 2(25%) 5(63%)
Cefotaxime 16 11(69%) 3(18%) 2(13%)
Gentamycin 17 7(41%) 4(24%) 6(35%)
Cifrofloxacin 17 10(59%) 0 7(41%)
Ceftriaxone 17 12(70%) 1(6%) 4(24%)
Ceftazidime 18 11(61%) 4(22%) 3(17%)
Ceforazone 14 12(86%) 1(7%) 1(7%)
Ceforazone sulbactam + 10 9(90%) 0 1(10%)
Meropenem 16 10(63%) 3(18%) 3(19%)
Moxyfloxacine 12 9(75%) 0 3(25%)
S= sensitif I= intermediate R= resisiten

Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic 4


Antibiotik R I S ∑

Bacteroides fragilis Amoksilin 7 0 0 7


Metronidazole 0 0 7 7
Klindamisin 1 3 2 6
Provotella Ampisilin/sulbaktam 6 0 0 6
49
Amoksilin 11 1 37
49
Metronidazole 0 0 49 37
Fusobacterium sp Klindamisin 2 3 32 43
Ampisilin/sulbaktam 0 1 42 15
Gram negatif lain Amoksilin 1 3 11 15
Metronidazole 0 0 15 14
Gram positif lain Klindamisin 1 0 13 15
Ampisilin/sulbaktam 0 0 15 7
Gram positif Amoksilin 2 0 5 8
non spora Metronidazole 2 1 5 7
5
Klindamisin 0 0 7
14
Ampisilin/sulbaktam 0 0 5 12
Metronidazole 1 0 13 14
Klindamisin 0 1 11 57
Ampisilin/sulbaktam 0 0 14 53
Metronidazole 40 0 17 56
Klindamisin 3 2 48
Ampisilin/sulbaktam 0 0 56

S= sensitif I= intermediate R= resisiten


2. Evakuasi pus
Bila abses sudah terbentuk, maka dapat dilakukan evakuasi pus baik dalam anestesi
local maupun anestesi umum. Pada pasien dilakukan dalam anestesi local karena
lokasi pus yang dangkal dan terlokalisir. Incisi dibuat pada tempat yang paling
fluktuatif atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. 2Umumnya
dilakukan incisi 1,5-2 cm di bawah margo inferior mandibular, untuk menghindari
cedera n. fasialis dan menjaga estetika.
3. Source control
Pencabutan gigi sebagai sumber infeksi (odontogenik) harus segera dilakukan.

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung


(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibular paling sering meluas
ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan tersebut cukup tipis.6 Perluasan ini
dapat secara langsung atau melalui ruang mastikator melewati muskulus pterygoid medial
kemudian ke parafaring. Selanjutnya dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. 7

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri


selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis. Abses juga dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami
nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau
endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.6

Gambar 5.
Komplikasi Abses Submandibular 5
Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibular baik apabila dapat didiagnosis secara
dini dan penanganan yang tepat. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan
incise drainse dan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan
yang sempurna. Apabila terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun
dengan pemberian antibiotik.

III. LAPORAN KASUS


Seorang pasien perempuan usia 41 tahun dating dengan keluhan pembengkakan pada
rahang bawah kiri. 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan sakit gigi di rahang bawah kanan dan
berobat ke dokter gigi. 10 hari SMRS pasien mengeluhkan muncul bengkak di rahang bawah
dan semakin membesar namun tidak berobat. 4 hari SMRS pembengkakan semakin besar
dan sulit membuka mulut lalu berobat ke poli Bedah Mulut RSHS dilakukan mendapat 2
macam obat (Clindamycin dan Sodium Diklofenak). 2 jam SMRS karena bengkak tidak
mengecil dan terasa nyeri, maka pasien datang ke RS. Boromeus di daerah Dago dan
langsung dirujuk ke IGD RSHS. Riwayat nyeri gigi belakang kanan bawah (+), Nyeri
menelan (-), Altered voice (-), Hot potato voice (-), Hoarseness (-), Neck stiffness (-),
Riwayat penyakit sistemik disangkal.

Pada pemeriksaan vital signs ditemukan :


Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 76 kali permenit
Respirasi : 16 kali permenit
Suhu : 36,5ºC

Pemeriksaan generalisata ditemukan kulit turgor positif, kepala wajah asimetris,


terdapat pembengkakan pada rahang bawah kanan. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, leher Jugular Vena Pressure tidak meningkat, kelenjar getah bening submandibular
kanan tidak teraba dan tidak sakit, sedangkan kelenjar getah bening submandibular kiri tidak
dapat dinilai. Pemeriksaan thorax bentuk dan gerak dada simetris, suara napas vesikular
kanan = kiri, tidak ditemukan rongki dan whizing, bunyi jantung murni reguler, abdomen
datar lembut, bising usus positif normal, eksremitas akral hangat, capillary refill time kurang
dari 2 detik.
Gambar 6. Ekstra oral, tampak pembengkakan pada submandibular dextra,
dengan ukuran 8x4x2 cm, terlokalisir, redness, febrile temperature (+),
fluktuasi (+), pain on palpation (+)

Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan faktor pembekuan


darah dan didapat; Hb: 12.4 g/dL; Ht: 36.4 %; Leukosit : 17.56 /mm3; Trombosit:
339.000 /mm3., PT :10.50 menit., APTT : 25.20 menit., GDS : : 110 mg/Dl.
Pasien datang dengan membawa rontgen panoramik, sebagai berikut :

Gambar 7. Rontgen Panoramik, tampak adanya gangrene pulpa gigi 47 dan impaksi gigi 48

Pasien di diagnosis Abses submandibula dextra et causa gangrene pulpa gigi 47,48.
Terapi dari bagian Bedah Mulut adalah Observasi vital signs, laboratorium rutin, PT, APTT,
GDS, O2 3 lpm nasal canule, IVFD RL Maintenance, Tapping pus (Kultur sensitivitas
antibiotik) R/ Ceftriaxone drip 1 g IV, Metronidazole 500 mg IV, Ranitidine Inj 50 mg IV,
Ketorolac inj 30 mg IV, Dexamethasone inj 8 mg IV, incisi drainase, aplikasi penrose drain,
aplikasi verban. Selanjutnya pasien berobat jalan di poli Bedah Mulut.
Gambar 8. Aspirasi pus, tampak pus sebanyak 2 cc untuk dilakukan
Kultur resistensi antibiotik

Gambar 9. Durante Op, tampak drainase pus di region submandibular dextra

Gambar 10. Post Op, tampak penrose drain terpasang, bukaan mulut menjadi lebih lebar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular Space Infection: A Potentially Lethal


Infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
3. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep Neck
Abscess: An Analysis of Microbial Etiology and Effectiveness of Antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
4. Calhoun KH, Head and Neck SurgeryOtolaryngology Volume two. 3nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
5. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging
6. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep Neck Infection:
Analysis of 18 Cases. Head and Neck Ock 2004.860-4
Assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165-9
7. Pulungan MR. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Di unduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER- DALAM
8. Fragiskos D Fragiskos, 2007, Oral Surgery, Springer, Berlin

Anda mungkin juga menyukai