Oleh:
Muhammad Rizki Darmawan, S.Ked. 04054821820156
Rizka Febriana Fitrie, S.Ked. 04054821820058
Aswir Vembrinaldi, S.Ked. 04054821820080
Rani Anggraini, S.Ked. 04084821921037
Mita Innana Nurjannah, S.Ked. 04084821921076
Fildzah Hashifah Taufiq, S.Ked. 04011181520007
Pembimbing:
dr. Adelien, Sp T.H.T.K.L., FICS
Referat
Judul
Oleh:
1. Muhammad Rizki Darmawan, S.Ked. 04054821820156
2. Rizka Febriana Fitrie, S.Ked. 04054821820058
3. Aswir Vembrinaldi, S.Ked. 04054821820080
4. Rani Anggraini, S.Ked. 04084821921037
5. Mita Innana Nurjannah, S.Ked. 04084821921076
6. Fildzah Hashifah Taufiq, S.Ked. 04011181520007
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 11 Maret 2019 – 15 April 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Abses Leher Dalam”
untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran dan
penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Universitas
Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Adelien,
Sp.T.H.T.K.L., FICS selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Anatomi......................................................................................................................3
2.2 Definisi.......................................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................................5
2.4 Kekerapan..................................................................................................................7
2.5 Etiologi.......................................................................................................................7
2.7 Diagnosis....................................................................................................................11
2.9 Komplikasi.................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses leher adalah adalah terkumpulnya nanah (pus) yang
terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Abses leher dalam dapat berupa
abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula,
dan angina Ludovici (Ludwig’s angina). Penyebab paling sering dari abses
leher dalam adalah infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan
(12%).1,2,5
Gejala dan tanda klinis abses leher dalam tergantung ruang leher
dalam yang terinfeksi dan secara umum sama dengan gejala infeksi pada
umumnya yaitu, demam, nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi
pernapasan. Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan
terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai
kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam
merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa. Abses leher dalam dapat
menjadi suatu komplikasi yang serius yang mengakibatkan obstruksi jalan
napas,kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis, dan kompresi hingga ruptur
arteri karotis interna yang berakhir pada kematian.1,2
Infeksi kepala dan leher yang mengancam jiwa ini sudah jarang
terjadi sejak diperkenalkannya antibiotik dan angka kematiannya menjadi
lebih rendah. Disamping itu, higiene mulut yang meningkat juga berperan
dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70% infeksi leher dalam berasal dari
penyebaran infeksi di faring dan tonsil ke parafaring. Saat ini infeksi leher
dalam lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, dan infeksi gigi pada
orang dewasa. semakin meningkatnya jumlah pasien dengan status
immunosupresi berat, juga menjadi tantangan bagi para dokter untuk
1
2
2.1 Anatomi
Daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh
fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan
fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot plastima yang tipis dan
meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia
servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di
bagian inferior mandibula. Ruang leher dalam dapat dikelompokan menurut
modifikasi dari Hollingshead berdasarkan penampang panjang leher yaitu
ruang retrofaring, danger space, ruang prevertebral dan ruang viseral
vaskular. Berdasarkan lokasinya di atas atau di bawah tulang hyoid.
Ruangan yang berada di atas tulang Hyoid, dibagi menjadi ruang
submandibula, ruang parotis, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang
parafaring dan ruang temporal. Sedangkan yang terdapat di bawah os hyoid
terdiri dari ruang pretrakea dan ruang suprasternal.2,4
3
4
Gambar 3. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.
Ket : SMS: submandibularspace; SLS: sublingual space; PPS:parapharyngeal space; CS:
carotid space; MS:masticatory space. SMG: submandibulargland; GGM: genioglossus
muscle; MHM:mylohyoid muscle; MM: masseter muscle;MPM: medial pterygoid
muscle; LPM: lateralpterygoid muscle; TM: temporal muscle.6
2.2 Definisi
Abses leher adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang
potensial di antara fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai
sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan
leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di
ruang leher dalam yang terlibat. Abses leher dalam dapat berupa abses
peritonsil, abses retrofaring, abses retrofaring, abses parafaring, abses
submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s angina).1,2,7
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Abses peritonsil
2.4 Kekerapan
Penelitian Anggraini (2015) didapatkan abses leher dalam
berdasarkan ruang yang terlibat terbanyak adalah ruang submandibula yaitu
47,1% diikuti dengan ruang peritonsilar 27,5% , ruang parafaring dan
angina ludovici 9,8%, serta yang paling sedikit pada ruang retrofaring
sebanyak 5,9% penderita. Sedangkan pada penelitian Yang et al (2010) pada
100 kasus infeksi leher dalam didapatkan abses submandibula 35%, abses
parafaring 20%, abses mastikator 13 %, abses peritonsil 9%, abses
sublingual 7%, parotis 3%, infrahyoid 26%, retrofaring 13%, dan ruang
karotis 11%. Bila dilihat dari prevalensi umur dan jenis kelamin didapatkan
penderita abses leher terbanyak adalah pada kelompok umur di atas 40
tahun. Hal ini karena faktor-faktor adanya penyakit penyerta seperti diabetes
mellitus, penyakit jantung, hipertensi, gangguan sistem lainnya yang dapat
menjadi etiologi terjadinya abses leher dalam. Berdasarkan jenis kelamin,
penderita abses leher dalam lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai
faktor.4,11,12,13
2.5 Etiologi
Abses peritonsil biasanya terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut
atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil.
Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilits, dapat
ditemukan kuman aerob dan anaerob. Abses retrofaring sering terjadi pada
anak umur 4-5 tahun dengan penyebab yang paling sering terjadi ialah:
infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring,
trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti atau tindakan
medis, tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas. Keadaan abses ruang
8
2.6 Patogenesis
Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora
normal dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah
steril dari tubuh baik secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi
atau perforasi. Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian
tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi
berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh
campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif
anaerob.1,2,15
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu
hematogen, limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi
tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi.Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor
10
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah menjamin dan memelihara jalan nafas yang
adekuat. Jika diperlukan jalan nafas buatan, intubasi endotrakea sulit
dilakukan karena abses merubah atau menyumbat jalan nafas atas. Jika
intubasi tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan trakeostomi atau
krikotirotomi serta drainase abses yang baik selain dari dua hal di atas
antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan
secara parenteral.1, 13,15
Pemberian antibiotik yang baik adalah berdasarkan hasil biakan
kuman dan tes kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab infeksi.
Biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil
kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotik kuman aerob
dan anaerob secara empiris. Penicillin merupakan obat terpilih untuk
infeksi kuman streptokokus dan stafilokokus yang tidak menghasilkan
enzim penicilinase. Gentamicin menunjukkan efek sinergis dengan
penicillin. clindamycin efektif terhadap streptokokus, pneumokokus dan
stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Lebih khusus pemakaian
clindamycin pada infeksi polimicrobial termasuk Bacteroides sp maupun
kuman anaerob lainnya pada daerah oral. Pada kultur yang didapatkan
kuman anaerob, maka antibiotik metronidazole, clindamycin, carbapenem,
13
2.8.1.2 Operatif
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah
abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan pus. Kemudian
pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Pada umumnya
tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu
setelah drenase abses. Ada 3 prosedur operasi untuk pengobatan
abses peritonsil, yaitu aspirasi jarum, insisi dan drainase serta
tonsilektomi. Pada aspirasi jarum/ Pungsi, bila telah terbentuk
abses, dilakukan aspirasi pada daerah abses, kemudian diinsisi
untuk mengeluarkan pus. Aspirasi abses merupakan gold standard
untuk menegakkan abses peritonsil. Prosedur kedua yaitu inisi dan
drainase, dilakukan pada daerah yang menonjol (berfluktuasi),
biasanya pada bagian depan pilar anterior, batas antara 1/3 bagian
atas dan tengah tonsil atau pada pertengahan garis yang
menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada
sisi yang sakit. Prosedur terakhir adalah tonsilektomi, setelah
dilakukan insisi bersama tindakan drenase abses disebut
tonsilektomi “a’chaud”. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah
drenase abses, disebut tonsilektomi “a’ tiede” dan bila tonsilektomi 4-
6 minggu sesudah drenase abses, disebut tonsilektomi “a’ froid”. Pada
umumnya tonsilektomi dilakukan setelah infeksi tenang, yaitu 2-3
minggu sesudah drainase abses.1,2,7
14
2.9 Komplikasi
Obstruksi jalan nafas dan asfiksia merupakan komplikasi yang
potensial terjadi pada abses leher dalam terutama Ludwig’s angina. Ruptur
abses, baik spontan atau akibat manipulasi, dapat mengakibatkan
terjadinya pneumonia, abses paru maupun empiema.1,13
Komplikasi vaskuler seperti trombosis vena jugularis dan ruptur
arteri karotis. Bakteremia maupun sepsis dapat terjadi pada abses leher
dalam. Kejadian emboli paru mencapai 5% pada kasus pasien dengan
trombosis vena jugularis. Ruptur arteri karotis merupakan komplikasi yang
jarang terjadi. Ini biasanya terjadi pada abses parafaring bagian poststiloid,
infeksi meluas ke bungkus karotis. Mediastinitis dapat terjadi akibat
perluasan infeksi melalui viseral anterior, vaskuler viseral, maupun daerah
retrofaring dan danger space.1,2,13
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA