Anda di halaman 1dari 27

ABSES LEHER DALAM

DR. BRANDO DWI REZIANTO


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Program
Internship Dokter Indonesia di RS Muhammadiyah Babat

OLEH:
BRANDO DWI REZIANTO
 
PENDAMPING:
Dr. Erniek Saptowati
IDENTITAS PASIEN

 Nama Pasien: Ny. T


 Usia: 40 th
 Tgl Periksa: 20 Mei 2018
 Topik: Abses Leher Dalam
SUBJECTIVE

Keluhan Utama: Bengkak Pada leher


Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Babat oleh kedua anaknya dengan keluhan utama bengkak pada leher. Keluhan dirasakan sejak kurang
lebih 10 jam SMRS. Bengkak dirasakan muncul mendadak dan terasa panas, pasien juga sulit berbicara, menelan, dan 2 jam SMRS terasa seperti
sulit bernafas. Selain itu keluarga pasien juga mengeluhkan tercium bau kurang sedap saat pasien berbicara mulai 3 hari lalu.
 Pasien tidak mengeluh demam, batuk pilek, mencret. Sebelum keluhan muncul pasien mengeluhkan gigi terasa sakit mulai 1 minggu lalu.
 Pasien belum mengobati keluhannya.
 Pasien sedang mengkonsumsi obat metformin dalam pengobatan diabetes mellitusnya.
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2 tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru
dialami oleh pasien.
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2 tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru
dialami oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
Riwayat Sosial:
 Pasien tinggal di rumah bangunan permanen di daerah perkampungan bersama suami satu anak mertua, dan cucunya, tidak memiliki hewan
peliharaan maupun hewan ternak. Pasien tidak merokok, tetapi suami pasien merokok.
OBJECTIVE

 Keadaan Umum: Lemah  Kepala : mesocephalic, rambut hitam,


 Vital signs:  Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) .
 Nadi : 98x/menit, regular, kuat  Mulut : bibir kering (-), sianosis (-).
 Laju nafas : 24x/menit  Leher : simetris, pembengkakan KGB sde, JVP 5+Ocm
 Suhu : 37,8℃ (Ax)  Pemx THT:
 Tekanan darah : 130/90 mmHg  Kesimpulan: Pemeriksaan pada telinga dan hidung tidak
 SpO₂ : 90% ditemukan kelainan, pemeriksaan rongga mulut ditemukan
 Kesadaran: Compos Mentis GCS : 456 trismus sekitar 2 jari . Lidah sedikit terangkat. Tonsil, uvula
 Status Interna: dan faring sde. Pada daerah submandibula sisi kanan dan kiri
serta submental tampak oedema (+), hiperemi (-), ulkus (-),
teraba keras, nyeri tekan, sedikit fluktuatif. Angulus
mandibula kanan dan kiri tidak teraba
 Thorax  Auskultasi  suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung :  Abdomen
 Inspeksi  ictus cordis tidak tampak  Inspeksi : cembung, distensi (-)
 Palpasi  ictus cordis teraba di ICS V mid clavicular line  Auskultasi : bising usus (+) normal
sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
 Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), H/L tak teraba
 Perkusi  batas kiri ICS V mid clavicular line sinistra
 Perkusi : timpani
 Batas atas ICS III parasternal line sinistra  Ekstremitas
 Batas kanan ICS V parasternal line dextra  Akral hangat kering merah di keempat ekstremitas
 Auskultasi  S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-)
 CRT <2 detik di keempat ekstremitas
 Paru :
 Oedem (-)
 Inspeksi  hemitoraks simetris, retraksi (-)
 Palpasi  nyeri (-), stem fremitus simetris
 Perkusi  sonor/sonor
 Pemeriksaan Penunjang  Differential count eos/bas/net/net/lim/mono :
 Darah rutin (12 Mei 2018) 0/0/0/83/12/5
 LED 100/120
 Eritrosit 3,81 jt/mm³
 Gula darah acak : 335 mg/dL
 Hemoglobin 10,5gr/dL
 BUN 13 mg/dL
 Hematokrit 33%
 S. kreatinin 1,4 mg/dL
 Lekosit 13.600/mm³
 ECG
 Trombosit 240.000
ASSESSMENT

ABSES
PERITONSILER
ATAU QUINSY

ABSES
ABSES LEHER ABSES

DALA
SUBMANDIBULA RETROFARING

ABSES
PARAFARING
DEFINITION

Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk dalam ruang potensial fasia leher akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti infeksi pada
faring, gigi, tonsil, kelenjar liur telinga tengah, limfadenitis.

Ruang potensial leher dalam


Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. 6,8
Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
 ruang retrofaring
 ruang bahaya (danger space)
 ruang prevertebra.
Ruang suprahioid terdiri dari:
 ruang submandibula
 ruang parafaring
 ruang parotis
 ruang mastikor
 ruang peritonsil
 ruang temporalis.
Ruang infrahioid:
 ruang pretrakeal.
ANATOMY
EPIDEMIOLOGY

 Pada 185 kasus infeksi leher dalam,:


 Abses Parafaring 38,4%
 Abses submandibula 15,7%
 Ludwig’s angina 12,4%
 Peritonsil 7%
 Retrofaring 5,9%

 Perbandingan laki-laki dan perempuan 3:2.


ETIO-PATHOGENESIS

 Pembentukkan abses hasil perkembangan flora normal dalam tubuh melalui perluasan secara langsung , laserasi,
perforasi. Bakteri penyebab abses bisa jadi bakteri aerob (Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus aureus),
anaerob (Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. ), dan fakultatif anaerob..
 Sumber infeksi paling sering:
Penyebab Jumlah %
Gigi 77 43
Penyalahgunaan obat suntik 21 12
Faringotonsilitis 12 6,7
Fraktur mandibula 10 5,6
Infeksi kulit 9 5,1
Tuberculosis 9 5,1
Benda asing 7 3,9
Peritonsil abses 6 3,4
Trauma 6 3,4
Sialolitiasis 5 2,8
Parotis 3 1,7
Lain-lain 10 5,6
Tidak diketahui 35  
PERITONSILLAR ABSCESS / QUINCY

 Kumpulan material purulen yang terbentuk di luar


kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil
 Usia 20-40 th, pasien DM dan immunocompromised
 Umum terjadi pada November-Desember dan April-
Mei, saat insidens tertinggi streptococcal pharyngitis
dan exudative tonsillitis
 Patologi:
 Stadium infiltrat  pembengkakan dan hiperemis
 Stadium supuratif  daerah tersebut lebih lunak,
pembengkakan akan mendorong tonsil dan uvula ke
arah kontralateral, iritasi pada M. Pterygoideus interna
(trismus), abses dapat pecah dan risiko aspirasi ke paru
SIGNS AND SYMPTOMS
 Demam, malaise yang disertai nyeri tenggorok, odinofagia,
hipersalivasi, otalgia, hot potato voice, muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore) dan trismus
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
 palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan
 teraba fluktuatif
 arkus faring tidak simetris, pembengkakan di daerah peritonsil,
uvula terdorong ke sisi yang sehat,
 trismus
 cervical lymphadenitis 
 Febris >39,4 ° C curigai perluasan ke parafaring dan sepsis
 Diagnosis = gambaran klinis, aspirasi peritonsil, radiologi
(CT-Scan dan MRI leher)
TREATMENT COMPLICATION

 Aspirasi jarum > insisi dan drainase abses >  Obstruksi jalan nafas
tonsilektomi  Aspiration pneumonitis atau abses paru
 Kematian (o/k perdarahan dari erosi atau septic
 Antibiotik necrosis pada carotid sheath)
 Hidrasi  Penyebarab infeksi pada jaringan leher dalam dan
mediastinum posterior
 Manajemen nyeri  Poststreptococcal sequelae (cth. glomerulonephritis,
 Steroid demam reumatik)
RETROPHARINGEAL ABSCESS

 Kumpulan nanah ruang retrofaring.


 Abses retrofaring akut primer  bayi dan anak (usia kurang dari 5
tahun)
 Akibat limfadenitis supuratif kelenjar retrofaringeal Henle 
periadenitis abses retrofaring
 Abses retrofaring kronis  dewasa
 Trauma tumpul mukosa faring (intubasi, endokopi, corpal) atau
perluasan abses leher dalam lainnya
 Organisme pada abses = SβHGA, Staphylococcus aureus,
Haemophilius influenza, Bacteroides, Peptostreptococcus dan
Fusobacterium.
SIGNS AND SYMPTOMS
 Demam, malaise yang disertai odinofagia, disfagia,
tortikolis, dyspnea (awal mula obstruksi jalan nafas),
stridor (pada laring). Gejala biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas.
 Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan
dinding posterior faring pada satu sisi.
 Diagnosis = gambaran klinis dan radiologi (rontgen
soft tissue cervical lateral  pelebaran ruang
retrofaring)
TREATMENT COMPLICATION
 Patensi jalan nafas  Obstruksi jalan nafas
 Antibiotika  Suppurative mediastinitis, pyropneumothorax, dan
 Pendekatan bedah pericarditis
 Abses peridural
 Puasa
 Sepsis
 Konsultasi pada spesialis otolaringologi,
oromaksilofasial, anastesi pediatri
PARAPHARINGEAL ABSCESS

 Ruang parafaring menghubungkan mayoritas ruang


fasia leher, terbagi atas kompartemen anterior dan
posterior. Kompartemen posterior berisi arteri
karotis, vena jugularis interna, dan beberapa nervus
cranialis
 Pada banyak kasus abses parafaring merupakan
perluasan dari abses leher dalam yang berdekatan
seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses
retrofaring  lakukan pemeriksaan menyeluruh tuk
memastikan ruang lain yang terlibat
 Kasus fatal
SIGNS AND SYMPTOMS
 Demam, malaise yang disertai nyeri tenggorokan, odinofagia, bengkak pada
leher di bawah tulang hyoid. Obstruksi saluran nafas dan/atau saluran
gastrointestinal
 Abses pada kompartemen anterior akan menyebabkan :
 Trismus
 Indurasi sepanjang angulus mandibula
 Medial bulging of tonsil and lateral pharyngeal wall

 Abses pada kompartemen posterior :


 Bengkak dominan pada dinding faring posterior
 Jika melibatkan struktur karotis  rigor, demam tinggi, bacteremia, gangguan
neurologis, dam perdarahan masif
 Diagnosis = CT Scan
TREATMENT COMPLICATION
 Patensi jalan nafas  Laringoedema akut

 Broad-spectrum antibiotics  Thrombophlebitis vena jugularis dan septicemia


(eg, ceftriaxone, clindamycin) (Lemierre syndrome)
 Surgical drainage  Penyebaran infeksi ke ruang potensial lainnya hingga ke
mediastinumspread of infection to retropharyngeal space
 Pendekatan drainase abses posterior melalui fossa
 spread of infection to mediastinum along the 
submaksilaris, sedangkan abses anterior dapat
carotid space or danger space
diakses melalui insisi intra-oral (tergantung besar
massa)  carotid blowout yang ditandai dengan perdarahan masif

 Post drainase diperlukan pemberian antibiotic


berdasarkan hasil kultur selama beberapa hari dan
dilanjutkan hingga 10-14 hari dengan antibiotic oral
SUBMANDIBULAR ABSCESS / LUDWIG’S ANGINA

 Selulitis bilateral pada soft tissue suprahyoid (dasar


mulut), mengenai baik ruang sublingual dan
submaksilar meski kadang dengan atau tanpa
pembentukan abses
 Pus mengumpul di bawah lidah, mendorongnya ke
arah posterosuperior  ggn pernafasan dan
menelan
 Penyebab tersering  infeksi odontogenic (M2 dan
M3 mandibula), penyebaran dari abses leher dalam
lainnya, poor dental hygiene , ekstraksi gigi, dan
trauma
SIGNS AND SYMPTOMS TREATMENT
 Demam, malaise yang disertai  Patensi jalan nafas  intubasi endotrakeal, intubasi
dengan :
 nyeri leher dan pembengkakak
fiberoptic nasotrakeal, trakeostomi, nasal trumpet
dibawah dagu atau lidah yang dapat
fluktuatif atau tidak, dapat unilateral
 Surgical incision and drainage
maupun bilateral
 Trismus
 Antibiotika untuk bakteri aerob dan anaerob
 Hipersalivasi
 Disfagia
 Stridor (edema laring)
 Elevasi lidah posterior menyentuh
palatum
 Biasanya diawal dengan nyeri pada
gigi
 Pemx penunjang:
 Rontgen cervical
 Ct-scan cervical (GOLD
STANDART)
SUPPORTING DIAGNOSIS

Rontgen servikal lateral


Rontgen Panoramiks
Rontgen toraks
Tomografi Komputer (TK/ CT Scan) dengan kontras  GOLD STANDART
Pemeriksaan Bakteriologi
DIABETES MELLITUS
 Pada pasien DM terjadi penurunan fungsi respon imun  lebih
mudahnya terkena berbagai macam infeksi
 Penderita DM rentan mendapat infeksi yang lebih berat sehingga harus
waspada terhadap timbulnya sepsis
 Tindakan insisi dan eksplorasi abses pada pasien merupakan tindakan
invasif yang dapat menimbulkan tekanan atau stress fisik pada pasien.
Stress pada pasien DM dapat memicu peningkatan kadar glukosa
darah. Umumnya pasien DM akan ditatalaksana terlebih dahulu untuk
menurunkan gula darah sebelum tindakan. Kadar glukosa darah harus
dimonitor sebelum dan segera sesudah operasi pada semua pasien DM.
Kadar glukosa darah perioperatif sebaiknya antara 120-180 mg/dl
 Tindakan insisi dan eksplorasi abses termasuk tindakan bedah darurat.
Pasien yang menjalani tindakan darurat kontrol glukosa darah biasanya
kurang optimal. Tapi hal ini bukan merupakan kontra indikasi untuk
melakukan tindakan menyelamatkan hidup. Drainase pus segera harus
dipertimbangkan, walaupun pada kasus yang sepertinya tidak berat.
MANAGEMENT

PEMBEBASA
ANTIBIOTIK
N JALAN
A
NAFAS

REGULASI
I&D ABSES GULA
DARAH
PLANNING

 O2 Mask NRM 6 lpm


 IVFD RL 20 tpm
 inj. Santagesik 1 amp
 inj. Ranitidine 1 amp
 inj. Ceftriaxone 2x 1 gr
 inf. Metronidazole 3x500 mg
 inj. Novorapid 3x12U
 rujuk Sp.THT  pro insisi drainase abses

Anda mungkin juga menyukai