Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO

ABSES LEHER DALAM

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Program Internship


Dokter Indonesia di RS Muhammadiyah Babat

OLEH:
BRANDO DWI REZIANTO

PENDAMPING:
Dr. Erniek Saptowati

RS MUHAMMADIYAH BABAT
LAMONGAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

PORTOFOLIO
ABSES LEHER DALAM

Telah disetujui dan dipresentasikan pada

Menyetujui
Dokter Pendamping

Dr. Erniek Saptowati


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.,


Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas portofolio Abses Leher Dalam. Sholawat
dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Portofolio ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat Program Internship
Dokter Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. dr. Erniek Saptowati selaku dokter pendamping Internship RS
Muhammadiyah Babat
2. dr. Fara Nurdiana selaku dokter pendamping Internship RS Muhammadiyah
Babat
3. Rekan-rekan Program Internship Dokter Indonesia, serta semua pihak yang
telah membantu
Penulisan portofolio ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang berguna. Semoga selanjutnya tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Lamongan, Juni 2018

Brando Dwi Rezianto


No. ID dan Nama Peserta: dr. Brando Dwi Rezianto Presenter: dr. Brando Dwi Rezianto
No. ID dan Nama Wahana: RS Muhammadiyah Babat Pendamping: dr. Erniek Saptowati
Lamongan
Topik: Seorang wanita dengan abses leher dalam
Tanggal kasus: 12 Mei 2018
Nama pasien: Ny. T No. RM: 091209
Tanggal Presentasi:
Tempat Presentasi: RS Muhammadiyah Babat Lamongan
OBYEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak  Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi:
 Pasien dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Babat oleh kedua anaknya dengan keluhan utama
bengkak pada leher. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 10 jam SMRS. Bengkak dirasakan
muncul mendadak dan terasa panas, pasien juga sulit berbicara, menelan, dan 2 jam SMRS
terasa seperti sulit bernafas. Selain itu keluarga pasien juga mengeluhkan tercium bau kurang
sedap saat pasien berbicara mulai 3 hari lalu.
 Pasien tidak mengeluh demam, batuk pilek, mencret. Sebelum keluhan muncul pasien
mengeluhkan gigi terasa sakit mulai 1 minggu lalu.
 Pasien belum mengobati keluhannya.
 Pasien sedang mengkonsumsi obat metformin dalam pengobatan diabetes mellitusnya.
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2
tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru dialami oleh pasien.
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
TUJUAN : Mengetahui penatalaksanaan abses leher dalam
BAHAN BAHASAN  Tinjauan o Riset  Kasus o Audit
Pustaka
CARA MEMBAHAS  Diskusi  Presentasi o E-mail o Pos
DATA PASIEN Nama: Ny. T No.RM: 091209
Nama Klinik: (-) Telp: (-) Terdaftar sejak: 12 Mei 2018
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis: Abses Leher Dalam
2. Gambaran Klinis:
 Pasien dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Babat oleh kedua anaknya dengan keluhan utama
bengkak pada leher. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 10 jam SMRS. Bengkak dirasakan
muncul mendadak dan terasa panas, pasien juga sulit berbicara, menelan, dan 2 jam SMRS
terasa seperti sulit bernafas. Selain itu keluarga pasien juga mengeluhkan tercium bau kurang
sedap saat pasien berbicara mulai 3 hari lalu.
 Pasien tidak mengeluh demam, batuk pilek, mencret. Sebelum keluhan muncul pasien
mengeluhkan gigi terasa sakit mulai 1 minggu lalu.
 Pasien belum mengobati keluhannya.
 Pasien sedang mengkonsumsi obat metformin dalam pengobatan diabetes mellitusnya.
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2
tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru dialami oleh pasien.
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
3. Riwayat Pengobatan: Metformin 3 x 500mg
4. RIwayat Kesehatan/Penyakit: Diabetes Mellitus (+)
5. Riwayat Keluarga: ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
6. Riwayat Pekerjaan: pasien seorang ibu rumah tangga.
7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Pasien tinggal di rumah bangunan permanen di daerah
perkampungan bersama suami satu anak, mertua, dan cucunya, tidak memiliki hewan
peliharaan maupun hewan ternak. Pasien tidak merokok, tetapi ayah pasien merokok.
8. Lain-lain: (-)
HASIL PEMBELAJARAN:Pengetahuan tentang penatalaksanaan Abses Leher Dalam.
1. SUBJECTIVE
Keluhan Utama: Bengkak Pada leher
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien dibawa ke IGD RS Muhammadiyah Babat oleh kedua anaknya dengan keluhan utama
bengkak pada leher. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 10 jam SMRS. Bengkak dirasakan
muncul mendadak dan terasa panas, pasien juga sulit berbicara, menelan, dan 2 jam SMRS
terasa seperti sulit bernafas. Selain itu keluarga pasien juga mengeluhkan tercium bau kurang
sedap saat pasien berbicara mulai 3 hari lalu.
 Pasien tidak mengeluh demam, batuk pilek, mencret. Sebelum keluhan muncul pasien
mengeluhkan gigi terasa sakit mulai 1 minggu lalu.
 Pasien belum mengobati keluhannya.
 Pasien sedang mengkonsumsi obat metformin dalam pengobatan diabetes mellitusnya.
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2
tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru dialami oleh pasien.
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat penyakit dahulu pasien sudah didiagnosa menderita diabetes mellitus type-2 sudah 2
tahun yang lalu namun keluhan seperti ini baru dialami oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien juga mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus.
Riwayat Sosial:
 Pasien tinggal di rumah bangunan permanen di daerah perkampungan bersama suami satu
anak mertua, dan cucunya, tidak memiliki hewan peliharaan maupun hewan ternak. Pasien
tidak merokok, tetapi suami pasien merokok.
2. OBJECTIVE
Keadaan Umum: Lemah
Vital signs:
 Nadi : 98x/menit, regular, kuat
 Laju nafas : 24x/menit
 Suhu : 37,8℃ (Ax)
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 SpO₂ : 90%
Kesadaran: Compos Mentis GCS : 456
Status Interna:
 Kepala : mesocephalic, rambut hitam,
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) .
 Mulut : bibir kering (-), sianosis (-).
 Leher : simetris, pembengkakan KGB sde, JVP 5+Ocm
 Pemx. THT:

Kesimpulan: Pemeriksaan pada telinga dan hidung tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan
rongga mulut ditemukan trismus sekitar 2 jari . Lidah sedikit terangkat. Tonsil, uvula dan
faring sde. Pada daerah submandibula sisi kanan dan kiri serta submental tampak oedema
(+), hiperemi (-), ulkus (-), teraba keras, nyeri tekan, sedikit fluktuatif. Angulus mandibula
kanan dan kiri tidak teraba.
Thorax
 Jantung :
Inspeksi  ictus cordis tidak tampak
Palpasi  ictus cordis teraba di ICS V mid clavicular line sinistra, tidak melebar, tidak
kuat angkat
Perkusi  batas kiri ICS V mid clavicular line sinistra
Batas atas ICS III parasternal line sinistra
Batas kanan ICS V parasternal line dextra
Auskultasi  S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-)
 Paru :
Inspeksi  hemitoraks simetris, retraksi (-)
Palpasi  nyeri (-), stem fremitus simetris
Perkusi  sonor/sonor
Auskultasi  suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
 Inspeksi : cembung, distensi (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), H/L tak teraba
 Perkusi : timpani
Ekstremitas
 Akral hangat kering merah di keempat ekstremitas
 CRT <2 detik di keempat ekstremitas
 Oedem (-)
Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin (12 Mei 2018)
Eritrosit 3,81 jt/mm³
Hemoglobin 10,5gr/dL
Hematokrit 33%
Lekosit 13.600/mm³
Trombosit 240.000
Differential count eos/bas/net/net/lim/mono : 0/0/0/83/12/5
LED 100/120
 Gula darah acak : 335 mg/dL
 BUN 13 mg/dL
 S. kreatinin 1,4 mg/dL
EKG
Sinus ritme, HR 101, gelombang P normal, interval PR normal, kompleks QRS normal,
abnormalitas segmen ST dan gelombang T tidak ada.
3. ASSESSMENT
ABSES LEHER DALAM
Abses leher dalam tergolong dalam kasus kedaruratan dalam bidang THT karena merupakan suatu
keadaan yang mengancam jiwa akibat dari kondisi atau komplikasi yang dapat terjadi seperti
obstruksi jalan nafas, kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis, kompresi samapi dengan ruptur arteri
karotis interna.
- Definisi
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk dalam ruang potensial fasia leher akibat penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti infeksi pada faring, gigi, tonsil, kelenajr liur telinga tengah,
limfadenitis. 1
Klasifikasi fasia cervical
1. Fasia Cervical Superfisial
2. Deep cervical fascia
- Lapisan superfisial
- Lapisan tengah
Lapisan Otot
Lapisan Visceral
- Lapisan dalam
Fasia Alar
Fasia Prevertebral

Menurut modifikasi dari Hollingshead, berdasarkan penampang panjang leher, berdasarkan lokasi
tulang hyoid (infrahyoid dan suprahyoid) Ruang leher dalam berdasarkan penampang panjang leher
dapat dibagi menjadi :
- Ruang retrofaring
- Danger space
- Ruang prevertebral
- Ruang viseral.
Berdasarkan lokasi tulang hyoid, dibagi menjadi ruang leher dalam infrahyoid dan suprahyoid.
Ruangan yang berada pada infrahyoid terdiri dari ruang pratrakeal dan ruang suprasternal.
Sedangkan ruangan yang berada pada suprahyoid yaitu ruang submandibula, ruang parotis, ruang
ruang peritonsil, ruang masikator, ruang parafaring, dan ruang temporal.2

Etiologi dan Patogenesis


Pembentukkan abses merupakan hasil dari perkembangan flora normal dalam tubuh, flora normal
dapat btumbuh dan mencapai ke daerah steril melalui perluasan secara langsung , laserasi, maupun
perforasi. Sebagain besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman
aerob, anarob, dan fakultatif anaerob. 3 (Pulungan 2011)
Sumber infeksi paling sering adalah infeksi tonsil dan gigi. Penyebaran infeksi terjadi meluas melaui
foramen apikal gigi ke daerah sekitar. Misalnya apek gigi molar I yang berada diatas mylohyoid
menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu. Menurut penelitian yang dilakukan
Parhischar dan kawan- kawan, terhadap 210 infeksi leher dalam, 175 (83,3%) dapat
diidentifikasi penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi 43%. Ludwig’s angina yang
disebabkan infeksi gigi 76%, abses submandibula 61% disebabkan oleh infeksi gigi. 4
- Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam dapat ditegakkan melalui anamnesis , pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti radiologi.
Manifestasi Klinis :
Berdasarkan studi yang dilakukan di Kasturba Medical College Hospital, Mangalore pada Januari
1997 sampai Desember 2002. Pada anamnesis akan ditemukan beberapa gejala klinis. Difagia ,
odinofagia merupakan keluhan yang paling sering ditemui yaitu sekitar 66%, nyeri dan bengkak
pada leher (57%), demam pada 48% kasus, nyeri gigi pada 21% pasien, pada 17% kasus juga
ditemui kesulitan bernafas, dan pada 10% kasus ditemukan riwayat ekstraksi gigi. Pada pemeriksaan
fisik akan ditemukan pembengkakan pada leher yang paling sering ditemukan yaitu sebanyak
pembengkakan pada dinding posterior faring, dan kelainan pada gigi.5

ABSES SUBMANDIBULA
- Definisi
Abses submandibula adalah terkumpulnya pus pada ruang submandibula terdiri dari sublingual
yang berada diatas otot milohoid dan ruang submaksila. Pus yang mengumpul didaerah bawah lidah
akan mendorong pus ke atas dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat menyebabkan masalah
pernafasan dan gangguan menelan. Sering ditemukan pada remaja dan dewasa yang sering sekali
dihubungkan dengan infeksi gigi.
Anatomi Ruang Submandibula
Sumber infeksi pada ruang submandibula termasuk sialoadenitis, aialolithiasis, dan dental sepsis.

Pasien biasanya datang dengan keluhan pembengkakan dan nyeri pada segita submandibula pada
leher, dan biasanya ditemukan trismus. 6
- Etiologi
Sumber infeksi dari gigi molar dua dan tiga ataupun peradangan supuratif kelenjar limfe servikal
diruang submandibula yang merupakan penyebab dari abses sublingual dan submental. Pada kasus
yang berasa; dari infeksi gigi, seringkali ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis,
Eubacterium Peptosterptococcus.

A)Potongan coronal infeksi odontogenik yang meluas ke ruang submandibula. B)Infeksi odontogenik biasanya
disebabkan oleh submandibula molar 2 dan 3 sebagai apices akar gigi yang meluas (extend) kebawah milohoid .

Selain infeksi yang bersumber dari gigi abses submandibula juga dapat berasal dari infeksi dasar
mulut, infeksi kelenjar liur, atau kelenjar getah bening submandibular, atau perluasan infeksi leher
dalam lainnya. Pembengkakan pada daerah dagu atau submandibula merupakan keluhan yang
sering membua pasien untuk datang ke rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan trismus. Pada
pemeriksaan akan ditemukan pembengkakan daerah submandibular yang fluktuatif, kadang dengan
manifestasi lidah terangkat.
Infeksi gigi pada pasien ini berasal dari gigi molar satu kiri bawah. Faktor yang menentukan apakah
infeksi gigi tersebut mengenai ruang submandibula atau sublingual tergantung pada perlekatan akar
gigi ke m. milohioid terhadap garis milohioid. Bila infeksi berkembang ke arah medial mandibula
di atas garis milohioid, maka infeksi akan menyebar ke ruang sublingual. Biasanya ini berasal dari
gigi premolar dan molar satu. sedangkan bila infeksi meluas ke arah medial mandibula dan di bawah
garis milohioid, maka infeksi menyebar ke ruang submandibula. Gigi molar ketiga bawah
merupakan sumber infeksi tersering dari ruang submandibula, sedangkan gigi molar kedua dapat
meluas ke ruang sublingual atau submandibula bahkan dapat meluas kedua ruang tersebut
tergantung dari panjang akarnya.

- Tanda dan Gejala


Demam dan nyeri leher yang disertai pembengkakan dibawah dagu atau dibawah lidah baik
unilateral atau bilateral, disertai demam, nyeri tenggorokkan, dan trismus, biasanya didapati riwayat
infeksi atau cabut gigi. Pembegkakan dapat berfluktuasi ataupun tidak.7,8
Abses Ruang Submandibula

- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis keluhan yang dapat membuat pasien datang untuk berobat biasanya
pembengkakan pada leher, sulit menelan, kesulitan membuka mulut atau trismus. Dimana pada
pemeriksaan fisik akan ditemykan pembengkakan pada daerah submandibula dengan tanda-tanda
peradangan dan juga akan ditemukan daerah yang fluktuatif. Yang apabila dilakukan insisi akan
ditemukan produksi pus. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakaukan seperti pemeriksaan
laboratorium yang biasanya akan ditemukan leukositosis, pemeriksaan rontgen cervical untuk
melihat
Perluasan abses dan untuk melihat patensi jalan nafas. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dapat
dilakukan CT scan yang merupaka gold standard untuk melihat sumber infeksi dan anatomi
perluasan abses leher dalam.
ABSES SUBMENTAL
Ruang submental berlokasi dibawah dagu dan melewati garis tengah dan berhubungan langsung
pada lapisan superfisial fasia servikal yang menyelimuti otot mylohyoid. Secara anatomi abses
submental berhubungan langsung dengan ruang sumandibula dan sublingual. Sumber infeksi
biasanya pada gigi (mandibular incisor), ranula terinfeksi, limfadenitis, atau merupakan perluasan
infeksi pada ruang submandibula.2
Pada kasus ini, ditemukam juga pembengkakan pada submental, dimana pada palpasi juga
ditemukan daerah fluktuasi sekitar 0.5 cm , dimana sumber infeksi pada pasien ini kemunggkinan
adalah pada gigi 36 yang menyebabkan infeksi ke ruang submandibula yang membentuk abses dan
meluas ke daerah submental. Sehingga dapat disimpulkan bahwa abses submental pada kasus ini
merupakan akibat perluasan infeksi dari ruang submandibula.

DIABETES MELITUS
Beberapa keadaan dapat berperan pada perjalanan penyakit abses leher dalam, salah satunya adalah
diabetes melitus (DM). Diabetes melitus adalah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia
yang disebabkan defek pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan organ-organ
berbeda terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Penatalaksanaan abses leher
dalam pada penderita DM harus dilakukan dengan hati-hati, karena tindakan invasif tanpa
pengendalian gula darah dapat berakibat fatal. 10

Infeksi Pada Diabetes Melitus


Pada pasien DM dapat terjadi penurunan fungsi respon imun yang mengakibatkan lebih mudahnya
terkena berbagai macam infeksi. Pada penderita DM terjadi komplikasi pada semua tingkat sel,
salah satunya timbul proses angiopati dan penurunanan fungsi endotel. Keadaan ini sangat berperan
pada faktor terlambatnya proses penyembuhan luka. 11
Pemeriksanaan Penunjang
- Rontgen cervical Lateral
Gambaran radiologi rontgen servikal akan memberikan gambaran pembengkakan jaringan
lunak pada daerah prevertebra, gambaran benda asing, gambaran udara subkutan, air fluid
levels, erosi dari korpus vertebra. Misalnya penebalan jaringan lunak pada vertebra setinggi
servikal II (C2), lebih 7 mm dan setinggi 14 mm pada anak, lebih 22 mm pada dewasa
dicurigai sebagai sesuatu abses retrofaring.
- Rontgen Panoramiks
- Rontgen Thorax
Gambaran rontgen thorax dilakukan untuk evaluasi mediastinum, emfisema subkutis,
pneumonia yang dicurugai akibat adanya aspirasi abses.
- CT Scan
CT scan dilakukan untuk menentukan lokasi, batas serta hubungan infeksi dengan struktur
sekitanya. CT Scan dengan kontras penting untuk mengevaluasi lokasi infeksi pada ruang
leher dalam seingga dapat mempermudah tindakan drainase dan pembedahan.
- Pemeriksaan Bakteriologi

PRINSIP PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan pada pasien dengan abses leher dalam yaitu untuk mempertahankan
dan manjamin jalan nafas yang memadai atau mengatasi sumbatan jalan nafas, pemeriksaan kultur
pus atau darah, pemberian antibiotik intravena dan dilanjutkan dengan drainase abses. Resusitasi
cairan diperlukan karena hampir selalu terjadi dehidrasi oleh karena intake nyang tidak
mencukupi karena seringnya terjadi trismus. 12
Mengatasi Sumbatan Jalan Nafas
Apabila diperlukan jalan nafas buatan dibutuhkan biasanya intubasi endotrakea sulit dilakukan
karena abses dapat menyumbat jalan nafas. Dan apabila jalan nafas berada dalam tanda bahaya
maka memerlukan tindakan seperti trakeostomi. Trakeostomi atau krikotirotomi merupakan cara
untuk mengatasi jalan nafas, dimana setelah 24 jam dilakukan krikotirotomi, dilakukan persiapan
untuk tindakan trakeostomi untuk mencegah komplikasi lanjut pada daerah laring. 13
Pada pasien ini patensi jalan nafas masih dapat dipertahankan, jalan nafas pasien tidak dalam
keadaan berbahaya. Sehingga tidak dilakukan tindakan trakostomi ataupun krikotirotomi. Namun
seiring dengan perjalanan abses leher dalam yang meluas dapat saja mengancam jalan nafas pasien.
Sehingga pada pasien ini juga tetap disiapkan untuk rencana trakeostomi.
Pemberian Antibiotika
Antibiotika parenteral diberikan terhadap kuman aerob dan anaerob. Penentuan antibiotik yang
digunakan tergantung hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi.
Selama menunggu hasil pemeriksaan laboratorium pengobatan tetap harus segera diberikan.
Sementara menunggu hasil kultur dapat diberikan kombinasi antibiotik untuk kuman aerob dan
anerob. Ampisilin sulbaktam, amoksisilin asam klavulanat, klindamisin atau sefalosporin
generasi kedua atau ketiga. Untuk mengatasi kuman anaerob diberikan metronidazol. Dan
biasanya penggantian antibiotika dilakukan bila tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 2-3 hari dan
antibiotika dihentikan sesudah 2-3 hari gejala dan tanda klinik reda.14
Berdasarkan, penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (2008), kombinasi antibiotik pada abses
leher dalam yaitu : kombinasi penisilin G, klindamisin, gentamisin ; kombinasi ceftriaxone dan
metronidazole; kombinasi cefuroxime dan lindamisin ; kombinasi penisilin dan metronidazole;
dimana masing- masing memiliki angka keberhasilan sebesar : 67,4% , 76,4%, 70,8%, dan 61,9%.
14

Pada pasien ini diberidan metronidazole yang memiliki tingkat persentasi keberhasilan tertinggi
diantara kombinasi antibitok lain . Kombinasi antibiotik ceftriaxone dengan dosis 2 gram/hari, yang
merupakan antibiotik sefalosporin generasi ke tiga sebagai antibiotik sepektrum luas untuk
mengatas kuman aerob, gram negatif maupun gram positif. Selain itu juga pemberian antibiotik
metronidazol 3 x 500 mg pada pasien ini untuk mengatasi kuman anaerob.

Insisi dan Drainase Abses


Terapi yang dianjurkan untuk abses leher dalam adalah aspirasi jarum atau insisi drainase abses
untuk mencegah perforasi yang menimbulkan ulkus yang cenderung sulit untuk menutup. Insisi
dilakukan pada polus membrana pyogenik yang paling membonjol sehingga memudahkan untuk
drainase. Lokasi anatomi juga perlu memperhatikan ekstensi anatomis dari abses yang terbentuk.
Pada kasus leher dalam bisa ditemukan kesulitan intubasi pada 25% kasus. Kesulitan intubasi
memiliki efek samping diantaranya desaturasi oksigen , dan menyebabkan kegagalan intubasi
sehingga membutuhkan tindakan trakeostomi dalam anstesi lokal, gagal nafas juga dapat terjadi
sehingga membutuhkan penanhanan lanjut di intensive care unit.
Pada pasien ini ditemukakan adanya kemungkinan untuk dilakukan intubasi dikarenakan trismus
dan pembengkakan leher dan edema pada mukosa faring. Sehingga dipersiapkan juga untuk
kemungkinan rencana trakeostomi. Pada kasus ini pihak pasien dan keluarga pasien menolak untuk
dilkaukan trakeostomi, sehingga tidak dapat dilakukan anstesi umum untuk melakukan tindakan
eksplorasi abses. Tindakan pada pasien ini diputuskan untuk menggunakan anestesi lokal dan
dilakukan insisi kecil pada daerah fluktuasi submental dan submandibula sinistra yang selanjutnya
dilakukan pemasangan drain sebagai jalur untuk pus dapat dikeluarkan.

Regulasi Gula Darah sebagai Penyulit Abses Leher Dalam


Penatalaksanaan secara umum yaitu berupa kontrol metabolik diberikan Reguler Insulin (RI),
Apidra dengan dosis 3x6 unit sebagai dosis awal dan long acting insulin yaitu Lantus 1 x 8 unit.
Apidra merupakan analog insulin kerja cepat. Kemudian diberikan lantus sebagai insulin dengan
kerja panjang / long acting insulin untuk membantu menjaga kadar gula darah secara bertahap dalam
jangka waktu lama biasanya efeknya bertahan sampai 24 jam. Target kadar gula darah pada pasien
ini adalah dibawah 200 mg/dl untuk dapat dilakukan tindakan, dan juga untuk menurunkan resiko
komplikasi vaskular. Dengan dosis awal insulin tersebut kadar gula darah pasien masih diatas 300
dan tergolong masih tinggi untuk dilakukan tindakan, sehingga dosis insulin dinaikkan menjadi 3 x
12 unit untuk rapid acting insulin dan juga 1 x 12 unit untuk long acting insulin.

Tindakan insisi dan eksplorasi abses pada pasien merupakan suatu tindakan invasif yang dapat
menimbulkan tekanan atau stress fisik pada pasien. Stress pada pasien DM dapat memicu
peningkatan kadar glukosa darah. Pasien DM tipe 2 yang akan menjalani insisi dan eksplorasi abses
atau tindakan bedah minor umumnya ditatalaksana berdasarkan obat yang biasa digunakannya,
kadar glukosa darah, lamanya prosedur bedah, dan tersedianya tenaga ahli. Kadar glukosa darah
harus dimonitor sebelum dan segera sesudah operasi pada semua pasien DM. Kadar glukosa darah
perioperatif sebaiknya antara 120-180 mg/dl.15
4. PLANNING
 O2 Mask NRM 6 lpm
 IVFD RL 20 tpm
 inj. Santagesik 1 amp
 inj. Ranitidine 1 amp
 inj. Ceftriaxone 2x 1 gr
 inf. Metronidazole 3x500 mg
 inj. Novorapid 2x4U
 rujuk Sp.THT  pro insisi drainase abses

TINJAUAN PUSTAKA
1. Lee YQ, Kanagalingam J. 2011. Bacteriology of deep neck abscesses : a
retrospective review of 96 consecutive cases. Singapore Med J. 52(5) : 351 -
355.
2. Anatomi fasia leher
3. Pulungan 2011
4. Parhiscar A, Har – El G. 2001. Deep neck abscess: A retrospective review of
210 cases. Ann otol rhinol laryngol. 110 : 1051 – 4.
5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3451187/pdf/12070_2008_A
rticle_BF02992436.pdf
6. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In:
Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.15th ed.
Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1991:p.234- 41
7. Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan
Tenggorok, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP. Dr.M Djamil Padang & PERHATI-
KL cab Sumbar Padang 2013.
8. Boeies
9. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. Diabetes care 2012;35(supp 1):S64-S71.
10. Schaberg DS, Norwod JM. Case study: infections in diabetes mellitus. Diabetes
spectrum 2002;15(1):37-40.

Anda mungkin juga menyukai