OLEH:
BRANDO DWI REZIANTO
PENDAMPING:
Dr. Erniek Saptowati
RS MUHAMMADIYAH BABAT
LAMONGAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN
PORTOFOLIO
ABSES LEHER DALAM
Menyetujui
Dokter Pendamping
Kesimpulan: Pemeriksaan pada telinga dan hidung tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan
rongga mulut ditemukan trismus sekitar 2 jari . Lidah sedikit terangkat. Tonsil, uvula dan
faring sde. Pada daerah submandibula sisi kanan dan kiri serta submental tampak oedema
(+), hiperemi (-), ulkus (-), teraba keras, nyeri tekan, sedikit fluktuatif. Angulus mandibula
kanan dan kiri tidak teraba.
Thorax
Jantung :
Inspeksi ictus cordis tidak tampak
Palpasi ictus cordis teraba di ICS V mid clavicular line sinistra, tidak melebar, tidak
kuat angkat
Perkusi batas kiri ICS V mid clavicular line sinistra
Batas atas ICS III parasternal line sinistra
Batas kanan ICS V parasternal line dextra
Auskultasi S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi hemitoraks simetris, retraksi (-)
Palpasi nyeri (-), stem fremitus simetris
Perkusi sonor/sonor
Auskultasi suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), H/L tak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Akral hangat kering merah di keempat ekstremitas
CRT <2 detik di keempat ekstremitas
Oedem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (12 Mei 2018)
Eritrosit 3,81 jt/mm³
Hemoglobin 10,5gr/dL
Hematokrit 33%
Lekosit 13.600/mm³
Trombosit 240.000
Differential count eos/bas/net/net/lim/mono : 0/0/0/83/12/5
LED 100/120
Gula darah acak : 335 mg/dL
BUN 13 mg/dL
S. kreatinin 1,4 mg/dL
EKG
Sinus ritme, HR 101, gelombang P normal, interval PR normal, kompleks QRS normal,
abnormalitas segmen ST dan gelombang T tidak ada.
3. ASSESSMENT
ABSES LEHER DALAM
Abses leher dalam tergolong dalam kasus kedaruratan dalam bidang THT karena merupakan suatu
keadaan yang mengancam jiwa akibat dari kondisi atau komplikasi yang dapat terjadi seperti
obstruksi jalan nafas, kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis, kompresi samapi dengan ruptur arteri
karotis interna.
- Definisi
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk dalam ruang potensial fasia leher akibat penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti infeksi pada faring, gigi, tonsil, kelenajr liur telinga tengah,
limfadenitis. 1
Klasifikasi fasia cervical
1. Fasia Cervical Superfisial
2. Deep cervical fascia
- Lapisan superfisial
- Lapisan tengah
Lapisan Otot
Lapisan Visceral
- Lapisan dalam
Fasia Alar
Fasia Prevertebral
Menurut modifikasi dari Hollingshead, berdasarkan penampang panjang leher, berdasarkan lokasi
tulang hyoid (infrahyoid dan suprahyoid) Ruang leher dalam berdasarkan penampang panjang leher
dapat dibagi menjadi :
- Ruang retrofaring
- Danger space
- Ruang prevertebral
- Ruang viseral.
Berdasarkan lokasi tulang hyoid, dibagi menjadi ruang leher dalam infrahyoid dan suprahyoid.
Ruangan yang berada pada infrahyoid terdiri dari ruang pratrakeal dan ruang suprasternal.
Sedangkan ruangan yang berada pada suprahyoid yaitu ruang submandibula, ruang parotis, ruang
ruang peritonsil, ruang masikator, ruang parafaring, dan ruang temporal.2
ABSES SUBMANDIBULA
- Definisi
Abses submandibula adalah terkumpulnya pus pada ruang submandibula terdiri dari sublingual
yang berada diatas otot milohoid dan ruang submaksila. Pus yang mengumpul didaerah bawah lidah
akan mendorong pus ke atas dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat menyebabkan masalah
pernafasan dan gangguan menelan. Sering ditemukan pada remaja dan dewasa yang sering sekali
dihubungkan dengan infeksi gigi.
Anatomi Ruang Submandibula
Sumber infeksi pada ruang submandibula termasuk sialoadenitis, aialolithiasis, dan dental sepsis.
Pasien biasanya datang dengan keluhan pembengkakan dan nyeri pada segita submandibula pada
leher, dan biasanya ditemukan trismus. 6
- Etiologi
Sumber infeksi dari gigi molar dua dan tiga ataupun peradangan supuratif kelenjar limfe servikal
diruang submandibula yang merupakan penyebab dari abses sublingual dan submental. Pada kasus
yang berasa; dari infeksi gigi, seringkali ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis,
Eubacterium Peptosterptococcus.
A)Potongan coronal infeksi odontogenik yang meluas ke ruang submandibula. B)Infeksi odontogenik biasanya
disebabkan oleh submandibula molar 2 dan 3 sebagai apices akar gigi yang meluas (extend) kebawah milohoid .
Selain infeksi yang bersumber dari gigi abses submandibula juga dapat berasal dari infeksi dasar
mulut, infeksi kelenjar liur, atau kelenjar getah bening submandibular, atau perluasan infeksi leher
dalam lainnya. Pembengkakan pada daerah dagu atau submandibula merupakan keluhan yang
sering membua pasien untuk datang ke rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan trismus. Pada
pemeriksaan akan ditemukan pembengkakan daerah submandibular yang fluktuatif, kadang dengan
manifestasi lidah terangkat.
Infeksi gigi pada pasien ini berasal dari gigi molar satu kiri bawah. Faktor yang menentukan apakah
infeksi gigi tersebut mengenai ruang submandibula atau sublingual tergantung pada perlekatan akar
gigi ke m. milohioid terhadap garis milohioid. Bila infeksi berkembang ke arah medial mandibula
di atas garis milohioid, maka infeksi akan menyebar ke ruang sublingual. Biasanya ini berasal dari
gigi premolar dan molar satu. sedangkan bila infeksi meluas ke arah medial mandibula dan di bawah
garis milohioid, maka infeksi menyebar ke ruang submandibula. Gigi molar ketiga bawah
merupakan sumber infeksi tersering dari ruang submandibula, sedangkan gigi molar kedua dapat
meluas ke ruang sublingual atau submandibula bahkan dapat meluas kedua ruang tersebut
tergantung dari panjang akarnya.
- Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis keluhan yang dapat membuat pasien datang untuk berobat biasanya
pembengkakan pada leher, sulit menelan, kesulitan membuka mulut atau trismus. Dimana pada
pemeriksaan fisik akan ditemykan pembengkakan pada daerah submandibula dengan tanda-tanda
peradangan dan juga akan ditemukan daerah yang fluktuatif. Yang apabila dilakukan insisi akan
ditemukan produksi pus. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakaukan seperti pemeriksaan
laboratorium yang biasanya akan ditemukan leukositosis, pemeriksaan rontgen cervical untuk
melihat
Perluasan abses dan untuk melihat patensi jalan nafas. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dapat
dilakukan CT scan yang merupaka gold standard untuk melihat sumber infeksi dan anatomi
perluasan abses leher dalam.
ABSES SUBMENTAL
Ruang submental berlokasi dibawah dagu dan melewati garis tengah dan berhubungan langsung
pada lapisan superfisial fasia servikal yang menyelimuti otot mylohyoid. Secara anatomi abses
submental berhubungan langsung dengan ruang sumandibula dan sublingual. Sumber infeksi
biasanya pada gigi (mandibular incisor), ranula terinfeksi, limfadenitis, atau merupakan perluasan
infeksi pada ruang submandibula.2
Pada kasus ini, ditemukam juga pembengkakan pada submental, dimana pada palpasi juga
ditemukan daerah fluktuasi sekitar 0.5 cm , dimana sumber infeksi pada pasien ini kemunggkinan
adalah pada gigi 36 yang menyebabkan infeksi ke ruang submandibula yang membentuk abses dan
meluas ke daerah submental. Sehingga dapat disimpulkan bahwa abses submental pada kasus ini
merupakan akibat perluasan infeksi dari ruang submandibula.
DIABETES MELITUS
Beberapa keadaan dapat berperan pada perjalanan penyakit abses leher dalam, salah satunya adalah
diabetes melitus (DM). Diabetes melitus adalah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia
yang disebabkan defek pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan organ-organ
berbeda terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Penatalaksanaan abses leher
dalam pada penderita DM harus dilakukan dengan hati-hati, karena tindakan invasif tanpa
pengendalian gula darah dapat berakibat fatal. 10
PRINSIP PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan pada pasien dengan abses leher dalam yaitu untuk mempertahankan
dan manjamin jalan nafas yang memadai atau mengatasi sumbatan jalan nafas, pemeriksaan kultur
pus atau darah, pemberian antibiotik intravena dan dilanjutkan dengan drainase abses. Resusitasi
cairan diperlukan karena hampir selalu terjadi dehidrasi oleh karena intake nyang tidak
mencukupi karena seringnya terjadi trismus. 12
Mengatasi Sumbatan Jalan Nafas
Apabila diperlukan jalan nafas buatan dibutuhkan biasanya intubasi endotrakea sulit dilakukan
karena abses dapat menyumbat jalan nafas. Dan apabila jalan nafas berada dalam tanda bahaya
maka memerlukan tindakan seperti trakeostomi. Trakeostomi atau krikotirotomi merupakan cara
untuk mengatasi jalan nafas, dimana setelah 24 jam dilakukan krikotirotomi, dilakukan persiapan
untuk tindakan trakeostomi untuk mencegah komplikasi lanjut pada daerah laring. 13
Pada pasien ini patensi jalan nafas masih dapat dipertahankan, jalan nafas pasien tidak dalam
keadaan berbahaya. Sehingga tidak dilakukan tindakan trakostomi ataupun krikotirotomi. Namun
seiring dengan perjalanan abses leher dalam yang meluas dapat saja mengancam jalan nafas pasien.
Sehingga pada pasien ini juga tetap disiapkan untuk rencana trakeostomi.
Pemberian Antibiotika
Antibiotika parenteral diberikan terhadap kuman aerob dan anaerob. Penentuan antibiotik yang
digunakan tergantung hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi.
Selama menunggu hasil pemeriksaan laboratorium pengobatan tetap harus segera diberikan.
Sementara menunggu hasil kultur dapat diberikan kombinasi antibiotik untuk kuman aerob dan
anerob. Ampisilin sulbaktam, amoksisilin asam klavulanat, klindamisin atau sefalosporin
generasi kedua atau ketiga. Untuk mengatasi kuman anaerob diberikan metronidazol. Dan
biasanya penggantian antibiotika dilakukan bila tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 2-3 hari dan
antibiotika dihentikan sesudah 2-3 hari gejala dan tanda klinik reda.14
Berdasarkan, penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (2008), kombinasi antibiotik pada abses
leher dalam yaitu : kombinasi penisilin G, klindamisin, gentamisin ; kombinasi ceftriaxone dan
metronidazole; kombinasi cefuroxime dan lindamisin ; kombinasi penisilin dan metronidazole;
dimana masing- masing memiliki angka keberhasilan sebesar : 67,4% , 76,4%, 70,8%, dan 61,9%.
14
Pada pasien ini diberidan metronidazole yang memiliki tingkat persentasi keberhasilan tertinggi
diantara kombinasi antibitok lain . Kombinasi antibiotik ceftriaxone dengan dosis 2 gram/hari, yang
merupakan antibiotik sefalosporin generasi ke tiga sebagai antibiotik sepektrum luas untuk
mengatas kuman aerob, gram negatif maupun gram positif. Selain itu juga pemberian antibiotik
metronidazol 3 x 500 mg pada pasien ini untuk mengatasi kuman anaerob.
Tindakan insisi dan eksplorasi abses pada pasien merupakan suatu tindakan invasif yang dapat
menimbulkan tekanan atau stress fisik pada pasien. Stress pada pasien DM dapat memicu
peningkatan kadar glukosa darah. Pasien DM tipe 2 yang akan menjalani insisi dan eksplorasi abses
atau tindakan bedah minor umumnya ditatalaksana berdasarkan obat yang biasa digunakannya,
kadar glukosa darah, lamanya prosedur bedah, dan tersedianya tenaga ahli. Kadar glukosa darah
harus dimonitor sebelum dan segera sesudah operasi pada semua pasien DM. Kadar glukosa darah
perioperatif sebaiknya antara 120-180 mg/dl.15
4. PLANNING
O2 Mask NRM 6 lpm
IVFD RL 20 tpm
inj. Santagesik 1 amp
inj. Ranitidine 1 amp
inj. Ceftriaxone 2x 1 gr
inf. Metronidazole 3x500 mg
inj. Novorapid 2x4U
rujuk Sp.THT pro insisi drainase abses
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lee YQ, Kanagalingam J. 2011. Bacteriology of deep neck abscesses : a
retrospective review of 96 consecutive cases. Singapore Med J. 52(5) : 351 -
355.
2. Anatomi fasia leher
3. Pulungan 2011
4. Parhiscar A, Har – El G. 2001. Deep neck abscess: A retrospective review of
210 cases. Ann otol rhinol laryngol. 110 : 1051 – 4.
5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3451187/pdf/12070_2008_A
rticle_BF02992436.pdf
6. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In:
Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.15th ed.
Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1991:p.234- 41
7. Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan
Tenggorok, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP. Dr.M Djamil Padang & PERHATI-
KL cab Sumbar Padang 2013.
8. Boeies
9. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. Diabetes care 2012;35(supp 1):S64-S71.
10. Schaberg DS, Norwod JM. Case study: infections in diabetes mellitus. Diabetes
spectrum 2002;15(1):37-40.