PENDAHULUAN
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan suatu kondisi yang
mempunyai resiko kematian sebesar 6-10 kali lipat dibandingkan dengan bayi
yang normal (Wiknjosastro, 2014).
Pertumbuhan janin sesuai berat badan lahir bervariasi satu sama lain, dan
berbeda menurut etnik, besar orang tua, dan regional. Pada bayi yang dilahirkan
oleh perempuan yang bertempat tinggal di dataran tinggi lebih kecil dibandingkan
bayi yang dilahirkan oleh perempuan yang hidup di dataran yang sejajar
permukaan laut (Wiknjosastro, 2014, Cunningham, 2013).
Insidensi kasus pertumbuhan janin terhambat diestimasikan sekitar 5-7%
pada kehamilan (Militello, 2009). Pertumbuhan janin terhambat telah diakui
merupakan penyebab nomor dua paling penting dari bayi dengan berat lahir
rendah, setelah masalah prematuritas (Lin C, 1984).
Bayi dengan riwayat pertumbuhan janin terhambat memiliki angka
mortalitas bayi berusia satu tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang normal. Resiko kematian dan kecacatan neonatal meningkat pada janin
dengan hambatan pertumbuhan, dan bervariasi sesuai dengan usia kehamilan.
Mortalitas meningkat tiga kali lipat pada usia kehamilan 26 minggu dibandingkan
dengan peningkatan risiko pada usia kehamilan 40 minggu yang sebesar 1,13 kali
lipat (Lin C, 1984, Lausman, 2012, Cunningham, 2013). Penyakit vaskular pada
kehamilan, misalnya hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal merupakan
penyebab paling umum pertumbuhan janin terhambat di negara-negara
berkembang (Militello, 2009).
1
BAB II
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT
2.1 Definisi
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau intrauterine growth
restriction (IUGR) merupakan kegagalan pertumbuhan janin untuk
mencapai potensial pertumbuhannya, yang biasanya ditandai dengan
estimasi berat janin yang berada di bawah persentil ke-10 (Wiknjosastro,
2014, Lin C, 1984, Militello, 2009).
Gambar 2.1 Grafik pertumbuhan janin menurut populasi sesuai
Pada perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) ratarata atau rendah, penambahan berat badan yang sedikit selama
kehamilan dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.
Kekurangan penambahan berat badan pada trimester kedua
berdampak pada penurunan berat badan lahir. Gangguan pola
makan juga dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan janin
terhambat hingga sembilan kali lipat.
d. Anemia
Beberapa anemia bawaan semisal sickle-cell dapat
menyebabkan
pertumbuhan
janin
terhambat.
Selain
itu,
janin
37
minggu.
Kelainan
menyebabkan
pertumbuhan
mempengaruhi
vaskularisasi
janin
pada
pada
vaskular
terhambat
plasenta
dapat
dengan
dan
dapat
dengan
menyebabkan
sitolisis
langsung
dan
insufisiensi
pembuluh
vaskular
darah
kecil,
dengan
dan
cara
juga
merusak
mengurangi
dibandingkan
(Cunningham, 2013).
dengan
bayi
tunggal
yang
normal
Grup B (5-10%)
(Kombinasi efek
janin dan maternal)
- Malnutrisi berat
- Obat-obatan
- Rokok, alkohol
Grup C (30-35%)
Disfungsi plaasenta dan
penyakit maternal)
- Hipertensi,
preeklampsia
- Penyakit ginjal
- Anemia (sickle cell)
- Infark plasenta
- Kehamilan ganda
Grup D (40%)
Etiologi tidak diketahui
infeksi
intrauterin,
efek
teratogenik,
malformasi
kongenital.
plasenta. Fase pertama yaitu fase hiperplasia seluler. Fase kedua yaitu fase
hiperplasia bersama hipertrofi seluler, dan fase ketiga merupakan fase
10
11
12
pengukuran
pertumbuhan
fundus
uterus
selama
kehamilan
akan
amnion,
arteri
umbilikal
yang
abnormal,
dan
kegagalan
klinik
awal
pertumbuhan
janin
terhambat
dapat
13
14
kedua
telah
terbukti
(Lausman,
2012).
Sebaiknya
pada
pertumbuhan
janin
terhambat
terdapat
15
Pemeriksaan
doppler
tambahan
dilakukan
apabila
16
kemungkinan
penyebabnya
yaitu
insufisiensi
plasenta.
17
2.6 Penatalaksanaan
Pada pertumbuhan janin terhambat tanpa disertai komplikasi yang
disebabkan oleh insufisiensi plasenta, tidak ada penatalaksanaan
farmakologi yang terbukti bermanfaat (Wiknjosastro, 2014, Lausman,
2012).
Saat dugaan pertumbuhan janin terhambat didapatkan, berbagai
upaya harus dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis, menilai kondisi
janin, dan mengevaluasi kelainan-kelainan yang ada pada janin yang
direncanakan akan dilahirkan melalui persalinan pervaginam ataupun
seksio sesarea (Cunningham, 2013, Lausman, 2012).
Profil biofisik akan membantu menentukan kapan melakukan
terminasi kehamilan dengan seksio sesarea atau persalinan pervaginam.
Profil biofisik merupakan metode untuk menilai kondisi janin dengan
asfiksia dan/atau hipoksia. Profil biofisik didasarkan pada 5 variabel,
yaitu : nafas janin, gerak janin, tonus otot janin, uji nonstres pada janin,
dan penilaian volume cairan amnion. Tiap variabel bernilai 2 point jika
ada, dan 0 point jika tidak ada. Sebagai metode untuk menilai kesehatan
janin, profil biofisik hampir selalu dievaluasi pada kehamilan menjelang
aterm. Skor maksimum pada profil biofisik ialah 10 yang menandakan
janin masih baik. Jika hasil penilaian ditemukan <6, maka dapat dicurigai
adanya asidosis, sehingga sebaiknya dipilih melahirkan dengan seksio
sesarea. Sebaliknya, bila ditemukan 6, maka perlu dipertimbangkan
melahirkan bayi dengan persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2014,
Lausman, 2012).
18
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, et al. Gangguan Pertumbuhan Janin. In:
Obstetri Williams. 2013. Jakarta: EGC. Ed.23. pp: 888-906.
Groom KM, Poppe KK, North RA, McCowan LM. Small-for-gestational-age
infants classified by customized or population birthweight centiles: impact
of gestational age at delivery. Am J Obstet Gynecol. 2007 Sep.
197(3):239.e1-5.
Lausman A, McCarthy F, Melissa W, et al. Screening, Diagnosis, and
Management of Intrauterine Growth Restriction. Journal Obstetry and
Gynaecology Can. 2012. 34(1): 17-28.
Lin C, Evans M. Introduction, Diagnosis and Management. In: Intrauterine
Growth Ratardation: Pathophysiology and Management. 1984. McGrawHill Book Company. pp: 3-254.
Militello M, Pappalardo EM, Ermito S, et al. Obstetric Management of IUGR.
Journal of Prenatal Medicine. 2009 Jan-Mar; 3(1): 6-9.
21