Pada Bagian Ilmu Kesehatan THT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Oleh :
Pembimbing :
Mukosa
Vaskularisasi
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan.Yang utama berasal dari cabang arteri karotiseksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatina superior.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif.Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervusvagus, cabang
dariNervusGlossopharyngeus dan serabut simpatis.Cabang faring dari Nervusvagusberisi
serabut motorik.Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot
faring kecuali m. stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang NervusGlossopharyngeus.
Kelenjar Limfe
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior.Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas.Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir
ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
C. Faringitis Kronis
Definisi
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring
dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik
(granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
Etiologi
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radang kronis
difaring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alcohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat.
Gejala dan tanda
Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik tipe hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. tampak kelenjar limfa di ba"ah mukosa faring dan lateral band mengalami
hiperplasi. $ada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
Dimana gejala awal pasien mengeluh tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk.
Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis
atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering,
rasa tebal pada faring bagian atas serta mulut berbau. Usaha pasien untuk mengeluarkan
sekresi yang melekat terdiri dari usaha untuk membersihkan tenggorokan biasanya
dengan membatukkan. Pada pemeriksaan didapatkan mukosa faring ditutupi oleh lendir
seperti lem dan bila diangkat tampak mukosa kering dan berkerut.
Terapi
Faringitis Kronik Hiperplastik
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat
kumur atau tablet isap. :ika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran. $enyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati
Faringitis Kronik Atrofi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
Komplikasi
Komplikasi infeksi bakteri grup A sreptokokus beta hemolitikus dapat berupa demam
reumatik dan abses peritonsiler. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada faringitis, antara
lain;
1. Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu
sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya
terjadi pada pasien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan
antibiotik, atau adanya paparan baru.
2. Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal
glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, dan abses peritonsil.
3. Komplikasi infeksi mononukleus meliputi; ruptur lien, hepatitis, Guillain Barre
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, b-cell lymphoma, dan
karsinoma nasofaring.
Prognosis
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun sangat penting
untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. Oleh karena itu bila ada
kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antibiotic yang sesuai perlu
diberikan.
1. Kontaklangsungrefluksasamlambungdan pepsin
keesofagusproksimaldansfingteresofagealatas yang berlanjutdengankerusakanmukosa
faring, laring, danparu.
2. Pajananasamesofagus distal akanmenyebabkanterjadinyaspasmebronkus, batuk,
seringmeludah, menyebabkanperubahaninflamasipadalaringdan faring
ManifestasiKlinis
Manifestasiklinis GERD
sangatberfariasidangejalanyaseringsukardibedakandengankelainanfungsional laindaritraktus
gastrointestinal. Gejalarefluksgastroesofagealdapattipikaldanatipikal.
Gejalatipikalatauklasikpada orang dewasaadalah:
Diagnosis
Diagnosis GERDumumnyadidasarkanpadakombinasiriwayatpenyakit, pemeriksaanfisik,
tesdiagnostik yang tepat. Disampingpemeriksaanfisik yang seksama,
beberapapemeriksaanpenunjangdapatdilakukanuntukmenegakkan diagnosis GERD, yaitu:
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri menelan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Telinga
KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan kongenital Bat ear (-), fistula (-), mikrotia Bat ear (-), fistula (-), mikrotia
(-), atresia (-) (-), atresia (-)
Radang, tumor Hiperemis (-), nyeri (-), Hiperemis (-), nyeri (-),
hipertermi (-), oedema (-), hipertermi (-), oedema (-),
massa (-) massa (-)
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Nyeri tarik daun telinga (-) Nyeri tarik daun telinga (-)
Kelainan pre, infra, Fistula (-), Abses (-) Fistula (-), Abses (-)
retroaurikuler Hiperemis (-), Massa (-) Hiperemis (-), Massa (-)
Nyeri tekan (-), Oedema (-) Nyeri tekan (-),Oedema (-)
Region Mastoid Abses (-), Hiperemis (-), Abses (-), Hiperemis (-),
Massa (-), Nyeri tekan (-), Massa (-), Nyeri tekan(-),
Nyeri Ketuk (-), Oedema (-) Nyeri Ketuk (-), Oedema (-)
Liang telinga Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Membran timpani Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Penala
KANAN KIRI
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
KANAN KIRI
Bentuk Normal, deformitas (-)
Tanda peradangan Hiperemis (-), oedema (-), Nyeri tekan (-), massa (-)
Sinus frontalis Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
(Nyeri tekan dan ketuk)
Sinus maksilaris Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
(Nyeri tekan dan ketuk)
Vestibulum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Cavum nasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konka inferior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konkamedius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Meatus nasi medius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus frontalis Tidak ada Tidak ada
(nyeri tekan + nyeri ketuk)
Sinus maksilaris Tidak ada Tidak ada
( nyeri tekan + nyeri ketuk)
Septum nasi Simetris , tidak ada deviasi Simetris, tidak ada deviasi
Rhinopharynx
Tenggorok
Faring
Dinding faring : Hiperemis (+), mukosa granul (+), post nasal drip (-), lendir mucoid
(-)
Arcus : Hiperemis (-), simetris
Tonsil : T1-T1 , tenang, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-)
Uvula : Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-)
Gigi : gigi berlubang (-), karies (-)
Laring
Epiglotis : Dalam batas normal
Plica aryepiglotis : Dalam batas normal
Arytenoids : Udem (+)
Ventricular band : Dalam batas normal
Pita suara : Dalam batas normal
Rima glotis : Dalam batas normal
Sinus piriformis : Dalam batas normal
Kelenjar limfesubmandibula dan cervical : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Endoskopi
RESUME
Anamnesis
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Jayapura dok 2 dengan keluhan nyeri menelan yang
sudah dirasakan ± 1 minggu dan bersifat menetap. Pasien juga mengeluhkan rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan ± 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada
leher sebelah kanan sejak bulan Oktober 2020. Benjolan disertai dengan rasa nyeri, dapat
digerak-gerakan, dan kenyal. Nyeri pada benjolan ini menyebar sampai ke telinga sebelah
kanan pasien ± 2 minggu dan bersifat menetap. Pasien memiliki riwayat sakit maag dari
tahun 2016 sampai sekarang.Pasien masih mengonsumsi obat maag bila maag pasien
kambuh.Keluhan nyeri kepala, demam, batuk, pilek, sesak, mual, muntah di sangkal oleh
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dan kesadaran kompos mentis.
Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan tonsilalingualis membesar, faring terdapat granul
dan hiperemis, folikuleudema (+), granul (+), epiglotis dalam batas normal, dan aritenoid
udem (+).
WORKING DIAGNOSIS :
Dasar diagnosis:
Anamnesis :
Rasa nyeri saat menelan
Nyeri timbul dirasakan saat pasien menelan ludah disertai dengan benjolan pada leher
kanan dan nyeri telinga.
Pemeriksaan Fisik :
Tonsilalingualis membesar
Faring terdapat granul dan hiperemis
Folikuleudema (+), granul (+)
Epiglotis dalam batas normal
Aritenoid udem (+).
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Laryngopharyngeal Reflux
PROGNOSIS
Advitam : Dubia Ad Bonam
Adfungsionam: Dubia Ad Bonam
Adsanationam : Dubia Ad Bonam
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
Cefixime 2x200 mg tab
Ibuprofen 2x400mg tab
Omeprazole 2x20mg tab
Metilprednisolon 3x8mg tab
NON – MEDIKAMENTOSA
Mengurangi makanan atau minuman yang berminyak, pedas, dingin, dan panas
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur untuk mencegah refluks asam darilambung
ke ekstraesofagus
Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karenakeduanya
dapat menimbulkan distensilambung
Menjaga kondisi psikologi supaya tidak terjadi stres, karena perasaan nyeri dadayang
dirasakan bisa terjadi akibat psikologi pasien yang kurangbaik
BAB IV
PEMBAHASAN
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama padamukosa faring
dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik
(granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
Pasien Nn. EHdi diagnosis faringitis kronis e.c. GERD di tegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan
keluhan nyeri menelan yang sudah dirasakan ± 1 minggu dan bersifat menetap. Pasien juga
mengeluhkan rasa ada yang mengganjal di tenggorokan ± 1 minggu. Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan pada leher sebelah kanan sejak bulan Oktober 2020. Benjolan
disertai dengan rasa nyeri, tidak dapat digerak-gerakan dengan konsistensi padat. Nyeri pada
benjolan ini menyebar sampai ke telinga sebelah kanan pasien ± 2 minggu dan bersifat
menetap. Pasien memiliki riwayat sakit maag dari tahun 2016 sampai sekarang. Pasien masih
mengonsumsi obat maag bila maag pasien kambuh. Keluhan nyeri kepala, demam, batuk,
pilek, sesak, mual, muntah di sangkal oleh pasien.
Berdasarkan teori gejala klinis pada faringitis kronis tipe hiperplastik, yaitu terjadi
perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring
dan lateral band mengalami hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior
tidak rata, bergranular.
Pemeriksaan endoskopi pada pasien Nn. EH didapatkan Pada pemeriksaan endoskopi
didapatkan tonsila lingualis membesar, faring terdapat granul dan hiperemis, folikule udema
(+), granul (+), epiglotis dalam batas normal, dan aritenoid udem (+).
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radangkronis
difaring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alkohol, inhalasi
uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
Penatalaksanaan pada pasien dengan faringitis kronis adalah dengan pengobatan
medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan pada adalah
Cefixime 2x200 mg tab, Ibuprofen 2x400mg tab, Omeprazole 2x20mg tab,
danMetilprednisolon 3x8mg tab. Terapi non medikamentosa yang diberikan pada pasien,
yaitu:
Mengurangi makanan atau minuman yang berminyak, pedas, dingin, dan panas
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur untuk mencegah refluks asam dari lambung ke
ekstraesofagus
Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karenakeduanya dapat
menimbulkan distensi lambung
Menjaga kondisi psikologi supaya tidak terjadi stres, karena perasaan nyeri dada yang
dirasakan bisa terjadi akibat psikologi pasien yang kurang baik
Prognosis pada sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun
sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. Oleh karena itu bila
ada kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antibiotik yang tepat harus
diberikan agar mencegah terjadinya infeksi berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmardjono, dan Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil .
Dalam ; Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Kelima. cetakan kelima.
Jakarta ; Balai Penerbit FKUI. 2010 ; hlm 178-179
2. Yunizaf, Mariana. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam ; Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher . Edisi Kelima. Cetakan Kelima. Jakarta ; Balai P enerbit
FKUI. 2010; hlm 252-255
3. Rusmarjono, Soerjadi Kartosoediro. Nyeri Tenggorok (Odinofagia). Dalam ; Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Kelima. Edisi Kelima. Cetakan Kelima.
Jakarta ; Balai P enerbit FKUI. 2010; ; hlm 173-177
4. Adams GL. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam ; Adams GL, Boies
LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT . Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta ; EGC.
2011 ; hlm 320-332, 329-337
5. Makmun, Dadang. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam ; Buku AJar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal. 315-319
6. Yunizag MH dan Iskandar N. Penyakit Refluks Gastroesofagus dengan Manisfestasi
Otolarinologi. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi Keenam. . Jakarta ; Balai Penerbit FKUI. 2017 ; hlm 304-305
7. Heidelbaugh JJ, Nostrant TT, Kim C, Van Harrisn R. Management Of Gastroesophageal
Reflux Disease. American Family Physician 2003 : 68 (7); 1311-17