Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

FARINGITIS KRONIS ET CAUSA GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE


(GERD) PADA PASIEN WANITA DI POLIK THT-KL RSUD DOK II JAYAPURA
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir stase

Pada Bagian Ilmu Kesehatan THT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :

Oryza Ikaningtyas (2019086016331)

Paskalina Joe Ongge (2019086016332)

Pegri Yanti D. Tjanu (2019086016333)

Prisca Valentine Patiung (2019086016335)

Pembimbing :

dr. Rosmini, Sp.THT-KL

dr. Agustina, Sp.THT-KL

SMF ILMU KESEHATAN THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring.Faringitis kronis dapat dipicu


olehbeberapa faktor predisposisi seperti radang kronis di faring seperti rhinitis kronis,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang terbiasa bernapas
melalui mulut karena hidungnya tersumbat. Gastroesofageal reflux disease (GERD)
didefinisikan sebagai peristwa masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara
intermitten pada setiap orang, terutama setelah makan, ditandai oleh aliran retrograd isi
lambung ke dalam esofagus.
Pasien GERD yang datang ke dokter THT sering disertai gejala akibat kelainan jalan
nafas, yaitu laring, faring, dan paru yang merupakan komplikasi refluks sehingga gejala
refluksnya sendiri tidak terdiagnosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corongdengan


bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit.Faring merupakanruang utama
traktusrespiratorius dan traktusdigestivus.Kantong fibromuskuler inimulai dari dasar
tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggivertebra servikalis.
ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismusorofaring, sedangkan dengan laring di
bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14cm. Dinding
faring dibentuk oleh (dari dalam ke luar) selaput lendir, fasiafaringobasiler, pembungkus otot
dan sebagian fasiabukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring

Gambar 1. Rongga Mulut dan Faring


Unsur- unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya.Pada nasofaring karena


fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanyabersilia, sedang epitelnya torak berlapis
yang mengandung sel goblet.Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena
fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletakdalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial.Oleh karena itu dapat
disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

Palut Lendir ( Mucous Blanket)


Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang disap melalui hidung.Dibagian
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai
dengan arah gerak silia ke belakang.Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel
kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap.Palut lendir ini mengandung enzim lyzozyme
yang penting untuk proteksi.
Otot
Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar dan memanjang.Otot-otot yangsirkular
terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior.Otot-otot ini terletak di sebelah
luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian
atasnya dari belakang.Di sebelah depan otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring
dan otot-otot ini dipersarafi oleh nervusvagus.
Gambar 2. Otot-Otot Penyusun Faring

0tot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.stilofaringdan


M.palatofaring.Letak otot-otot ini di sebelah dalam.M.stilofaring gunanya untuk melebarkan
faring dan menarik laring, sedangkan M. palatofaring mempertemukan ismusorofaring dan
menaikkan bagian bawah faring dan laring.Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja
kedua otot ini penting pada waktu menelan.M.stilofaringdipersarafi oleh
nervusglossopharyngeus dan M. palatofaringdipersarafi oleh nervusvagus.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satusarung
fasiadari mukosa yaitu M. levator 'elipalatini, M. tensor veli palatine, M.palatoglosus, M.
palatofaring dan m. azigos uvula. M. levator vela palatine membentuk sebagian besar
palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismusfaring dan memperlebar ostium tuba
Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervusvagus.M. tensor velipalatini membentuk tenda
palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan
membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi olehNervusvagus. M. palatoglosus
membentuk arkus anterior
faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring dan otot ini dipersarafi oleh Nervusvagus. M.
palatofaring membentuk arkus posterior faring otot ini dipersarafi olehNervusvagus.M.
azigos uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas otot ini dipersarafi oleh Nervusvagus.

Vaskularisasi
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan.Yang utama berasal dari cabang arteri karotiseksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatina superior.

Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif.Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervusvagus, cabang
dariNervusGlossopharyngeus dan serabut simpatis.Cabang faring dari Nervusvagusberisi
serabut motorik.Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot
faring kecuali m. stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang NervusGlossopharyngeus.

Kelenjar Limfe
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior.Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofiring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas.Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir
ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Kejadian GERD berkisarantara 7% - 25% per suatupopulasi, dimanasekitar 4%-


10%pasientersebutmencaripengobatanpadaspesialis THTakibatkeluhan yang
dihubungkandengan GERD. Telahdiperkirakanlebihdari 50%pasiendengangangguansuara
yang datangberobatkedokter THT diakibatkanoleh RLF yang merupakanmanifestasiekstra
esophagus dari GERD.
Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas ;
 Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan
resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan in'aginasi
struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas
penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus
glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna
bagian petrosus
os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.
 Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.
 Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah
laring, batas inferior adalah esofagus, batas posterior adalah vertebra servikal. Bila
laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau
dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak
di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk
oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap
sisi. valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets ) , sebab pada beberapa orang, kadang-
kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantile (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan
laring pada tindakan laringoskopi langsung.
B. Fungsi Faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi. Terdapat 3 fase dalam menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan
fase esophageal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini
disengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui
faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal, disini gerakannya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esofagus menuju
lambung. Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot)otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatine
menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. :arak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan ( fold of)
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m,palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan
oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.

C. Faringitis Kronis
 Definisi
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring
dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik
(granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
 Etiologi
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radang kronis
difaring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alcohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat.
 Gejala dan tanda
Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik tipe hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. tampak kelenjar limfa di ba"ah mukosa faring dan lateral band mengalami
hiperplasi. $ada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
Dimana gejala awal pasien mengeluh tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk.
Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis
atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering,
rasa tebal pada faring bagian atas serta mulut berbau. Usaha pasien untuk mengeluarkan
sekresi yang melekat terdiri dari usaha untuk membersihkan tenggorokan biasanya
dengan membatukkan. Pada pemeriksaan didapatkan mukosa faring ditutupi oleh lendir
seperti lem dan bila diangkat tampak mukosa kering dan berkerut.
 Terapi
Faringitis Kronik Hiperplastik
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat
kumur atau tablet isap. :ika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau
ekspektoran. $enyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati
Faringitis Kronik Atrofi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
 Komplikasi
Komplikasi infeksi bakteri grup A sreptokokus beta hemolitikus dapat berupa demam
reumatik dan abses peritonsiler. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada faringitis, antara
lain;
1. Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu
sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya
terjadi pada pasien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan
antibiotik, atau adanya paparan baru.
2. Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal
glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, dan abses peritonsil.
3. Komplikasi infeksi mononukleus meliputi; ruptur lien, hepatitis, Guillain Barre
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, b-cell lymphoma, dan
karsinoma nasofaring.
 Prognosis
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun sangat penting
untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. Oleh karena itu bila ada
kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antibiotic yang sesuai perlu
diberikan.

1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)


 Definisi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang
timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan saluran nafas. Telah diketahui
bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di
esofagus maupun ekstra esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti
striktur, Barret’s esophagus bahkan adenokarsinoma dai kardia dan esofagus.
 Epidemiologi
GERD umumnya ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat, dengan angka
kejadian 10-15% dan umumnya mengenai usia diatas 40 tahun (35%). Hal ini
berhubungan dengan pola konsumsi (kebiasaan diet) masyarakat barat, olahraga, genetik
dan kebiasaan berobat. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara
di Negara-negara non western prevalensinya lebih rendah (1.5 % di Cina dan 2,7% di
Korea). Di Indonesia belum ada dataepidemiologi mengenai penyakit ini, namun divisi
Gastroenterologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani
pemeriksaanendoskopi atas indikasi dyspepsia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
peningkatan kasus GERD dihubungkan dengan peningkatan gejala dan tanda pada laring
dan faring .
 Etiologi
GERD disebabkanoleh proses yang multifaktor. Pada orang dewasa factok-faktor
yang menurunkan tekanan sfingter esophagus bawah sehingga terjadi refluks gastro
esophagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin)alkohol, rokok, kehamilan.
Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat
menyebabkan hipotensi sfingter esophagus bawah sehingga menimbulkan refluks
gastroesofagus.
 Patogenesis
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanantinggi(high pressure  zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter   (LES). Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saatterjadinyaaliranantegrad yang
terjadipadasaatmenelan, ataualiran retrograde yang terjadipadasaatsendawaataumuntah.
Aliranbalikdarigasterke esophagus melalui LES hanyaterjadiapabila tonus
LEStidakadaatausangatrendah (<3mmHg) tekanan LES padaindividu normal 25-35 mmHg.
GERD terjadimelalui 3 mekanismeyaitu:
1. Refluksspontanpadasaatrelsaatrelaksasi LES yang tidakadekuat.
2. Aliran retrograde yanrade yang mendahuluikembalinya tonus LES setelahmenelan.
3. Meningkatnyatekananintraabdomen.

LES menyebabkantimbulnyareflukslnyarefluks retrograde


padasaatterjaditerjadinyapeningkatantekananintraabdomen. Faktor-faktor yang
dapatmenurunkan tonus LES diantaranyaadalah:

a. Adanya hiatus hernia (dapatmemperpanjangwaktu yang


dibutuhkanuntuk bersihanasamhari esophagus sertamenurunkan tonus LES).
b. Panjang LES (makinpendek LES, makinrendahtonusnya)
c. Obat-obatansepertiantikolinergik, beta adrenergic, theofilin, opiate dan lain-lain
d. Faktor hormonal (selamakehamilan, peningkatankadarprogesterondapatmenurunkan
tonus LES)

Duamekanisme yang dianggapsebagaipenyebabrefluksEkstraesofagusakibat GERD ialah:

1. Kontaklangsungrefluksasamlambungdan pepsin
keesofagusproksimaldansfingteresofagealatas yang berlanjutdengankerusakanmukosa
faring, laring, danparu.
2. Pajananasamesofagus distal akanmenyebabkanterjadinyaspasmebronkus, batuk,
seringmeludah, menyebabkanperubahaninflamasipadalaringdan faring
 ManifestasiKlinis

Manifestasiklinis GERD
sangatberfariasidangejalanyaseringsukardibedakandengankelainanfungsional laindaritraktus
gastrointestinal. Gejalarefluksgastroesofagealdapattipikaldanatipikal.
Gejalatipikalatauklasikpada orang dewasaadalah:

1. Rasa nyeri/tidakenak di epigastrium atau retrosternal bagianbawah. Rasa


nyeriinibiasanya di deskripsikansebagai rasa panas di dada yang terjadisetelahmakan
(postprandial heart burn) rasa
terbakar/panasmenjalarkeatassampaitenggorokataumulut 1-2 jam
setelahmakanatausetelahmengangkat  beratatauposisimembungkuk. Rasa
nyeri/panasinikadang-kadangbercampurdengangejaladisfagia
(kesulitanmenelanmenelanmakanan)mualatauregurgitasidan rasa pahit di lidah.
Odinofagia (rasa sakitpadasaatmenelanmakanan) bias timbuljikasudahterjadiulserasi
esophagus yang berat.
2. Regurgitasiisilambungsecaraspontanke esophagus ataumulut.
Bilakeduagejalaterjadibersamaan, diagnosis PRGE dapatditegakkanlebiihdari 90%.

Gejalaatipikalmerupakanmanifestasidarirefluksekstra esophagus, termasuk  nyeri dada non-


kardiak (non-cardiac chest pain)asma, bronchitis, batukkronik  (yang disebabanolehaspirasi)
pneumonia rekuren, suaraserak, laryngitis posterior  kronik, sensasisukarmenelan, otalgia,
sariawan,cegukandanerosi email gigi.

 Diagnosis

Diagnosis GERDumumnyadidasarkanpadakombinasiriwayatpenyakit, pemeriksaanfisik,
tesdiagnostik yang tepat. Disampingpemeriksaanfisik yang seksama,
beberapapemeriksaanpenunjangdapatdilakukanuntukmenegakkan diagnosis GERD, yaitu:

1. Endoskopisalurancernabagianatas, merupakanstandarbakuuntuk  diagnosis


GERDdenganditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitisrefluks)
2. Esofagografidengan Barium.
3. Pemantauan pH esofagusbagian distal selama 24 jam.
4. TesBernestein.
5. ManometriEsofagus.
 Penatalaksanaan
Padaprinsipnyapenatalaksanaan GERDterdiridarimodifikasigayahidup, terapimedikamentosa,
terapibedahsertaterapiendoskopik. Tujuan penatalaksanaanadalahmenghilangkangejala,
menyembuhkankerusakanmukosa, mengatasigejala, danmencegahremisigejala. Hal-hal yang
perludilakukandalammodifikasigayahidupadalah:meninggikanposisikepalapadasaattidursekitar
10-20 cm sertamenghindarimakansebelumtidur, berhentimerokokdanmengkonsumsialkohol,
mengurangimakananberlemaksertamengurangijumlahmakanan, menurunkanberatbadan,
danmenghindarimakanan/minumanseperticoklat, teh, peppermint, kopi sertaobat-obatan yang
dapatmenurunkan tonus sfingteresofagusbawahseperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat,
antagoniskalsium, danagonis beta adrenergik.
TerapifarmakologikterdiridariProton-Pump Inhibitor (Omeprazole, Lansoprazole) yang
efektifmenurunkansekresiasam, obat-obatsitoprotektif  (Antasida, Sukralfat) yang
berfungsimenetralkanasamlambung, obatprokinetik  (Metoclopramide, Cisapride) yang
mempercepatpengosonganlambungdanmemperkuat LES, sertaantagonisreseptorH₂
(Cimetidine, Ranitidine, Famotidine) yang berfungsimengurangiasamlambung. Terapibedah
yang dapatdilakukanadalah Laparoscopic Nissen Fundoplicationsertaterapiendoskopi.
 Komplokasi
GERDdapatmerupakanfaktorpencetusmunculnyapenyakitsepertifaringitis, sinusitis,asma,
pneumonia, batuk di malamhari, penyakitgigidankeganasanlaring. Ialahsatukomplikasiyang
patutdiwaspadaidanmengancamnyawaadalah stenosis laring. Riwayat GERD ditemukanpada
75%pasien stenosis laringdantrakea.
 Prognosis
Angkakeberhasilanterapicukuptinggibahkansampai 90%,
dengancatatanterapiharusdiikutidenganmodifikasi diet yang ketatdangayahidup. Dari
salahsatukepustakaanmenyebutkanangkakeberhasilanpadapasiendenganlaryngitis  posteriorbera
posterior beratsekitar 83% setelahdiberikanterapi 6 minggudenganomeprazol. Sekitar
79%kasusalamikekambuhansetelahberhentiberobat,sedangkan
prognosiskeberhasilandenganmenggunakanLanzoprazole 30mg 2 kali sehariselama
8minggumemberikanangkakeberhasilan 86%.
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn.EH Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 29 Tahun Kebangsaan : Indonesia

Status Pernikahan : Belum Menikah Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Wiraswasta Suku : Batak

Alamat : Abepura Tanggal Anamnesis : 25/03/2021

ANAMNESIS

Diambil dari : Autoamnesis


Tanggal : 25-03-2021 Jam :14.00 WIT

Keluhan utama :

Nyeri menelan

Riwayat perjalanan penyakit (RPS):


Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Jayapura dok 2 dengan keluhan nyeri menelan yang
sudah dirasakan ± 1 minggu dan bersifat menetap. Pasien juga mengeluhkan rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan ± 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada
leher sebelah kanan sejak bulan Oktober 2020. Benjolan disertai dengan rasa nyeri, tidak
dapat digerak-gerakan dengan konsistensi padat. Nyeri pada benjolan ini menyebar sampai ke
telinga sebelah kanan pasien ± 2 minggu dan bersifat menetap.Pasien memiliki riwayat sakit
maag dari tahun 2016 sampai sekarang.Pasien masih mengonsumsi obat maag bila maag
pasien kambuh.Keluhan nyeri kepala, demam, batuk, pilek, sesak, mual, muntah di sangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Riwayat alergi : Alergi terhadap cuaca dingin


Riwayat trauma : Tidak ada
Riwayat penyakit : Sinusitis tahun 2014

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan Darah : 118/62 mmHg
Denyut Nadi : 92x/menit

Telinga

KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan kongenital Bat ear (-), fistula (-), mikrotia Bat ear (-), fistula (-), mikrotia
(-), atresia (-) (-), atresia (-)
Radang, tumor Hiperemis (-), nyeri (-), Hiperemis (-), nyeri (-),
hipertermi (-), oedema (-), hipertermi (-), oedema (-),
massa (-) massa (-)
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan daun telinga Nyeri tarik daun telinga (-) Nyeri tarik daun telinga (-)
Kelainan pre, infra, Fistula (-), Abses (-) Fistula (-), Abses (-)
retroaurikuler Hiperemis (-), Massa (-) Hiperemis (-), Massa (-)
Nyeri tekan (-), Oedema (-) Nyeri tekan (-),Oedema (-)
Region Mastoid Abses (-), Hiperemis (-), Abses (-), Hiperemis (-),
Massa (-), Nyeri tekan (-), Massa (-), Nyeri tekan(-),
Nyeri Ketuk (-), Oedema (-) Nyeri Ketuk (-), Oedema (-)
Liang telinga Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Membran timpani Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Penala

KANAN KIRI
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung

KANAN KIRI
Bentuk Normal, deformitas (-)
Tanda peradangan Hiperemis (-), oedema (-), Nyeri tekan (-), massa (-)
Sinus frontalis Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
(Nyeri tekan dan ketuk)
Sinus maksilaris Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
(Nyeri tekan dan ketuk)
Vestibulum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Cavum nasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konka inferior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konkamedius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Meatus nasi medius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus frontalis Tidak ada Tidak ada
(nyeri tekan + nyeri ketuk)
Sinus maksilaris Tidak ada Tidak ada
( nyeri tekan + nyeri ketuk)
Septum nasi Simetris , tidak ada deviasi Simetris, tidak ada deviasi

Rhinopharynx

 Koana : Tidak dilakukan


 Septum nasi posterior : Tidak dilakukan
 Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan
 Tuba eustachius : Tidak dilakukan
 Torus tubarius : Tidak dilakukan
 Post nasal drip : Tidak dilakukan

Tenggorok
Faring
 Dinding faring : Hiperemis (+), mukosa granul (+), post nasal drip (-), lendir mucoid
(-)
 Arcus : Hiperemis (-), simetris
 Tonsil : T1-T1 , tenang, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-)
 Uvula : Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-)
 Gigi : gigi berlubang (-), karies (-)

Laring
 Epiglotis : Dalam batas normal
 Plica aryepiglotis : Dalam batas normal
 Arytenoids : Udem (+)
 Ventricular band : Dalam batas normal
 Pita suara : Dalam batas normal
 Rima glotis : Dalam batas normal
 Sinus piriformis : Dalam batas normal
 Kelenjar limfesubmandibula dan cervical : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Endoskopi

RESUME

Anamnesis

Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Jayapura dok 2 dengan keluhan nyeri menelan yang
sudah dirasakan ± 1 minggu dan bersifat menetap. Pasien juga mengeluhkan rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan ± 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada
leher sebelah kanan sejak bulan Oktober 2020. Benjolan disertai dengan rasa nyeri, dapat
digerak-gerakan, dan kenyal. Nyeri pada benjolan ini menyebar sampai ke telinga sebelah
kanan pasien ± 2 minggu dan bersifat menetap. Pasien memiliki riwayat sakit maag dari
tahun 2016 sampai sekarang.Pasien masih mengonsumsi obat maag bila maag pasien
kambuh.Keluhan nyeri kepala, demam, batuk, pilek, sesak, mual, muntah di sangkal oleh
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dan kesadaran kompos mentis.
Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan tonsilalingualis membesar, faring terdapat granul
dan hiperemis, folikuleudema (+), granul (+), epiglotis dalam batas normal, dan aritenoid
udem (+).

WORKING DIAGNOSIS :

Faringitis Kronis ec. GERD

Dasar diagnosis:
Anamnesis :
 Rasa nyeri saat menelan
 Nyeri timbul dirasakan saat pasien menelan ludah disertai dengan benjolan pada leher
kanan dan nyeri telinga.

Pemeriksaan Fisik :
 Tonsilalingualis membesar
 Faring terdapat granul dan hiperemis
 Folikuleudema (+), granul (+)
 Epiglotis dalam batas normal
 Aritenoid udem (+).

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
 Laryngopharyngeal Reflux

PROGNOSIS
Advitam : Dubia Ad Bonam
Adfungsionam: Dubia Ad Bonam
Adsanationam : Dubia Ad Bonam

PENATALAKSANAAN

MEDIKAMENTOSA
 Cefixime 2x200 mg tab
 Ibuprofen 2x400mg tab
 Omeprazole 2x20mg tab
 Metilprednisolon 3x8mg tab

NON – MEDIKAMENTOSA
 Mengurangi makanan atau minuman yang berminyak, pedas, dingin, dan panas
 Meninggikan posisi kepala pada saat tidur untuk mencegah refluks asam darilambung
ke ekstraesofagus
 Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karenakeduanya
dapat menimbulkan distensilambung
 Menjaga kondisi psikologi supaya tidak terjadi stres, karena perasaan nyeri dadayang
dirasakan bisa terjadi akibat psikologi pasien yang kurangbaik

BAB IV
PEMBAHASAN
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama padamukosa faring
dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik
(granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
Pasien Nn. EHdi diagnosis faringitis kronis e.c. GERD di tegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan
keluhan nyeri menelan yang sudah dirasakan ± 1 minggu dan bersifat menetap. Pasien juga
mengeluhkan rasa ada yang mengganjal di tenggorokan ± 1 minggu. Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan pada leher sebelah kanan sejak bulan Oktober 2020. Benjolan
disertai dengan rasa nyeri, tidak dapat digerak-gerakan dengan konsistensi padat. Nyeri pada
benjolan ini menyebar sampai ke telinga sebelah kanan pasien ± 2 minggu dan bersifat
menetap. Pasien memiliki riwayat sakit maag dari tahun 2016 sampai sekarang. Pasien masih
mengonsumsi obat maag bila maag pasien kambuh. Keluhan nyeri kepala, demam, batuk,
pilek, sesak, mual, muntah di sangkal oleh pasien.
Berdasarkan teori gejala klinis pada faringitis kronis tipe hiperplastik, yaitu terjadi
perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring
dan lateral band mengalami hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior
tidak rata, bergranular.
Pemeriksaan endoskopi pada pasien Nn. EH didapatkan Pada pemeriksaan endoskopi
didapatkan tonsila lingualis membesar, faring terdapat granul dan hiperemis, folikule udema
(+), granul (+), epiglotis dalam batas normal, dan aritenoid udem (+).
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radangkronis
difaring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alkohol, inhalasi
uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
Penatalaksanaan pada pasien dengan faringitis kronis adalah dengan pengobatan
medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan pada adalah
Cefixime 2x200 mg tab, Ibuprofen 2x400mg tab, Omeprazole 2x20mg tab,
danMetilprednisolon 3x8mg tab. Terapi non medikamentosa yang diberikan pada pasien,
yaitu:
 Mengurangi makanan atau minuman yang berminyak, pedas, dingin, dan panas
 Meninggikan posisi kepala pada saat tidur untuk mencegah refluks asam dari lambung ke
ekstraesofagus
 Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karenakeduanya dapat
menimbulkan distensi lambung
 Menjaga kondisi psikologi supaya tidak terjadi stres, karena perasaan nyeri dada yang
dirasakan bisa terjadi akibat psikologi pasien yang kurang baik
Prognosis pada sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun
sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. Oleh karena itu bila
ada kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antibiotik yang tepat harus
diberikan agar mencegah terjadinya infeksi berulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmardjono, dan Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil .
Dalam ; Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Kelima. cetakan kelima.
Jakarta ; Balai Penerbit FKUI. 2010 ; hlm 178-179
2. Yunizaf, Mariana. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam ; Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher . Edisi Kelima. Cetakan Kelima. Jakarta ; Balai P enerbit
FKUI. 2010; hlm 252-255
3. Rusmarjono, Soerjadi Kartosoediro. Nyeri Tenggorok (Odinofagia). Dalam ; Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin :, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Kelima. Edisi Kelima. Cetakan Kelima.
Jakarta ; Balai P enerbit FKUI. 2010; ; hlm 173-177
4. Adams GL. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam ; Adams GL, Boies
LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT . Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta ; EGC.
2011 ; hlm 320-332, 329-337
5. Makmun, Dadang. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam ; Buku AJar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal. 315-319
6. Yunizag MH dan Iskandar N. Penyakit Refluks Gastroesofagus dengan Manisfestasi
Otolarinologi. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi Keenam. . Jakarta ; Balai Penerbit FKUI. 2017 ; hlm 304-305
7. Heidelbaugh JJ, Nostrant TT, Kim C, Van Harrisn R. Management Of Gastroesophageal
Reflux Disease. American Family Physician 2003 : 68 (7); 1311-17

Anda mungkin juga menyukai