Oleh :
Pembimbing :
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara
tergantung pada kemapuan mendengar.
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis
media supuratif (otitis media supuratif akut dan otitis media supuratif kronis) dan otitis media
non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otits media musinosa, dan otitis
media efusi/OME). Otitis media supuratif akut (OMSA) terjadi dalam waktu kurang dari 3
minggu.
Otitis media akut merupakan radang infeksi atau inflamasi pada telinga tengah oleh
bakteri atau virus dengan gejala klinik nyeri telinga, demam, bahkan hingga hilangnya
pendengaran, tinnitus dan vertigo.
Pada tahun 2010 WHO mendapatkan data sekitar 1045 orang setiap bulan datang ke
dokter THT untuk memeriksa peradangan pada telinga tengahnya, sedangkan di Indonesia
tercatat 65 orang perbulan datang untuk melakukan pemeriksaan dengan keluhan pada telinga
tengahnya.
Penyebab utama OMA adalah invasi bakteri piogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya adalah steril. Bakteri tersering penyebab OMA diantaranya Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pnemokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Haemofilus influenza, Escherichia coli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aurogenosa. Haemofilus influenza sering ditemukan pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Infeksi saluran napas atas yang berulang dan disfungsi tuba eustachii juga
menjadi penyebab terjadinya OMA pada anak dan dewasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga tengah berbentuk
kubus dengan perbatasan :
Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C)
Kartilago aurikular(Dhingra, 2014)
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut
atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.
Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa(Dhingra, 2014)
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
2.3 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media. Otitis media akut merupakan inflamasi pada
telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama.
Otitis Media
OMA lebih sering terjadi pada anak-anak yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti posisi tuba Eustachius yang pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal. Dan OMA juga lebih sering terjadi pada anak-anak yang sering terserang
ISPA.
2.4 Epidemiologi
OMA merupakan salah satu penyakit paling sering pada usia anak-anak. Satu
dari tiga kunjungan ke dokter akibat penyakit didiagnosis sebagai otitis media dan
hampir 75% kunjungan follow-up untuk otitis media. Sekitar 19% sampai 62% anak-
anak mengalami setidaknya 1 kali kejadian otitis media dalam 1 tahun usianya dan
sebanyak 85% mengalami 1 kali dalam 3 tahun usianya. Insiden paling tinggi pada
setengah tahun kedua dari usia pertama kelahirannya. Hingga usia 2 tahun, 70% dari
seluruh anak telah mengalami setidaknya 1 episode Otitis Media akut, dan sekitar 5 –
15% dari anak – anak tersebut mengalami 4 atau lebih episode setiap tahunnya.
Pada tahun 2010 WHO mendapatkan data sekitar 1045 orang setiap bulan
datang ke dokter THT untuk memeriksa peradangan pada telinga tengahnya,
sedangkan di Indonesia tercatat 65 orang perbulan datang untuk melakukan
pemeriksaan dengan keluhan pada telinga tengahnya.
2.5 Etiologi
Kuman penyebab utama dari OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus selain itu juga kadang-kadang
ditemukan Hemofilus influenza, Eschericia colli, Streptokokus anhemolitikus,
Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Pada anak yang berusia di bawah 5
tahun Hemofillus influenza lebih sering ditemukan.
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA
pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak
matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status
imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-
laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native
American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi
juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang
terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga
mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan
tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita
OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih
signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA
juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah
terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita
penyakit telinga tengah. Infeksi saluran napas atas yang berulang (baik bakteri atau
virus) dan disfungsi tuba eustachii menjadi penyebab terjadinya OMA pada anak dan
dewasa.
2.7 Patofisiologi
Patofisiologi dari OMA dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa
telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat
disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh
turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila
terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah
berupa Otitis Media Akut (OMA).
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius
sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusanya adalah infeksi saluran
nafas atas. Infeksi saluran nafas bagian atas menyebabkan penyumbatan pada tuba
eustachius sehingga terjadi gangguan ventilasi tuba yang menyebabkan terjadinya
tekanan negative pada telinga tengah akibat absorpsi udara oleh mukosa telinga
tengah, yang menyebabkan retraksi dari membran timpani lalu terjadi pula respon
inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di membrane timpani,
protein plasma keluar dan terkumpulnya cairan yang menyebabkan efusi serta
edema dan selanjutnya bila fungsi tuba tetap terganggu dan adanya infiltrasi kuman
pathogen dari nasofaring dan rongga hidung akan menimbulkan supurasi. Akumulasi
cairan yang terus menerus menyebabkan membrane timpani menonjol lama
kelamaan membrane timpani bisa perforasi.
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran
berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan
demam, anak gelisah dan sulit tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang
telinga yang sakit. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga
tengah terdiri dari:
A. Stadium Supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum
timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-
kapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis
pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat
sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Di
tempat ini akan terjadi rupture.
Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen
B. Stadium perforasi
C. Stadium resolusi
2.9 Diagnosis
Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
A. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
B. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
C. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung pada stadium dan
usia pasien. Pada umunya anak-anak dengan OMA mengeluhkan rasa nyeri pada
telinga dan disertai adanya demam. Biasanya terdapat riwayat infeksi saluran napas
atas sebelumnya. Keluhan yang dirasakan oleh orang dewasa dapat berupa nyeri
telinga, gangguan pendengaran dan terasa penuh pada telinga. Gejala sulit tidur,
diare, demam tinggi, gelisah, dan sering memegang telinga adalah gejala khas yang
dapat ditemukan pada bayi dengan OMA.
Otitis media akut dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Beberapa teknik
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan otoskop, otoskop
pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis. Dengan menggunakan otoskop dapat
dilihat adanya perubahan warna pada membran timpani, penonjolan (bulging)
membran timpani dan sekret yang berada di liang telinga. Apabila diperlukan
konfirmasi dari hasil pemeriksaan otoskop, maka dilakukan pemeriksaan dengan
otoskop pneumatik. Otoskop pneumatik dapat digunakan untuk menilai gerakan
membran timpani. Selain dengan menggunakan otoskop pneumatik, timpanometri
juga dapat digunakan untuk menilai secara objektif pergerakan membran timpani.
Perbedaan Antara Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media Dengan Efusi
2.11 Penatalaksanaan
A. Stadium oklusi
B. Stadium hiperemis
Pada stadium ini diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetika.
Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin dan
ampisilin. Pemberian antibiotic dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Pada anak-
anak, ampisilin diberikan 50 – 100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis,
atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari.
C. Stadium supurasi
Selain pemberian antibiotic, decongestan, dan analgetik, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringiotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
D. Stadium perforasi
Pada stadium ini sering terlihat banyak sekret yang keluar dan kadang
terlihat secret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta antibiotik yang
adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7 -10 hari.
E. Stadium resolusi
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah lebih
dari 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila
perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 1 setengah bulan maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Entrop
No.RM : 18 23 64
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Pasien datang ke poli THT RSUD Dok II Jayapura dengan keluhan nyeri
telinga kiri berdenyut sejak ±1minggu sebeleum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan seperti di tusuk tusuk. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan telinga terasa penuh serta penurunan fungsi pendengaran sejak ±
3 hari bersamaan dengan awal nyeri telinga, Cairan yang keluar dari telinga (-).
Flu (+) ± 1 minggu. Demam (+) sejak ± 1 hari lalu sebelum pasien dating ke
RS, sakit kepala (-), pusing (-) gatal (-), batuk (-), Sebelumnya pasien belum
pernah mengalami nyeri serupa.
Pasien merupakan seorang mahasiswa dan tinggal Bersama kedua orang tua.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 128/83 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,3 0C
Nadi : 136 x/menit
a. Satus Generalis
1. Kepala : DBN.
2. Mata :DBN
3. Pemeriksaan Leher DBN
4. Pemeriksaan Thorax
Jantung : DBN
Paru : DBN
5. Pemeriksaan Abdomen : DBN
6. Pemeriksaan Ekstremitas : DBN
b. Pemeriksaan THT
Organ Dextra Sinistra
A. Telinga
Preaurikular
1. Kel - -
ainan congenital - -
2. Ra - -
dang dan tumor
3. Tra
uma
Auricula
4. Kel - -
ainan congenital - -
5. Ra - -
dang dan tumor
6. Tra
uma
Retroaurikular
7. Ede - -
m - -
8. Hip - -
eremis - -
9. Nye - -
ri tekan - -
10. Sik
atriks
11. Fist
el
12. Nye
ri tekan tragus
Kanalis Akustikus
Eksterna
13. Kelainan congenital - -
14. Kulit Tenang Tenang
15. Secret - -
16. Serumen - -
17. Edem - -
18. Jaringan granulasi - -
19. Mas - -
sa - -
20. Cholesteatoma
Membran timpani
21. Warna Keabu-abuan, hiperemis
mengkilat
22. Refl + +
ek cahaya - +
23. Ede - +
m - -
24. Hip - +
eremis - -
25. Retr - -
aksi - +
26. Bul
ging
27. Perf
orasi
28. Bul
a
29. Sekret
Gambar Otoendoskopi Telinga Kiri Pasien
D. Diagnosis kerja
Otitis media supuratif akut stadium supuratif auris sinistra
E. Diagnosis banding
Otitis eksterna sirkumkripta
Otitis media supuratif akut stadium oklusi tuba
Otitis media efusi
F. Terapi
Ciprofoxasin tab 2 x 500 mg
Cetirizine tab 2 x 10 mg
Natrium diklofenak tab 2 x 50 mg
Metil prednisolone tab 3 x 4 mg
G. Follow Up
Tanggal 31/ 05 / 2021 (kontrol, Kembali di poli THT)
1) Anamnesa
Pasien masih mengeluhkan telinga berdenging (+), rasa berdenyut (+),
penurunan pendengaran (+), nyeri kepala (+), pusing (-)
2) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 128/83 mmHg
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3 0C
Nadi : 100 x/menit
3) Status Generalis (DBN)
Kepala : DBN
Mata : DBN
Pemeriksaan Leher : DBN
Pemeriksaan Thorax
- Jantung : DBN
- Paru : DBN
Pemeriksaan Abdomen : DBN
Pemeriksaan Ekstremitas : DBN
4) Pemeriksaan THT
5) Diagnosis kerja
Otitis media supuratif akut stadium hiperemis auris sinistra
6) Terapi
Ciprofoxasin tab 2 x 500 mg
Natrium diklofenak tab 2 x 50 mg
Metil prednisolone tab 3 x 4 mg
Cetirizin tab 2 x 10 mg
7) Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada stadium supuratif, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen
di cavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi meningkat dan suhu tubuh
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di
cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, kemudian timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil serta
nekrosis pada mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani
terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Di tempat ini akan terjadi rupture.
Pada kasus pasien mengeluhkan nyeri telinga kiri berdenyut sejak ±1minggu.
Nyeri dirasakan seperti berdenyut. Nyeri dirasakan terus-menerus. Pasien juga
mengeluhkan telinga terasa penuh serta penurunan fungsi pendengaran sejak ± 3
hari bersamaan dengan awal nyeri telinga, Cairan yang keluar dari telinga (-).
Flu (+) ± 1 minggu. Demam (+) sejak ± 1 hari lalu. sakit kepala (-), pusing (-)
gatal (-), batuk (-), Sebelumnya pasien belum pernah mengalami nyeri serupa.
Dari hasil anamesis didapatkan nyeri yang disebabkan reaksi radang pada
telinga tengah. Infeksi pada telinga tengah dengan tanda dan gejala lokal maupun
sistemik yang disebabkan oleh ganguan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius (sumber utama) dan antibodi. Pada pasien didapatkan riwayat pilek
(ISPA). Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi tersebut masuk melalui tuba
eustachius ke telinga. Sehingga terjadi proses radang dan merangsang reseptor
nyeri sehingga muncul nyeri akut.
PENUTUP
Diagnosa pada kasus ini sudah tepat yaitu otitis media supuratif akut
stadium supuratif auris sinistra. Dari anamnesa didapatkan keluhan nyeri telinga
kiri. telinga terasa penuh serta penurunan fungsi pendengaran, flu (+) Demam
(+). Dari Pemeriksaan fisik dengan menggunakan otoskop didapatkan membran
timpani hiperemis, edem dan retraksi disertai adanya bulging.
Faktor resiko terjadinya OMA pada kasus ini yaitu infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA). Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat berdasarkan
stadium penyakit (stadium supuratif). Pasien di terapi dengan antibiotik,
analgesik, dekongestan, dan kortikosteroid. Tujuan pengobatan OMA yaitu
menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi,
pencegahan komplikasi. Antibiotik digunakan dengan tujuan eradikasi
infeksi. Analgesik, dekongestan, dan kortikosteroid digunakan dengan tujuan
menghilangkan tanda dan gejala penyakit. Semuanya ini dimaksudkan
untuk mencegah perkembangan penyakit ke tahap selanjutnya
sehingga mencegah timbulnya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA