Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Oleh :
Tetania Novelasari
NIM I4061202017

Pembimbing :
dr. Eni Nuraeni, M.Kes, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT-KL


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DR SOEDARSO PONTIANAK
2021
Lembar Persetujuan
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :
Otitis Media Supuratif Kronik
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL
RSUD Dr. Soedarso Pontianak

Pontianak, Oktober 2021


Pembimbing Laporan Kasus Penyusun

dr. Eni Nuraeni, M.Kes, Sp. THT-KL Tetania Novelasari

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Otitis Media Supuratif Kronik”. Laporan kasus ini dibuat
sebagai salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik stase ilmu penyakit
THT-KL RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan,


bimbingan serta dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr.
Eni Nuraeni, M.Kes, Sp. THT-KL selaku pembimbing laporan kasus di SMF
Ilmu Penyakit THT-KL RSUD dr. Soedarso Pontianak yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan, kritik, serta saran yang membangun. Tidak lupa rasa
terima kasih juga kami ucapkan kepada para tenaga medis dan karyawan yang
telah membantu selama kami mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu
Penyakit THT-KL RSUD RSUD dr. Soedarso Pontianak dan juga berbagai
pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan,


maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di harapkan
demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat
bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Pontianak, Oktober 2021

Tetania Novelasari

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Keduanya
mempunyai bentuk akut dan kronis.1

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret keluar dari telinga
terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa
nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
benigna dan OMSK tipe maligna.2

Jumlah total dari kejadian baru OMSK di dunia diperkirakan sebanyak 31 juta
orang dengan 22% nya adalah anak-anak. Negara berkembang dan populasi tertentu
menunjukan beban biaya tinggi pada otitits media terutama OMSK dengan
komplikasinya. Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum,
insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK
meningkat dengan jelas pada negara Afrika, ASEAN dan pasifik barat. Di Indonesia
sendiri diperkirakan kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang.1,3

OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi membran timpani


yang menetap disertai sekret yang keluar baik aktif maupun tenang dan terjadi selama
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut
menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk.2 Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen

1
atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan
vertigo.4

Jika dibiarkan lebih lanjut, OMSK dapat menimbulkan komplikasi berupa


gangguan pendengaran, kelumpuhan saraf wajah, komplikasi ekstrakranial, komplikasi
intrakranial (meningitis, ensefalitis, dan abses otak), dan kematian. 1 Penegakan
diagnosis dan penatalaksaan yang tepat dan cepat perlu diterapkan pada kasus
OMSK untuk mencegah terjadinya disabilitas. Oleh karena tingginya insiden OMSK
dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik
mengangkat topik ini sebagai laporan kasus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

2
Gambar 2.1 Anatomi telinga.5

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga
terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar
serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3
cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan
sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar
seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang
dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi.6

3
Telinga tengah terdiri darti kavum timpani, Tuba Eustachius, antrum
mastoid, serta sel-sel tulang matoid. Kavum timpani di dalamnya terdapat 3
rangkaian tulang pendengaran yang disebut maleus, inkus, dan stapes yang
saling berhubungan. Kavum timapani dibagi dalam 3 bagian yaitu atik, bagian
tengah kavum timpani, dan hipotimpanum.6 Atik ialah bagian yang terletak di
bagian atas kaki maleus. Disana terdapat bagian kepala dan leher maleus, serta
sebagian dari inkus. Bagian tengah dari kavum timpani berbatas di bagian lateral
dengan gendang telinga, sedangkan di bagian medial dengan promontorium,
yaitu dinding yang membatasi dengan koklea. Jarak kavum timpani ialah 2
milimeter.6

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa
(membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani.6

Tuba Eustachius ialah saluran yang mengubungkan nasofaring dengan


kavum timpani. Panjangnya kira-kira 4 sentimeter. Tuba ini merupakan
saluran yang berguna bagi kavum timpani, supaya tekanan di dalam kavum

4
timpani sama dengan tekan udara luar. Dengan demikian membran timpani
dapat bergerak dengan baik.6

Gambar 2.2 Membran timpani.6

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.


Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.6

Gambar 2.3 Tulang pendengaran. 6

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa 2/3
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala

5
timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan
skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani
berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis corti, yang membentuk organ corti. Di telinga dalam terdapat kanalis
semisirkularis dan utrikel yang diperlukan untuk keseimbangan, sedangkan
sakulus dan duktus koklea diperlukan untuk pendengaran.6

2.2. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


2.2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga
tengah yang berlangsung lebih dari 2 bulan, yang ditandai dengan adanya
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga yang terus-menerus
atau hilang timbul. Sekret dapat berbentuk encer atau kental, bening atau berupa
nanah.4
2.2.2 Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih
dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia

6
Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status
kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.7
Prevalensi otitis media supuratif kronis (OMSK) di seluruh dunia yaitu
sekitar 65-330 juta orang, terutama di negara berkembang, dimana 39-200 juta
orang (60%) menderita penurunan fungsi pendengaran secara signifikan.
Diperkirakan terdapat 31 juta kasus baru OMSK per tahun, dengan 22,6% pada
anak-anak berusia <5 tahun. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat
di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.7,8
2.2.3 Etiologi
OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui Tuba
Eustachius.4,7,10
Faktor resiko dari OMSK belum jelas, namun infeksi saluran napas atas
berulang dan kondisi sosio-ekonomi yang buruk (perumahan padat, higienitas
dan nutrisi yang buruk) mungkin berhubungan dengan perkembangan dari
OMSK. Penyebab paling umum dari OM akut adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Namun
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri aerob
yang paling sering ditemukan pada pasien OMSK, diikuti dengan Proteus
vulgaris dan Klebsiella pneumoniae.9
Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada
OMSK. Berbagai ahli selama beberapa dekade terakhir menemukan bakteri ini
pada 48 – 98 % pasien dengan OMSK. Stafilokokus aureus merupakan
organisme tersering kedua; data menunjukkan bahwa bakteri ini ditemukan pada
15 – 30 % pasien dengan OMSK. OMSK juga disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri gram negatif. Bakteri spesies Klebsiella (10 – 21 %) dan Proteus (10 –

7
15%) sering ditemukan sedikit lebih pada OMSK dibandingkan dengan bakteri
gram negatif lainnya.
Penyebab OMSK antara lain:4,7,10
1. Lingkungan. Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan
kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik. Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktor genetik.
3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis
merupakan kelanjutan dari otitis media akut.
4. Infeksi.
5. Infeksi saluran nafas atas. Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret dari
telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat
mempengaruhi mukosa telinga tengah yang menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme normal yang berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun. Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi. Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.
8. Gangguan fungsi Tuba Eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.

8
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
2.2.4 Patogenesis10,11
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi
dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah
yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan
oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang
berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna
sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi
telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus
dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam
menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi
yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah.
Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya
jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.

9
Gambar 2.4 Patogenesis OMSK10
2.2.5 Letak Perforasi10
Letak perforasi pada membran timpani penting untuk menentukan jenis
OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di 3 daerah, antara lain:
a. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero - inferior, postero - inferior dan postero -
superior, kadang - kadang subtotal.
b. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero - superior berhubungan dengan
kolesteatom
c. Perforasi atik
Perforasi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma

10
Gambar 2.5. Tipe Perforasi Membran Timpani10
2.2.6 Klasifikasi4,12
OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tipe
mukosa = tipe aman) dan OMSK tipe ”maligna” (tipe tulang = tipe bahaya).
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar, dikenal juga OMSK aktif dan OMSK
tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya
terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja,
dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya
OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada
OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma. Otitis media supuratif kronik
tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal
juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK
tipe maligna letaknya marginal atau di atik, terkadang terdapat juga
kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi
yang berbahaya timbul pada OMSK tipe maligna.
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat
tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa.
Pembesaran kolesteatoma menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi,
kolesteatoma ini akan mendesak dan menekan organ disekitarnya serta

11
menimbulkan nekrosis pada tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan
bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis :
1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan
ditemukan pada telinga dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus
mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin
angle. Sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi
atas dua:
a. Kolesteatoma akuisital primer. Kolesteatoma yang terbentuk tanpa
didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat
terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flasida karena
adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori
Invaginasi).
b. Kolesteatoma akuisital sekunder. Kolesteatoma terbentuk setelah
adanya perforasi membran timpani. Kolesteatoma terbentuk sebagai
akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori imigrasi) atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi
yang berlangsung lama (teori metaplasi).
2.2.7 Manifestasi Klinis1,2,4
1) Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang
timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.

12
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2) Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
3) Otalgia (nyeri telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis
sinus lateralis.
4) Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.

13
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.2.8 Diagnosis10,11,12
Diagnosis OMSK ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Apabila diperlukan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan.
A. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis OMSK melalui anamenis, maka pemeriksa
perlu menanyakan / mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Sekret keluar dari telinga tengah, baik terus-menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
2. Gangguan pendengaran pada telinga yang terkena.
3. Riwayat OMA rekuren, perforasi karena trauma, atau pemasangan
saluran ventilasi.
4. Adanya demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya
komplikasi intratemporal atau intrakranial.
5. Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya kolesteatoma
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Kanalis akustikus eksterna dapat terlihat edema dan biasanya
tampak keras.
2. Sekret dapat berupa encer atau kental, bening atau berupa nanah.
3. Perforasi membran timpani.
4. Adanya jaringan granulasi yang terlihat pada kanalis media atau rongga
telinga tengah.
5. Mukosa telinga tengah yang terlihat melalui perforasi membran timpani,
dapat terlihat edema atau polipoid, pucat atau edema.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Penatalaksanaan OMSK dapat dilakukan tanpa pemeriksaan
laboratorium. Sebelum terapi sistemik dilakukan, pemeriksaan kultur

14
harus dilakukan untuk mengetahui sensitifitas. Bakteri yang sering
dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang
dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob
adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan
berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini
penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius
influenza.
2. Audiometri
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Pada pemeriksaan
audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Namun jika pasien menderita
tuli campuran, maka hal ini menunjukkan penyakit tersebut berada dalam
keadaan lebih ekstensif, sehingga pemeriksa harus sadar terhadap
komplikasi yang mungkin terjadi.
3. CT-Scan
Jika OMSK tidak responsif terhadap terapi medikamentosa, maka CT
scan terhadap tulang temporal dapat memberikan penjelasan. Alasan
yang mungkin terjadi pada kegagalan terapi termasuk kolesteatoma
atau adanya benda asing. CT scan perlu dilakukan apabila pemeriksa
curiga adanya proses neoplastik pada telinga tengah atau untuk
mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial. CT scan
dapat menunjukkan adanya erosi tulang akibat kolesteatoma, erosi
osikular, keterlibatan apeks petrosus, mastoiditis koalesen, erosi
saluran fallopi, dan abses
subperiosteal.

15
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat
membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga
dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang- tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang
berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu
seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
4. MRI
Lakukan pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak jika diduga
adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial. MRI pun dapat
menunjukkan adanya peradangan dura, trombosis sinus sigmoid,
labirintitis, serta abses bakteri, ekstradural, dan intrakranial.

16
2.2.9 Tatalaksana10,13,14
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari
2. Pemberian antibiotika : antibiotika/antimikroba topikal antibiotika sistemik
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga
dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila
sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya
kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai
oleh antibiotika topikal. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistensi.

17
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-
steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier
dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil
gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga
efektif melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama
obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen
rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E. Obat ini bersifat bakterisid terhadap
kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi
resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
2. Neomisin. Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya :
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan
Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan ,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut.
Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba
dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan
daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin
banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya
bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

18
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak
dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif
terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini
sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup,
meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid
untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis
400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4
minggu.
OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy). Operasi ini dilakukan
pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki
2. Mastoidektomi radikal. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya
dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. Tujuan operasi ini
ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Tujuan operasi ialah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada
4. Miringoplasti

19
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya
dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan
perforasi yang menetap.
5. Timpanoplasti
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe
II, II, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini dilakukan dua
tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau tipe aman dengan jaringan granulasi yang
luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga ).
2.2.10 Komplikasi1,10,15
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai
potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi otitis media terjadi
apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga
infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah
mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga
adalah jaringan granulasi.
OMSK aktif dapat menyebabkan komplikasi yang diklasifikasikan
menjadi komplikasi ekstrakranial dan intrakranial. Infeksi dapat menyebar ke

20
mastoid menyebabkan mastoiditis, yang dapat menyebabkan pembentukan abses
subperiosteal. Meskipun jarang ditemukan, pus pada rongga mastoid dapat
keluar dari mastoid dan turun membentuk abses leher yang disebut abses
Bezold.
Nervus fasialis berjalan melalui tulang temporal. Kolesteatom dapat
mengikis tulang yang melindungi nervus facialis dan menyebabkan facial palsy.
Gangguan pada nervus fasialis ditemukan pada sekitar 20% pasien operasi
kolesteatom. Tulang labirin juga memiliki resiko terhadap kolesteatom. Situs
yang sering terjadi erosi adalah kanal semisirkular lateral, yang bermanifestasi
sebagai vertigo dan ganggua keseimbangan. Organisme infektif yang masuk ke
labirin dapat menyebabkan labirinitis yang bermanifestasi menjadi vertigo akut
dan dapat berpotensi menyebabkan tuli sensorineural total yang disebut dead
ear.
Infeksi di apex tulang temporal berpotensi menyebabkan gangguan
nervus kranial lima dan enam. Sindrom Gradenigo terdiri dari nyeri ipsilateral
retro-orbital, kelumpuhan nervis abdusen (tidak dapat abduksi bola mata) dan
otore. Dischare telinga yang terus menerus dapat mengakibatkan inflamasi liang
telinga, jika dibiarkan, akan menyebabkan penyemptan telinga tengah yang
terasa sakit dan gatal.
Pada komplikasi intrakranial, kolesteatom mengikis dasar tengkorak dan
menyebabkan abses ekstradural atau subdural. Meningitis terjadi secara
hematogenous dan dapat menyebar lewat vena emissary ke otak menyebabkan
abses intraserebral atau serebelar.
Infeksi dapat menyebar ke sinus sigmoid via kanal venous local
menyebabkan thrombosis sinus sigmoid. Emboli septik dapat terjadi dari sinus
yang menyebabkan penyebaran infeksi dan sepsis. Inflamasi ventrikel jarang
terjadi namun penting dievaluasi pada komplikasi intrakranial OMSK. Aliran
cairan serebrospinal dapat tersendat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang disebut hindrosefalus otitik.

21
Komplikasi OMSK jarang terjadi. Pada studi yang dilakukan pada 2890
pasien OMSK dengan periode diatas 9 tahun ditemukan 3,2% berkembang
menjadi komplikasi ekstrakranial dan intrakranial. Resiko orang dewasa
memiliki komplikasi serius adalah 1:10.000. Semua komplikasi intrakranial
merupakan hal serius dengan mortalitas hingga 16%.
Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi:
A. Komplikasi intratemporal
1. Komplikasi di telinga tengah. Paresis nervus fasialis, kerusakan tulang
pendengaran, perforasi membrane timpani.
2. Komplikasi ke rongga mastoid, petrositis,mastoiditis koalesen
3. Komplikasi ke telinga dalam. Labirintis, Tuli saraf/ sensorineural
B. Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi intracranial. Abses ekstradura, Abses subdural, Abses otak,
Meningitis, Tromboflebitis sinus lateralis, Hidrosefalus otikus
2. Komplikasi ekstrakranial. Abses retroaurikular, Abses Bezold’s, Abses
zigomatikus.

BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki - Laki
Tanggal lahir : 15 Mei 19684
Usia : 37 tahun

22
Status : Menikah
Pekerjaan : Polri
Alamat : Pontianak
Tanggal Periksa : 12 Oktober 2021
Pembiayaan : BPJS

3.2. Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Keluar cairan pada telinga kanan yang memberat sejak ± 2 minggu
yang lalu.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga kanan sejak
± 2 minggu yang lalu. Cairan berwarna putih kekuningan cair, tidak
disertai darah dan tidak berbau. Cairan tersebut sering keluar ketika
beraktivitas maupun tidur. Selain itu pasien juga mengatakan telinga
kanan terasa penuh sehingga pasien merasa mengalami penurunan
pendengaran. Keluhan juga disertai rasa gatal dan berdengung pada
telinga sehingga pasien mengorek telinga dengan menggunakan
cottonbud. Pasien mengalami keluhan serupa hilang timbul sejak 15
tahun yang lalu. Pasien mengatakan dahulu disebabkan karena pasien
sering mengorek telinga. Saat itu, pasien berobat ke dokter dan
sembuh. Nafsu makan pasien baik. Keluhan lain seperti demam,
pusing berputar, hidung tersumbat, sakit tenggorokan dan flu, sulit
menelan, gangguan keseimbangan, mual, muntah disangkal oleh
pasien.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa sejak 15 tahun yang lalu
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, Asma, Tuberkulosis, Kejang
dan Stroke disangkal oleh pasien

23
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-). Asma (-), Tuberkulosis (-), keluhan serupa (-)
3.2.5 Riwayat Alergi
Riwayat bersin-bersin di pagi hari (-), Asma (-), Alergi makanan (-),
Alergi obat-obatan (-)
3.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien sering berobat ke dokter dan mendapatkan terapi tetapi keluhan
sering hilang timbul
3.2.7 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang anggota polri.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,6 °C
SpO2 : 99%
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm

3.3.1. Status lokalis

Kiri Gambar Kanan


Telinga Auricula DBN DBN
Planummastoidium DBN DBN
Gld. Lymphatica DBN DBN
Can. And. Ext DBN Sekret putih

24
kekuningan cair
Membrane DBN Perforasi sentral
Tympani

Hidung Discharge - -
Concha Eutrofi Eutrofi
Septum DBN DBN
Tumor - -
Sinus paranasalis DBN DBN

Orofarin Palatum DBN DBN


g Uvula DBN DBN
Tonsilo Palatinal T1 T1
Tonsilo Lingualis DBN DBN
Dinding belakang DBN DBN

3.3.2. Pemeriksaan telinga

Bagian Kelainan Auris


Kiri Kanan
Preaurikula Kelainan kongenital - -

Radang dan tumor - -


Nyeri tekan tragus - -
Aurikula Kelainan kongenital - -
Radang dan tumor - -
Nyeri penarikan - -
telinga

25
Krusta - -
Kanalis Kelainan kongenital - -
Akustikus Secret debris - Sekret berwarna putih
Eksterna kekuningan cair
Serumen - -
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - -
Membrane Bentuk Konkaf Konkaf
Timpani Warna Jernih Keruh, kemerahan
Intak Intak Perforasi di pars tensa
(sentral)
Reflek cahaya Arah jam 7 Tidak tampak
Gambar

3.4. Resume medis


Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga kanan sejak ± 2
minggu yang lalu. Cairan berwarna putih kekuningan cair, tidak disertai darah
dan tidak berbau. Keluhan disertai rasa gatal dan berdenging pada telinga dan
terasa penuh sehingga pasien merasa mengalami penurunan pendengaran

26
Keluhan telinga dirasakan pertama kali 15 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan
otoskopi didapati keadaan membran timpani telinga kanan terdapat perforasi.
Pada pemeriksaan otoendoskopi didapatkan gambaran perforasi di pars tensa
(sentral) pada membran timpani pada telinga kanan dan terdapat sekret
berwarna putih kekuningan.

3.5. Diagnosis
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Aurikula Dextra

3.6. Tatalaksana
3.6.1. Medikamentosa
1. Levofloxacin 2x500 mg selama 10 hari
2. H2O2 3% 3-5 hari
3. Cetirizin 1x10 mg
4. Gentamisin salep 1 x ue
3.6.2. Non-medikamentosa
1. Edukasi pasien tentang cara penggunaan obat
2. Edukasi pasien untuk menghindari telinga masuk air
3. Edukasi pasien untuk tidak mengorek telinga
4. Edukasi pasien untuk kembali datang berobat jika keluhan kembali

3.7. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Tn. M 37 tahun datang ke RS Soedarso dengan keluhan keluar cairan pada


telinga kanan sejak ± 2 minggu yang lalu. Cairan berwarna putih kekuningan cair, tidak
disertai darah dan tidak berbau. Cairan tersebut sering keluar ketika beraktivitas maupun
tidur. Selain itu pasien juga mengatakan telinga kanan terasa penuh sehingga pasien
merasa mengalami penurunan pendengaran. Keluhan juga disertai rasa gatal, dan
berdengung pada telinga sehingga pasien mengorek telinga dengan menggunakan
cottonbud. Pasien mengalami keluhan serupa hilang timbul sejak 15 tahun yang lalu.
Pasien mengatakan dahulu disebabkan karena pasien sering mengorek telinga. Saat itu,
pasien berobat ke dokter dan sembuh. Nafsu makan pasien baik. Keluhan lain seperti
demam, pusing berputar, hidung tersumbat, sakit tenggorokan dan flu, sulit menelan,
gangguan keseimbangan, mual, muntah disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan telinga dengan otoskopi, liang telinga kanan terdapat cairan
berwarna putih kekuningan cair. Membran timpani telinga kanan terlihat perforasi
sentral dan reflek cahaya tidak terlihat. Sedangkan pada telinga kiri dalam batas normal.
Pemeriksaan hidung dengan spekulum dan lampu kepala didapatkan konka eutrofi dan
tidak ada hiperemis. Pada pemeriksaan faring, didapatkan tonsil kanan T1 dan tonsil kiri
T1.

Pemeriksaan otoendoskopi didapatkan gambaran telinga kanan didapatkan


gambaran membran timpani yang perforasi di pars tensa (sentral) dan terdapat cairan
cair berwarna putih kekuningan. Sedangkan telinga kiri membran timpani intak, jernih,
dan ada reflek cahaya pada arah jam 7. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pasien didiagnosis otitis media supuratif kronik. Tidak tampak adanya kolesteatom dan
discharge telinga tidak berbau sehingga Tn. M mengalami OMSK tipe benigna.

Pasien kemudian diberikan terapi medika mentosa berupa Levofloxasin oral 500
mg, Cetirizine 1 x 10 mg, H2O2 3%, dan gentamisin salep.

28
BAB V

KESIMPULAN

Tn. M 37 tahun datang ke RS Soedarso dengan keluhan keluar cairan pada


telinga kanan sejak + 2 minggu yang lalu. Cairan berwarna putih kekuningan cair, tidak
disertai darah dan tidak berbau. Dahulu pasien pernah mengalami keluhan serupa 15
tahun yang lalu. Pemeriksaan otoendoskopi menunjukan terdapat perforasi di pars tensa
membran timpani pada telinga kanan. Tn. M didiagnosa mengalami OMSK tipe
benigna. Pasien kemudian diberikan terapi medikamentosa berupa Levofloxasin oral
500 mg, Cetirizine 1 x 10 mg, H2O2 3%, dan gentamisin salep.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Pengetahuan dasar, terapi medik,


mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997.
3. Depkes R.I. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan
pendengaran untuk puskesmas; 2005.
4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
5. Netter FH. Head and Neck. In: Netter’s Clinical Anatomy 2nd ed.
Hansen, John T editors. Phliladelphia: Elseivier. 2011. 400-4
6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
dan leher edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD
editors. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.10-6.
7. Acuin, Jose. Chronic suppurative otitis media. BMJ Clin Evid. 2007.
8. Monasta L, Ronfani L, Marchetti F, Montico M, Brumatti LV, Bavcar A, et
al. Burden of disease caused by otitis media: systematic review and global
estimates.PLoS One.2012;7(4):e36226
9. Sattar A, Alamgir A, Hussain Z, Sarfraz S, Nasir J , Alam B. Bacterial
spectrum and their sensitivity pattern in patients of chronic suppurative otitis
media.J Coll Physicians Surg Pak.2012;22(2):128-9
10. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap
beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik

30
Medan. [ disertasi ]Medan; 2003.
11. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
12. Jackler, R.K.; Kaplan, M.J. 2002. Ear, Nose, & Throat. Dalam L.M. Tierney,
Jr., S.J. McPhee, dan M.A. Papadakis; Current Medical Diagnosis &
Treatment 2002. San Fransisco: Lange Medical Books / McGraw-Hill.
13. Paparella MM., et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi
H, Santoso K, Dalam :Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr.
Caroline Wijaya, Edisi 6, Jakarta, EGC, 1994 ; 88 - 113.
14. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia
Kedokteran 163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.
15. Wallis, S., Atkinson, H., & Coatesworth, A. P. (2015). Chronic otitis media.
In Postgraduate Medicine. https://doi.org/10.1080/00325481.2015.1027133

31

Anda mungkin juga menyukai