Oleh :
Pembimbing :
dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL
Referat
Judul:
Otitis Media Supuratif Kronis Maligna
Oleh:
Hana Sulistia, S. Ked
712021065
Telah dilaksanakan pada bulan November 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit THT Rumah
Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
ii
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Otitis
Media Supuratif Kronis Maligna” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit THT RS Umum Daerah
Palembang Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Meilina Wardhani, Sp. THT-KL. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di bagian di Departemen Ilmu Radiologi RS Umum Daerah
Palembang Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerja samanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…......................................................................................i
iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR……. ........................................................................... iii
DAFTAR ISI….................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2
2.1 Anatomi Telinga Tengah.............................................................................2
2.2 Fisiologi Pendengaran.................................................................................8
2.3 Otitis Media Supuratif Kronis.....................................................................8
2.4 Otitis Media Supuratif Kronis Maligna.....................................................13
BAB III KESIMPULAN.................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 2. Batas-batas telinga tengah 4
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
ketebalannya rata-rata 0,1 mm, letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke
muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal.
Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol ke arah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo ke
muka bawah tampak refleks cahaya (cone of light). 4,5
3
Gambar 3. Anatomi membran timpani 4
4
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka)
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang)
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (Rivini). Permukaan luar
dari membran timpani dipersarafi oleh cabang n. aurikulo temporalis dari
nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah diperdarahi oleh
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior
atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter tranversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding, yaitu:
a. Atap kavum timpani
Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani.
Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fossa kranial dan lobus
temporalis dari otak.
b. Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus
jugularis,atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
c. Dinding medial
Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window), dan promontorium.
5
d. Dinding posterior
Dinding posterior dekat ke atap mempunyai satu saluran disebut aditus
ad antrum, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid
melalui epitimpanum. Di bawah aditus terdapat lekukan kecil yang
disebut fossa inkudis yang merupakan suatu tempat prossesus brevis dari
inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Di bawah fossa inkudis dan
di medial dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon
muskulus stapedius, tendon yang berjalan ke atas dan masuk ke dalam
stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah ressesus fasialis.
e. Dinding anterior
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.
f. Dinding lateral
Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran.
Bagian tulang berada diatas dan bawah membran timpani.
3. Prossesus Mastoideus
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara tulang di dalam pars
petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus
dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.
Prossesus mastoideus sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga.
Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau
perkembangan rongga-rongga udara di dalam tulang temporal dan sel-sel udara
yang terdapat di dalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang
meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prossesus mastoideus
yang mengandung udara berhubungan dengan udara di dalam telinga tengah.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani.
Dekat antrum sel-selnya kecil semakin ke perifer sel-selnya bertambah besar.
Oleh karena itu, bila ada radang pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu
baik sehingga mudah terjadi radang pada mastoid (mastoiditis).
6
4. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan, dan medial dari telinga tengah 13 mm dan pada
anak dibawah 9 bulan panjangnya adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian)
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian)
Bagian tulang sebelah lateral dari dinding depan kavum timpani dan
bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini
berjalan ke arah posterior, superior, dan medial sepanjang 2/3 bagian,
keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau
timpani. Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut
istmus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu
tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa
muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi
dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar,
dan letaknya mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga
tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan
kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba
terdiri dari epitel silinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia
dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan
limfosit yang dinamakan tonsil tuba. Otot yang berhubungan dengan tuba
eustachius, yaitu:
1. M. Tensor veli palatini
2. M. Levator veli palatini
3. M. Salphingofaringeus
4. M. Tensor timpani
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara
7
luar, drainase sekret dari kavum timpani ke nasofaring, dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
8
2.3.2 Epidemiologi OMSK
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%
beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara,
daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status
kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. 5
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6%
dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis
antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan
pasien. 5
9
Bacteriodes fragilis sering ditemukan pada mastoiditis yang terkait dengan
otitis media supuratif kronis.6
10
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak
jaringan sekitarnya.
Ada beberapa mekanisme dimana dengan perforasi membran timpani yang
persisten dapat berkembang dihampir seluruh kasus, OMSK muncul sebagai
konsekuensi dari episode OMA dengan perforasi, yang disusul dengan
kegagalan kesembuhan dari perforasinya.1
Dalam hal ini ada dua mekanisme utama bagaimana perforasi kronis dapat
mengawali ke infeksi telinga tengah berulang dan kontinyu:
a. Bakteri dapat mengontaminasi celah telinga tengah secara langsung dari
telinga luar karena barier pertahanan fisik dan membran timpani telah hilang.
b. Membran timpani yang intak secara normal menghasilkan gas yang menjadi
bantalan gas di telinga tengah, dimana ini membantu untuk mencegah
refluks dari sekresi nasofaringeal ke dalam telinga tengah melalui tuba
eustachius. Hilangnya mekanisme proteksi menghasilkan peningkatan dari
eksposur dari telinga tengah ke bakteri patogen yang berasal dari
nasofaring.1
11
eustachius atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga
luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai purulen. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi atau jika granulasi pada
mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder kulit, dimana kadang-
kadang adanya sekret yang berpulsasi di atas kuadran posterosuperior. OMSK
tenang ialah OMSK yang pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang
kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala ini dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinnitus, atau suatu
rasa penuh dalam telinga.
12
kongenital atau didapat. Bila telah terbentuk akan terus meluas. Karena merupakan
debris keratin, dapat menjadi lembab karena menyerap air sehingga mengundang
infeksi.7
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya
kolesteatoma bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis
media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena
kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang kanalis semisirkularis akibat
osteolitik kolesteatom. 7
Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh
tumpukan debris keratin, maupun akibat aktifitas enzim osteoklas. Kolagenase telah
diketahui tinggi konsentrasinya di epidermis kolesteatoma. Resorpsi tulang dapat
menyebabkan destruksi trabekula mastoid, erosi osikel, fistula labirin, pemaparan
nervus fasialis, dura, serta sinus lateral. Karena perjalanan penyakitnya itu OMSK
dengan kolesteatoma disebut OMSK tipe maligna (bahaya). 7
2.4.1 Kolesteatoma
Kolesteatoma merupakan suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar.1
13
tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah
petrosus mastoid, atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah
saraf.1
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi
atas dua:
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga
tengah akibat gangguan tuba.1
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama.1
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi
epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust
injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.1
14
menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli
konduktif yang berat. 4
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan
terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma
mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang
mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi
yang lebih serius. 4
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah
drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak
responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani
ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan
pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen
telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi
epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada
membran timpani, akan tetapi pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma
kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan
menyebabkan perforasi pada membran timpani.4
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna, yaitu:
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular.
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatoma).
Mengingat OMSK tipe maligna seringkali menimbulkan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru
dapat ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinis dapat menjadi
pedoman akan adanya OMSK tipe maligna, yaitu perforasi marginal atau atik.
Tanda ini biasanya merupakan tanda dini OMSK tipe maligna, sedangkan pada
kasus yang sudah lanjut dapat terbentuk abses atau fistel retroaurikular, polip,
atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga
tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan
15
berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan kolesteatoma pada foto
rontgen mastoid.1
16
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah.
Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran
udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi daerah mastoid pada penyakit telinga tengah
kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi
dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatoma.
Modalitas pencitraan pilihan adalah CT scan karena CT scan dapat
mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak
selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma.
Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu
kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan
massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.
17
peradangan mukosa difus, karena diikuti granulasi di kavum timpani dan rongga
mastoid umumnya sukar sekali diatasi dengan medikamentosa saja. OMSK
dengan tanda komplikasi intratemporal atau intrakranial harus direncanakan
secepatnya untuk tindakan mastoidektomi. Pasien dengan otore dari perforasi
sentral dapat diobati dulu dengan medikamentosa untuk mengontrol infeksi dan
menghentikan otore sebagai tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang
adalah usaha menutup perforasi membran timpani dan memperbaiki
pendengaran baik secara konservatif maupun operatif.
OMSK tipe maligna bersifat progresif, kolesteatoma yang semakin luas
akan mendestruksi tulang yang dilaluinya, infeksi sekunder akan menyebabkan
keadaan septik lokal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik lokal
dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik jaringan lunak yang dilalui
kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya sehingga juga menyebabkan destruksi
jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasi. Pengobatan satu-
satunya adalah tindakan operasi untuk eradikasi kolesteatoma. Pengobatan
konservatif dengan pembersihan lokal melalui liang telinga pada kolesteatoma
yang masih terbatas atau pasien dengan kondisinya tidak mungkin menjalani
operasi baik dalam anestesi lokal maupun anestesi umum. Pengobatan
pencegahan perluasan kolesteatoma dengan pemasangan pipa ventilasi untuk
retraksi ringan, operatif bisa meluas, tergantung luas kerusakan, dan pilihan ahli
bedah dapat dilakukan beberapa pilihan.
Tindakan atikotomi anterior dipilih apabila kolesteatoma masih sangat
terbatas di atik. Bila kolesteatoma tidak dapat dibersihkan secara total dengan
tindakan di atas, dapat dipilih variasi teknik eradikasi kolesteatoma yang diikuti
tindakan rekonstruksi fungsi pendengaran pada saat yang sama, misalnya
timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty) atau
timpanoplasti dinding utuh (canal wall up tympanoplasty) atau atikoantroplasti
atau timpanoplasti buka-tutup (osteoclastic epitympanotom, open and close
method tympanolasty) dan sebagainya.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa
18
hanyalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
perosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum mastoidektomi. Pembedahan yang dilakukan yaitu mastoidektomi
radikal atau mastoidektomi radikal dengan modifikasi. Tujuan mastoidektomi
adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering, dan
aman.1,8
Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Maleus, inkus, dan krus
anterior posterior stapes diangkat kecuali basis stapes. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1
19
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior telinga).1
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi
ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh ahli, oleh karena sering
terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.1
Secara umum timpanoplasti lebih jarang dikerjakan pada anak-anak
dibawah lima tahun. Hal ini karena tingginya insidens infeksi telinga dan fungsi
tuba eustacius belum memadai.
Tabel 2. Prosedur pembedahan pada kolesteatoma 8
20
kolesteatom pars dan gangguan
flasid dan pars pendengaran
tensa
2.4.6 Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila barier (sawar) pertahanan telinga
yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur
sekitarnya. Pertahanan pertama ialah kavum timpani mampu melokalisasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak disekitarnya akan terkena.
Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu
komplikasi yang tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang
temporal, maka akan menyebabkan parese n. fasialis dan labirinitis. Bila ke arah
kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitits, sinus lateralis
meningitis, dan abses otak.7
Bila sawar tulang terlampaui suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada OMSK penyebaran terjadi melalui erosi tulang.7
Komplikasi di telinga dalam terjadi karena apabila terdapat peninggian
tekanan di tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan produk infeksi itu akan
menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra rotundum) selama
kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak menimbulkan
keluhan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi
masalah. Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatoma atau infeksi
langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan
pendengaran misalnya vertigo, mual, muntah, serta tuli saraf.6
Yang sering terjadi adalah fistula labirin dan labirinitis. Hal ini terjadi
terutama dengan kolesteatoma dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
bagian vestibuler labirin hingga terbentuk fistula.6
2.4.7 Prognosis
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin
memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya
21
pembedahan berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari
kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.9
Timpanoplasty canal wall down menjanjikan tingkat kekambuhan yang
sangat rendah dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi
pada 5% kasus, yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat
kekambuhan timpanoplasty canal wall up yang 20-40%.9
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan atau membran timpani
tidak selalu dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma
tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif permanen. 9
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis mukosa telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga
tengah lebih dari 2 bulan baik terus menerus maupun hilang timbul, sifat
sekretnya mungkin serous, mukus, atau mukopurulen. OMSK tipe maligna ialah
OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan
OMSK tipe bahaya atau tipe tulang.
2. Etiologi OMSK berupa bakteri Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus, dan organisme gram negatif lain.
3. Gejala khas OMSK maligna atau kolesteatoma adalah otorea tanpa rasa nyeri,
yang terus-menerus atau sering berulang. Dapat disertai gangguan pendengaran
dan rasa pusing.
4. Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa
hanyalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2011. Hal 69-74.
2. Barath K, Huber AM, Stampfli P, Varga Z, Kollias S. Neuroradiology of
cholesteatomas. AJNR. Feb 2011.
3. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2011.
5. Soehartono. Telinga. Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Samarinda. 2010
6. Acuin Jose. 2004. Chronic Supurative Otitis Media Burden Of Illnes and
Management Operation. Geneva: WHO, pp:9-12
7. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2011.
Hal 78-85.
8. Adams, Boies, Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke 6. EGC.
Jakarta.1997.
9. Barath K, Huber AM, Stampfli P, Varga Z, Kollias S. Neuroradiology of
cholesteatomas. AJNR. 2011.
24