Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

G1P0A0 HAMIL ATERM 37-38 MINGGU DENGAN KPSW


INPARTU KALA I FASE LATEN JANIN TUNGGAL HIDUP
PRESENTASI KEPALA

Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked.
NIM 712021065

Pembimbing:
dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul :

G1P0A0 Hamil Aterm 37-38 Minggu dengan KPSW Inpartu Kala I Fase Laten
Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked.
NIM 712021065

Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2022 sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF / Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Juni 2022


Dokter Pendidik Klinik

dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik
sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1) dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan
kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Palembang, Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KPSW (Ketuban Pecah Sebelum Waktu) ............................... 3
2.1.1. Definisi .......................................................................... 3
2.1.2. Epidemiologi................................................................. 3
2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko .......................................... 4
2.1.4. Patofisiologi................................................................... 5
2.1.5. Gejala Klinis .................................................................. 6
2.1.6. Diagnosis ...................................................................... 6
2.1.7. Tatalaksana .................................................................... 7
2.1.8. Komplikasi ..................................................................... 10
2.2. Sectio Caesarea ....................................................................... 11
2.2.1. Definisi .......................................................................... 11
2.2.2. Tujuan Sectio Caesarea ................................................. 12
2.2.3. Klasifikasi Sectio Caesarea .......................................... 12
2.2.4. Indikasi .......................................................................... 13
2.2.5. Tatalaksana pada Ibu Post Sectio Caesarea ................... 13
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien ....................................................................... 15
3.2 Anamnesis .............................................................................. 16

iv
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................... 17
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 19
3.5 Diagnosis Kerja ...................................................................... 21
3.6 Penatalaksanaan ..................................................................... 21
3.7 Laporan Operasi ..................................................................... 21
3.8 Follow up ................................................................................ 22
BAB IV ANALISA KASUS ....................................................................... 24
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................ 27
5.2 Saran................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban
pecah sebelum waktunya (KPSW) atau Premature Rupture of The Membrane
(PROM) adalah ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.15
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini
terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.15
Ketuban pecah dini berkaitan dengan periode laten. Periode laten adalah
jarak antara waktu pecahnya ketuban dan waktu terjadinya persalinan. Periode
laten yang terlalu lama dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada bayi
baru lahir sehingga mempengaruhi nilai Apgar-nya. Insiden naik secara bermakna
setelah periode laten lebih dari 48 jam.15 Hal ini juga berhubungan dengan umur
kehamilan, makin muda umur kehamilan maka makin memanjang periode
latennya sedangkan lama persalinan pada umur kehamilan muda, akan lebih
pendek dari biasanya, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam. Selain etiologinya
yang belum jelas, tatalaksana pada ketuban pecah dini juga masih diperdebatkan
di kalangan para ahli. Hal ini menyebabkan preventif pada kasus KPD juga belum
jelas.5

1
2

1.2.Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus KPSW.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter muda setelah
dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang kasus KPSW.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetric dan
ginekologi.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2. Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan pada
kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan diagnosis
yang berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketuban Pecah Dini/Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)


2.1.1. Definisi
Definisi dari ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) berbeda-beda
menurut berbagai sumber, namun dapat disimpulkan bahwa KPSW adalah
robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan sebelum onset persalinan
berlangsung atau sebelum pembukaan 4 cm (fase laten).4
KPSW ini dapat dibedakan menjadi dua menurut usia kehamilan yaitu
premature rupture of membranes (PROM) yaitu pecahnya ketuban sebelum
minggu ke 37 kehamilan dan Preterm premature rupture of membrane (PPROM)
yaitu pecahnya ketuban pada minggu 37 atau lebih.3
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan.1

2.1.2. Epidemiologi
Kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang
serius di negara berkembang. Angka kematian ibu adalah kematian yang terjadi
saat hamil, bersalin, atau dalam 42 hari pasca persalinan dengan penyebab yang
berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap kehamilan. Menurut
organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 angka kematian ibu (AKI) di
seluruh dunia lebih 289.000 jiwa. Beberapa Negara memiliki AKI cukup tinggi
seperti Afrika Sub-Saharan 179.000 jiwa, Asia Selatan 69.000 jiwa, dan Asia
Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di Negara-negara Asia Tenggara
yaitu Indonesia 190 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 79 per 100.000
kelahiran hidup, Thailand 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000
kelahiran hidup dan Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup.7

3
Tahun 2015 AKI di Indonesia sebanyak 359 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan tahun 2016 Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu
yang paling tinggi rata – rata tercatat 359 per 100.000 kelahiran hidup.7
Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 - 10 %
perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini. Keruban Pecah
Dini Prematur terjadi pada 1 % kehamilan.1
Kematian Ibu (AKI) masih tinggi, berdasarkan data tahun 2016 tercatat ada
305 ibu meninggal per 100.000 orang. Dilihat dari status kesehatan perempuan
khusunya ibu bersalin sekitar ibu bersalin mengalami ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW). Ketuban pecah sebelum waktunya bisa mengakibatkan yang
menjadi faktor penyebab kematian pada saat ibu bersalin.8

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar
dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.1
Pada sejumlah kasus, infeksi ascending lokal dari vagina bertanggung jawab
terhadap melemah dan robeknya selaput ketuban. Pasien dengan kehamilan muda
yang membawa (sebagai karier) satu atau lebih organisme yang berkaitan dengan
penyakit menular seksual memiliki peningkatan angka kejadian KPSW.9
Ketuban pecah dini secara spontan juga dapat disebabkan karena selaputnya
lemah atau kurang terlindung karena serviks terbuka, hal ini sering ditemui pada
keadaan incompetent cervix. Trauma akibat jatuh dan coitus juga dapat
merupakan penyebab. 4
Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah: 1
1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.

4
2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Faktor resiko yang meningkatkan kejadian KPSW antara lain wanita yang
pernah mengalami PPROM pada kehamilan sebelumnya, wanita yang
melahirkan bayi prematur dengan atau tanpa KPSW, wanita dengan perdarahan
pada trimester pertama atau kedua kehamilan (perdarahan yang berkaitan dengan
plasenta previa dan solusio plasenta), operasi pada serviks sebelumnya (konisasi,
sevikal inkompeten, dua atau lebih terminasi kehamilan yang bersifat elektif),
pendeknya serviks (kurang dari 2.5 cm yang diukur dari USG transvaginal)
distensi berlebih dari uterus (akibat multigravida, gemelli, atau polihidramnion),
penyakit jaringan ikat (Leisch-Nyhan), merokok selama kehamilan (resiko
meningkat bila jumlah rokok semakin banyak-dose dependent), trauma, kelainan
janin, amniosentesis, keadaan sosial ekonomi rendah (prenatal care kurang
baik), juga body mass index ibu rendah, menderita infeksi menular seksual
(Neisseria gonorrhea, Chlamydia trachomatis dan bacterial vaginosis) dan
infeksi saluran kemih. Masih kontroversial mengenai faktor nutrisi (defisiensi
besi dan asam folat) dan pengaruh vaginal toucher yang dilakukan secara rutin
terhadap peningkatan kejadian KPSW.10

2.1.4. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
urerus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah
sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.1
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada

5
penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi
Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada
trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan
gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.1

2.1.5. Gejala Klinis


Gejala klinis yang dapat timbul pada pasien KPSW antara lain: 11
1. Gejala utama berupa keluarnya cairan dari vagina, yang dapat keluar sebagai
pancaran yang besar dan mendadak atau sebagai suatu tetesan yang konstan
lambat.
2. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu
3. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.
4. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

2.1.6. Diagnosis
Dalam mendiagnosis ketuban pecah sebelum waktunya dapat dilakukan:
1. Anamnesis
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang
kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.1
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang1
a. Pada pemeriksaan Obstetri-Ginekologi saat inspekulo terlihat adanya
cairan ketuban keluar dari cavum uteri. Jika tidak ada dapat dicoba
dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta
pasien batuk atau mengedan.
b. Apakah ada tanda-tanda infeksi. Tanda infeksi apabila suhu ibu lebih
dari 380C serta air ketuban keruh dan berbau.

6
c. Penentuan cairan ketuban dengan menggunakan tes lakmus (Nitrazin
test) merah menjadi biru. pH normal vagina adalah antara 4,5-
6,0,sedangkan cairan amnion lebih bersifat alkali, dengan pH antara
7,1-7,3. Kertas lakmus berubah biru pada pH diatas 6.
d. Tes Laboratorium dengan leukosit darah > 15.000/mm 3
e. Ultrasonografi
Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat KPSW, tetapi
pemeriksaan fisik gagal memastikan diagnosis, pemeriksaan USG
dapat membantu.

2.1.7. Tatalaksana
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu:
− Memastikan diagnosis
− Menentukan usia kehamilan
− Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik atau
tidak terutama ketuban pecah sudah lama
− Dalam kondisi inpartu ada gawat janin atau tidak

Tatalaksana pada kasus ketuban pecah dini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
secara konservatif dan secara aktif.12
a. Konservatif
Ada beberapa pilihan langkah konservatif pada pasien dengan ketuban pecah
dini berdasarkan usia kehamilannya yaitu sebagai berikut :
1. Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin, dan metronidazol 2x500 mg
selama 7 hari).
2. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

7
3. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, dan
tes busa negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin.
4. Jika pada kehamilan 37 minggu, maka lakukan terminasi.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, dan tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24
jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, dan ada infeksi, beri antibiotik,
lakukan induksi, dan nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin).
7. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg/ hari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.

b. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal lakukan seksio
sesaria. Dapat juga diberikan misoprostol 25µg-50µg intravaginal setiap 6
jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis
tinggi dan persalinan diakhiri.
1. Bila skor Bishop/ skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
2. Bila skor Bishop/ skor pelvik >5 dilakukan induksi persalinan.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi 37 minggu, dapat mengurangi
resiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi, dalam 2-

8
7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah satu rekomendasi mengenai
pemilihan antibiotik antepartum yaitu:
− Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 jam
− Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 8 jam
− Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan
eritromisin (4x250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan
terpai tunggal klindamisin 3x600 mg PO. Sumber lain mengatakan bahwa
pemberian eritromisin pada PPROM hingga 10 hari.

Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis padaa pasien yang mengalami
ketuban pecah dini di usia gestasi <37 minggu (di atas 34 minggu). Pada
beberapa penelitian, pemberian tokolitik tidak memperpanjang periode laten
(ketuban pecah-persalinan), meingkatkan luaran janin, atau mengurangi
morbiditas neonatus. Pemberian tokolitik di usia gestasi ≤34 minggu, berfungsi
untuk pematangan paru.

Tatalaksana KPD adalah sebagai berikut:13


1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat
pada bayi.
2. Dengan perkiraan janin yang sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid sehingga
kematangan paru-paru janin dapat terjamin dengan baik.
3. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan harus menunggu
berat janin agar cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
4. Dalam menghadapi kasus KPD, diberikan penjelasan yang sebaik-baiknya
kepada ibu dan pihak keluarga agar pada saat dilakukan tindakan yang
mendadak bisa memberikan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu atau

9
harus mengorbankan janin yang ada dikandungan ibu. Waktu terminasi
pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila tidak
terjadi his spontan.

Gambar 1. Alur Tatalaksan KPD

2.1.8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. 1
1. Persalinan Prematur

10
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan anrara 28 - 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam I minggu.1
2. Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada maternal maupun neonatal. Risiko infeksi ibu dan
anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis.
Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini
premarur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.1
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.1
4. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, sena hipoplasi pulmonar.1

2.2. Sectio Caesarea (SC)


2.2.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah prosedur pembedahan untuk mengeluarkan janin
melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus
(histerektomi) sehingga ibu bayi kadang merasakan nyeri di daerah luka yang
insisi. 14

11
2.2.2 Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan section caesarea adalah untuk mempersingkat lamanya
pendarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah
rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan previa
lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada
plasenta previa, section caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga section caesarea dilakukan pada plasenta previa walaupun anak
sudah mati.15

2.2.3 Klasifikasi Sectio Caesarea


Klasifikasi Sectio Caesarea sebagai berikut:15
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
- Sectio caesarea klasik atau carporal ialah dengan insisi
memanjang pada corpus uteri.
- Sectio caesarea profunda ialah dengan insisi pada segmen
bawah uterus
b. Sectio Caesarea Ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tapa membuka peritoneum parietals dan
tidak membuka cavum abdominalis
2. Vagina (SC Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan apabila
sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (tranversal), dan
sayatan huruf T (T insisian).
3. Sectio Caesaria Klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm. kelebihannya ialah mengeluarkan janin lebih panjang, tidak
menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik dan sayatan bisa di
perpanjang proksimal atau distal.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

12
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10 cm. kelebihannya ialah penjahitan luka lebih
mudah, penutupan luka dengan repitonialisasi yang baik, tumpang tindih
dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus kerongga
perineum, pendarahan kurang dan di bandingkan dengan cara klasik
kemungkinan rupture uteri spontan lebih kecil. Sedangkan
kekurangannya ialah luka dapat melebar ke kanan, ke kiri dan kebawah
sehingga dapat menyebabkab arteri uteri terputus yang akan
menyebabkan perdarahan yang banyak keluhan utama pada kandung
kemih post operatif tinggi. 15

2.2.4 Indikasi
Indikasi section caesarea dapat dikelompokkan menjadi :16,17
1. Preeklamsi dan Eklamsi
2. Maternal request
3. Malpresentasi
4. Gangguan cairan ketuban (oligohidramnion dan polihidramnion).
5. Perdarahan antepartum (HAP) (Plasenta previa)
6. Kehamilan postterm
7. Kehamilan kembar
8. Partus lama & macet (cephalo-pelvic disproportion, induksi persalinan
yang gagal)
9. Gawat janin
10. Riwayat persalinan SC sebelumnya.

2.2.5 Tatalaksana pada Ibu Post Seksio Sesaria (SC)


Pada ibu post section caesarea dapat diberikan penatalaksanaan sebagai
berikut:18
1. Analgesik diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, dan Tramadol.

13
2. Pemberian tranfusi darah apabila terjadi perdarahan partum yang
hebat.
3. Pemberian antibiotic seperti Cefotaxim, Cetriaxon dan lain-lain.
4. Walaupun pemberian antibiotika sesudah sectio caesarea efektif dapat
di persoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kapten Abdullah, Plaju
MRS : 13 Juni 2022, Pukul 07.00 WIB
No. RM : 62-35-72

B. Identitas Suami
Nama : Tn. A
Umur : 31 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kapten Abdullah, Plaju

15
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Juni 2022.
A. Keluhan Utama
Mules mau melahirkan

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Os datang ke PONEK RSUD Palembang BARI mengaku hamil anak ke
1 cukup bulan dengan keluhan mules yang menjalar ke pinggang yang semakin
lama semakin kuat sejak pukul 04.00 WIB (3 jam) SMRS. Riwayat keluar air-
air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (7 jam) SMRS, berwarna bening,
tidak berbau. Pasien mengatakan gerakan janin masih dirasakan.
Keluhan sakit kepala, nyeri ulu hati, kejang, mual muntah dan pandangan
kabur disangkal.
Riwayat jatuh tidak ada, riwayat keputihan tidak ada, riwayat demam
tidak ada.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi sebelum kehamilan (-), Diabetes Melitus (-), Alergi obat dan
makanan (-), Asma (-), Malaria (-), Penyakit Jantung (-), Penyakit Ginjal (-),
Penyakit TBC (-), Penyakit Hepar (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi obat dan makanan (-), Asma (-),
Penyakit Jantung (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit TBC (-), Penyakit Hepar (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 14 Tahun
Siklus haid : 28 Hari
Lama haid : 7 hari
Keluhan saat haid : Nyeri haid (-)
HPHT : 20 - 09 - 2021

16
TP : 27 - 06 – 2022

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali, tahun 2021
Lama pernikahan : 1 tahun
Usia menikah : 27 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada
H. Riwayat ANC
- Pemeriksaan kehamilan dilakukan 2 kali ke dokter

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Hamil saat ini

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 52 kg
IMT : 23,9 (BB ideal)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,7 °C

B. Pemeriksaan Spesifik

Kepala : Normocephali

17
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Telinga : Nyeri tekan (-/-), Massa (-/-), Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus (+/+) normal kanan dan kiri
Perkusi: Sonor (+/+) di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 80 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: Perut membesar karena kehamilan, luka
bekas operasi (-), linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (+), lesi (-), keputihan berbau (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Leopold I : Teraba bagian janin lunak, tidak mudah digerakkan dan tidak
melenting (kesan bokong), TFU 3 jari di bawah processus
xhypoideus, 30 cm dari symphisis pubis.

18
- Leopold II : Teraba bagian keras, memanjang dan datar seperti papan di
kanan perut ibu (punggung janin) dan teraba bagian lunak
yang kecil-kecil dibagian kiri (ekstremitas).
- Leopold III : Teraba bagian janin bulat, keras, dan melenting (kesan
kepala).
- Leopold IV : Konvergen (belum masuk PAP)
- TBJ : (TFU-12) x 155 = 2790 gram
- DJJ : 140 x/menit
- His : 2x10’/30”

Pemeriksaan Dalam :
- Posisi portio : Medial
- Konsistensi : Lunak
- Pembukaan : 3 cm
- Ketuban : Ada
- Pendataran : 25 %
- Presentasi : Kepala
- Penunjuk : UUK
- Penurunan : Hodge I
- Molase :0

3.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 13 Juni 2022 pukul 08.44 WIB)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 10,6 12-16 g/dl
Hematokrit 33,6 37-47%
Trombosit 291.000 150.000 – 440.000/ul
Leukosit 13.900 4200 – 11.000/ul
Eritrosit 3,91 juta/uL 4,0-5,0 juta/uL

19
Hitung Jenis
Basofil 0 0 – 1%
Eosinofil 1 1 – 3%
Batang 1 2 – 6%
Segmen 83 50 – 70%
Limfosit 11 20 – 50%
Monosit 4 2 – 8%
Golongan Darah+Rhesus
Golongan Darah O
Rhesus Positif
Masa pembekuan/CT 11 10 – 15 menit
Masa perdarahan/BT 3 1 – 6 menit

Kimia Klinik
GDS
69 <180 mg/dL
Imunologi
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif

- Tes Nitrazine (+)

20
3.5 Diagnosis Kerja
G1P0A0 hamil aterm 37-38 minggu dengan KPSW inpartu kala I fase laten
janin tunggal hidup presentasi kepala.

3.6 Penatalaksanaan
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ, HIS.
- IVFD RL 500 cc gtt 20x/menit
- Kateter Menetap
- Cek laboratorium, darah lengkap, kimia darah, dan antigen SARS Cov-2
- Inj. Cefriaxone 2 x 1gr (07.30 WIB)
- Rencana Sectio Caesarea CITO pada pukul 11.00 WIB
- Persiapan Operasi

3.7. Laporan Operasi


Pasien dengan posisi terlentang, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada
daerah perut dan sekitarnya, lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.
Dilakukan insisi Pfannenstiel. Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai
menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum.
Kemudian dilakukan insisi SBR didapatkan cairan ketuban sedikit. Lalu bayi
dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Pukul 11.30 WIB, lahir bayi laki-laki,
berat badan lahir 2.600 gram, PB 46 cm, APGAR score 8/9, plasenta lengkap.
Kemudian dilakukan penutupan dinding uteri dengan cara melakukan penjahitan
pada kedua sudut luka insisi SBR. Dilakukan jahit lapis perlapis sesuai lapisan
anatomi. Tindakan selesai.

21
3.8 Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
13/06/2022 S/ Nyeri pada bekas operasi • Observasi KU, tanda vital
13.30 WIB ibu, dan perdarahan
O/ KU : Baik • IVFD RL 500 cc gtt 20x/m
Kesadaran: Compos mentis • Kateter menetap 24 jam
TD : 120/70 mmHg • Mobilisasi bertahap
HR : 80 x/menit • Hb Post Op 11,8 g/dl
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3oC Th/
TFU: 1 jari di bawah • Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr/IV
umbilikus. • Injeksi Kalnex (Asam
Kontraksi uterus baik
Traneksamat) 3x1
Lokia: rubra (+)
• Metronidazole 2x1
• Pronalges supposituria 3x1
A/ P1A0 Post SC atas indikasi
KPSW
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
14/06/2022 S/ Nyeri pada bekas operasi • Observasi KU, tanda vital
06.00 WIB berkurang ibu, dan perdarahan
• IVFD RL 500 cc gtt 20x/m
O/ KU : Baik • Kateter menetap
Kesadaran: Compos mentis • Mobilisasi bertahap
TD : 110/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,1oC Th/
TFU: 1 jari di bawah • Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr/IV
umbilikus.

22
Kontraksi uterus baik • Injeksi Kalnex (Asam
Lokia: rubra (+) Traneksamat) 3x1
• Metronidazole 2x1
A/ P1A0 Post SC atas indikasi • Pronalges supposituria 3x1
KPSW
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
15/06/2022 S/ Nyeri bekas operasi berkurang • Aff Infus
08.00 WIB • Aff Kateter
O/ KU : Baik • Ganti opsite
Kesadaran: Compos mentis • Mobilisasi bertahap
TD : 110/81 mmHg • ASI on Demand
HR : 96 x/menit • Terapi IV ganti oral
RR : 20 x/menit
• Terapi oral dilanjutkan
o
Suhu : 36,2 C
• Rencana pulang
TFU: 1 jari di bawah
umbilikus.
Lokia: rubra (+)
Kontraksi uterus Baik

A/ P1A0 Post SC atas indikasi


KPSW

23
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


Os datang ke PONEK RSUD Palembang BARI mengaku hamil anak ke 1
cukup bulan dengan keluhan mules yang menjalar ke pinggang yang semakin lama
semakin kuat sejak pukul 04.00 WIB (3 jam) SMRS. Riwayat keluar air-air dari
jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (7 jam) SMRS, berwarna bening, tidak berbau,
dan tidak disertai darah. Pasien mengatakan gerakan janin masih dirasakan.
Keluhan sakit kepala, nyeri ulu hati, kejang, mual muntah dan pandangan kabur
disangkal. Riwayat jatuh tidak ada, riwayat keputihan tidak ada, riwayat demam
tidak ada.
Pada pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan umum pasien tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit,
frekuensi pernapasan 20x/menit, dan temperature 36,7 ºC. Pada pemeriksaan
obstetrik didapatkan leopold I, TFU 3 jari dibawah Processus Xyphoideus 30 cm
dari symphysis pubis, bagian fundus ibu teraba bagian janin bulat lembut tidak
melenting. Pada leopold II, teraba bagian kecil lunak di kiri perut ibu dan bagian
bagian keras memanjang di bagian kanan perut ibu. Dengan taksiran berat janin
2.790 gram dan DJJ 140 x/menit. Pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 3
cm, pendataran 25%, presentasi kepala, dan belum masuk PAP. Pemeriksaan
Laboratorium darah didapatkan Hb 10,6 g/dl. Diketahui HPHT pasien 20
September 2021, dengan TP 27 Juni 2022 maka usia kehamilan pasien pada saat
datang ke PONEK RSUD Palembang BARI adalah 37-38 minggu (aterm).
Berdasarkan anamnesis diatas, didapatkan tanda inpartu. Tanda inpartu yaitu
adanya kontraksi uterus yang semakin lama semakin sering disertai adanya keluar
darah dan lendir (bloodyshow), dengan HIS dan disertai adanya pembukaan dan
pendataran serviks. Pembukaan serviks 3 cm menandakan pada kala 1 fase laten
dengan posisi portio di medial dan HIS pasien 2 x 10’/30” memenuhi tanda inpartu.

24
Pasien juga mengaku keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (7
jam) SMRS, berwarna bening dan tidak berbau. Dalam pemeriksaan nitrazine test
di dapatkan hasil potisif. Penentuan cairan ketuban dengan menggunakan tes
lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru. pH normal vagina adalah antara 4,5-6,0,
sedangkan cairan amnion lebih bersifat alkali, dengan pH antara 7,1-7,3. Kertas
lakmus berubah biru pada pH diatas 6. KPSW adalah robeknya selaput
korioamnion dalam kehamilan sebelum onset persalinan berlangsung atau sebelum
pembukaan 4 cm (fase laten). Ketuban pecah dalam persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah
karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Untuk diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu, G1P0A0 hamil aterm 37-38
minggu dengan KPSW inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi
kepala. Jika ditinjau dari segi penulisan diagnosis obstetri pada pasien ini sudah
tepat, dimana diawali dengan diagnosis ibu dan komplikasi, diagnosis kehamilan,
diagnosis persalinan, dan terakhir diikuti diagnosis janin dan komplikasinya.

4.2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat?


Pada saat sebelum operasi pasien direncanakan cek laboratorium, darah
lengkap, kimia darah, dan antigen SARS Cov-2, observasi keadaan umum, tanda
vital ibu, DJJ, dan His. Diberikan IVFD Ringer Laktat 500 cc gtt 20 x/menit, Inj.
Ceftriaxone 2 g (skin test). Pada pasien ini direncanakan terminasi kehamilan
dengan metode sectio caesarea CITO.
Pada tatalaksana post SC dilakuan pemantauan atau observasi keadaan
umum ibu, tanda tanda vital, dan kemungkinan terjadinya perdarahan. Untuk
cairan intravena diberikan larutan kristaloid bersifat isotonis yaitu RL gtt
20x/menit, Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr/IV, Injeksi Kalnex (Asam Traneksamat)
3x1, Metronidazole 2x1, Pronalges supposituria 3x1.
Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan untuk
cairan pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid, cairan yang paling
fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. RL
banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok
hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam larutan
RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk
memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam
RL tidak cukup untuk pemeliharaan sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan
rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya
ketosis. Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi
elektrolit Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca+ (3 mEq/L), dan laktat (28
mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan
1.000 ml.19
Pasien diberikan ceftriaxone, untuk mengurangi perkembangan bakteri yang
resisten terhadap obat dan menjaga efektivitasnya. Pasien diberikan Metronidazole
3x500 mg sebagai antibotik untuk mengobati infeksi. Diberi kalnex 3x500 mg
yang mengandung asam tranexamat yang digunakan untuk mengurangi dan
menghentikan perdarahan. Pronalges supposituria mengandung ketoprofen yang
digunakan sebagai analgetic yang dapat mengurangi nyeri pasca operasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat.
BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi
yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. KPSW adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan sebelum onset
persalinan berlangsung atau sebelum pembukaan 4 cm (fase laten).
2. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
3. Penatalaksanaan kasus ini sudah adekuat.

5.2. Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mendiagnosis
haruslah tepat agar penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan penyakit yang
diderita dan agar kondisi pasien tidak lebih memburuk hingga dapat menimbulkan
komplikasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2015.


2. Duff, P. Management of premature rupture of the membranes in term patients.
http://www.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/section_view&articleid=11
9. 2008.
3. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview. 2010.
4. Anonim. KPSW (Ketuban pecah sebelum waktunya). Dalam : Standar
diagnosis dan terapi kasus-kasus ilmu kebidanan dan penyakit kandungan.
Rumah Sakit Immanuel : Bandung. 2006.
5. Mochtar, Rustam. (2012) Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
6. Nugroho, dkk. 2014 . Buku Ajar Askeb 1 Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
7. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
8. Kemenkes. 2017. Profil Kesehatan Indonesia.
9. Cunningham FG, Eveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrim KD,
Anatomy and physiology. In: Williams Obstetrics, Edisi ke-22. New York:
McGraw-Hill.p. 62-7. 2005.
10. Parsons MT, Spellacy WN, Premature Rupture of Membranes. In: James R,
Scott (Editor) Danforth’s Obstetrics and Gynecology. 8th Ed. Philadelphia:
Lippincott Wiliams & Wilkins. p. 269-76.
11. Chan Paul D, Johnson S M, Current Clinical Strategies Gynecology and
Obstetric. Laguna Hills, California 2006;38-9.
12. Prawirohardjo, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan
Bina Pustaka
13. Manuaba, IAC., Manuaba, IBGF., Manuaba, IBG. 2012. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hal. 281
14. Sihombing, N. 2017. Determinan Persalinan Sectio Caesarea di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Reproduksi.

28
15. Oxorn & Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Penerbit ANDI

16. Sungkat, A., Basrowi, R. Rising trends and indication of Caesarean section in
Indonesia. Science and Medical Affairs Department. World Nutr Journal.
2020.
17. Pamilangan, E. dkk. Indikasi Seksio Sesarea di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Tahun 2017 dan 2018. e-CliniC. 2020;8(1):137-145.
18. Morgan, Geri. 2009. Obstretri & Ginekologi Panduan Praktik (Practice
Guidelines For Obstretri& Gynecology). Jakarta: EGC
19. Leksana E. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok dan Terapi Cairan.
CPD IDSAI Jateng-Bagian Anestesi dan Terapi Intensif FK Undip. Semarang.
2006

Anda mungkin juga menyukai