Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

G1P0A0 HAMIL 8-9 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS


GRAVIDARUM GRADE 2

Oleh:
Miranda Jamaiyah, S.Ked
NIM 712021022

Pembimbing:
dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul :

G1P0A0 HAMIL 8-9 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM


GRADE 2

Oleh:
Miranda Jamaiyah, S.Ked.
NIM 712021022

Telah dilaksanakan pada bulan Februari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF / Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Februari 2023


Dokter Pendidik Klinik

dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai
pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan
kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Palembang, Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hiperemesis Gravidarum .......................................................... 3
2.1.1. Definisi ............................................................................ 3
2.1.2. Epidemiologi ................................................................... 3
2.1.3. Etiologi............................................................................ 4
2.1.4. Patofisiologi .................................................................... 5
2.1.5. Manifestasi Klinis ............................................................ 7
2.1.6. Diagnosis ......................................................................... 8
2.1.7. Tatalaksana .................................................................... 11
2.1.8. Komplikasi ....................................................................... 17
2.1.9. Prognosis .......................................................................... 18
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien ......................................................................... 19
3.2 Anamnesis ................................................................................ 19
3.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 21
3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 23
3.5 Diagnosis Kerja ........................................................................ 25
3.6 Penatalaksanaan ........................................................................ 25
3.7 Hasil USG ................................................................................. 25

iv
3.8 Follow up .................................................................................. 27
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................................... 28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................. 30
5.2 Saran..................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mual (nausea) dan muntah (vomiting), pusing, perut kembung, dan badan
terasa lemah dapat terjadi hampir pada 50% kasus ibu hamil, dan terbanyak pada
usia kehamilan 6 - 12 minggu. Keluhan mual muntah sering terjadi pada waktu
pagi sehingga dikenal juga dengan "morning sickness".1
Hiperemesis gravidarum (HG) dianggap sebagai manifestasi mual dan
muntah yang berat pada kehamilan dan terjadi pada 0,3-3% dari semua kehamilan.
HG menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, gangguan elektrolit, dan
defisiensi nutrisi. HG juga telah dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi
kecil untuk masa kehamilan. Meskipun kejadian tampaknya relatif rendah, kondisi
ini adalah penyebab paling umum dari rawat inap awal kehamilan. Selain itu,
kekambuhan pada kehamilan berturut-turut tinggi, mulai dari 15% hingga lebih
dari 80%.2 Tidak ada konsensus tentang kriteria diagnostik spesifik, tetapi
umumnya mengacu pada spektrum yang parah mengenai mual dan muntah pada
kehamilan. Hal ini terjadi pada sekitar dua persen dari semua kehamilan di
Amerika Serikat.3
Etiologi mual dan muntah pada kehamilan masih belum pasti, dan banyak
hipotesis telah diajukan, termasuk predisposisi psikologis (konversi atau
gangguan somatisasi dan ketidakmampuan wanita untuk merespon stres hidup
yang berlebihan), adaptasi evolusioner (penghindaran racun selama kehamilan),
dan stimulus hormonal (human chorionic gonadotropin dan estrogen).4
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum
dirawat inap lebih dari sekali.Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-
menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Beberapa faktor risiko yang
berhubungan dengan hiperemesis gravidarum antara lain hiperemesis gravidarum
pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih, kehamilan multipel, penyakit
trofoblastik, nuliparitas dan merokok.5

1
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus hiperemesis
gravidarum.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter muda setelah
dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang kasus
hiperemesis gravidarum.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetri dan
ginekologi.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2. Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan pada
kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan diagnosis
yang berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hiperemesis Gravidarum

2.1.1. Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal


kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah
kadang-kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan
diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum
dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun,
dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala
penyakit apendisitis, pielititis, dan sebagainya.1
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga
timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung
selama kurang lebih 10 minggu.2 Mual dan muntah ringan sampai
sedang sangat umum terjadi pada wanita hamil sampai usia kehamilan
sekitar 16 minggu. Mual dan muntah berat yang tak henti-hentinya
hiperemesis gravidarum didefinisikan secara bervariasi sebagai
keadaa cukup parah untuk menyebabkan penurunan berat badan,
dehidrasi, ketosis, alkalosis karena kehilangan asam klorida, dan
hipokalemia.6

2.1.2. Epidemiologi
Hingga 90% wanita mengalami mual selama kehamilan. Studi
menunjukkan bahwa sekitar 27-30% wanita hanya mengalami mual,
sedangkan muntah dapat terlihat pada 28-52% dari semua kehamilan.
Insiden hiperemesis gravidarum berkisar antara 0,3-3%, tergantung

3
pada sumber literatur. Secara geografis, hiperemesis tampaknya lebih
umum di negara bagian barat.3
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah
terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada
60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Dari seluruh
kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya
mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000
kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan
biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada
usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus
pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan,
gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu. Kejadian
hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil.7

2.1.3. Etiologi
Etiopatogenesis hiperemesis gravidarum tidak diketahui dan
kemungkinan multifaktorial. Ini tampaknya terkait dengan kadar
serum hormon yang berhubungan dengan kehamilan yang tinggi atau
meningkat dengan cepat. Penyebab diduga termasuk human chorionic
gonadotropin (hCG), estrogen, progesteron, leptin, hormon
pertumbuhan plasenta, prolaktin, tiroksin, dan hormon adrenokortikal.
Baru-baru ini terlibat adalah hormon lain yang mencakup ghrelins,
leptin, nesfatin-1, dan peptida YY.6
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus
hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang
menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya
komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan
kelainan biokimia.1

4
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah
ditemukan adalah sebagai berikut:7
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang
peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk
berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak
ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis, seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak
siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup
penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.

2.1.4. Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas
membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang
kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah,
mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik.
Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan
aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima
rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari
aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-
bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus
solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah
formasi retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini
berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang
aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X,

5
XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke
diapragma, otot iga dan otot abdomen.7
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini
masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah
ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik,
dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi,
sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium
dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain
itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih
banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita.7

Gambar 2.1. Patofisiologi Mual dan Muntah Pada Hiperemesis


Gravidarum

Studi genetik yang lebih baru menghubungkan HG dengan


sindrom muntah siklik karena hubungan dengan gen reseptor

6
ryanodine, RYR2, yang diekspresikan di pusat muntah dan terlibat
dalam fungsi tiroid. Juga terkait adalah gen plasentaI GFBP7 dan
GDF15. Konsentrasi protein serum dari gen-gen ini meningkat secara
signifikan pada usia kehamilan 12 minggu pada wanita yang dirawat
di rumah sakit karena HG dibandingkan dengan wanita yang
melaporkan NVP normal. Wanita dengan tingkat lebih tinggi IGFBP7
cenderung memiliki gejala HG yang berkepanjangan, mungkin karena
IGFBP7 menyebabkan keengganan terhadap makanan yang biasanya
menarik, bahkan selama kelaparan. GDF15 adalah hormon yang
mengatur berat badan dan nafsu makan, dan kelebihan produksi yang
tidak normal GDF15 pada kanker adalah pendorong utama cachexia,
penyebab utama kematian di antara pasien dengan kanker. Jadi, jika
seorang wanita dengan HG mengatakan dia merasa seperti sedang
sekarat, dia mungkin melakukannya. Pengembangan pengujian
genetik untuk gen ini mungkin menawarkan alat skrining yang
berharga untuk mengidentifikasi pasien HG yang paling
membutuhkan perawatan proaktif.8

2.1.5. Manifestasi Klinis


Seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut
hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika
keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum
ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum,
menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu:7
1. Grade I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan
menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat
sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit

7
menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Grade II
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih
menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan
cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium
dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan
dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Grade III
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran
menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu
meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke
dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental.
Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk
vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya
gangguan hati.

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang :3,7,9

1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan
muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual
dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan
tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain itu
dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum
seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat
penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati,

8
diabetes mellitus, dan tumor serebri).
Anamnesis yang cermat pada wanita yang dicurigai atau
dikonfirmasi hiperemesis gravidarum harus mencakup status
kehamilan mereka, perkiraan usia kehamilan, riwayat komplikasi
selama kehamilan sebelumnya, frekuensi dan keparahan mual
dan muntah, intervensi yang dilakukan untuk mengobati
gejalanya, dan hasil dari intervensi yang dicoba. Rata-rata
timbulnya gejala terjadi sekitar 5 sampai 6 minggu setelah
kehamilan.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien,
tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan.
Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan fisik harus mencakup denyut jantung janin
(tergantung pada usia kehamilan) dan pemeriksaan status cairan,
termasuk pemeriksaan tekanan darah, denyut jantung, kekeringan
membran mukosa, capilary refill time, dan turgor kulit. Berat
badan pasien harus diperoleh untuk perbandingan dengan berat
badan sebelumnya dan yang akan datang. Jika diindikasikan,
pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan panggul harus dilakukan
untuk menentukan ada tidaknya nyeri tekan pada palpasi.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis,
gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan
tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan
T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-

9
60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya
menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis
urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan
hematokrit.
Evaluasi harus mencakup urinalisis untuk memeriksa
ketonuria dan berat jenis, selain hitung darah lengkap dan
evaluasi elektrolit. Peningkatan hemoglobin atau hematokrit
mungkin karena hemokonsentrasi dalam pengaturan dehidrasi.
Dehidrasi yang signifikan dapat menyebabkan cedera ginjal akut
yang dibuktikan dengan peningkatan kreatinin serum, nitrogen
urea darah, dan penurunan filtrasi glomerulus. Kalium, kalsium,
magnesium, natrium, dan bikarbonat dapat dipengaruhi oleh
muntah yang berkepanjangan dan penurunan asupan cairan oral.
Tes tiroid, lipase, dan tes fungsi hati juga dapat diselesaikan untuk
mengevaluasi diagnosis alternatif.
Studi radiografi mungkin tepat untuk menyingkirkan
diagnosis alternatif. Ultrasonografi obstetrik dapat
dipertimbangkan untuk menyingkirkan kehamilan ganda,
kehamilan ektopik, dan penyakit trofoblas gestasional, tergantung
pada riwayat pasien dan evaluasi obstetrik sebelumnya. Magnetic
resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk menilai
diagnosis alternatif, seperti radang usus buntu.

4. Pregnancy-unique quantification of emesis/nausea (PUQE)


score
Sebuah skor untuk menilai tingkat mual muntah pada
kehamilan telah dibuat dan divalidasi yang diberi nama dengan
pregnancy-unique quantification of emesis/nausea (PUQE)
score. Klasifikasi mual muntah berdasarkan PUQE score adalah
jumlah poin dari ketiga pertanyaan diatas, bila skor total < 6
dikategorikan sebagai mual muntah yang ringan, skor 7-12

10
dikategorikan sebagai mual muntah moderate, nilai skor > 13
dianggap mual muntah yang berat. Berdasarkan kategori tersebut
selanjutnya dilakukan manajemen terapi yang sesuai. Dimana
mualmuntah yang berat pada kehamilan membutuhkan perawatan
yang lebih seksama. Penanganan mual dan muntah pada
kehamilan tergantung dari tingkat berat ringannya gejala, berkisar
dari perubahan pola diet pada pasien dengan gejala yang ringan,
hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total (NPT)
pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis
sudah sangat jauh berkurang.
Tabel 2.2. Skor PUQUE

2.1.7. Tatalaksana
Perawatan berdasarkan American College of Obstetrics and
Gynecology (ACOG) dalam pedoman Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Perawatan awal harus dimulai dengan intervensi
nonfarmakologis seperti mengganti vitamin prenatal pasien dengan
suplemen asam folat saja, menggunakan suplemen jahe (250 mg per
oral 4 kali sehari) sesuai kebutuhan, dan memasang gelang
akupresur. Jika pasien terus mengalami gejala yang signifikan, terapi

11
farmakologis lini pertama harus mencakup kombinasi vitamin B6
(piridoksin) dan doksilamin. Tiga resimen dosis didukung oleh
ACOG, termasuk pyridoxine 10 sampai 25 mg secara oral dengan
12,5 mg doxylamine tiga atau empat kali per hari, 10 mg pyridoxine
dan 10 mg doxylamine hingga 4 kali per hari, atau 20 mg pyridoxine
dan 20 mg doxylamine hingga 2 kali sehari. Obat lini kedua
termasuk antihistamin dan antagonis dopamin seperti dimenhidrinat
25 hingga 50 mg setiap 4 hingga 6 jam secara oral, difenhidramin 25
hingga 50 mg setiap 4 hingga 6 jam secara oral, proklorperazin 25
mg setiap 12 jam secara rektal, atau prometazin 12,5 hingga 25 mg
setiap 4 hingga 6 jam per oral atau rektal. Jika pasien terus
mengalami gejala yang signifikan tanpa menunjukkan tanda-tanda
dehidrasi, metoklopramid, ondansetron, atau prometazin dapat
diberikan secara oral. Dalam kasus dehidrasi, bolus cairan intravena
atau infus kontinu saline normal harus diberikan selain
metoklopramid, ondansetron, atau prometazin intravena. Elektrolit
harus diganti sesuai kebutuhan.3

Gambar 2.2. Algoritma Penatalaksanaan HG

12
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III
harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan
penanganan yaitu:

1. Medikamentosa7
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan
diatas. Namun harus diingat untuk tidak memberikan obat yang
teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya
suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis,
serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang
dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine
(vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang
dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian
antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja
histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung
mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di
pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di
lambung berperan dalam menghambat motilitas lambung. Oleh
karena itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin
antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine,
promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan
promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan
efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di
sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik
dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian
bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam
menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja
menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin
antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron
biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang

13
tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain.
Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial
karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama
dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.

2. Terapi Nutrisi7,10
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian
nutrisi tergantung pada derajat muntah, berat ringannya deplesi
nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian
makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna
harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk
menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna
mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi
banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk
menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi.
Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet
yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering,
diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak,
hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan
yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori seharihari ditambah dengan 300 kkal
perharinya.

3. Isolasi7
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah,
dan memiliki peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya
dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk
kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien
tidak diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya
dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang

14
tanpa pengobatan.

4. Terapi Psikologik7
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan
persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi
pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya
yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual
dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan
muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.

5. Cairan Parenteral7
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk
mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan
gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga
pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis gravidarum,
jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena
kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang
dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang
hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan
komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa.
Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan
secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang
diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya
asidosis.
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit,
karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam
fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat
ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks
dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara
intravena apabila terjadi kekurangan protein. Dibuat daftar

15
kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu
diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan
bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan
tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit
pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam
24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat
dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan
dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan
penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang
dan keadaan aman bertambah baik.

6. Vitamin B67
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam
metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan
vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi.
Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per
hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi
multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian mencegah
insiden hiperemesis gravidarum.Vitamin B6 merupakan ko-
enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan
kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan
vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari
tryptophan.
Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin
rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang
menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil
terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin.
Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan
menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena
defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada
ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase yang
merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin,
yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan

16
muntah.

2.1.8. Komplikasi

1. Komplikasi Ibu
Pada kasus hiperemesis yang parah, komplikasinya
meliputi kekurangan vitamin, dehidrasi, dan malnutrisi, jika tidak
ditangani dengan tepat. Ensefalopati Wernicke, yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin B1, dapat menyebabkan kematian dan
cacat permanen jika tidak diobati. Selain itu, ada laporan kasus
cedera sekunder akibat muntah yang kuat dan sering, termasuk
ruptur esofagus dan pneumotoraks. Kelainan elektrolit seperti
hipokalemia juga dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan. Selain itu, pasien dengan hiperemesis mungkin
memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi selama
kehamilan.3
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati
Wernicke. Gejala yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu
paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan
yang tidak teratur (ataksia), dan bingung.5,10

2. Komplikasi Janin
Studi melaporkan informasi yang bertentangan mengenai
kejadian berat badan lahir rendah dan bayi prematur dalam
pengaturan mual dan muntah pada kehamilan. Namun, penelitian
belum menunjukkan hubungan antara hiperemesis dan kematian
perinatal atau neonatal. Frekuensi anomali kongenital tampaknya
tidak meningkat pada pasien dengan hiperemesis.3

17
Tabel 2.4. Komplikasi Janin pada HG

2.1.9. Prognosis
Mual dan muntah pada kehamilan adalah hal biasa. Gejala
biasanya dimulai sebelum usia kehamilan 9 minggu, dan sebagian
besar kasus teratasi pada minggu ke-20 kehamilan. Sebagian kecil
pasien, sekitar 3 persen, akan terus mengalami muntah sampai
trimester ketiga. Sekitar 10 persen pasien dengan hiperemesis
gravidarum akan terpengaruh selama kehamilan. Hal ini meyakinkan
untuk mengetahui bahwa hiperemesis tampaknya tidak menjadi lebih
mungkin dengan setiap kehamilan dan setelah satu kehamilan dengan
HG, kehamilan berikutnya mungkin berbeda.3
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu
dilaksananakan dengan jalan memberikan penerangan tentang
kehamilan dan persalinan sebagai suatu prpasienes yang fisiologik,
memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah
merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan
hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanan
sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan.
Defekasi yang teratur hendaknya dapat teratur.5

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 23 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Penjahit

Agama : Islam
Alamat : JL TL Banten RT001 RW 001/ Seberang Ulu II/Kota
Palembang
MRS : 17 Februari 2023, Pukul 18:00 WIB
No. RM : 63.49.21S

B. Identitas Suami
Nama :-
Umur :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama :-
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 18 Februari 2023
A. Keluhan Utama
Mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu SMRS dengan hamil 8-9 minggu

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke PONEK RSUD Palembang BARI hamil 8 - 9 minggu dengan
keluhan mual dan muntah terjadi hampir sepanjang hari namun dirasakan
memberat terutama pada pagi hari. Mual muntah dialami sudah sejak 3 hari

19
SMRS frekuensi muntah kurang lebih 8-10 kali per hari. Isi muntahan berupa
makanan minuman yang dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak
terdapat darah. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat bila setelah
makan dan minum, dan berkurang saat istirahat. Selain itu pasien juga
mengeluh badan terasa lemas, pusing sehingga tak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari seperti biasanya, nafsu makan dirasakan menurun. Berat badan
terjadi penurunan, dari BB 38 kg dan pada saat ini BB turun menjadi 36 kg.
Pasien mengaku keluhan sangat mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Pasien
mengaku ada permasalahan dalam kehidupan rumah tangganya. Ibu pasien
mengaku tidak terdapat riwayat mual muntah berlebihan yang sama seperti
pasien pada saat hamil.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : (-)

Diabetes Melitus : (-)

Alergi obat dan makanan : (-)

Asma : (-)

Penyakit Jantung : (-)

Penyakit Ginjal : (-)

Penyakit TBC : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi : (-)

Diabetes Melitus : (-)

Alergi obat dan makanan : (-)

Asma : (-)

Penyakit Jantung : (-)

Penyakit Ginjal : (-)

20
Penyakit TBC : (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 13 Tahun
Siklus haid : 28 Hari
Lama haid : 6 hari
Keluhan saat haid : Nyeri haid (-)
HPHT : 11 -12 – 2022
TP : 18 - 09 – 2023

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : Belum menikah
Lama pernikahan :-
Usia menikah :-

G. Riwayat Kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi apapun

H. Riwayat ANC
Belum pernah melakukan ANC

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Hamil saat ini

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 °C

Tinggi Badan : 150 Cm

21
BB Sebelum Hamil: 38Kg

BB Saat Hamil : 36 Kg

B. Pemeriksaan Spesifik

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+) normal
Telinga : Nyeri tekan (-/-), Massa (-/-), Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi: Stem fremitus (+/+) normal kanan dan kiri
Perkusi: Sonor (+/+) normal di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-)
wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi: Ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 80 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: Luka bekas operasi (-), linea nigra (-), striae
gravidarum (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi: TFU belum teraba, hepar dan lien tidak
membesar
Genitalia : Bloody show (-), lesi (-), keputihan berbau (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

22
C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan genitalia eksterna:
Inspeksi : pendarahan (-), gumpalan darah (-), massa (-), hiperemis (-), fluor albus
(-)
Palpasi : nyeri tekan (-), tumor (-)
Pemeriksaan genitalia interna:
Inspekulo: Tidak dilakukan
Bimanual: Tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 17 Februari 2023 pukul 18:46 WIB)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 11.6 12-16 g/dl
Hematokrit 32% 35-47%
Trombosit 259 Ribu/uL 150 – 440 Ribu/ul
Leukosit 10 Ribu/uL 5-10 Ribu/uL
Eritrosit 3.90 juta/uL 4,0-5,0 juta/uL

Hitung Jenis
Basofil 0 0 – 1%
Eosinofil 0 1 – 3%
Batang 2 2 – 6%
Segmen 77 50 – 70%
Limfosit 16 20 – 50%
Monosit 5 2 – 8%
Golongan Darah+Rhesus
Golongan Darah O
Rhesus +
Masa pembekuan/CT 11 10 – 15 menit
Masa perdarahan/BT 3 1 – 6 menit

23
Kimia Klinik
GDS
71 <180 mg/dL
Imunologi
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
HbsAg Negatif Negatif
Anti HIV
Strategi satu Non Reaktif Non Reaktif
Serologi
CRP Kualitatif Negatif

Pemeriksaan Urin Rutin (Tanggal 17 Februari 2023 pukul 18:46 WIB)


Urin Rutin
Makroskopis
Warna Kuning Tua Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen Urine
Lekosit 1-2 0-5 / LPB
Eritrosit 0-1 1-3 / LPB
Sel Epitel 0-1
Reaksi/Ph 6,5 5 – 8.5
Berat Jenis 1.025 1.000 - 1.030
Protein + Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Positif
Keton +++ Negatif
Darah / Hb Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Lekosit Negatif
Silinder Negatif Negatif

24
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif
Tes Kehamilan Positif

3.5 Diagnosis Kerja


G4P3A0 hamil 8-9 Minggu dengan Hiperemesis Gravidarum

3.6 Penatalaksanaan
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu
- Pemeriksaan laboratorium, darah rutin
- IVFD D5% + Neurosanbe 1 ampul gtt 20x/m
- Inj. Ondansetron 2x4 mg
- Inj. Ranitidine 2x50 mg
- Antasida 3x1 tab/ oral
- Rencana USG Sabtu, 18 Februari 2023

3.7 Hasil USG

Interpretasi: Janin tunggal hidup, usia kehamilan 8 minggu 6 hari

25
3.8 Follow Up

Hari/Tanggal Follow Up
18 Februari S/ S/ Mual muntah berkurang, pusing (-)
2023
pukul 07.00 O/ KU : Baik
WIB Sensorium: Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 70 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,4 oC

A/ G4P3A0 hamil 8-9 Minggu dengan Hiperemesis


Gravidarum Grade 2

P/

- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu


- IVFD D5% + Neurosanbe 1 ampul gtt 20x/m
- Inj. Ondansetron 2x4 mg
- Inj. Ranitidine 2x50 mg
- Antasida 3x1 tab/ oral
- Rencana pulang besok

26
Hari/Tanggal Follow Up
19 Februari S/ Tidak Ada Keluhan
2023
pukul 07.00 O/ KU : Baik
WIB Sensorium: Compos mentis
TD : 100/60 mmHg
HR : 72 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC

A/ G4P3A0 hamil 8-9 Minggu dengan Hiperemesis


Gravidarum

P/

- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu


- IVFD D5% + Neurosanbe 1 ampul gtt 20x/m
- Inj. Ondansetron 2x4 mg
- Inj. Ranitidine 2x50 mg
- Antasida 3x1 tab/ oral

27
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


Pasien datang ke PONEK RSUD Palembang BARI hamil 8 - 9 minggu
dengan keluhan mual dan muntah terjadi hampir sepanjang hari namun dirasakan
memberat terutama pada pagi hari. Mual muntah dialami sudah sejak tiga hari
SMRS frekuensi muntah sebanyak 8-10 kali per hari. Isi muntahan berupa
makanan minuman yang dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak terdapat
darah. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat bila setelah makan dan
minum, dan berkurang saat istirahat. Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa
lemas, pusing sehingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasanya, nafsu makan dirasakan menurun. Berat badan terjadi penurunan, dari
BB 38 kg dan pada saat ini BB turun menjadi 36 kg.
Menurut teori, hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena
keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah
gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada
malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Pada pemeriksaan fisik TFU belum teraba, pemeriksaan ginekologi
genitalia eksterna tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan USG didapatkan
interpretasi janin tunggal hidup dengan usia kehamilan 8 minggu 6 hari. Hal ini
dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis kehamilan ganda dan
molahidatidosa. Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Jika ditinjau dari segi penulisannya
diagnosis obstetri pada pasien ini sudah tepat, dimana diagnosis obstetri diawali
dengan diagnosis ibu dan komplikasi, diagnosis kehamilan, diagnosis persalinan,
dan terakhir diikuti dengan diagnosis janin. Berdasarkan pembahasan diatas,
28
penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah tepat.

4.2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat?

Secara keseluruhan, penatalaksanaan yang diberikan pada pasien sudah adekuat.


Pada saat masuk PONEK RSUD Palembang BARI pasien direncanakan cek
laboratorium darah rutin, D5% + Neurosanbe gtt 20 x/menit, Injeksi ranitidin 2 x
50 mg, injeksi Ondansentron 2x 4 mg dan Antasida 3x1 tab. Pasien direncanakan
untuk dilakukan USG pada Sabtu, 18 Februari 2023. Pada kasus ini pasien
diberikan infus D5% + neurosanbe sebagai suplemen multivitamin dan sebagai
pengganti cairan yang keluar dari muntah berlebihan yang dialami pasien agar
keseimbangan elektrolit didalam tubuh menjadi stabil. Pasien diberikan
neurosanbe untuk mencukupi kebutuhan vitamin B dalam tubuh pasien agar
mengurangi gejala mual muntah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin
rendah sehingga saraf akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual
dan muntah. Pasien diberikan terapi obat ranitidine 2x50 mg untuk menurunkan
sekresi asam lambung dan pemberian Ondansentron 2x4 mg sebagai antimimetik
bertujuan untuk mengurangi mual dan muntah yang berlebihan. Ondansentron
bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medulla sehingga dapat
mengurangi gejala mual muntah pada pasien ini. Pasien juga diberikan antasida
3x1 tablet, antasida sendiri berfungsi menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Berdasarkan pembahasan
diatas, penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat.

29
BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan


terapiyang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.

2. Penatalaksanaan kasus ini sudah adekuat.

5.2. Saran
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan ini, adapun saran yang dapat
penulis berikan yaitu:
1. Sebagai upaya pencegahan, dokter muda sebaiknya lebih giat dalam
melakukan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai definisi hiperemesis
gravidarum, faktor risiko, dampak dan komplikasi yang didapat
ditimbulkan
2. Menyarankan ibu agar rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) baik di
rumah sakit maupun di puskesmas sehingga mampu mendeteksi dini
adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan
kesejahteraan janin.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta;2017; hal. 275-280

2. Gro C. Havnen, Maria Bich-Thuy Truong, Mai-Linh H. Do, Kristine Heitmann,


Lone Holst & Hedvig Nordeng. 2019. Women’s perspectives on the management
and consequences of hyperemesis gravidarum – a descriptive interview
study, Scandinavian Journal of Primary Health

3. Jennings LK, Mahdy H. 2022. Hyperemesis Gravidarum. In:StatPearls


[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;

4. Yeh C, Kuan H, Peng H. 2017. Hyperemesis gravidarum. Journal of the Chinese


Medical Association.

5. Gunawan K, Paul Samuel KM, Dwiana O. 2011. Diagnosis Dan Tatalaksana


Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc.
6. Cunningham, FG. Williams Obstetrics, 25 thEdition. United States of America:
McGraw-Hill Education. 2018.
7. Widayana A, Megadhana IW, Putera KK. 2018. Diagnosis and Management Of
Hyperemesis Gravidarum.E-Jurnal Medika Udayana.

8. MacGibbon KW. 2020. Hyperemesis Gravidarum. Journal of Infusion Nursing.


9. Sanu, O., Lamont, RF. Hyperemesis Gravidarum : pathogenesis and the use of
antiemetic agents. Expert Opin. Pharmacother. (2016) 12(5):737-748
10. Lord LM, Palletier K. Editor. Parrish CR. Management of Hyperemesis.
Gravidarum with Enteral Nutrition. Nutrition Issues In Gastroenterology. Series
63. 2018; p.16-30.

31

Anda mungkin juga menyukai