Anda di halaman 1dari 87

Laporan Kasus Home Visite

PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA


PASIEN VERTIGO DI LINGKUNGAN KLINIK DOKTER
KELUARGA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

Oleh:
Nabilah Apriliani, S.Ked
71 2019 043

Pembimbing:
dr. H. Trisnawarman, Sp.KKLP, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

1
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Vertigo di Lingkungan Klinik
Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah Palembang

Oleh:
Nabilah Apriliani, S.Ked
71 2019 043

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang/Puskesmas Sei Baung Kota Palembang periode
6 September 2021 s.d. 19 September 2021.

Palembang, September 2021


Mengetahui dan Mengesahkan

dr. H. Trisnawarman, Sp.KKLP, M.Kes

KATA PENGANTAR
3

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Pasien Vertigo Di Lingkungan Klinik Dokter Keluarga
Universitas Muhammadiyah Palembang”. sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang/Puskesmas Kampus Kota
Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Saya menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan laporan ini banyak kendala
yang dialami, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan
berkah Allah SWT sehingga kendala tersebut dapat diatasi. Saya ucapkan banyak terima
kasih kepada Pembimbing, yaitu dr. H. Trisnawarman, Sp.KKLP, M.Kes yang telah
membantu penyelesaian laporan ini.
Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dengan
segala kerendahan hati, Saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Palembang, September 2021

Penulis

DAFTAR ISI
4

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Tujuan............................................................................................2
1.3. Manfaat..........................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vertigo...........................................................................................3
2.1.1. Anatomi Alat keseimbangan Tubuh ..........................................3
2.1.2. Fisiologi .....................................................................................9
2.1.3. Definisi........................................................................................11
2.1.4. Epidemiologi...............................................................................11
2.1.5. Etologi ........................................................................................13
2.1.6.Klasifikasi ...................................................................................15
2.1.7. Patofisiologi................................................................................20
2.1.8.Gejala Klinis................................................................................25
2.1.9. Diagnosis.....................................................................................38
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang ............................................................38
2.1.11 Diagnosis Banding ....................................................................39
2.1.12. Terapi .......................................................................................40
2.2 Dokter Keluarga................................................................................47
2.2.1 Definisi Dokter Keluarga.............................................................47
2.2.2 Karakteristik Dokter Keluarga.....................................................48
2.2.3 Prinsip Dokter Keluarga..............................................................51
2.2.4.Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan.....................................54
2.2.5 Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga...............................55
2.2.6 Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga...........................................56
2.2.7 Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga...............................56
2.2.8 Bentuk dan Fungsi Keluarga........................................................58
5

2.2.9 Pengukuran Bentuk Keluarga......................................................


2.2.10 Keluarga dan Kesehatan............................................................59
2.2.11 Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan...................................59
BAB III LAPORAN KASUS
3.1. Identitas..........................................................................................72
3.2. Anamnesis......................................................................................72
3.3. Pemerikasan Fisik..........................................................................76
3.4. Analisis Kunjungan Rumah...........................................................79
3.5. Identifikasi Fungsi Keluarga..........................................................80
3.6. Identifikasi Lingkungan Rumah....................................................83
3.7. Konseling Keluarga.......................................................................84
3.8. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga.....................................85
3.9. Saran dan Masukan........................................................................86
3.10. Pemantauan dan Evaluasi..............................................................86
3.11. Diagnostik Holistik........................................................................87
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................99
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................101
LAMPIRAN .................................................................................................103
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien.1
Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope, dan
disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan
dizziness yang dilaporkan pada primary care. 2
Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari
6

system saraf perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan
kondisi lain. 93% pasien pada Iprimary care mengalami BPPV, acute vestibular
neuronitis, atau menire disease.2
Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala
mereka, menetukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah
pendekatan menggunakan pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan temuan radiologis akan membantu dokter unutk menegakkan diagnosis dan
member terapi yang tepat untu pasien.3
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas
masalah ini dalam sebuah laporan kasus ilmiah. Mengingat jumlah penderita
Vertigo terus meningkat dan besarnya biaya perawatan terutama oleh karena
komplikasinya, maka upaya yang paling baik dilakukan adalah dengan pendekatan
kedokteran keluarga pada pasien Vertigo untuk menerapkan pencegahan,
penanggulangan dan pengobatan penyakit Vertigo yang sesuai prinsip kedokteran
keluarga.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami penanganan penyakit vertigo dengan
melakukan pendekatan pelayanan dokter keluarga.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Memahami cara pencegahan penyakit vertigo.
2. Mengidentifikasi masalah-masalah pada pasien secara holistik.
3. Melakukan tatalaksana kasus vertigo pada pasien secara komprehensif.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1. Manfaat Teoritis
1. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan tentang penatalaksanaan kasus melalui
pendekatan kedokteran keluarga.
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan
sebagai landasan atau acuan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.
7

1.3.2. Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai
sarana untuk melatih keterampilan dan menambah pengalaman dalam
pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.1. Vertigo
.1.1. Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh
yaitu : sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem
vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan
vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi
atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan).
Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi
endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini
mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling berhubungan.4
8

Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga
pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang
disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing
mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor khusus.
Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis
adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus
semisirkularis terletak saling tegak lurus.4
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis
kedelapan (yaitu,nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan
nuklei vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak
di dalam bagian petrosus os tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan
tigan kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang
oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri
berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang
melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan. 4

Gambar 2.1. Organ pendengaran dan keseimbangan 4

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis


semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis
semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis
semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis
9

semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak


pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu
telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan
kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di bidang yang
sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan
utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk
membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista
ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung
massa gelatinosa yangmemanjang yang disebut kupula, yang tidak
mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis
menstimulasi rambut- rambut sensorik krista, yang dengan demikian,
merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan). 4

Gambar 2.2. Krista ampularis

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula


utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus
paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana
gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal
tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.4
10

Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi


kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan
pengaruh pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk
bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap
posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.4
Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah
nervus vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius
internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input
dari sel resptor di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang
kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang subarakhnoid
di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang
terletak di dasar ventrikel keempat. 4

Gambar 2. 3. Makula Statika Kompleks nuklear vestibularis


11

Gambar 2. 4. Kompleks nuklear vestibularis dan hubungan sentralnya. A.


Komponen nulkeus vestibularis. B. Hubungan sentral masing-masing komponen
nukleus vestibularis.

Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang


sebelum memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear
vestibularis, tempat mereka membentuk relay sinaptik dengan neuron kedua.
Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum
diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : 4
Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan
impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum) melalui
traktus juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus serebelaris inferior.
Kemudian, lobus flokulonodularis berproyeksi ke nukleus fastigialis dan
melalui fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis;
beberapa serabut kembali melalui nervus vstibularis ke sel-sel rambut labirin,
tempat mereka mengeluarkan efek regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi
serebelum mengandung serabut-serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis
superior, medialis, dan inferior dan mengirimkan serabut eferen langsung
kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik medula
spinalis, melalui jaras serebeloretikularis dan retikulospinalis. 4
Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus
vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam
12

fasikulus anterior ke motor neuron ɤ dan α medula spinalis, turun hingga ke


level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis lateralis berfungsi
untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan tingkat tonus otot
seluruh tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan. 4
Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis
medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius
medula spinalis servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke
medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di
bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana anterior,
sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya ke sel-sel
kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut ini
mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala dan
kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium
dengan gerakan lengan untuk keseimbangan. 4
Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi
otot-otot ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis.

2.1.2. Fisiologi
Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati
tahapan sebagai berikut.5
a. Tahap Transduksi.
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair ceel), R.
visus (rod dan cone cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari
ketiga R tersebut, R vestibuler menyumbang informasi terbesar disbanding
dua R lainnya, yaitu lebih dari 55%.
Mekanisme transduksi hari cells vestibulum berlangsung ketika
rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolyimf yang
mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut
sel (stereocilia) yang kemudian membuka/menutup kanal ion K bila
tekukan stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka
timbul influks ion K dari endolymf ke dalam hari cells yang selanjutnya
akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium)
13

akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca
bersama potensial aksi merangsangn pelepasan neurotransmitter (NT) ke
celah sinaps untuk menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron
berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat
AKT.
b. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen
vestibularis menuju ke otak dengan NT-nya glutamate
 Normal synoptic transmition
 Iduktion of longtem potentiation
c. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga
pusat AKT, antara lain:
 Inti vestibularis
 Vestibulo-serebelum
 Inti okulo motorius
 Hipotalamus
 Formasio retikularis
 Korteks prefrontal dan limbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi
respons yang sesuai.
Manakala rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan
disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah
habituasi (1).
d. Tahap Persepsi. Tahap ini belum diketahui lokasinya

2.1.3. Definisi Vertigo


Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness
adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe
tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa
vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi
14

cerebral), light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang


ketika berdiri). 1
Vertigo adalah perasaan hilang keseimbangan seperti pusing, rasa
berputar, sempoyongan, rasa seperti melayang atau merasakan badan atau
dunia sekitarnya berputar-putar dan berjungkir balik, yang disebabkan alat
keseimbangan kedua belah sisi tidak dapat memelihara keseimbangan tubuh.3

2.1.4. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria
(2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 2

2.1.5. Etiologi
Pada vertigo tipe sentral, etiologi umumnya adalah gangguan vaskuler
dan berasal dari supratentorial (trauma dan epilepsy) dan infratentorial
(insufisiensi vertebrobasilar). Sedangkan pada vertigo tipe perifer, etiologinya
idiopatik. Biasanya vertigo jenis perifer berhubungan dengan manifestasi
patologis di telinga. 6
Beberapa penyebab vertigo perifer yaitu idiopatik 49%, trauma 18%,
labirintis viral 15%, lain-lain (sindrom Méniere 2%, pascaoperasi non telinga
2%, ototoksisitas 2%, otitis sifilitika 1%, dan lainnya). 6

Adapun faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo


adalah :
1. Kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi
mendadak akan timbul sensasi vertigo
2. Alkoholisme akut
3. Pascaoperasi mayor
15

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII
sampai ke korteks.
Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo
serta lokasi lesi. 6
1. Labirin, telinga dalam :
a. BPPV (vertigo posisional paroksisimal benigna)
b. pasca trauma
c. penyakit menieTvre
d. labirinitis (viral, bakteri)
e. toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
f. oklusi peredaran darah di labirin
g. fistula labirin
2. Saraf otak ke VIII
a. neuritis iskemik (misalnya pada DM)
b. infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
c. neuritis vestibular
d. neuroma akustikus
e. tumor lain di sudut serebelo-pontin
3. Telinga luar dan tengah
a. Otitis media
b. Tumor

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai


tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat antara lain aminoglikosid,
diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang
mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga
gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat
ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain
sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa
penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan
vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi
vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat
16

menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo

2.1.6. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi.: 2
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah , gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolic karena pengobatan atau
infeksi sistemik.

Adapun yang disebut vertigo fisiologis dimana keadaan vertigo yang


ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum,
mata, dan somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain. 7
 Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk
gerakan akan sangat bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan
badan. Keadaan yang memperovokasi antara lain duduk di jok belakang
mobil, atau membaca waktu mobil bergerak.
 Mabuk ruang angkasa (space sickness)
Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat
(weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari
keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.
 Vertigo ketinggian (height vertigo)
Adalah uatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan
lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dang
gejala-gejala vegetatif.

Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi :7


a. Sakit kepala
b. Gejala neurologis
17

c. Tanda neurologis
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan kronik.
Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan vertigo
kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik lebih sering
terjadi pada usia tua karena insiden penyakit komorbid yang lebih besar. 7

Tabel 2.1. Perbedaan Vertigo Perifer dan Sentral

VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak
atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah
terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia,
parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.5
18

VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung :9
a. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik Paling sering
disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian
mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun
dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga atau
oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.
b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat
dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit
meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun
(tuli), vertigo dan tinitus.
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke
unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah
yang menyertainya ialah mendadak, dan gejala ini dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak
terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai nistagmus.

Tabel 2.2. klinis vertigo vestibular, perifer dan sentral


Perifer Sentr
al
Bangkitan vertigo Mendad Lamb
ak at
Derajat vertigo Berat Ring
an
Pengaruh (+) (-)
gerakan
kepala
Gejala otonom (++) (-)
19

Gangguan (+) (-)


pendengaran

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya nvolunter,
bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk
reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa
bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan atau dengan
rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar,
kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test posisional atau
gerakan kepala.5

Tabel 2.3. Membedakan nystagmus sentral dan perifer


No. Nystagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer

1. Arah Berubah-ubah Horizontal /


horizontal
rotatoar
2. Sifat Unilateral / Bilateral
bilateral
3. Test Posisional
- Latensi Sing Lebih
- Durasi kat lama
- Intensitas Lam Singkat
- Sifat a Larut/seda
Seda ng Mudah
ng ditimbulka
Susah ditimbulkan n
4. Test dengan rangsang Dominasi arah Sering ditemukan
(kursi putar, irigasi jarang
telinga) ditemukan
5. Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat
20

Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring
diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali. Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu :

1. Vertigo spontan
Vertigo ini timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul
dariPenyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab
tekanan Endolimfa yang meninggi. Vertigo spontan komponen cepatnya
mengarah ke jurusanlirikan kedua bola mata.
2. Vertigo posisi
Vertigo ini disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul
karenaperangsangan pada kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris atau
pada kelainanservikal. Debris ialah kotoran yang menempel pada kupula
kanalis semi- sirkularis.
3. Vertigo kalori
Vertigo yang dirasakan pada saat pemeriksaan kalori. Vertigo ini penting
ditanyakanpada pasien sewaktu tes kalori, supaya ia dapat membandingkan
perasaan vertigo inidengan serangan yang pernah dialaminya. Bila sama,
maka keluhan vertigonya adalahbetul, sedangkan bila ternyata berbeda,
maka keluhan vertigo sebelumnya patutdiragukan.7

2.1.7. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei
21

N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.


Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.9
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.10
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh :
 Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
 Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
22

berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,


teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
 Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.
 Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis
mulai berperan.
 Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
 Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
23

berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah


beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.1.8. Gejala Klinis


Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,
ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo
dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang
paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan
dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi
yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya
berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah
atau ke atas. Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika
sementara biasnaya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh
sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus. 12
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan
sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit
12

Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan


kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka
kedua matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan
mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang
mengalami gangguan. 12
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. 12
Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan
pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.12
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala,
dan sensiivitas visual. 12
24

Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak
terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien
dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang
berhubungan dengan problem medic. 12
Suatu informasi penting yang didapatkna dari anamnesis dapat
digunakan untuk membedakan perifer atau sentral meliputi:2
Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau
hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan pasien
mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki penyebab
psikologis. 3
onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih
besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo
sentral kecuali pada cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi
maisng-masing penyebab vertigo dapat dilihat pada table 2.4. 2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo
sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan
ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.
Tabel 2.4. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab verigo
Durasi episode Kemungkinan Diagnosis
Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of vestibular function;
late stages of acute vestibular neuronitis
25

Detik sampai menit Benign paroxysmal positional vertigo; perilymphatic


fistula

Beberapa menit Posterior transient ischemic attack; perilymphatic


sampai satu jam fistula
Beberapa jam
Ménière’s disease; perilymphatic fistula from trauma or
surgery; migraine; acoustic neuroma
Beberapa hari
Early acute vestibular neuronitis*; stroke; migraine;
Beberapa minggu multiple sclerosis
Psychogenic

Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab
yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran
pernapasan atas kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular neutritis
atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan migraine dapat menyebabkan
vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan migraine. Vertigo dapat
disebabkan oleh fistula perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh
trauma baik langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan
yang mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien
dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo
yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang
stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis tidak
cocok dengan penyebab fisik vertigo manapun. 3
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis peneybab vertigo.
26

Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari


perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius
interna atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat
terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada
tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan
muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease
yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral
misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien
denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan dengan
migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadnag
disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen pasien
dengan migraine mengeluhkan vertigo. 3

Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire disease, atau
tuli pada usia muda perlu ditanyakan.
Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatab
yang ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan sedative.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan
leher dan system cardiovascular.
 Nistagmus
 Pemeriksaan neurologis dengan perhatian khusus pada:
- Posturografi: Tes Romberg yang dipertajam, past-pointing test,
Manuever Nylen-Barany atau Dix-Hallpike
- Tes kalori
27

- Saraf-saraf kranial
- Fungsi Motorik dan sensorik
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium: darah lengkap, profil lipid, asam urat, dan hemostasis
- Foto Rontgen servikal
- Neurofisiologi sesuai indikasi: EEG
(elektroensefalografi), ENG (elektronistagmografi), EMG
(elektromiografi), dan audiometri
- Neuroimaging: CT scan, MRI, arteriografi.

Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
a. pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus. Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi
nucleus vestibular atau vermis cerebellar. Nistagmus horizontal yang
spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten dengan acute
vestibular neuronitis.
b. Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral
memilki instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan.
walaupun Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau
propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo.
Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan
tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness
(tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo,
seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event.3
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
28

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian


kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata
terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 2.5. Uji Romberg

2. Heel-to- toe walking test


Unterberger's stepping test 1 (TPasien disuruh untuk berjalan spot
dengan mata tertutup – jika pasien berputar ke salah satu sisi maka
pasien memilki lesi labirin pada sisi tersebut) . 2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan
di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu
menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.

Gambar 2.6. Uji Unterberger

3. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


29

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,


penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

Gambar 2.7. Uji Tunjuk Barany


Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.
Fungsi Vestibuler
a. Dix-Hallpike manoeuvre 1
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
30

Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul setelah


periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari
1 menit, bila diulang- ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

Gambar 2.8. Dix hallpike mhnuever

b. Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya
normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi
terjadinya
vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis
sebagai sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi setelah hiperventilais
menandakan adanya tumor pada nervus VIII. 5
31

c. Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita
diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar
bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat
dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimf). Tabung
suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet ukuran
no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira- kira 7º di bawah suhu badan) air
disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik, dengan demikian
gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah
gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri
(karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat,
demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus
berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada tiap
penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2
dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus
pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita
sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga
lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini akan
mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul
nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak
menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi.
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal
hipoaktif atau tidak berfungsi.
d. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
e. Posturografi
32

Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang


mempunyai peranan penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik.
Tes ini dilakukan dengan 6 tahap :
 Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun
dalam keadaan biasa (normal)
 pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi (serupa
dengan tes romberg)
 pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada
tempat yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input
visus tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
 pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang.
Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik dari
badan bagian bawah dapat diganggu.
 mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
 pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak
digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu
(kacau;tidak akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik
lainnya untuk input (informasi)

Fungsi Pendengaran
 Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli
konduktif dan tuli perseptif
 Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
1. Pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya
herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma .
2. Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong
tragus dan meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah)
mengindikasikan fistula perikimfatik .2
33

3. Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk


meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat
menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3
4. Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien ke
salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala pasien
sisi lainnya horizontal 20 o dengan cepat. Pada orang yang normal tidak
ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika
ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada siis itu .

Gambar 2.9. Head impulses test

Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20
mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit) pada
pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan disfungsi
otonom.

2.1.9. Diagnosis
34

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar


20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek
gejala yang terdapat pada pasien.2

2.1.10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis, Tes audiologik
tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan
pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan
audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan
pendengaran. Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan
keluhan dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab
yang jelas. Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula
darah, funsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1
persen pasien. 11
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya
CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan
integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan
kompleks nervus VIII. 11

2.1.11. Diagnosis Banding


Tabel 2. 6. Dianosis banding dari vertigo
Table 1 Penyebab vertigo
Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor
Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional vertigo Vertebrobasilar insufficiency
dan thromboembolism
Labyrinthine trauma Acute vestiblar dysfunction Tumor otak.
Misalnya, epyndimoma atau
metastasis pada ventrikel
35

keempat
Acoustic neuroma Medication induced Migraine
vertigo e.g
aminoglycosides
Acute cochleo- Cervical spondylosis Multiple sklerosis
vestibular
dysfunction
Syphilis (rare) Following flexion- Aura epileptic attack-
extension injury terutama temporal lobe
epilepsy
Obat-obatan- misalnya,
phenytoin, barbiturate

2.1.12. Terapi
Medikasi12
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan :12
1. ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo
juga memiliki aktivitas anti- kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat
anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada
penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang
positif.
Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek
samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash”
di kulit.
 Betahistin Mesylate (Merislon). Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3
kali sehari per oral.
36

 Betahistin di Hcl (Betaserc). Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari.


Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg –
50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1
kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral.
Efek samping mengantuk.
2. ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung
banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai
khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang
lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30
mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk
(sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
3. FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil)
dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan
oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25
mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Efek samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk),
37

sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat


Fenotiazine lainnya.
Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular
atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali
sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
4. OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti
vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah – gugup.
5. OBAT PENENANG MINOR
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut
kering dan penglihatan menjadi kabur.
 Lorazepam. Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
 Diazepam. Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
6. OBAT ANTI KHOLINERGIK
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4
kali sehari.
38

Tabel 2.7. obat-obatan pada erapi simtomatik vertigo

Terapi fisik12
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita
yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan
deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak
banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan
untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri
terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
- Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
- Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
- Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan Contoh latihan :
- Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
- Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,
gerak miring).
39

- Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan
mata tertutup.
- Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup.
- Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu
menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
- Jalan menaiki dan menuruni lereng.
- Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
- Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga
memfiksasi pada objek yang diam.

Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-
Darrof.

Keterangan Gambar:
 Ambil posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik
posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing
gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
40

 Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama


makin bertambah.

Terapi Spesifik12
BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat
membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan mmemindahkan deposit
kalsium yang bebas ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi
kanalit berupa maneuver epley, modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap
tegak selama 24 jam setelah reposisi kanalit utnuk mencegah deposit kalsium
kembali ke kanalis semisirkularis.

Vestibular neuronitis dan Labirynthis


Terapi focus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang
mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi
vestibular terjasi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari
latihan vestibular sesegera mungkin setelah vertigo berkurang dengan obat-
obatan.

Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah
garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam
mengobati ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt
endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten
terhadap pengobatan diuretic dan diet.

Iskemik Vascular
Terap TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan kejadian
melalui control tekanan darah, menurunkan level kolesterol, mengurangi
merokok, menginhibisi fungsi platelet (misalnya aspirin, clopidogrel) dan
terkadang antikoagulasi (warfarin).
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau
cerebellum diobati dengan obat-oabat yang mensupresi vestibular dan
41

meminimalisrir pergerakan kepala pada hari pertama. Sesegera mungkin jika


keluhan dapat ditoleransi obat- oabatan harus di tapper off dan latihan
rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.
Penempatan stent vertebrobasilar diperlukan pada pasien dengan stenosis
arteri vertebralis dan refrakter terhadap penaganan medis.
Perdarahan pada cerebellum dan batang otak member risiko kompresi
sehingga diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.

2.2. Pendekatan Kedokteran Keluarga


2.2.1. Definisi
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan
pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran
dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah
seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit.16
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu
unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak
dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh
organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. 16
Adapun ciri – ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut.
a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional;
b. Pekerjaannya berlandaskan etik profesi;
c. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan;
d. Pekerjaannya legal melalui perizinan;
e. Anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat;
f. Anggota – anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi;
g. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat
sekitarnya;
42

h. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan


perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi
jumlah keseluruhan keluhan yang di sampaikan;
i. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobati sedini mungkin;
j. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan
k. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

2.2.2. Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga


Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik salah
satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke-18 di Surakarta
sebagai berikut. 16
1. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat
sekitarnya.
2. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna,
jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.
3. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin.
4. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
5. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan
pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter
ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan
43

pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis


penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh
individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari
individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara
klinis, dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memerhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi,
dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.
Menurut WONCA (1991) dokter keluarga adalah dokter yang
mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang
mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila
diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang
yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia,
gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah
dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam
lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan
tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk menyediakan
pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memerhatikan latar belakang
budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab
atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi
pasiennya. 18
Menurut The American Academy of Family Physician (1969),
pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di mana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh
golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh
atau jenis penyakit tertentu saja. 16
Pelaksana pelayanan dokter keluarga dikenal dengan dokter keluarga
(family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
44

tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif,
tapi bila perlu aktif mengunjungi penderita dan keluarganya.13
Sedangkan Kolese Dokter Indonesia menterjemahkan secara kimiawi
sebagai berikut:14
1. Dokter keluarga adalah dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas
di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas mengambil langkah
awal penyelesaian semua masalah yang mungkin dipunyai pasien.
2. Melayani individu dalam masyarakat tanpa memandang jenis
penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya dan memanfaatkan
semua sumber daya yang tersedia dalam sistem pelayanan kesehatan
untuk semaksimal mungkin kepentingan pasien.
3. Berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari
pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif,
menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis dan
sosiologi medis.
Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan
konsep Mandala of Health. Dipahami bahwa dokter tidak dapat melihat pasien
hanya fisiknya saja. Karena setiap manusia juga terdiri dari fisik, jiwa dan
spiritnya. Setiap manusia tinggal bersama manusia lain dan juga berinteraksi
dengan lingkungannya (fisik, tempat tinggal, pekerjaan, lingkungan sosial,
budaya dan sebagainya). Karena itu pada saat pasien mengeluh gangguan
kesehatan, perlu dikaji faktor-faktor disekitarnya yang mungkin memicu atau
menyebabkan gejala tersebut muncul selain kemungkinan masalah pada
biomediknya.
Pendekatan penegakan diagnosis berupa pendekatan multi aspek, yaitu:
Diagnosis holistik, terdiri dari:
1. Aspek 1 (aspek individu): keluhan utama, harapan, kekhawatiran pasien
ketika datang
2. Aspek 2 (aspek klinik): diagnosis klinis dan diagnosis bandingnya
3. Aspek 3 (aspek internal): faktor internal pasien yg memicu
penyakit/masalah kesehatannya, (misal: usia, perilaku kesehatan, persepsi
kesehatan, dan sebagainya).
45

4. Aspek 4 (aspek eksternal pasien): dokter menulis (keadaan keluarga,


lingkungan psikososial & ekonomi keluarga, keadaan lingkungan rumah&
pekerjaan yang memicu atau menjadi hazsard pada penyakit/masalah ini
atau kemungkinan dapat menghambat penatalaksanaan penyakit/masalah
kesehatan yang ada
5. Aspek 5 (aspek fungsional): dokter menilai derajat fungsional pasien
pada saat ini.
Begitu pula pada saat perencanaan penatalaksanaan masalah kesehatan,
dengan memperhitungkan faktor-faktor disekitar pasien, dokter perlu memiliki
perencanaan pencegahan mulai dari pencegahan primer, sekunder, tersier untuk
pasien dan keluarganya.

Gambar2.3 .The Mandala of Health; A model of human ecosystem

2.2.3. Azas-Azas atau Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran
WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran. Prinsip pelayanan atau pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan atau mewujudkan sebagai berikut:14
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
Pelayanan holistik (menyeluruh) dilaksanakan pelayanan kesehatan yang
meliputi semua aspek kehidupan pasien sebagai manusia seutuhnya yang
meliputi aspek-aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Sedangkan,
46

komprehensif (paripurna) yaitu tersedianya semua langkah-langkah


pelayanan kesehatan yaitu promotif (peningkatan dan pembinaan),
preventif (pencegahan dan perlindungan khusus), kuratif (deteksi dini dan
tindakan segera), Pencegahan cacat lebih lanjut (disability limitation), dan
rehabilitatif (pemulihan, pengendalian, evaluasi) dengan memerhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan medicolegal etika kedokteran.
2. Pelayanan yang kontinu.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
berkesinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif
efisien, proaktif dan terus-menerus demi kesehatan pasien. Meliputi
pelayanan proaktif, rekam medis bersinambung, pelayanan efektif-efisien,
dan pendampingan.
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistem untuk menggunakan segala
kesempatan dalam menerapkan pencegahan masalah kesehatan pada
pasien dan keluarganya. Prinsip pencegahan memiliki multi aspek,
termasuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, mencegah orang lain
tertular, pengenalan faktor resiko dari penyakit, dan promosi kesehatan
(gaya hidup sehat). Pencegahan juga termasuk mengantisipasi masalah-
masalah yang mungkin mempunyai efek terhadap kesehatan emosional
pasien dan keluarganya. Hal ini meliputi melayani KIA/KB, vaksinasi,
mendiagnosis dan mengobati penyakit sedini mungkin, mengkonsultasikan
atau merujuk pasien pada waktunya, dan mencegah kecacatan.
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain
merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses
penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program dengan
berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran baik formal
ataupun informal.
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya.
47

Seorang dokter keluarga memandang pasiennya sebagai bagian dari


keluarganya dan memahami pengaruh penyakit terhadap keluarga dan
pengaruh keluarga terhadap penyakit. Dokter keluarga juga mengenali
keluarga yang berfungsi baik dan keluarga yang disfungsi.
 Titik awal (entry point) pelayanan Dokter Keluarga adalah individu
seorang pasien.
 Unit terkecil yang dilayaninya adalah individu pasien itu sendiri
sebagai bagian integral dari keluarganya.
 Seluruh anggota keluarga dapat menjadi pasien seorang Dokter
Keluarga akan tetapi tetap dimungkinkan sebuah keluarga mempunyai
lebih dari satu dokter keluarga.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
Pekerjaan, budaya, dan lingkungan adalah aspek-aspek dalam komunitas
(masyarakat) yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan seorang pasien.
Berbagai pihak dalam masyarakat dapat digunakan oleh dokter keluarga
dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yg optimal. Selalu
mempertimbangkan pengaruh keluarga, komunitas, masyarakat dan
lingkungannya yang dapat mempengaruhi penyembuhan penyakitnya.
Memanfaatkan keluarga, komunitas, masyarakat dan lingkungannya untuk
membantu penyembuhan penyakitnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
Mempertimbangkan etika dalam setiap tindak medis yang dilakukan pada
pasien, ,meminta ijin pada pasien untuk memberitakan penyakitnya kepada
keluarganya atau pihak lain, dan menyadari bahwa setiap kelalaian dalam
tindakannya dapat menjadi masalah hukum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
Rekam medís yang lengkap dan akurat yang dapat dibaca orang lain yang
berkepentingan.
 Menyediakan SOP untuk setiap layanan medis.
48

 Belajar sepanjang hanyat dan memanfaatkan EBM (Evidence Based


Medicine) serta menggunakannya sebagai alat untuk merancang
tindakan medis dan bukan sebagai pembuat keputusan.
 Menyadari keterbatasan kemampuan dan kewenangan.
 Menyelenggarakan pertemuan ilmiah rutin membahas berbagai kasus
sambil mengaudit penatalaksanaannya.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.
Mempertimbangkan segi “cost-effectiveness” dalam merancang tindakan
medis untuk pasiennya.
 Mampu mengelola dan mengembangkan secara efisien dengan neraca
positif sebuah klinik Dokter Keluarga dengan tetap menjaga mutu
pelayanan kesehatan
 Mampu bernegosiasi dengan pelayanan kesehatan yang lain (Rumah
Sakit, Apotik, Optik dan lain-lain) secara berimbang sehingga tercapai
kerjasama yang menguntungkan semua pihak khususnya pasien.
 Mampu bernegosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan secara
serasi dan selaras sehingga tercapai kerjasama yang menguntungkan
semua pihak khususnya pasien.

2.2.4. Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan


1. Penyakit keturunan
a. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor
lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).
b. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan
keluarga).
c. Perlu marriage counseling dan screening
2. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi
yang sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.
3. Penyebaran penyakit
a. Penyakit infeksi
b. Penyakit neurosis
49

4. Pola penyakit dan kematian


Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian.
5. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga
dengan fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada
keluarga dengan fungsi keluarga sakit.

2.2.5. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga


Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan sebagai berikut.17
1. Keluarga pra sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana.
2. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.
3. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial-psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung
dan informasi.
4. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan
fisik, sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat
memberikan sumbangan secara teratur kepada masyarakat
sekitarnya, misalnya dalam bentuk sumbangan materil dan
50

keuangan, serta secara aktif menjadi pengurus lembaga di


masyarakat yang ada.
5. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhannya serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya.

2.2.6. Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)


Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR keluarga.
APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur
sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan
Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga
sebagai berikut.16
1. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.
2. Kemitraan (Partnership)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, turun
rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah
yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
3. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan
setiap anggota keluarga.
4. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.
51

2.2.7. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga/Dokter Layanan


Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala
sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan
program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program
pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini
harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal
ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan
Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan
(assessment – targeting – intervention – monitoring) yang membentuk satu
siklus pelayanan terpadu.15
1. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.
2. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)
Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter
keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,
sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.
3. Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti
program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya.
Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap
sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi
kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini
menderita suatu penyakit dapat segera pulih, dicegah terjadinya
komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal mungkin. Bila
diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis.
52

4. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)


Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk
meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring).16

2.2.8. Bentuk dan Fungsi Keluarga


Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-
istri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan anak.
Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam yaitu sebagai berikut:16
1. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung
2. Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak kandung,
juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu,
bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun menurut garis
horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak suami atau
istri.
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak
tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai,
berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-
anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
53

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-
masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya
atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.

Fungsi Keluarga
Terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut penjelasannya antara lain:13
1. Fungsi Keagamaan
2. Fungsi Sosial Budaya
3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
4. Fungsi Perlindungan
5. Fungsi Reproduksi
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
7. Fungsi Ekonomi
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan

2.2.9. Pengukuran fungsi keluarga


Pengukuran fungsi keluarga, diantaranya dapat menggunakan :13
1. APGAR Score
Untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga, telah
dikembangkan suatu metode penilaian yang dikenal dengan nama APGAR
Keluarga (APGAR Family). Dengan metode APGAR keluarga tersebut dapat
dilakukan penilaian terhadap 5 fungsi pokok keluarga secara cepat dan dalam
waktu yang singkat. Adapun 5 fungsi pokok keluarga yang dinilai dalam
APGAR keluarga yaitu :
a. Adaptasi (Adaptation) Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga
dalam menerima yang diperlukan dari anggota keluarga lainnya.
54

b. Kemitraan (Partnership) Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga


terhadap komonikasi dalam keluarga, musyawarah dalam mengambil
keputusan atau dalam penyelesaian masalah yang dihadapi dalam
keluarga.
c. Pertumbuhan (Growth) Menilai tingkat keuasan anggota keluarga
terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan
pertumbuhan dan kedewasaan setiap anggota keluarga.
d. Kasih Sayang (Affection) Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga
terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang terjalin dalam
keluarga.
e. Kebersamaan (Resolve) 9 Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga
terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang
antar keluarga.
Bila pertanyaan dijawab sering / selalu nilai 2, kadang-kadang nilai 1,
jarang / tidak nilai 0. Bila hasil penjumlahan kelima nilai diatas adalah
antara :
 7-10 : fungsi keluarga baik
 4-6 : fungsi keluarga kurang baik
 0-3 : fungsi keluarga tidak baik

2. SCREEM
SCREEM (Social Cultural Religion Economic Education Medical).
Jika APGAR family untuk melihat fungsi keluarga secara fisiologis, maka
SCREEM adalah untuk melihat fungsi keluarga secara patologis13
 Apakah antara anggota keluarga saling memberi perhatian, saling
membantu kalau ada kerepotan masing-masing.Apakah interaksi dengan
tetangga sekitarnya juga berjalan baik dan tidak ada masalah (Social).
 Apakah keluarga puas terhadap budaya yang berlaku di daerah itu
(Culture).
 Apakah keluarga taat dalam beragama (Religion).
 Apakah status ekonomi keluarga cukup (Economic)
 Apakah pendidikan tergolong cukup (Education)
55

 Apakah dalam mencari pelayanan kesehatan mudah dan ada alat


transportasi (Medical)
3. Genogram
Genogram secara istilah berasal dari dua kata, yaitu gen (unsur
keturunan) dan gram (gambar atau grafik). Dalam bahasa Indonesia, genogram
dapat dipadankan dengan gambar silsilah keluarga. Secara konseptual,
genogram berarti suatu model grafis yang menggambarkan asal-usul klien
dalam tiga generasi, yakni generasi dirinya, orangtuanya, dan kakek-neneknya.
Genogram sebagai salah satu teknik dalam penyelenggaraan terapi keluarga
merupakan diagram sistem hubungan keluarga tiga generasi, di mana simbol
digunakan untuk mengidentifikasikan sistem, subsistem, dan karakteristik
mereka, kemudian memberikan bentuk tentang karakter keluarga.

2.2.10. Keluarga dan Kesehatan


Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal berikut:16
1. Kepribadian
2. Gaya hidup
3. Lingkungan fisik
4. Hubungan antar manusia

2.2.11. Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan


Keluarga sangat berpengaruh terhadap kesahatan diantaranya:16.
1. Penyakit keturunan
a. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor
lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).
b. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan keluarga).
c. Perlu marriage counseling dan screening
2. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang
sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.
3. Penyebaran penyakit
a. Penyakit infeksi
56

b. Penyakit neurosis
4. Pola penyakit dan kematian
Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian.
5. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan
fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga dengan
fungsi keluarga sakit
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 53 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 10 Juli 1968
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah
Alamat : Jl. KH Balqi, lorong bersama, Kelurahan 14 Ulu,
Plaju, Palembang
Agama : Islam

Tanggal kunjungan rumah I : 13 September 2021


Tanggal kunjungan rumah II : 14 September 2021

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita pada Senin, 13 September 2021 Pukul
16.00 WIB, di rumah pasien.
3.2.1. Keluhan Utama
Pusing seperti berputar.
3.2.2. Keluhan Tambahan
57

Tidak ada
3.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
± 10 tahun yang lalu, mengalami keluhan pusing seperti berputar.
Keluhan dipengaruhi oleh gerakan. Keluhan dirasakan bila pasien sedang
kurang beristirahat dan ada faktor stressor.
Awalnya Os berobat ke klinik swasta dan praktik dokter, lalu Os
berobat di KDK. UMP dan sedang dalam proses untuk mengganti faskes
tingkat I BPJS nya di KDK UMP.
Os mendapatkan obat Betahistin 6 mg yang dikonsumsi 3 x sehari. Os.
Juga mendapatkan edukasi mengatur pola hidup yang baik, sepeti dengan
istirahat yang cukup dan manajemen stress yang baik. Dalam 2 bulan terakhir
kondisi tubuh Os membaik keluhan-keluhan sebelumnya tidak lagi dirasakan.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit vertigo : Ada
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat penyakit kuning : Disangkal
Riwayat penyakit paru : Disangkal
Riwayat alergi obat : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal

3.2.5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Terdapat keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama.

3.2.6. Riwayat Kebiasaan


Os jarang berolahraga.

3.2.7. Riwayat Higiene


1. Pasien mandi dua kali sehari
2. Pasien mengganti pakaian setiap hari.
58

3. Pasien menggunakan handuk dan pakaian sendiri, tidak bercampur dengan


orang lain.

3.2.8. Riwayat Nutrisi


Os makan tiga kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali makan dengan
ikan, tahu, tempe, telur dan sayur yang paling sering dikonsumsi ditambah
makanan ringan berupa gorengan serta minum ± 5 gelas/hari. Pasien kadang –
kadang mengkonsumsi daging dan ayam.

3.2.9. Riwayat Pekerjaan


Os merupakan pedagang sayur di pasar .
Anamnesis Okupasi
i. Riwayat Pekerjaan Sekarang
Jenis Tempat Kerja Masa Kerja
Pekerjaan
Pedagang Pasar Pagi kelurahan 14 ulu 2007-sekarang
ii. Uraian Tugas
Pasien adalah pedagang sayur di pasar. Bekerja 7 hari dalam seminggu
dari senin - sabtu, bekerja dari jam 05.00-12.00 atau sekitar 7 jam
dalam sehari. Pergi bekerja diantar suami nya menggunakan motor.
Uraian Tugas Rutin
Jam 05.00 Mengambil barang dagangan
Jam 06.00 Berjualan sayur di pasar
Jam 12.00 Pulang
iii. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami ( Gejala/
Keluhan yang Ada)
Berdasarkan Penilaian langsung dan anamnesis tidak ditemukan adanya
hubungan antara pekerjaan dengan penyakit yang dialami dan tidak
dibutuhkan penilaian lebih lanjut

3.2.10. Riwayat Sosioekonomi


Os tinggal di rumah sendiri dengan suami dan anak. Os memiliki 2 orang
anak namun hanya 1 yang tinggal satu rumah dengan Os karena sudah
59

menikah dan memiliki rumah sendiri. Pasien tinggal di daerah jarang


penduduk. Rumah Os luasnya 8 m x 3 m, terdapat 3 orang dalam satu rumah.
Lantai tersusun dari keramik. Dinding rumah terbuat dari batu bata dan semen
(tembok). Atap rumah terbuat dari genteng dan memiliki plafon. Terdapat
jendela dan ventilasi di beberapa ruangan. Rumah cukup mendapatkan
pencahayaan sinar matahari dan tidak terasa lembab. Terdapat ruang tamu,
ruang keluarga, 1 kamar tidur, 1 dapur dan satu kamar mandi yang memiliki
jamban jongkok. Sumber air berasal dari PDAM untuk mandi yang airnya
cukup jernih dan juga untuk kebutuhan masak dan minum. Kerapian tata letak
barang-barang di rumah cukup baik. Kebersihan baik didalam maupun diluar
rumah terlihat baik.
Hubungan antar anggota keluarga terjalin baik. Hubungan pasien dengan
anak-anaknya harmonis dan saling membantu. Anak-anak yang sudah
berkeluarga selalu berkunjung kerumah orang tuanya minimal 1 minggu
sekali.
Pasien bekerja sebagai pedagang sayur di pasar daengan pendapatan
perbulan kira-kira 1 juta rupiah. Sedangkan Suami Os bekerja sebagai buruh
dengan pendapatan perbulan kira-kira 2 juta rupiah, uang tersebut biasanya
digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Pasien dan keluarga
memiliki kendaraan berupa satu sepeda motor, perlengkapan rumah tangga,
peralatan elektronik pasien berupa televisi, kulkas, dan kipas angin.
Terdapat tempat sampah dan selokan yang tidak tergenang terletak di
luar rumah. Kebersihan di rumah maupun lingkungan rumah sekitar tertata
dengan bersih. Pasien berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.
Kesan
Sosial : Harmonis
Ekonomi : Menengah-kebawah
Lingkungan : Cukup Baik

Saran
Sebaiknya Os menjaga pola hidup yang baik, sepeti dengan istirahat yang
cukup dan manajemen stress yang baik.
60

3.2.11. Riwayat Keluarga


Genogram

Keterangan:

: Laki-laki meninggal : Laki-laki


: Perempuan meninggal : Perempuan

: Perempuan Vertigo

: Laki-laki vertigo
: Os
Gambar 3.1. Genogram

3.3. Pemeriksaan Fisik


61

3.3.1. Status Generalis


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5C
Berat badan : 85 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : BB (kg) : TB (m)2 = 25,6 (Overweight)

3.3.2. Keadaan Spesifik


Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata : edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), pupil isokor.
Hidung : Sekret (-/-), rhinore (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga : Nyeri tekan (-/-), otorea (-/-)
Mulut : gusi berdarah (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), sikatrik (-/-)
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis (-)
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II normal regular, HR 80x/menit reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
62

Inspeksi : Datar, striae (-)


Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan
(-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

3.3.3. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

3.3.4. Diagnosis Kerja


Vertigo

3.3.5. Penatalaksanaan
1. Promotif
a. Memberikan informasi kepada pasien mengenai gambaran umum
tentang penyakit vertigo sehingga pasien mengerti bagaimana cara
mencegah agar kadar gula tidak tinggi.
b. Memberikan informasi kepada pasien bahwa pengobatan vertigo harus
di minum secara teratur dan jangan sampai terlewatkan.
c. Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk menjaga pola hidup karena
anak-anak pasien beresiko untuk menderita vertigo juga.
2. Preventif
Memberikan informasi kepada pasien mengenai upaya pencegahan yang
dapat dilakukan pasien agar tidak mencetuskan dan tidak memperparah
kondisi pasien, yaitu:
1) Menjaga pola hidup yang baik, misalnya dengan istirahat yang cukup
dan manajemen stress yang baik
2) Melakukan aktivitas fisik ringan, misalnya dengan rutin berolahraga
ringan minimal selama 30 menit sehari.
63

3) Tidak berpindah posisi secara mendadak, seperti dari posisi berbaring


langsung berdiri.
3. Kuratif
a. Farmakologis
Beta histin tablet 6 mg 3x1tab
b. Non Farmakologis
1) Modifikasi gaya hidup: sepert manajemen stress yang baik
2) Lakukan olahraga 3-5 kali seminggu dengan durasi 30 menit
3) Tidak berpindah posisi secara mendadak, seperti dari posisi
berbaring langsung berdiri.
4. Rehabilitatif
1. Istirahat yang cukup.
2. Konsumsi obat secara teratur

3.3.6. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

3.4. Analisis Kunjungan Rumah (Home Visite)


Pada tanggal 13 september 2021, dilakukan home visite ke rumah pasien di Jl.
KH Balqi, Lorong bersama, Kelurahan 14 Ulu, Kota Palembang pada pukul
16.00 WIB.
3.4.1. Karakteristik Dermografi Keluarga
Nama Ibu : Ny. R
Alamat : Jl. KH Balqi, Lorong bersama, Kelurahan 14 Ulu,
Palembang
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 3.1. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
Keduduka Umur Pendidika
No Nama L/P Pekerjaan
n (Tahun) n
1 Tn. S Ayah L 62 SMP Buruh
64

2 Ny. R Ibu P 53 SMP Pedagang


3 Tn. H Anak L 14 SMA -

Genogram

Keterangan:

: Laki-laki meninggal : Laki-laki


: Perempuan meninggal : Perempuan

: Perempuan Vertigo

: Laki-laki vertigo
: Os
Gambar 3.2. Genogram

3.5. Identifikasi Fungsi Keluarga


3.5.1. Fungsi fisiologis dalam keluarga (APGAR)
Tabel 3.2. APGAR Score Ny. R terhadap Keluarga
APGAR Score Ny. R terhadap keluarga Sering/ Kadang- Jarang
65

selalu kadang / tidak


A Saya puas dengan keluarga saya karena 
masing-masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya.
P Saya puas dengan keluarga saya karena 
dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya
hadapi.
G Saya puas dengan kebebasan yang 
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
A Saya puas dengan kehangatan / kasih 
sayang yang diberikan keluarga saya.
R Saya puas dengan waktu yang 
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 10
APGAR SCORE Keluarga Ny. R dinilai
APGAR score keseluruhan = 10
Kesimpulan : Keluarga dapat dinilai baik
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul dengan
anggota keluarga lainnya dapat dikatakan baik, dan komunikasi tetap terjaga.

3.5.2. Fungsi Patologis (SCREEM) dalam keluarga


Tabel 3.3 SCREEM keluarga Ny. R
Sumber Patologis
Social Keluarga Ny. R sering berkumpul dengan -
tetangga sekitar, Ny. R selalu berusaha
membina hubungan yang baik dengan
tetangga sekitarnya dengan cara selalu
menyapa dan berusaha ramah dengan warga
sekitar.
Culture Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya -
66

Sumber Patologis
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-
hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih
diikuti.
Religious Dalam keluarga ini pemahaman agama baik. -
Keluarga ini melakukan shalat 5 waktu dan
sering mengikuti pengajian.
Economic Status ekonomi keluarga ini tergolong -
menengah . Kebutuhan primer dapat tercukupi,
walaupun kebutuhan sekunder tidak semuanya
tercukupi.
Educational Latar belakang pendidikan tergolong rerata. -
Keluarga dapat menonton tv, namun tidak
berlangganan koran.
Medical Bila ada anggota keluarga yang sakit, berusaha -
untuk dibawa ke puskesmas, keluarga tidak
mempunyai asuransi untuk pembiayaan
kesehatan
Kesan : Tidak terdapat keadaan patologi dari keluarga Ny. R

3.5.3. Fungsi hubungan antar manusia


Ny. R dan keluarga memiliki hubungan yang baik antar keluarganya maupun
orang dikeluarganya.

3.5.4. Fungsi keturunan


Pada keluarga Ny. R ditemukan penyakit keturunan yaitu Vertigo, sesuai
dengan genogram pasien.

3.5.5. Fungsi perilaku


Ny. R dan keluarga memiliki pengetahuan yang cukup terhadap kesehatan,
sadar akan kebersihan yang dibuktikan dari lingkungan rumah pasien yang
baik dan tidak kotor.
67

3.5.6. Fungsi nonperilaku


Ny. R peduli terhadap kesehatannya dengan sering memeriksakan dirinya ke
KDK.
3.6. Identifikasi Lingkungan Rumah
3.6.1. Fungsi Indoor
Os tinggal di rumah sendiri dengan suami dan anak. Os memiliki 2 orang anak
namun hanya 1 yang tinggal satu rumah dengan Os karena sudah menikah dan
memiliki rumah sendiri. Pasien tinggal di daerah jarang penduduk. Rumah Os
luasnya 8 m x 3 m, terdapat 3 orang dalam satu rumah. Lantai tersusun dari keramik.
Dinding rumah terbuat dari batu bata dan semen (tembok). Atap rumah terbuat dari
genteng dan memiliki plafon. Terdapat jendela dan ventilasi di beberapa ruangan.
Rumah cukup mendapatkan pencahayaan sinar matahari dan tidak terasa lembab.
Terdapat ruang tamu, ruang keluarga, 1 kamar tidur, 1 dapur dan satu kamar mandi
yang memiliki jamban jongkok. Sumber air berasal dari PDAM untuk mandi yang
airnya cukup jernih dan juga untuk kebutuhan masak dan minum. Kerapian tata letak
barang-barang di rumah cukup baik. Kebersihan baik didalam maupun diluar rumah
terlihat baik.
Kerapian tata letak barang-barang di rumah cukup baik. Kebersihan baik
didalam maupun diluar rumah terlihat baik. Terdapat tempat sampah diteras dan
didapur. Setiap hari sampah akan dibuang oleh Ny. R ke bak pembuangan sampah
yang berjarak ± 20 meter dari rumah.

3.6.2. Fungsi outdoor


Ukuran rumah keluarga Ny. R adalah 8 m x 3 m Lingkungan tempat tinggal
merupakan suatu pemukiman yang tidak padat. Untuk sampai ke rumah Ny. R,
memasuki jalan yang tidak terlalu sempit. Di luar rumah ada halaman. Jarak rumah
dengan jalan raya sekitar 700 m, tidak bising, jarak rumah ke Septic-tank 5 m.
68

Denah rumah

Gambar 3.3 Denah rumah Ny. R

3.7. Konseling Keluarga


a. Edukasi Terhadap Pasien
1. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan
edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, dampak,
faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan risiko kekambuhan
agar pasien tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila
timbul gejala serupa dikemudian hari. Selain itu, harus dijelaskan pula
bahwa pengobatan akan berlangsung lama, adanya efek samping obat
dan pengaturan dosis obat hanya boleh diatur oleh dokter.
2. Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi penderita untuk
terus minum obat secara teratur, serta memiliki semangat untuk mengatur
pola hidup sehat seperti diet dan berolahraga.
3. Memotivasi pasien bahwa penyakit yang diderita mampu di kontrol dan
menghindari komplikasinya sehingga pasien dapat kembali melakukan
aktivitas seperti biasa.
69

b. Edukasi Terhadap Keluarga


1. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien, gejala,
kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu kekambuhan, dan
prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan kepada
penderita.
2. Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak penderita
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial penderita.
3. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan penderita untuk kontrol
rutin dan minum obat secara teratur.
4. Meminta keluarga untuk selalu mengontrol kadar gula darah dan rajin
melakukan aktivitas seperti olahraga ringan karena penyakit ini memiliki
resiko lebih besar diturunkan ke anak kandung.
5. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana hubungan
sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis.
6. Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga,
sering mengajak penderita berbincang dan bersenda gurau.

3.8. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga


a. Masalah Organobiologik
Ditemukan faktor keturunan sama seperti penderita
b. Masalah Psikologik
Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita
c. Masalah Dalam Keluarga
Tidak ditemukan masalah keluarga pada penderita

3.9. Saran dan Masukan yang Diberikan untuk Pasien dan Keluarga
1. Menganjurkan untuk mengatur pola makan yang dilakukan pasien, mengatur
diet rendah kalori, rendah karbohidrat dan rendah lemak, serta mengurangi
konsumsi gula yang dimakan pasien sehari-hari.
2. Menganjurkan pasien untuk berolahraga secara teratur, minimal 30 menit dan
dilakukan minimal 3x dalam seminggu.
70

3. Menganjurkan untuk konsumsi obat yang disarankan kepada anak Os untuk


selalu mengigatkan pasien agar tidak lupa minum obat.
4. Usahakan untuk senantiasa menjaga kebersihan rumah serta lingkungan
sekitar rumah.
5. Periksakan diri jika Os mulai merasa ada keluhan penyulit lain.
6. Meminta keluarga untuk membantu Os dan memotivasi Os agar menghindari
stress yang berlebihan

3.10. Pemantauan dan Evaluasi


Home visite pertama dilakukan pada tanggal 13 September 2021 dan
home visite kedua dilakukan pada tanggal 14 September 2021 di rumah pasien.
Pemantauan dilakukan pada saat home visite pertama, melengkapi status
pasien, melakukan reanamnesis, pemeriksaan fisik, pembuatan perangkat
penilaian keluarga, membuat diagnostik holistik sesuai pendekatan kedokteran
keluarga, termasuk profil kesehatan keluarga. Kerapian dan kebersihan rumah
cukup baik.
Evaluasi dilakukan pada home visite ke-2 pada 14 September 2021. Pada
saat kunjungan yang ke dua, keluhan pasien tidak ada.

3.11. Diagnosis Holistik


Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep
Mandala of Health. Diagnosis holistik yang ditegakan pada pasien adalah sebagai
berikut:
71

GAYA HIDUP
Jarang berolahraga

FAMILY
PERILAKU KESEHATAN LINKUNGAN PSIKO-
Berobat jika ada SOSIAL-EKONOMI
keluhan Pendapatan keluarga
cukup memenuhi
kebutuhan primer
Kehidupan sosial baik

PELAYANAN
KESEHATAN
Jarak rumah dengan LINGKUNGAN KERJA
Pasien Perempuan, Tidak ada kelainan
KDK dekat 53 tahun mengeluh
pusing seperti
berputar

FAKTOR BIOLOGI LINGKUNGAN FISIK


Ada riwayat vertigo Lingkungan rumah baik ;
dalam keluarga lantai tidak licin, barang
dirumah tersusun rapi

Komunitas
Pemukiman padat dengan
sanitasi cukup baik

Pada point 1, alasan kedatangan pasien adalah sering pusing seperti berputar. Pasien
berharap keluhan yang dialami dapat teratasi dan tidak ada komplikasi dari penyakit
yang diderita.
Pada point ke II, diagnosis kerja yang ditegakan adalah Vertigo.
Pada point ke III, didapatkan masalah perilaku dari pasien yang dahulunya sering
makan-makanan tinggi karbohidrat, tinggi gula serta jarang berolahraga.
Pada point ke IV, fungsi keluarga diketahui baik, lingkungan psikososial-ekonomi
pasien baik, kebersihan dan kerapian lingkungan rumah juga baik.
72

Pada point ke V, ditetapkan skala fungsional pasien derajat 2 mampu melakukan


pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan diluar rumah.

Tabel 3.4. Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga


Skor Resume Akhir Skor
No Masalah Upaya
Awal perbaikan Akhir
1 Fungsi biologis 0 Edukasi mengenai Terselenggara 4
Ada anggota keluarga Vertigo penyuluhan
yang mengalami
vertigo
2 Fungsi ekonomi dan 3 Motivasi untuk Berjualan 4
pemenuhan menambah makanan ringan
kebutuhan penghasilan dengan
Pedapatan keluarga memanfaatkan
yang cukup untuk waktu luang
kehidupan sehari-hari

Keluarga tidak 3 Motivasi mengenai Keluarga berniat


memiliki tabungan perlunya memiliki menyisihkan
tabungan pendapatan untuk 4
tabungan
73

Skor Resume Akhir Skor


No Masalah Upaya
Awal perbaikan Akhir
3 Faktor perilaku dan 3 Edukasi mengenai Sering membuka 4
kesehatan keluarga pentingya ventilasi jendela tiap pagi
Ventilasi di rumah di dalam rumah agar sirkulasi
jarang dibuka. udara baik.

Sering mengonsumsi 3 Edukasi mengenai Mengurangi 4


makanan tinggi hubungan makanan konsumsi
karbohidrat dan gula tinggi karbohidrat karbohidrat dan
dan gula yang gula
berhubungan
dengan vertigo

Berobat jika hanya ada 3 Edukasi dan Berupaya untuk 4


keluhan motivasi untuk mengonsumsi
memeriksakan obat secara rutin.
kesehatan dan
minum obat secara
rutin
Jarang berolahraga 3 Edukasi untuk Belum ada 3
meningkatkan kesempatan untuk
aktivitas fisk berolahraga
4 Lingkungan rumah 4 Edukasi untuk Kesan rumah 5
Rumah kesan cukup membersihkan lebih bersih dan
bersih dan rapi, rumah dan lebih tertata,
jendela rumah jarang membuka jendela jendela dibuka
dibuka, sering setiap hari
menggantungkan
pakaian dijendela
SKOR TOTAL 22 32

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah:


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
74

(hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya


oleh provider
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

BAB IV
PEMBINAAN DOKTER KELUARGA

4.1. Analisa Kasus


Pasien seorang Perempuan, berusia 53 tahun, merupakan pasien Klinik
Dokter Keluarga Universitas Muhammadiyah yang melakukan pengobatan untuk
penyakit vertigo yang telah dideritanya selama ± 10 tahun.
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Vertigo. Diagnosis ini diperoleh
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar ± 10 tahun yang lalu yang
lalu pasien mengeluhkan sering pusing seperti berputar keluhan dipengaruhi oleh
gerakan. Apabila pasien bergerak secara tiba-tiba seperti dari posisi berbaring ke
posisi berdiri keluhan sering timbul. Keluhan timbul juga pada saat pasien merasa
kelelahan.
Pasien merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara yang merupakan
seorang istri dan memiliki suami serta 2 orang anak, 1 anak perempuan dan 1 anak
laki-laki. Ada riwayat keturunan dalam keluarga dengan vertigo sebelumnya.
Vertigo yang dialami pasien berhubungan dengan pola kebiasaan sehari-hari yang
sering mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan gula serta kebiasaan pasien
yang jarang untuk melakukan olahraga setiap minggu.
Setelah didiagnosis Vertigo, pasien sering melakukan pengobatan ke KDK,
pasien mendapatkan terapi medikamentosa yaitu tablet beta histin 3x 6 mg dan
dianjurkan untuk menjaga pola hidup yang baik dan manajemen stress yang baik.
75

Pasien mengatakan setelah menjalani pengobatan dan pegubahan pola hidup


pasien merasakan keluhannya yang dialami telah jauh berkurang.

4.2. Hasil Kunjungan Rumah


Pada hasil kunjungan rumah tanggal 13-14 September 2021, dilakukan
home visite ke rumah pasien di Jl. KH Balqi Lorong Bersama, Kelurahan 14 Ulu,
Kota Palembang pada pukul 16.00 WIB.
a. Kondisi rumah
Os tinggal di rumah sendiri dengan suami dan anak. Os memiliki 2 orang
anak namun hanya 1 yang tinggal satu rumah dengan Os karena sudah menikah
dan memiliki rumah sendiri. Pasien tinggal di daerah jarang penduduk. Rumah
Os luasnya 8 m x 3 m, terdapat 3 orang dalam satu rumah. Lantai tersusun dari
keramik. Dinding rumah terbuat dari batu bata dan semen (tembok). Atap rumah
terbuat dari genteng dan memiliki plafon. Terdapat jendela dan ventilasi di
beberapa ruangan. Rumah cukup mendapatkan pencahayaan sinar matahari dan
tidak terasa lembab. Terdapat ruang tamu, ruang keluarga, 1 kamar tidur, 1
dapur dan satu kamar mandi yang memiliki jamban jongkok. Sumber air berasal
dari PDAM untuk mandi yang airnya cukup jernih dan juga untuk kebutuhan
masak dan minum. Kerapian tata letak barang-barang di rumah cukup baik.
Kebersihan baik didalam maupun diluar rumah terlihat baik. Kerapian tata letak
barang-barang di rumah cukup baik. Kebersihan baik didalam maupun diluar
rumah terlihat baik. Terdapat tempat sampah diteras dan didapur. Setiap hari
sampah akan dibuang oleh Ny. R ke bak pembuangan sampah yang berjarak ±
20 meter dari rumah.
b. Pembagian ruangan
Rumah terdiri dari beberapa ruangan, yaitu 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga
(ruang TV), 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan halaman teras.
c. Pencahayaan
Rumah pasien tampak mendapatkan pencahayaan dari matahari.

d. Sanitasi Dasar
1. Sumber air bersih
76

Sumber air berasal dari air PDAM untuk kebutuhan mandi, masak dan
minum.
2. Jamban Keluarga
Pasien memiliki jamban keluarga di rumahnya (WC jongkok).
3. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Limbah rumah tangga semua disalurkan kesaluran air dan tidak tampak
genangan limbah.
4. Kandang
Tidak mempunyai kandang

DENAH RUMAH

4.3. Identifikasi Fungsi Keluarga


1. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Keluarga pasien ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
77

2. Fungsi Afektif
Hubungan antara ibu dengan anak, anak dengan anak, dan dengan keluarga
lainnya yang tinggal serumah maupun tidak serumah berlangsung baik.
Dalam keluarga ini, juga diketahui terdapat pemenuhan secara psikologi
pada semua anggota keluarga.
3. Fungsi Sosial
Pasien akrab dengan seluruh anggota keluarganya dan tetangganya.
Permasalahan antar keluarga dapat diselesaikan dengan cara musyawarah
dengan ibu keluarga sebagai pengambil keputusan akhir dan hubungan
kekeluargaan tetap berjalan dengan baik sampai sekarang. Dalam
pandangan terhadap suatu masalah, keluarga ini menganggap masalah hal
yang harus dihadapi dan diselesaikan bersama.
4. Fungsi Penguasaan Masalah
Manajemen keluarga dalam menghadapi masalah internal atau eksternal
baik. Pembuatan keputusan akhir dalam menghadapi masalah eksternal dan
internal dan proses pengambilan keputusan berlangsung secara musyawarah
di antara semua anggota keluarga.
5. Fungsi Ekonomi
Ny. R merupakan seorang pedagang sayur di pasar.
6. Fungsi Religius
Semua anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik.
7. Fungsi Pendidikan
Pasien memiliki riwayat pendidikan sampai dengan jenjang Sekolah
Menengah Pertama di Palembang.

Pola Makan Keluarga


Pasien biasa makan 2 – 3x sehari dengan menu makanan sehari-hari
keluarga ini tidak menentu. Menu makanan yang biasa disediakan adalah nasi
disertai lauk pauk yang sering adalah ikan, sayur-sayuran, tahu, tempe, telur.
Pasien juga jarang mengkonsumsi buah-buahan.

Perilaku Kesehatan Keluarga


78

Bila terdapat anggota keluarga yang mengeluh sakit, biasanya langsung dibawa
ke puskesmas.
Interpretasi Nilai APGAR dan SCREEM Keluarga
APGAR Score keluarga dinilai dari
APGAR Score Ny. R = 10
Kesimpulan : Keluarga dapat dinilai baik.
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul
dengan anggota keluarga lainnya dapat dikatakan cukup baik, komunikasi tetap
terjaga.
79

Fungsi Patologis (SCREEM) dalam Keluarga :


Tidak terdapat keadaan patologi dari keluarga Ny. R.

4.4. Perangkat Penilaian Keluarga


1. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP)
PSP KELUARGA TENTANG KESEHATAN DASAR
1. Pencegahan Penyakit
Agar tidak terjangkit penyakit, biasanya keluarga ini selalu
membersihkan lingkungan rumah, menguras bak mandi, serta tidak
membiarkan adanya genangan air di dalam rumah agar terhindar dari
jentik nyamuk. Lingkungan rumah pasien ini tergolong lingkungan
rumah yang tertata rapi.
2. Gizi Keluarga
Pasien biasa makan 2 – 3x sehari dengan menu makanan sehari-hari
keluarga ini tidak menentu. Menu makanan yang biasa disediakan adalah
nasi disertai lauk pauk yang sering adalah ikan, sayur-sayuran, tahu,
tempe, telur. Pasien juga jarang mengkonsumsi buah-buahan.
3. Higiene dan Sanitasi Lingkungan
Hygiene dan sanitasi lingkungan rumah pasien cukup baik, hal ini
terlihat dari lingkungan sekitaran rumah yang tertata rapi, perilaku
hygine keluarga yang cukup baik. Penderita mengaku biasanya
membersihkan got di halaman sekitar 2 minggu sekali.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Tatanan Rumah Tangga.
No. Indikator Jawaban
1 Seluruh anggota keluarga tidak merokok Ya
2 Persalinan tenaga kesehatan Ya
3 ASI eksklusif Ya
4 Imunisasi Ya
5 Balita ditimbang Ya
6 Sarapan pagi Ya
7 Makan buah dan sayur Ya
8 Ada kartu kepesertaan asuransi kesehatan (JPKM) Ya
9 Keluarga melakukan kebiasaan cuci tangan dengan air Ya
bersih dan sabun, sebelum makan dan sesudah BAB
10 Keluarga melakukan kebiasaan gosok gigi sebelum Ya
80

tidur
11 Olah raga min. 3x seminggu Tidak
12 Jamban keluarga Ya
13 Air bersih dan bebas jentik Ya
14 Tersedia tempat sampah di dalam/di luar rumah Ya
15 SPAL Ya
16 Ventilasi Ya
17 Kepadatan Ya
18 Seluruh lantai rumah di semen atau ubin atau kayu Ya
Tabel 4.1. Prilaku hidup bersih dan sehat
Klasifikasi:
Sehat I : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 2-5 pertanyaan.
Sehat II : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 6-10 pertanyaan.
Sehat III : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 12-16 pertanyaan.
Sehat IV : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” No 18 pertanyaan.

Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS pada pasien ini adalah 17,
masuk dalam klasifikasi Sehat IV. Keluarga masih memiliki perilaku
kurang sehat yaitu jarang olahraga.

4.5. Diagnosis Kedokteran Keluarga


(Bentuk, fungsi yang terganggu, faktor-faktor yang mempengaruhi dan
dipengaruhi)
a. Diagnosis Kerja
Vertigo
b. Bentuk Keluarga
Nuclear Family
c. Fungsi Keluarga yang Terganggu
Tidak ada
d. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor gaya hidup
e. Faktor yang Dipengaruhi
Vertigo
81

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Diagnosis pada pasien ini adalah Vertigo yang dipengaruhi oleh salah satunya
adalah faktor genetik.
82

2. Untuk penanganan kasus ini bukan hanya dari terapi farmakologis saja tetapi
juga diperlukan edukasi pada pasien dengan menggunakan metode pendekatan
dokter keluarga. Salah satunya dengan menggunakan prinsip pelayanan yang
holistik dan komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif
dan kolaboratif, penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral
keluarga, mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggal, menjunjung tinggi etika dan hukum, dapat diaudit dan
dipertanggung jawabkan, serta sadar biaya dan sadar mutu.
3. Ny. R pertama kali didiagnosis vertigo di klinik lain ± 10 tahun yang lalu dand
didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang.
Ny. R sering datang ke KDK UMP untuk berobat dan diberikan edukasi
terhadap pencegahan komplikasi vertigo. Setelah ± 10 tahun menjalani
pengobatan telah terjadi perbaikan. Dengan dilakukannya edukasi berupa
pengetahuan preventif dan promotif kepada Ny. R diharapkan perubahan dalam
pola dan gaya hidup. Ny. R masih bisa melakukan pekerjaannya sebagai
pedagang sayur dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.

5.2. Saran
1. Mahasiswa
Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan
baik pada keluarga maupun lingkungannya, serta lebih sering berhubungan
dengan masyarakat khususnya dalam keluarga untuk menindak lanjuti suatu
penyakit yang dialami oleh keluarga tersebut dengan pendekatan metode dokter
keluarga.
2. Puskesmas
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat
melalui edukasi dalam usaha promotif dan preventif kesehatan masyarakat.

3. Pasien
Pasien diharapkan untuk rutin mengunjungi KDK FK UMP agar mendapat
pengobatan dan penyuluhan mengenai penyakit Vertigo diantara lain terbagi
atas pengertian, penyebab, tanda dan gejela serta pengobatan vertigo,
83

memberikan gizi yang baik dan seimbang, menyediakan perumahan yang sehat
dan bersih. Pasien juga diharapkan untuk menjaga pola makan dan mengurangi
mengkonsumsi makanan tinggi garam,lemak dan kolesterol dan juga
mengurangi aktivutas seperti perpindahan posisi secara tiba-tiba yang sering
memicu serangan vertigo.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,


BJMP 2015;3(4):a351
84

2. Lempert, T, Neuhauser, H. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular


migraine in Journal Nerology 2019:25:333-338
3. Labuguen, RH. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician January 15, 2016 Volume 73, Number 2
4. Snell, RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. ECG. 2014
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2018
6. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2016. Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-
clinical#a0217
7. Turner, B, Lewis, NE. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed
for establish of Vetigo. The Practitioner September 2015 - 254 (1732): 19-23.
8. Mark, A. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2018, Vol 69, No 6
9. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2016
10. Swartz, R, Longwell, P. Treatment of Vertigo in Journal of American Family
Physician March 15,2015:71:6.
11. Chain, TC. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins). 2019
12. Prasetyawati, A.E. Kedokteran Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010
13. Azwar, A.. Pemanfaatan Dokter Keluarga dalam Pelayanan Kesehatan Indonesia.
Jakarta: PB IDI. 2002
14. National University Of Singapore. Family Medicine. Singapore: National
University Of Singapore. 2012.
15. Murti, B., Hadinoto, S. H., dan Herlambang, G. Keterampilan Kedokteran
Keluarga: Kunjungan Pasien Dirumah (Home Visit). Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2011
16. Wirdhana, I. Komunikasi Efektif Orangtua dengan Remaja. Jakarta: BKKBN. 2012
17. WONCA Europe. The European Definition of General Practice/ Family Medicine.
(Tersedia pada http://woncaeurope.org). 2011
85

Lampiran Foto
86

Halaman depan Ruang Tamu

Ruang tengah Kamar mandi


87

Kamar Tidur
Dapur

Proses tanya jawab

Anda mungkin juga menyukai