MORBILI
Disusun Oleh :
NIM : 712021088
Pembimbing Klinik :
LAPORAN KASUS
MORBILI
Oleh :
Dewi Fortuna Agustia, S.Ked
NIM : 712021088
Telah dilaksanakan pada bulan April 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“MORBILI” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai
akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.5. Manifestasi Klinis..................................................................................20
3.6. Diagnosis Banding.................................................................................23
3.7. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................24
3.8. Tatalaksana.............................................................................................24
3.9. Komplikasi.............................................................................................25
3.10. Prognosis................................................................................................26
BAB IV ANALISIS KASUS ...............................................................................................27
BAB V KESIMPULAN .......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................30
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
tanpa komplikasi meliputi tindakan suportif sebagai pencegahan komplikasi pada
morbili termasuk dalam kompetensi dokter umum.11
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu kesehatan anak.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
1.3.2. Manfaat Praktisi
Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis yang berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
2.2.1 Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 63.62.06
Nama : An. ARI
Tanggal lahir : 14 Juni 2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 4 Tahun 9 Bulan
Anak ke : Pertama
Agama : Islam
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Lr. Hadiah No. 884 RT 009 RW
003
Dikirim oleh : dr. Halimah Sp.A
MRS tanggal : 27 Maret 2023
3
2.2. Anamnesis
Tanggal : 27 Maret 2023
Diberikan oleh : Ibu pasien (Alloanamnesis)
2. Keluhan Tambahan
Muntah, BAB cair dan ruam merah pada seluruh tubuh
4
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat malaria disangkal
c. Riwayat DBD disangkal
d. Riwayat penyakit tifoid disangkal
7. Riwayat Makanan
a. ASI ekslusif : 0 - 24 bulan
b. Susu formula : Tidak diberikan
c. Bubur nasi : Tidak diberikan
d. Nasi Tim/lembek : Tidak diberikan
e. Nasi biasa : Diberikan sejak usia 2 tahun. Satu centong nasi
sekali makan, frekuensi 3x sehari
f. Ikan : Tidak diberikan
g. Telur : Diberikan 1 buah telur sekali makan, frekuensi
± 2 kali/minggu.
h. Ayam, daging : Diberikan 1 potong ayam sekali makan,
frekuensi 3 sehari
i. Tahu, tempe : Diberikan 1 potong tahu sekali makan,
frekuensi ± 2 kali/minggu.
5
j. Sayuran, buah : Diberikan 1 mangkuk kecil ±3
kali/minggu
8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar Ulangan
Bcg 1 Bln
Campak - Polio 4 - -
9. Riwayat Perkembangan
6
10. Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : Tidak ada
Ngompol : Tidak ada
Sering Mimpi : Tidak ada
Aktivitas : Ada
Membangkang : Ada
Ketakutan : Tidak ada
Kesan : Baik
Tanda Vital
Nadi : 112 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 38,7°C
Saturasi : 99%
Kulit : Akral hangat, akral pucat (-), edema pretibia (-),
petekie (-), CRT < 2 detik, ruam kemerahan di seluruh
tubuh (+)
7
B. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Bentuk : Normocephaly, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, persebaran rambut
merata
Mata : Injeksi konjungtiva (+/+), Lagoftalmus (-/-), edema
periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), sekret (-/-), pupil isokor (+/+), refleks cahaya
(+/+) normal, air mata (+/+), mata cekung (-/-).
Hidung : Simetris, septum deviasi (-), dismorfik (-), napas
cuping hidung (-), sekret (-/-), epistaksis
(-/-), edema mukosa (-/-).
Mulut : Sianosis (-), koplik spot (-)
Gigi : Karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : Atrofi papil (-), hiperemis (-), lidah kotor (-), tremor
lidah (-)
Faring : Faring hiperemis (-), edema (-),
Tonsil : T1-T1 tenang, tonsil hiperemis (-), detritus tonsil (-),
uvula ditengah
b. Leher
Inspeksi : Simetris, dismorfik (-), benjolan (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
teraba masa (-)
c. Thorax Paru
Inspeksi : Tidak simetris, dada kiri lebih menonjol, retraksi
dinding dada (-)
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, tipe pernapasan Thorako -
abdominal, ronkhi (+) basah kasar, wheezing (-/-).
8
d. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill (-) iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas (ICS II lin. Parasternalis dextra)
Batas kiri atas (ICS II lin. Parasternalis sinistra)
Batas kanan bawah (ICS IV lin.Parasternalis dextra)
Batas kiri bawah (ICS V lin.Midclavicularis
sinistra)
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama reguler,
murmur (-) gallop (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Datar, spider nevi (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, undulasi (-), turgor kembali cepat
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shfting dullnes (-)
f. Ekstremitas
Bentuk : Normal
Deformitas : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Pergerakan : Luas
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Akral : Hangat
CRT : < 2 detik
g. Kulit
9
Eritem makulopapular (+) pada regio auricular, facialis, thoracalis,
abdominalis dan seluruh ekstremitas berbatas tegas tepi ireguler, ukuran
milier jumlah multiple tersebar generalisata.
h. Inguinal
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Lain-lain : Tidak ada
i. Genitalia
Laki-Laki
Phimosis : Tidak ada
Testis : Dalam batas normal
Skrotum : Dalam batas normal
Status Neurologikus
1) Fungsi Motorik
10
5) Refleks primitive : Tidak ada
2.5. Resume
Demam naik turun sejak 5 hari SMRS. Menggigil (-), gusi berdarah (-),
mimisan (-)
Mual (-), muntah (+) 4x, isi muntah apa yang dimakan, muntah tiap kali
makan, nafsu makan menurun (+)
BAB cair 2x sehari ampas (+), lendir (-), darah (-)
Muncul ruam kemerahan pada leher dekat telinga 3 hari SMRS. Ruam
semakin meluas hingga ke seluruh tubuh pada 1 hari SMRS.
Riwayat imunisasi tidak lengkap, riwayat alergi obat (-) riwayat keluarga
campak (-)
Pemeriksaan fisik
11
Mata : Injeksi konjungtiva (+/+)
Thorax : Dada kiri lebih menonjol, ronkhi (+) basah kasar
Kulit : Eritem makulopapular (+) pada regio auricular, facialis,
thoracalis, abdominalis dan seluruh ekstremitas berbatas
tegas tepi ireguler, ukuran milier jumlah multiple tersebar
generalisata.
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 27 Maret 2023
12
4. Pemeriksaan Sekret nasofaring
b. Terapi (Suportif-Simptomatis-Causatif)
1. Non-Farmakologis
- Isolasi pasien
- Perhatikan cairan yang hilang dari diare atau emesis
- Vaksin campak untuk pencegahan bagi keluarga yang rentan
2. Farmakologis
- IVFD KA EN 3A 46 cc/jam
- Vitamin A 200.000 iu (selama 2 hari)
- PCT syr 120 mg 3x6 ml (prn)
- Domperidone 3x4 ml (prn)
c. Diet
- TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)
d. Monitoring
- Tanda Vital Pasien
e. Edukasi
- Morbili merupakan penyakit menular sehingga perlu diisolasi
- Morbili merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri sehingga
pengobatan yang diberikan bersifat suportif
- Anjurkan keluarga yang berdekatan atau kontak yang rentan, dapat
dianjurkan untuk vaksin campak sebagai upaya pencegahan
2.10. Prognosis
a. Qua ad vitam : Dubia ad Bonam
b. Qua ad Functionam : Dubia ad Bonam
c. Qua ad Sanationam : Dubia ad Bonam
13
2.11. Follow Up
Tanggal/Jam Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
14
A/ Morbili stadium Erupsi
Tanggal/Jam Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
15
Tanggal/Jam Catatan Kemajuan (S/O/A) Rencana Tatalaksana
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Berdasarkan KEMENKES RI (2018) mengenai Situasi Campak dan
Rubella di Indonesia pada tahun 2018, morbili merupakan sebagai penyakit
yang disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus yang
penularannya dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet
(ludah) orang yang terlah terinfeksi.1 Karena cara penularannya dan
kemampuannya tersebut untuk tetap mengudara untuk waktu yang lama,
individu menjadi mudah terinfeksi. Tingkat penularannya yang tinggi dan
efisiensi infektifnya yang inheren mengakibatkan wabah tahunan yang
berkelanjutan di seluruh dunia, terutama pada mereka yang tidak
divaksinasi.4 Saat terkena campak, individu tersebut tidak hanya
mengembangkan manifestasi klinis tetapi berisiko mengalami berbagai
komplikasi. Ini terus menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di
bawah usia lima tahun di seluruh dunia, dan mereka yang selamat berisiko
mengalami komplikasi neurologis, paru, dan gastrointestinal.4
3.2. Epidemiologi
Sampai saat ini campak masih menjadi penyakit menular di seluruh dunia,
termasuk beberapa negara di Eropa, Asia, Pasifik, dan Africa. Setiap tahun
dilaporkan terjadi 267.000 kasus morbili. 146.000 kasus dilaporkan meninggal,
dimana rata-rata terjadi pada usia anak-anak.5
Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus
suspek campak, dan hasil konfirmasi laboratorium menunjukkan 12–39% di
antaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangkan 16–43% adalah
rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus
campak dan 30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih
17
rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya
kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan kesehatan swasta serta
kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah. Di Indonesia, Rubella
merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya
pencegahan efektif. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan
70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia <15 tahun. Selain itu,
berdasarkan studi tentang estimasi beban penyakit CRS di Indonesia pada tahun
2013 diperkirakan terdapat 2.767 kasus CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu
15-19 tahun dan menurun menjadi 47/100.000 pada usia ibu 40-44 tahun.6
3.3. Etiologi
Etiologi yang melatarbelakangi morbili merupakan virus morbili, virus
RNA single-stranded berasal dari genus Morbilivirus, family Paramyxoviridae.
Virus ini tidak tahan panas tetapi dapat terawetkan dalam jangka waktu lama
dalam suhu rendah. Virus ini dapat hancur oleh asam, sinar intensitas tinggi. 7
Virus ini akan menyusup dan tumbuh di dalam sel epitel faring dan paru-
paru. Cara penularannya terutama dari orang ke orang, melalui penyebaran
tetesan flugge melalui udara. Saat virus berada di udara atau di permukaan yang
terinfeksi, ia tetap aktif dan menular hingga dua jam. Virus kemudian dapat
ditularkan oleh individu yang terinfeksi dari empat hari sebelum hingga empat
hari setelah munculnya ruam. Masa inkubasi virus campak bervariasi dari 7
hingga 18 hari sejak terpapar hingga timbulnya demam, dan sekitar 14 hari
18
hingga ruam muncul. Virus campak tampaknya stabil secara antigenik, dan
tidak ada bukti bahwa antigen virus banyak berubah dari waktu ke waktu.8
3.4. Patofisiologi
Patofisiologi infeksi morbili diawali dengan penularan melalui udara.
Pada awal infeksi, virus akan memperbanyak diri di trakea dan sel epitel
bronkial. Setelah 2-4 hari, virus morbili menginfeksi jaringan limfatik lokal,
dibawa oleh makrofag paru, amplifikasi virus morbili pada kelenjar getah
bening regional, virus menyebar melalui darah ke berbagai organ sebelum
akhirnya muncul ruam. Infeksi virus morbili menyebabkan penekanan sistem
imun, ditandai dengan penurunan produksi IL-12, dan respon antigen spesifik
yang bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi
akut. Penekanan sistem imun dapat mempengaruhi individu terhadap infeksi
oportunistik sekunder, terutama bronkopneumoni, penyebab utama kematian
yang berhubungan dengan morbili pada anak. Pada individu dengan defisiensi
imunitas seluler, virus morbili menyebabkan pneumonia progresif dan sering
menjadi fatal. Penularan morbili sangat efektif, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.7
Penularan morbili terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari
sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal
infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang ditemukan virusnya.
Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus
memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel
jaringan Limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan
limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi
turut aktif membelah.7
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui
secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi
yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke
19
permukaan epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih
dan usus. Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas
dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua
lapis sel. Pada saat itu virus dalam jurnlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali
dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respons irnun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak
sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
Koplik, yang menjadi tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. Selanjutnya
daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respons hipersensitivitas tipe lambat
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah
awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus
infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak
dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pemafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan
tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan
gizi kurang.7
20
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium Kataral (Prodromal)
21
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya
suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula
eritema timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar
getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat
pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi
dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang
disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.7
3. Stadium Konvalesensi.
Setelah 3 hari ruam berang-angsur menghilang sesuai urutan
timbulnya. Erupsi berkurang meninggalkan bekas menjadi kehitaman dan
mengelupas (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri
setelah 1-2 minggu. Selain hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema
dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.7
22
3.6. Diagnosis Banding
Diagnosa Morbili / Rubeola Rubella Roseola Infantum /
Banding Exanthema Subitum
Masa 14 – 21 hari 14 – 21 hari Sulit ditentukan karena
Inkubasi kontak tidak diketahui.
Masa 2 hari sebelum gejala Masa penularan: Sejak
Penularan prodromal sampai 4 akhir masa inkubasi
hari timbulnya erupsi. sampai 5 hari setelah
timbulnya ruam
Cara Droplet Droplet
Penularan
Etiologi Morbilis Virus Rubivirus (Family Herpes Human Virus
(Family Togaviridae), virus RNA Type 6 (HHV 6)
Paramixoviridae)
Demam + + +
Demam tinggi 2-4 Demam tidak setinggi Diawali demam tinggi
hari dengan suhu Morbili (38 –38,7oC) mendadak (40-40,6oC)
38,4-40,6oC pada masa prodromal 1-5
hari
Demam sangat tinggi Biasanya timbul dan Setelah demam
di saat ruam merata menghilang bersamaan menghilang baru timbul
dan menurun dengan dengan ruam kulit ruam
cepat setelah 2-3 hari
timbulnya eksantema
Eksantema Makulopapular Makulopapular Dimulai dari punggung
Dimulai dari batas Eritematosa Menyebar ke leher,
rambut di belakang Diskret wajah, ekstremitas atas
telinga Dimulai dari wajah dan ektremitas bawah.
Menyebar ke wajah, Menyebar ke leher, Ruam berwarna merah
leher, dan akhirnya badan, dan ekstremitas muda
ke ekstremitas dengan cepat Makulopapular,
Pada akhir hari pertama Diskret
mulai merata di badan Jarang koalesen sehingga
Pada hari kedua ruam di mirip dengan lesi
muka mulai rubela.
menghilang Lamanya timbul erupsi
Pada hari ke tiga ruam 1-2 hari tanpa
tampak lebih jelas di meninggalkan bekas
ekstremitas sedangkan berupa pigmentasi
di tempat lain mulai atau deskuamasi.
menghilang.
23
3.7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis campak didasarkan pada tiga elemen, meliputi :10
1. Manifestasi klinis
2. Epidemiologi
3. Pengujian laboratorium.
Uji serologis dengan pengukuran imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin M (IgM) spesifik, teknik biologi molekuler dengan aplikasi
reaksi berantai transkripsi-polimerase terbalik, dan isolasi virus tersedia untuk
konfirmasi diagnostik. Antibodi IgM spesifik campak pada infeksi primer, yang
merupakan konfirmasi penyakit, terdeteksi sejak hari ketiga ruam dan tetap
positif selama 30 hingga 60 hari. Untuk evaluasi IgG, ada peningkatan antibodi
lebih dari empat kali lipat antara fase akut dan fase penyembuhan penyakit.
RNA campak dapat dideteksi dengan reaksi berantai polimerase dari swab
faring atau nasofaring atau sampel urin. Tes ini mengkonfirmasi penyakit dan
memungkinkan genotipe agen.10
3.8. Tatalaksana
Tidak ada pengobatan spesifik untuk virus morbili. Komplikasi serius dari
morbili dapat dicegah melalui perawatan suportif yang memastikan kecukupan
nutrisi, asupan cairan, dan tata laksana rehidrasi dengan cairan rehidrasi oral.
Antibiotik dapat diresepkan jika ada infeksi sekunder. Selain itu pemberian
antibiotik sebagai profilaksis dari infeksi sekunder tidak bermanfaat dan tidak
dianjurkan. Pemberian antibiotik golongan cephalosporin berupa ceftriaxone
dapat digunakan pada infeksi saluran nafas dan dengan dosis 50 – 75
mg/kgBB/x sehari atau dibagi mejadi 2 dosis.11
Terapi pada morbili bersifat simtomatik yaitu dengan pemberian
antipiretika (asetaminofen, kompres hangat, hindari salisilat) bila suhu badan
tinggi, pemeliharaan kesehatan mata, sedativum, obat batuk (hindari penekan
opioid) dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain ialah pengobatan
segera terhadap komplikasi yang timbul. WHO menganjurkan untuk pemberian
24
vitamin A pada seluruh pasien Morbili. Diberikan selama 2 hari. Dan diberikan
selama 3 hari pada pasien dengan gizi buruk yaitu pada hari pertama dan kedua
serta hari ke-14. 12
Vitamin A merupakan mikronutrien penting yang diperlukan untuk fungsi
kekebalan tubuh spesifik maupun non spesifik. Pemberian vitamin A pada
kasus pasien campak bertujuan untuk mencegah terjadinya defisiensi vitamin A.
Dalam keadaan normal, vitamin A mempertahankan jaringan epitel dan sangat
penting untuk fungsi imunologi. Selama infeksi campak, simpanan vitamin A
habis, mengakibatkan ketidakmampuan untuk melawan infeksi saat ini dan
sekunder yang terkait dengan campak.12,13
3.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain.13
1. Saluran Pernapasan
- Bronkopneumonia
- Laryngitis
- Bronkitis
2. Saluran pencernaan
- Diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
3. Telinga
- Otitis Media
4. Susunan Saraf Pusat
- Ensefalitis
5. Mata
- Keratitis
6. Sistemik
- Septikemia karena infeksi bakteri sekunder
25
3.10. Prognosis
Prognosis morbili umumnya baik. Morbili merupakan self limited disease,
namun sangat infeksius. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita
dengan faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara
berkembang, kematian mencapai 1,3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat
terjadi KLB morbili.13
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
Penegakkan diagnosis morbili pada kasus ini didasarkan dari hasil anamnesis
yang didapatkan gejala demam tinggi sejak 5 hari SMRS. Demam tidak disertai
kejang, menggigil, berkeringat, gusi berdarah, mimisan dan BAB hitam. 3 hari
SMRS, timbul ruam merah pada leher dekat telinga, BAB cair sebanyak 2x sehari,
ampas (+), lendir darah (-) dan muntah sebanyak 4x yang terjadi setiap kali pasien
makan, muntah isi apa yang dimakan serta menurunnya nafsu makan. 1 hari SMRS,
ruam merah meluas ke seluruh leher, dada, dan wajah. Keluhan baru pertama kali
dirasakan. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap termasuk imunisasi campak pada
usia 9 bulan. Riwayat keluhan yang sama pada keluarga, riwayat asma, riwayat alergi
makanan dan obat-obatan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan injeksi konjungtiva (+/+), pada thoraks
didapatkan dada kiri lebih menonjol, suara nafas vesikuler (+/+) normal dan
terdengar suara ronki (+) basah kasar. Status lokalis regio auricular, facialis,
thorakalis, abdominalis serta pada ekstremitas tampak eritem makulopapular berbatas
tegas tepi ireguler, ukuran milier jumlah multiple tersebar generalisata. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien mengalami leukopenia yaitu 3.2
ribu/uL.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit pasien, pasien mengalami gejala erupsi
sesuai dengan patofisiologi morbili dimana terjadinya viremia sekunder yang
menghasilkan reaksi mononuklear, dengan fokus inflamasi yang didistribusikan ke
seluruh tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan gejala klinis berupa demam pada kasus.
Fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas mengalami inflamasi, pada
kondisi ini fungsi silia menurun dan menyebabkan secret meningkat sehingga
menimbulkan gejala pada sistem saluran nafas berupa keluhan awal batuk pada kasus.
Fokus infeksi pada konjungtiva dapat menyebabkan selaput konjungtiva yang tampak
merah atau injeksi konjungtiva pada kasus.
27
Diare pada kasus terjadi juga karena penyebaran virus ke saluran pencernaan
yang melibatkan hyperplasia jaringan limfoid pada usus buntu. Kemudian hal ini
menyebabkan mukosa teriritasi sehingga merangsang pergerakan usus. Proses ini
juga menyebabkan nervus vagus terganggu yang merangsang pusat muntah di
medulla oblongata sehingga pasien mengalami muntah, anoreksi dan malaise pada
kasus.
Penyebaran pun terjadi pada kulit yang akan menyebabkan terjadinya proses
proliferasi sel endotel kapiler dalam korium yang akan menyebabkan eksudasi serum
atau eritrosit dalam epidermis sehingga dapat menyebabkan ruam makulopapular
pada kasus.
Faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada kasus adalah, riwayat imunisasi dasar
pada pasien yang tidak lengkap. Terutama yang terkait dengan kasus adalah
pemberian imunisasi campak pada usia 9 bulan. Hal ini menyebabkan tidak adanya
rangsangan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi atau kekebalan
terhadap penyakit campak.
Pada pemeriksaan thoraks didapatkan dada kiri lebih menonjol, suara nafas
vesikuler (+/+) normal dan terdengar suara ronki (+) basah kasar namun pada
pemeriksaan rontgen thorax tidak didapatkan kelainan. Hal ini dapat menyingkirkan
kemungkinan komplikasi dari morbili berupa dampak pada daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pemafasan yang memberikan kesempatan infeksi
bakteri sekunder berupa bronkopneumoni.
Diagnosis banding pada kasus ini yaitu rubella, namun pada kasus ini, diagnosis
ini dapat disingkirkan karena pada kasus ini demam pada pasien sangat tinggi
sedangkan demam pada rubella hanya subfebris. Pada kasus juga tidak terdapat
pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, atau belakang
telinga. Selain itu, diagnosis banding lain yakni eksantema subitum (roseola) dimana
diagnosis ini tidak dapat ditegakkan karena pada saat ruam kemerahan timbul, pasien
masih dalam keadaan demam tinggi, sedangkan pada eksantema subitum, ruam
kemerahan baru timbul saat demam sudah turun.
28
Pemeriksaan laboratorium terdapat kenaikan neutrofil pada hari pertama demam,
kemudian pada hari ke 3-4 terjadi leukopenia, neutropenia, dan limfositosis. Hal ini
sesuai pada kasus yang menunjukkan pasien mengalami leukopenia.
Terapi pada kasus sudah tepat, berdasarkan teori terapi morbili bersifat
simtomatik. Pemberian cairan pada kasus sudah tepat yakni untuk memperbaiki
keadaan umum pasien campak dengan pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.
Cairan rumatan berguna untuk menggantikan air yang hilang lewat urin, tinja, paru,
dan kulit. Pemberian Paracetamol sebagai antipiretik sesuai teori dengan dosis 3-4
kali 10-15 mg/kgBB tiap kali pemberian sehari. Pada pasien diberikan 3 kali 10
mg/kgBB x 13 kg = 130 mg per hari. Pemberian domperidone pada kasus juga sudah
sesuai teori karena terdapat keluhan mual dan muntah pada pasien. Dosis pemberian
vitamin A pada kasus disini sudah tepat yaitu pada anak usia > 1 tahun diberikan
dosis 200.000 IU.
Melihat follow up pasien mengalami kemajuan dari hari sebelumnya, maka
prognosis pada pasien ini dalam hal quo ad vitam adalah dubia ad bonam yaitu dilihat
dari kesehatan dan tanda-tanda vitalnya yang masih baik. Quo ad functionam adalah
dubia ad bonam karena pada pasien karena tidak terdapat komplikasi pada kasus.
29
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Situasi Campak dan Rubella di Indonesia 2018. Kemenkes RI.
2018;ISSN 2442-7659.
2. WHO. Measles World Health Organization. 2018. Available from:
http://www.who.int/immunization/diseases/measles/en/.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Surveilans Campak -
Rubela. Dinas Kesehat Provinsi Papua Barat. 2020;140.
4. Strebel PM, Orenstein WA. Campak. N Engl J Med. 25 Juli 2019; 381 (4):349-
357. [ PubMed ]
5. Centers for Disease Control and Prevention. Measles Data and Statistics. Tahun
2013 [Online]. Dari: www.cdc.gov
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Status Campak dan Rubella saat Ini
di Indonesia. 2016. www.kemenkes.go.id
7. Chen, Selina SP. Pediatric and General Medicine: Measles. 2016 [Online].
Available from : www.emedicine.medscape.com
8. Porter A, Goldfarb J. Campak: Penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan
vaksin kembali lagi. Cleve Clin J Med. 2019 Juni; 86 (6):393-398. [ PubMed ]
9. Guseva S, Milles S, Blackledge M, Ruigrok RWH. Nukleoprotein dan
Fosfoprotein Virus Campak. Mikrobiol Depan. 2019; 10 :1832. [ Artikel gratis
PMC ] [ PubMed ]
10. Khan L. Campak pada Anak. Pediatr Ann. 01 September 2018; 47 (9):e340-
e344. [ PubMed ]
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Lembar Fakta Poliomielitis, Rubela, dan Campak.
2016. Available from : www.idai.or.id
12. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. 1996. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
13. Halim RG. Campak pada Anak. 2016. CDK-238/ vol. 43 No.3. Hal: 187-188
31
14. Kabore, M, et al., Measles in Bamako: Epidemiological, Clinical and Therapeutic
Features of Patients Hospitalized at University Teaching Hospital of Point "G".
International Journal of Infectious Diseases and Therapy. Volume 4, Issue 3,
September 2019, Pages: 44-49
32