Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Oleh
Vierga Nanda Wiqa NIM. 1810029046
Putri Amboro Wati NIM. 1810029063
Elvira Rosalina NIM. 1810029066
Pembimbing:
dr. Erwin Ginting, Sp. OG(K)
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha
Esa atas segala rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tutorial klinik yang berjudul “Hiperemesis Gravidarum”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :
1. dr. I.G.A.A Sri M. Montessori, Sp.OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD AWS Samarinda.
2. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG selaku Kepala Laboratorium Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Erwin Ginting, Sp.OG(K) sebagai dosen pembimbing klinik selama
mengikuti stase Obstetri dan Ginekologi.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi, terimakasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satupersatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak ketidak sempurnaan dalam
penulisan tutorial klinik ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tutorial klinik ini. Akhir kata, semoga tutorial klinik ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
seharusnya diberikan, serta patofiologinya sehingga klinisi mampu menegakkan
diagnosis hiperemis gravidarum secara tepat dan memberikan terapi secara akurat
untuk memperbaiki prognosis pasien.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang hiperemis gravidarum, serta perbandingan antara teori
dengan kasus.
1.3. Manfaat
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama
bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya mengenai hiperemis gravidarum.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 9 Juli 2019
pukul 13.00 WITA di Ruang Mawar RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Identitas Suami
Nama : Tn. R
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Otista, Gang Baru RT. 22
6
2.2. Anamesis
Keluhan Utama
Mual dan muntah hebat.
7
Riwayat Keluarga
• Kakak pasien pernah mengalami keluhan serupa
• Ibu pasien menderita hipertensi
• Diabetes Melitus (-), Alergi (-)
Riwayat Menstruasi
Pasien menarke pada usia 12 tahun, dengan durasi menstruasi setiap siklus 28 hari
teratur dengan durasi 7 hari. Perdarahan saat haid sebanyak 4 kali ganti pembalut
per hari.
HPHT : Tanggal 28, Bulan 5, Tahun 2019
TP : Tanggal 4, Bulan 2, Tahun 2020
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, dengan suami sekarang lamanya 7 tahun. Pertama kali
menikah usia 22 tahun.
Riwayat ANC
Pasien 2 kali memeriksakan kehamilannya di praktek dokter spesialis kandungan.
Riwayat Obstetri
8
Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan saat anak pertama, sekarang sudah
tidak menggunakan kontrasepsi.
9
Status Obstetri
Inspeksi : linea nigra (+), striae gravidarum (+),bekas operasi (+).
Palpasi : TFU : tidak teraba TBJ : belum dapat dikaji
Leopold I : belum dapat dikaji
Leopold II : belum dapat dikaji
Leopold III : belum dapat dikaji
Leopold IV : belum dapat dikaji
HIS : tidak ada
Auskultasi : DJJ : belum dapat dikaji
Pemeriksaan Dalam : tidak dilakukan
Leukosit 4.800-10.800
13.950
10
Kalium 4.0 3,6-5,5 mmol/L
c. Urinalisa (09/07/2019)
Tabel 2.4. Hasil pemeriksaan urinalisa
pH 6.0 4,8-7,8
Leukosit - 0-1
Lain-lain -
β-hCG +
11
2.6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 TPM
- Inj. Metoklopramide 3x1 ampul IV
- Inj. Ranitidin 3x1 ampul IV
- Diet Hiperemesis Gravidarum
- Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
2.7. Follow Up
P : Advis Sp.OG :
- IVFD RL 20 TPM
- InJ. Metoclopramide 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
- Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
09/07/2019 S : Ibu mengeluh masih mual, muntah
03.40 Wita O : KU sakit sedang, kesadaran komposmentis
VK TD 140/100 mmHg; N 75x/menit; RR 22x/menit; T 36,8°C
A : G4P1102A100 gravid 5-6 minggu + janin tunggal intra uterin
hidup dengan Hiperemesis Gravidarum
P : advis Sp.OG
- IVFD RL 20 TPM
- Inj. Metoclopramide 3x1
12
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
- Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
P:
- IVFD RL 20 TPM
- Inj. Metoclopramide 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
- Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
9/07/2019 S : Pasien mengatakan mual dan muntah disertai nyeri ulu hati
11.30 Wita berkurang
Mawar Nifas O : KU sakit sedang, kesadaran komposmentis
TD 110/70 mmHg; N 85x/menit; RR 19/menit; T 36,0°C
A : G4P1102A100 gravid 5-6 minggu + janin tunggal intra uterin
hidup dengan Hiperemesis Gravidarum
P:
- IVFD RL 20 TPM
- Inj. Metoclopramide 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
- Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan
hal tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis
gravidarum. Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu
keadaan yang jarang terjadi, yaitu menolak semua makanan dan minuman yang
masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis
bahkan sampai kematian.1
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil
memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya
sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria.
Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum
adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat
badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam
hidroklorid saat muntah dan hypokalemia.1,2
14
3.2. Etiologi
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang
terdiri dari 3 komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative
dan efektor yang bersifat somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui
saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah
juga menerima rangsangan dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral
dari chemoreseptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari apparatus
vestibular via serebelum. Kalau sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal
tersebut tidak akan melalui trigger zone tetapi akan mencapai pusat muntah
melalui nucleus traktus solitaries. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat
pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah
dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan
melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.3
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan
mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan
laring untuk mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan
akhirnya terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya
timbul kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan
intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan
dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya
pengeluaran isi lambung.3
Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial.
Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya
cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk
memperoleh energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi
asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar
keton dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni
tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.3
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
timbulnya dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang.
15
Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak
lainnya yakni dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan
berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai
akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan
frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat
keadaan penderita.3
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala
seperti muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome.
Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.3
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara
faktor endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi,
anatomi dan psikologi. 1,2,4
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari
hiperemesis gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan
dari HCG pada ibu dengan hiperemesi gravidarun. HCG disekresi oleh
sinsitiotropoblast. HCG terdiri dari alfa hCG dan beta hCG. Alfa hCG
memiliki susunan asam amino 92 subunit alfa tidak spesifik yang dimiliki
juga oleh hormon tropik lain
seperti TSH, LH dan FSH.
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan
merupakan satu – satunya penyebab melainkan ada isoform
spesifik dari HCG yang juga mengakibatkan Hiperemesis
gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya HCG yang lebih
asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan akibat
dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi
pada trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan
pada pasien dengan HG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah.
3. Estrogen
16
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan
timbulnya HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan
penurunan waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang dapat
mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan akibat peningkatan
hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan risiko
infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya
gejala GIT.
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada
saat kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam
darah yang dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis
(GTT). Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam
timbulnya HG. Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan
karena memiliki struktur yang mirip dengan HCG.
5. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur
berat badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin.
Hubungan antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin
sering ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah
mengurangi rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara
berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering
ditemukan pada ibu hamil salah satunya dengan HG namun mekanismenya
masih belum jelas.
6. Adrenal Cortex
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan
gejala pada ibu dengan HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid.
Kemungkinan rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya
HG, namun mekanisme masih belum jelas.
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan
prolaktin ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini
17
diakibatkan karena kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi
produksi dari hormon plasenta dan endometrial pada ibu hamil.
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik
dari plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal
kehamilan. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah
pada kehamilan.
a. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun
mediated, kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun
ibu. HG dikatakan timbul akibat dari overaktivasi dari sistem imun
yang berhubungan dengan sintesis hormon kehamilan.
b. Gastro Intestinal
a. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan
salah satu etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan
ditemukan H.pylori pada bagian antrum dan corpus dari
lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri H.pylori juga
kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan dari HG.
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan
karena adanya perubahan keasaman lambung yang
berhubungan denga perubahan sistem imun pada ibu hamil.
Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun selular
meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.
b. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas
abnormal dari lambung dan usus halus mengakibatkan
lambatnya waktu transit dan menghambat waktu pengosongan
lambung yang dapat mengakibatkan mual. Namun ternyata
dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam
patogenesis HG.
c. Tekanan spingter bawah esophagus
18
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux
selama hamil. Gejala ini kemungkinan muncul akibat
penurunan tekanan dari spingter bawah esophagus, yang
diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan progesteron. 5
d. Sekresi cairan di GIT
HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian
atas karena peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam
lumen lambung. Peningkatan sekresi cairan merupakan hal
yang fisiologis pada ibu hamil, karena berhubungan dengan
sekresi cairan amnion.
• Enzim Metabolik
o Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan
peningkatan kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini
kemungkinan ditemukan pada pasien HG tipe late onset, lebih
parah sampai ketonuria dan hipertiroidism, namun mekanisme
secara detail belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati
kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari
hipovolemia, malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HG.
o Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien
dengan HG. Namun peningkatan serum amylase tidak
diakibatkan karena peningkatan enzim amylase dari pancreas,
menunjukkan kalau peningkatan tersebut bukan diakibatkan
gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang berlebihan dari
kelenjar ludah.
• Defisiensi nutrisi
o Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG,
namun hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara
detail. Selain itu juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni
19
thiamin dan K yang juga diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan insiden HG.
o Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis
HG yakni zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat
sedangkan besi menurun pada pasien dengan Hg. Zinc
merupakan bahan yang penting dalam katalisis enzim yang
berhubungan dengan metabolism, sedangkan kadar besi yang
rendah kemungkunan mengganggu fungsi biokimia, metabolic
dan endokrin dari beberapa organ.
9. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi
anatomi, kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada
ovarium kanan dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada
vena porta.
10. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit
ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,
dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil
atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis
pada wanita hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan
gejala HG jauh lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan
kecemasan dari para wanita hamil yang tidak menderita HG. Gejala
tersebut antara lain; gejala depresi, histeria, psychasthenia, skizofrenia,
somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif. Penyebab gejala-gejala
psikologis tersebut karena trauma dan stress. Dapat disimpulkan bahwa
HG tidak berhubungan dengan gangguan psikologis dan sulit untuk
membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis karena banyak wanita
mulai muntah sebelum mereka mengetahui bahwa mereka hamil.
20
3.3. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah
usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,
kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu
merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon
korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar
hormon korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam
darah mencapai puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke
14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester
pertama. Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan
(dismotilitas) sistem pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang
diduga sebagai pencetus infeksi H.pilory selama kehamilan.1,4
Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan
mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum
mampu beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut
menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi
yang juga mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu hamil.1,4
21
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan
menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100
kali per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah
mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun,
lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-
kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi
cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton
dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas
dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
Nyeri epigastrium + ++ ++
22
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun
dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan
tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal
sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan
perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan,
termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya
gangguan hati.
3.5. Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus
ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga
mempengaruhi keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus
dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis
hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.2,5,6
• Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual,
dan muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu
dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres,
lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya
(hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
• Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-
tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
• Pemeriksaan Penunjang
23
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG
(pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan
ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid
dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4.
Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi
penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan
laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
24
FISIOLOGI HAMIL MUDA
Hiperemesis gravidarum:
- rehidrasi dan diet
- perbaiki
keseimbangan
elektrolit
- pemberian terapi farmakologi
- perbaiki metabolisme
Pengobatan gagal:
Terminasi kehamilan dengan
indikasi:
- Gangguan fungsi organ
• Appendiksitis akut.
25
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan
pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa
appendiksitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda
defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk
untuk membedakan wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa
appendiksitis akut.
• Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah.
• Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan
obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak
terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus
peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi
perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.
Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang
murni karena hormon jarang disertai diare.
• Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai
peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit
membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda
kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita
hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa
yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.
• Tumor serebri.
26
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah
yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi
hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai
hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya
dihindari karena berbahaya bagi janin.
Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi
hiperemesis, pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain :1,2,6
1. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala
yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang
pada usia kehamilan 4 bulan.
2. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tetapi
dengan frekuensi yang lebih sering
3. Pada saat bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur,
tetapi dianjurkan untuk makan roti, biskuit dengan teh hangat
4. Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak, dan
makanan atau minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan
panas atau sangat dingin
5. Makan makanan yang mengandung gula sangat dianjurkan
untuk menghindari kekurangan karbohidrat
6. Defekasi yang teratur
Terapi obat-obatan
Tatalaksana keluhan hiperemesis gravidarum yang berat dianjurkan
untuk dirawat di rumah sakit, hal utama yang harus diperhatikan adalah
tatalaksana dehidrasi untuk meningkatkan volume intravaskuler, memperbaiki
gangguan elektrolit dan mencegah terjadinya kompensasi vasokonstriksi
sehingga mengganggu perfusi pada organ dan uterus. Berikut langkah-langkah
tatalaksana hiperemesis gravidarum : 1,2,6
27
Stop makanan peroral selama 24-48 jam
Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2:1 dengan tetesan 40 tetes per
menit
Obat
• Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
• Vitamin B12 200 ug/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus
• Fenobarbital 30 mg I.M 2-3 kali perhari atau klorpromazin 25-
50mg/hari
• Antiemetik : prometazin 2-3 kali perhari peroral atau pro-
kloperazin 3 kali 3mg perhari peroral atau mediamer B6 3 kali
perhari peroral
• Antasida : asidrin 3x1 tablet perhari peroral atau milanta 3x1
tablet perhari peroral
• Pemberian infus asam amino untuk mencegah terjadi katabolisme
yang menghasilkan benda keton yang dapat memperburuk keadaan
pasien
• Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi
• Rehidrasi dan suplemen vitamin, pilihan cairan adalah normal salin
(NaCl 0,9%), cairan dekstrose tidak boleh diberikan karena tidak
mengandung sodium yang cukup untuk mengoreksi hiponatremia,
urin output juga harus dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan
dipstik untuk mengetahui terjadinya ketonuria Antiemesis, tidak
dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamin
antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin (klorpromazin,
proklorperazin), antikolonergik (disiklomin) atau antihistamin H1-
reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun bila masih tetap
tidak memberikan respon maka dapat digunakan kombinasi
kortikosteroid dengan reseptor antagonis 5-Hidrokstiptamin (5-HT3)
(ondansentron, sisaprid).
28
3.8. Penggunaan dan efek samping obat hiperemesis gravidarum
Vitamin B6 (Pyridoxin )
Pyridoxin merupakan koenzym untuk metabolisme asam amino.
Pyridoxin banyak terdapat pada gandum, daging dan sayuran hijau, namun
vitamin ini dapat rusak oleh sinar. Kebutuhan vitamin ini pada keadaan normal
tidak diketahui dengan pasti namun ada yang menyatakan berkisar antara 1
sampai 2 mg per hari. Vitamin B6 mempunyai peranan penting dalam
metabolisme tryptophan menjadi niacin dan metabolisme beberapa asam lemak
29
essensial lainnya. Pada wanita hamil ditemukan ekskresi asam xanthurenic
dalam jumlah banyak setelah pemberian trypthopan dan kelainan ini dikoreksi
dengan pemberian pyridoxin. Defisiensi vitamin B6 selain dapat menyebabkan
gangguan epitelisasi juga dapat mengganggu persyarafan seperti lemas, nyeri
pada ekstremitas, salit kepala, depresi dan nausea. Pemberian vitamin B6 pada
wanita hamil dengan nausea dan vomitus adalah 10 – 25 mg tiap kali pemberian
sebanyak 3 kali sehari.6
Banyak wanita yang memilih vitamin B6 sebagai terapi alternatif yang
natural untuk mengobati nausea dan vomitus pada kehamilan. Bahkan wanita
yang mengkonsumsi multivitamin yang mengandung vitamin B6 pada 6 minggu
pertama kehamilannya, lebih sedikit yang mengalami nausea dan vomitus pada
kehamilan secara bermakna.6
Dopamin Antagonis
Phenothiazines
Resiko pemberian Phenothiazines pada perkembangan fetus tampaknya
kecil. Phenothiazines pada trisemester pertama tidak memberikan bukti statistik
yang bermakna yang menyatakan adanya peningkatan terjadinya birth defect,
namun terdapat peningkatan angka kejadian defek pada jantung.6
Promethazine
Promethazine adalah obat yang sering digunakan untuk mengobati
hyperemesis. Promethazine tidak berhubungan dengan peningkatan risiko
anomaly kongenital tetapi penggunaan promethazine saat melahirkan dapat
menimbulkan gangguan pernafasan (RDS) pada bayi dan mengganggu agregasi
trombosit dari ibu dan bayi, oleh sebab itu disarankan agar promethazine tidak
digunakan pada wanita yang akan melahirkan dalam waktu dekat.6
Metoclopramide
Metoclopramide adalah obat golongan dopamine reseptor – bloker yang
telah lama dipergunakan untuk mengobati refluks gastroesofageal, kemoterapi
yang menginduksi nausea dan nausea yang berkaitan dengan paska seksio. Obat
ini juga telah dipakai sebagai terapi hiperemesis pada wanita hamil dan tidak ada
data mengenai efek teratogenik pada bayi.6
30
Antihistamin
Antihistamin yang dipakai pada nausea dan vomitus pada kehamilan
antara lain doxylamine, diphenhydramine, dimenhydrinate, cyclizine, buclizine.
Antihistamin tidak terbukti meningkatkan insiden malformasi kongenital.
Meclizine adalah antihistamin piperazine yang digunakan untuk mengobati
vertigo dan motion sickness.6
Antagonis HT 3
Ondansetron adalah antagonis selektif serotonin receptor yang biasa
digunakan sebagai antiemesis pada kasus paska operasi, kemoterapi kanker dan
radiasi. Obat ini merupakan anti emetik yang poten dan terbaru. Belum ada
penelitian besar dari penggunaan obat ini pada wanita hamil dan baru sebatas
percobaan pada binatang. Dari beberapa laporan tidak didapatkan efek yang
buruk pada kehamilan walalupun terdapat pemakai dalam jumlah besar yang
berulang pada trimester pertama.6
Akar Jahe
Akar jahe yang diyakini berguna untuk anti nausea serta meningkatkan
motilitas dan peristaltic lambung. Jahe membantu mengembalikan aktivitas
normal lambung dan jahe juga memiliki efek tranquilizer pada otak yang akan
membantu meringankan efek dari nausea. Jahe tidak memiliki efek sedative
seperti pada obat farmakologis lainnya. Jahe diketahui juga dapat mengambil
alih reseptor benzodiazepine ( reseptor anti ansietas ) sehingga memiliki efek
tranquilizer. Pemberian ekstrak jahe tidak menimbulkan kejadian anomali
kongenital.6
31
c. Protein sedang
d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan
disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan
diberikan sering dalam porsi kecil
f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan
pada makan malam dan selingan malam.
g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
32
3.10. Prognosis
Semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan awal
terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30%
pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual muntah setelah 16
minggu dan hanya 1% tetap mengalami mual muntah setelah usia kehamilan 20
minggu.3
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada
usia kehamilan 20-22 minggu. Namun demikian pada tingkatan yang berat
penyakit ini dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
Kriteria keberhasilan pengobatan dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal
2. Diuresis bertambah
3. Kesadaran komposmentis
4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif).
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik,
manifetsasi komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan, takikardi, ikterus
,anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan. Dipertimbangkan dilakukannya terminasi kehamilan
apabila:
1. Gangguan kejiwaan
a. Delirium
b. Apatis ,somnolen sampai koma
c. Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicke
2. Gangguan penglihatan
a. Perdarahan retina
b. Kemunduran penglihatan
3. Gangguan faal
a. Hati dalam bentuk ikterus
b. Ginjal dalam bentuk anuria
c. Tekanan darah menurun
33
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Anamesis
34
4.2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Tabel. 4.2. Tabel perbandingan teori dan kasus dalam hal pemeriksaan fisik
dan penunjang
Teori Kasus
35
Leher : Pembesaran
KGB (-), struma dan
kelainan lain (-)
Thoraks
Jantung: S1 S2
tunggal, reguler,
murmur (-), gallop (-
)
Paru : Vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Soefl, bising usus (+)
kesan normal. Nyeri
tekan Epigastrium
(+).
Ekstremitas
• Atas : Akral
hangat (+/+),
edema (-/-), CRT
<2”
• Bawah :
Akralhangat (+/+),
edema (-/-), CRT
<2”
• Refleks patella
(+/+)
36
Trombosit 376.000
Glukosa Sewaktu 87
Natrium 137
Kalium 4.0
Protein -
Ketone +3
Lain-lain -
β-Hcg +
4.3. Tatalaksana
Tabel 4.3. Tabel perbandingan teori dan kasus dalam hal tatalaksana
Teori Kasus
37
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. S yang berusia 35 tahun yang
datang ke IGD A.W. Sjahranie Samarinda dengan keluhan mual muntah sejak 3
hari dan keluhan dirasakan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka didapatkan diagnosis sebagai Hiperemesis Gravidarum. Pada
pasien ini dilakukan penatalaksanaan rehidrasi, obat penurun asam lambung, dan
obat mual dan muntah. Secara umum, penegakan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori yang ada.
38
DAFTAR PUSTAKA
39