Anda di halaman 1dari 42

SMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Retensio Plasenta

Oleh :

Olga Fanny Tantiwi Nurdin 1910017063

Pembimbing:

dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG

SMF/LABORATORIUM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya


penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Retensio Plasenta”.
Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium
Obstetri dan Ginekologi.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Pasien yang telah
bersedia menjadi bahan pembelajaran untuk saya dan kepada dr. Yasmin Sabina
S., Sp. OG, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada
penyusun dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari terdapat
ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga penyusun mengharapkan kritik
dan saran demi penyempurnaan. Diharapkan, semoga makalah ini berguna bagi
penyusun dan para pembaca.

Samarinda, April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.2 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Tujuan..............................................................................................................4
1.3 Manfaat............................................................................................................5
BAB 2 LAPORAN KASUS...................................................................................6
2.1 Anamnesis.........................................................................................................6
2.2. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................8
2.3. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................9
2.4. Diagnosis..........................................................................................................9
2.5. Penatalaksanaan.............................................................................................9
2.6. Follow Up.......................................................................................................10
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
3.1 Definisi dan klasifikasi...................................................................................13
3.2 Epidemiologi...................................................................................................15
3.3 Faktor Predisposisi........................................................................................15
3.4 Diagnosis.........................................................................................................17
3.6 Penanganan...................................................................................................23
3.7 Komplikasi.....................................................................................................37
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................38
4.1 Anamnesis.......................................................................................................38
4.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................38
4.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................39
4.5 Penatalaksanaan...........................................................................................39
BAB V PENUTUP................................................................................................41
5.1. Kesimpulan....................................................................................................41
5.2 Saran..............................................................................................................41
BAB IV DAFTAR PUSTAKA................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Letak sungsang atau Presentasi bokong adalah janin letak
memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi
keduanya (Prawirohardjo, 2014). Presentasi bokong terjadi dalam 3-4%
dari persalinan yang ada (Norwitz & Schorge, 2008). Presentasi bokong
merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai (Prawirohardjo,
2014).
Angka persalinan sungsang bervariasi, yaitu sekitar 40% pada usia
kehamilan 30 minggu, 6-8% pada usia kehamilan 34 minggu dan 3-4%
pada usia kehamilan aterm. Pada persalinan sungsang sebelum proses
persalinan dimulai, sering terjadi janin berputar spontan sehingga menjadi
presentasi kepala. Oleh karena itu, presentasi bokong pada kelahiran bayi
tunggal hanya sekitar 3-4%. Frekuensi letak sungsang yang paling sering
ditemukan adalah presentasi bokong murni (75%) dan sisanya adalah
presentasi bokong inkomplit (Cunningham, et al., 2009).
Hanya 15% dari seluruh kasus presentasi bokong yang diketahui
etiologinya. Penyebab presentasi bokong yang lain belum diketahui tetapi
berhubungan dengan abnormalitas yang bisa menyebabkan terjadinya
presentasi bokong seperti prematuritas, polihidroamnion, plasenta previa,
multiparitas, kehamilan multiple. Komplikasi persalinan letak sungsang
dapat dibagi sebagai komplikasi terhadap ibu dan juga terhadap bayinya
itu sendiri. Prinsip dasar persalinan dengan presentasi bokong ialah
persalinan pervaginam dan persalinan perabdominal (Cunningham, et al.,
2009).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

4
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui tentang
retensio plasenta dan melihat kesesuaian antara teori dengan kasus nyata
retensio plasenta.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui teori tentang retensio plasenta yang mencakup:
a. Definisi dan klasifikasi
b. Epidemiologi
c. Faktor predisposisi
d. Diagnosis
e. Jenis-jenis persalinan
f. Penanganan
g. Komplikasi

2. Mengetahui kesesuaian antara teori dengan kasus nyata


Retensio Plasenta yang terjadi di RSUD Abdul Wahab
Syahranie Samarinda.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang
retensio plasenta.
1.3.2. Manfaat Bagi Penulis
Tutorial klinik ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan
bagi penulis dan pembaca mengenai retensio plasenta.

5
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis

2.1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Y
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Sentosa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 7 April 2021 pukul 23.59 WITA

Identitas Suami
Nama : Tn. R
Umur : 41 tahun
Alamat : Jl. Sentosa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Penjaga Tambak
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 7 April 2021 pukul 23.59 WITA

2.1.2 Keluhan Utama

Perdarahan dari jalan lahir

2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Abdul Wahab


Sjahranie Samarinda rujukan dari bidan dengan keluhan perdarahan dari jalan
lahir yang dirasakan sejak setelah melahirkan pada pukul 22.07 WITA.
Perdarahan yang keluar sebanyak 1 setengah sarung, pasien diberitahu oleh bidan
bahwa ari-ari tidak dapat keluar dan bidan melakukan tindakan pengeluaran ari-ari

6
secara manual di praktek bidan selama 1 jam, namun ari-ari masih tidak dapat
keluar. Tidak ada keluhan pusing, pandangan mata berkabur, mual, dan muntah
maupun riwayat trauma. BAB dan BAK lancar.

2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), riwayat operasi (-).

2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), riwayat operasi (-).

2.1.6 Riwayat Menstruasi

Usia menarche : 12 tahun


Lama haid : 7 hari
Siklus haid : Teratur setiap 28 hari
Banyaknya perdarahan : 2 kali ganti pembalut per hari.
Hari Pertama Haid Terakhir : 04-07-2020
Taksiran Persalinan : 11-04-2021

2.1.7 Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali sejak usia 18 tahun, lama pernikahan dengan suami sekarang
adalah 15 tahun.

2.1.8 Riwayat Obstetri

Jenis Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis
No Penolong Penyulit Kelamin Anak
Partus Partus Hamil Persalinan
Anak/ BB Sekarang
Spontan
1 2007 RSI Aterm Dokter Bayi besar L/3900 gr Hidup
Vakum

2 2012 BPM Aterm Spontan Bidan - P/3600 gr Hidup

Retensio
3 2021 BPM Aterm Spontan Bidan L/3300 gr Hidup
Plasenta

7
2.1.9 Riwayat Antenatal Care (ANC)

Selama kehamilan pasien sudah 5 kali kontrol kehamilan di puskesmas.

2.1.10 Riwayat Kontrasepsi

Pasien pernah menggunakan pil KB selama 3 tahun.

2.2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Komposmentis / E4V5M6
Berat Badan : 89 kg
Tinggi Badan : 155 cm

2.2.1 Tanda Vital

Tekanan darah : 102/56 mmHg


Frekuensi nadi : 100 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Temperatur : 36,1º C pada pengukuran suhu axilla

2.2.2 Status Generalisata

Kepala/Leher
Normocephali, Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), sianosis (-),
pembesaran KGB (-/-), pembesaran tiroid (-).

Toraks
- Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : Fremitus raba paru dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

8
Abdomen
Inspeksi : Striae gravidarum (-), linea nigra (+)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)

Ekstremitas
Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik, sianosis (-/-).

2.2.3 Status Obstetri

1. Inspeksi : Linea nigra (+), striae gravidarum (-), bekas operasi (-)
2. Palpasi

TFU : 3 jari di atas pusat

3. Pemeriksaan Dalam : V/V vaginal discharge (-), kondiloma (-), portio :


lunak tipis, pembukaan 7 cm, teraba plasenta di depan
portio, ketuban (-) . Pada pelepasan didapatkan
adanya blood slyme (+).

2.3. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium Patologi Klinik (08/04/2021)

Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal


Leu 21.520 sel/mm3 4800-10.800 sel/mm3
Hb 8.56 mg/dl 12,0-16,00 mg/dl
Hct 26 % 37-54%
PLT 404.000 sel/mm3 150.000-450.000 sel/mm3
Ureum 16.7 17-43 mg/dl
Creatinin 0.8 0,6-1,1 mg/dl
HbsAg NR NR
112 NR NR
BT 3’ 1-6’
CT 9’ 1-15’

2.4. Diagnosis

P3003A000 Hemorrhage Post Partum et causa Retensio Plasenta + Anemia +


Infeksi Post Partum

9
2.5. Penatalaksanaan

- Observasi KU, tanda vital


- Memasang infus RL drip oxy 2 amp
- Memasang DC
- Melakukan manual plasenta
2.6. Follow Up

WAKTU OBSERVASI

08-04-2021 S: keluar darah dari jalan lahir, badan lemas.


01. 00 O: Keadaan umum sakit sedang, kesadaran komposmentis
IGD TD: 100/50 mmHg, N: 100x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,3oC
1. Inspeksi : Linea nigra (+), striae gravidarum (-),
bekas operasi (-)
2. Palpasi
- TFU : 3 jari di atas pusat

VT: V/V vaginal discharge (-), kondiloma (-), portio: lunak


tipis, pembukaan 7 cm, teraba plasenta di depan portio,
ketuban (-). Pada pelepasan didapatkan adanya blood
slyme (+).
Dilakukan pengeluaran plasenta secara manual dan hanya
sebagian ari-ari saja yang keluar.
Kemudian dilakukan USG, dengan hasil:

Sisa plasenta/stoll cell (+)


A: P3003A000 Hemorrhage Post Partum et causa Rest Placenta +
Anemia + Infeksi Post Partum

P: Lapor dr. Erwin, Sp. OG, advis:


- IV Ceftriaxone 2x1 gr
- Drip Oksitosin 1amp dalam RL 20 tpm
- Rencana Kuretase

10
- Siapkan PRC 1 kolf

08-04-2021 S: Perut mules


04.05 O: Keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis.
VK TD: 80/50 mmHg, N: 72x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,3 oC
TFU: setinggi pusat
A: P3003A000 Hemorrhage Post Partum et causa Rest Placenta +
Anemia + Infeksi Post Partum + Syok
P: - Infus 2 line: RL tanpa drip kolf dan RL drip oxy 1 amp 20
tpm
- Observasi KU dan tanda vital
- Lapor dr. Erwin, Sp. OG, advis:
1. Puasakan Pasien
2. Observasi

08–04-2021 S: Lemas
04.49 O: keadaan umum sedang, kesadaran composmentis
VK TD: 70/palpasi, N: 98x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,3 oC
A: P3003A000 Hemorrhage Post Partum et causa Rest Placenta +
Anemia + Infeksi Post Partum + Syok
P: - Observasi KU dan tanda vital
- Loading RL 350 cc
08-04-2021 S: perut mules-mules
08.00 O: keadaan umum sedang, kesadaran composmentis
VK TD: 90/60 mmHg, N: 101x/menit, RR: 18x/menit, T:36,10C
A: P3003A000 Hemorrhage Post Partum et causa Rest Placenta +
Anemia + Infeksi Post Partum + Syok
P: - Observasi KU dan tanda vital
- Infus 2 line: RL 20 tpm dan RL Drip Oxy 20 tpm

08-04-2021 S: Lemas (-), nyeri perut (-), perdarahan (-)

11
13.00 O: Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis
Post Op TD: 122/70 mmHg, N: 60x/menit, RR: 18x/menit T:360C
A: Post Kuretase a/i Rest Placenta
P: - Observasi KU, tanda vital, dan perdarahan
- RL 500 cc + oxy 20 tpm

08-04-2021 S: Lemas (-), nyeri perut (-), perdarahan (-)


14.15 O: Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis
VK TD: 90/60 mmHg, N: 86x/menit, RR: 19x/menit T:36,90C
A: Post Kuretase a/i Rest Placenta
P: - Observasi KU, tanda vital, dan perdarahan
- RL 500 cc + oxy 20 tpm

09-04-2021 S: Lemas (-), nyeri perut (-), perdarahan (-), demam (-)
14.00 O: keadaan umum baik, kesadaran composmentis
VK A: Post Kuretase hari ke 2 a/i Rest Placenta
P: - Obserasi KU dan tanda vital
- Rencana pulang
- Obat minum: Cefadroxil 500 mg, Tablet tambah darah

12
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan klasifikasi

Letak sungsang atau Presentasi bokong adalah janin letak memanjang


dengan bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya
(Prawirohardjo, 2014). Hubungan antara ekstremitas bawah dan bokong yang
bervariasi pada presentasi bokong membaginya menjadi presentasi bokong jenis
frank, yaitu ekstremitas bawah janin fleksi pada panggul dan lutut ekstensi,
sehingga kaki berada di atas dekat dengan kepala. Pada presentasi bokong
komplet terjadi fleksi pada salah satu atau kedua lutut. Pada presentasi bokong
inkomplet, salah satu atau kedua panggul tidak fleksi, dan salah satu atau kedua
kaki atau lutut terletak di bawah bokong sehingga kaki atau lutut merupakan
bagian terendah di dalam jalan lahir (gambar 3). Footling breech (presentasi kaki)
adalah presentasi bokong inkomplet dengan salah satu atau kedua kaki janin
berada di bawah bokong (Cunningham, et al., 2009).

Gambar 1. Klasifikasi presentasi bokong

13
Pada presentasi bokong frank atau murni terjadi ekstensi kedua sendi lutut,
kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya tersapat setinggi bahu atau kepala
janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
Pada presentasi bokong kaki komplet di samping sakrum dapat diraba kedua kaki.
Pada presentasi bokong kaki inkomplet hanya terdapat satu kaki di samping
bokong sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas, sakrum tidak teraba
(Cunningham, et al., 2009).
1. Frank Breech (Extended Breech)

 Bagian kaki dari janin mengalami fleksi total di bagian bokong


dan ekstensi total di bagian lutut

 Telapak kaki berada paling dekat dengan kepala dan bokong


menempati segmen bawah uterus

 Presentasi bokong murni

 Persalinan pervaginam dapat dilakukan pada posisi bokong


murni

2. Complete Breech (Flexed Breech)

 Pada keadaan ini, bagian bokong dan lutut dalam keadaan


fleksi total sehingga bagian kaki yang menempati pelvis

 Presentasi bokong kaki sempurna

3. Incomplete Breech (Footing Breech)

 Presentasi bokong tidak sempurna

 seksio sesarea elektif merupakan indikasi yang tepat

4. Flooting breech

 Satu atau kedua kaki menjadi bagian presentasi karena baik


pinggul atau lutut tidak sepenuhnya fleksi. Bedanya dengan

14
Complete breech kaki lebih rendah dari bokong (Gray &
Shanahan, 2020).

3.2 Epidemiologi

Presentasi bokong terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada (Norwitz
& Schorge, 2008). Presentasi bokong biasanya didapati belum cukup bulan karena
kemiripan antara bagian terbesar janin berbalik menjadi kepala secara spontan
karena bokong yang membesar bergerak menuju fundus yang lebih luas. Tetapi
presentasi bokong menetap sampai aterm pada 3-4% perlahiran tunggal. Sebagai
contoh, angka tahunan pelahiran presentasi bokong pada hampir 270.000 bayi
tunggal di Rumah Sakit Parkland bervariasi dari hanya 3,3% hingga 3,9% selama
20 tahun terakhir (Cunningham, et al., 2009).
Presentasi bokong merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai
(Prawirohardjo, 2014). Presentasi bokong juga baik ibu dan janin mengalami
peningkatan risiko yang besar dibandingkan dengan presentasi kepala
(Cunningham, et al., 2009). Persalinan letak sungsang dengan prematuritas
memiliki morbiditas dan mortalitas lebih tinggi (Manuaba, 1995). Angka
rekurensi letak sungsang 10% pada kehamilan kedua dan 27% pada kehamilan
ketiga (Gray & Shanahan, 2020).

3.3 Faktor Predisposisi

Hanya 15% dari seluruh kasus presentasi bokong yang diketahui etiologinya.
Penyebab presentasi bokong yang lain belum diketahui tetapi berhubungan
dengan abnormalitas yang bisa menyebabkan terjadinya presentasi bokong.
1. Prematuritas
2. Multiparitas : Rahim ibu yang telah melahirkan banyak anak sudah sangat
elastis dan akan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga
minggu ke– 37 dan seterusnya.
3. Kehamilan kembar : Adanya lebih dari satu janin dalam rahim
menyebabkan terjadinya perebutan tempat. Setiap janin berusaha mencari

15
tempat yang lebih nyaman, sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang
lebih besar (yakni bokong janin) berada di bagian bawah rahim.
4. Polihidroamnion : Jumlah air ketuban yang melebihi normal menyebabkan
janin lebih leluasa bergerak walau kehamilan sudah memasuki trimester
ketiga.
5. Oligohidroamnion : janin tidak bisa bergerak karena kekurangan cairan.
6. Hidrosefalus : Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan
(hidrosefalus) membuat janin mencari tempat yang lebih luas, yakni di
bagian atas rahim (fundus uteri).
7. Panggul sempit : Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah
posisinya menjadi sungsang (kepala bayi akan sulit berputar ke arah
bawah).
8. Kelainan bentuk uterus seperti uterus bikornus, uterus berseptum,
kelemahan dinding uterus akibat multiparitas, dan adanya tumor uterus.
9. Aneuploidi dan kelainan neuromuscular janin : menyebabkan janin
hipotonia sehingga tidak mampu bergerak secara efektif

Adanya kelainan letak implantasi plasenta (plasenta previa) juga


menyebabkan terjadinya letak sungsang. Ini dikarenakan adanya plasenta yang
menutupi jalan lahir sehingga mengurangi luas ruangan dalam rahim dan
akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas
rahim. Panjang tali pusat yang terlalu pendek juga akan menyebabkan
terjadinya kehamilan sungsang (Cunningham, et al., 2009) (Prawirohardjo,
2014).
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan di dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin
berferak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan
triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruangan yang lebih
luas di daerah fundus uteri sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih

16
kecil di segmen bawah uterus. Tetapi dengan adanya gangguan hubungan
akomodasi janin dengan akomodasi uterus akibat faktor-faktor tersebut diatas,
maka terjadilah kehamilan letak sungsang. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih
tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan presentasi kepala (Prawirohardjo, 2014) (Cunningham, et al.,
2009).

3.4 Diagnosis

1. Anamnesis
Kehamilan dengan presentasi bokong seringkali oleh ibu hamil
dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya,
karena perut terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut terasa
penuh dibagian atas, merasa seperti benda keras (kepala) yang mendesak
tulang iga dan gerakan lebih banyak dibagian bawah. Pada kehamilan
pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya. Dapat
ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang sungsang
(Krisandi, 2005).

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan luar berdasarkan Manuver Leopold yang
sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur
kehamilannya >34 minggu, ditemukan bahwa Leopold I di fundus akan
teraba bagian yang keras dan bulan yakni kepala. Leopold II teraba
punggung disalah satu sisi dan bagian kecil disisi yang lain. Leopold III
bila engagement belum terjadi (diameter intertrokanterika panggul janin
belum melewati pintu atas panggul). Leopold IV terasa bokong (bagian
yang kurang bundar dan lunak) di bagian bawah uterus yang menunjukkan
posisi bokong yang mapan di bawah simfisis. Kadang-kadang bokong
janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi
bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin

17
pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus (Winkjosastro, 2002).

Gambar 2. Pemeriksaan Leopold

Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan presentasi bokong


apabila didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh
karena dinding perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak.
Setelah ketuban pecah dapat lebih jelas adanya bokong yang ditandai
dengan adanya sakrum, kedua tuberositas iskiadika, anus dan kaki (pada
letak kaki) (Angsar & Setjalilakusuma, Jakarta) .
Pada persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-
kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang
dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan
dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang
dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa
hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan
anus dan tuberosis iskiadika membentuk garis lurus. Pada presentasi
bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping bokong,
sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya teraba satu

18
kaki di samping bokong. Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi
sakrum dan prosesus untuk diagnosis posisi (Cunningham, et al., 2009).

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari
pemeriksaan luar dan dalam, sehingga harus dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi
letak janin bila pemeriksaan fisik belum jelas, menentukan letak plasenta,
menemukan kemungkinan cacat bawaan, taksiran berat janin, penilaian
volume air ketuban dan keadaan hiperekstensi kepala. Berat janin dapat
diperikarakan secara ultrasonografi berdasarkan ukuran biparetal, lingkar
kepala, lingkar perut dan panjang tulang femur. Pada foto rontgen (bila
perlu) juga bisa digunakan untuk menentukan posisi tungkai bawah,
konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan
bawaan anak (Cunningham, et al., 2009).

3.5 Jenis-jenis Persalinan Presentasi Bokong


Sebelum melakukan pertolongan persalinan sebaiknya dilakukan
penilaian persalinan bokong. Metode penilaian adalah dari Zatuchni-
Andros

Keterangan:

19
<3 : Perabdominal
4 : Reevaluasi
>5 : Pervaginam

Prinsip dasar persalinan dengan presentasi bokong:


1. Persalinan pervaginam
a. Persalinan spontan (spontaneous breech)
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara
ini disebut dengan cara Bracht. Persalinan pervaginam dapat
dilakukan pada posisi bokong murni, janin dalam keadaan fleksi
dan tidak ada tangan yang menjungkit, usia kehamilan 42 minggu,
panggul normal, tidak ada gawat janin serta adanya ruang operasi
yang cepat dan operator yang terampil (Prawirohardjo, 2014).
Prosedur pertolongan persalinan spontan dibagi menjadi beberapa
tahapan dan teknik. Tahapan prosedur spontan sebagai berikut:
1. Tahap pertama: Fase lambat yaitu mulai lahirnya bokong sampai
Pusar (Skupula depan). Disebut Fase lambat karena fase ini hanya
untuk melahirkan bokong, yaitu bagian Janin yang tidak
berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya Pusar sampai
lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin
mulai masuk pintu atas panggul sehingga kemungkinan tali pusat
terjepit oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali
pusat segala dilonggarkan.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai
seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar
dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang
tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara
perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan
intrakranial.
Bokong masuk ke dalam rongga panggul dengan garis pangkal
paha melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul

20
terjadi putaran paksi dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis
panggul paha menempati diameter anteroposterior dan trokanter
depan berada di bawah simfisis. Kemudian terjadi fleksi lateral
pada badan janin, sehingga trokanter belakang melewati perineum
dan lahir seluruh bokong diikuti oleh kedua kaki. Setelah bokong
lahir terjadi putaran paksi luar dengan perut janin berada di
posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu atas panggul
dengan garis terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi putaran
paksi dalam pada bahu sehingga bahu depan berada di bawah
simfisis dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut
kepala masuk ke dalam rongga panggul dengan sutura sagitalis
melintang atau miring. Di dalam rongga panggul terjadi putaran
paksi dalam kepala sehingga muka memutar ke posterior dan
oksiput ke arah simfisis. Dengan suboksiput sebagai hipomoklion,
maka dagu, mulut, hidung, dahi dan seluruh kepala lahir berturut-
turut melewati perineum.
Ada perbedaan nyata antara kelahiran janin dalam presentasi
kepala dan kelahiran janin dengan letak sungsang. Pada presentasi
kepala, yang lahir lebih dahulu adalah bagian janin yang terbesar,
sehingga bila kepala telah lahir, kelahiran badan tidak memberi
kesulitan. Sebaliknya pada letak sungsang, berturut-turut lahir
bagian – bagian yang makin lama makin besar, dimulai dari
lahirnya bokong, bahu dan kemudian kepala. Dengan demikian
meskipun bokong dan bahu telah lahir, hal tersebut belum
menjamin bahwa kelahiran kepala juga berlangsung dengan lancar.

b. Manual aid (partial breech extraction)


Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu, sebagian
lagi dengan tenaga penolong. Prosedur manual aid terdapat beberapa
indikasi, tahapan dan teknik. Indikasi untuk dilakukan tindakan manual
aid adalah sebagai berikut:

21
A. persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila
terjadi kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
B. Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara
manual aid.

Untuk tahapan manual aid, yaitu:


1. Tahap pertama: lahirnya sampai pusar yang dilahirkan dengan
kekuatan ibu sendiri
2. Tahap kedua: lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga
penolong.
Beberapa Cara melahirkan bahu menurut:
a. Muller
b. Klasik
c. Lovset
d. Bickenbach
e. Potter.
3. Tahap ketiga: lahirnya kepala yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Mariceau-Veit-Smellie
b. De Snoo
c. Wigand-Martind-Winckel
d. Naujoks
e. Prague terbalik
f. forceps piper.

c. Ekstraksi bokong (total breech extraction)


Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
Prosedur ekstraksi sungsang terdapat 2 teknik yaitu teknik ekstraksi
kaki dan teknik ekstraksi bokong.

2. Persalinan perabdominal (sectio caesarean)


Banyak dokter memilih untuk melakukan sectio caesarean secara
elektif untuk kehamilan letak sungsang. Indikasi yang tepat untuk

22
dilakukannya ialah plasenta previa, serta panggul yang sempit. Namun
demikian di negara-negara maju, sectio caesarean menjadi metode
persalinan terpilih dengan tujuan untuk menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas perinatal. Keputusan melakukan sectio caesarean terutama
untuk pasien dengan kehamilan kurang dari 34 minggu atau taksiran berat
janin kurang dari 2000 gr, janin dengan kepala hiperekstensi, suspek lilitan
tali pusat, adanya kelainan bentuk panggul, primigravida tua, janin dengan
nilai sosial tinggi, makrosomia dan presentasi kaki (Cunningham, et al.,
2009).

3.6 Penanganan
a. Dalam kehamilan
Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak
sungsang dihindarkan. Untuk itu bila pada pemeriksaan antenatal dijumpai
letak sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan
melakukan versi luar menjadi presentasi kepala.
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38
minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu
dilakukan karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri,
sedangkan setelah 38 minggu versi luar sulit untuk berhasil karena janin
sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang.
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti,
sedangkan denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Apabila
bokong sudah turun, bokong harus dikeluarkan lebih dulu dari rongga
panggul. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari rongga panggul, usaha
versi luar tidak ada gunanya.
Selama versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil denyut jantung
janin harus selalu diawasi, baik dengan non stress test maupun dengan
USG. Sesudah janin berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala
didorong masuk ke dalam rongga panggul.

Kontraindikasi versi luar:

23
1. Panggul sempit
2. Perdarahan antepartum
3. Hipertensi
4. Kehamilan kembar
5. Plasenta previa

Bila terdapat kegagalan versi luar karena penderita meregangkan


otot-otot perutnya, maka dapat dilakukan dengan narkose. Namun
demikian karena narkose harus cukup dalam, sehingga bahaya yang timbul
adalah karena penderita tidak dapat merasa sakit ada kemungkinan terjadi
lepasnya plasenta akibat penggunaan tenaga berlebihan. Versi luar
dihentikan bila dijumpai keadaan adanya hambatan, nyeri, dan gangguan
denyut jantung janin, baik berupa peningkatan atau penurunan yang nyata
maupun berupa iregularitas.

Versi luar dapat mengalami kegagalan akibat jumlah air ketuban


sedikit, presentasi bokong murni (akibat pergeseran letak kaki saat
diputar), kelainan bentuk uterus, kontraksi otot perut berlebihan,
kehamilan ganda dan tali pusat pendek. Resiko yang terjadi akibat versi
luar adalah persalinan prematur, ketuban pecah dini, solusio plasentae,
perdarahan, dan lilitan tali pusat (Cunningham, et al., 2009).

Gambar 3. Teknik versi luar


b. Dalam Persalinan

24
Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda – tanda
bahaya yang mengancam janin, maka tidak diperlukan tindakan untuk
mempercepat kelahiran janin. Terdapat 3 tahap persalinan yaitu, tahap fase
lambat dimulai dari lahirnya bokong sampai pusar, lalu tahap fase cepat,
dari pusar sampai mulut (harus tercapai dalam watu 8 menit), dan tahap
ketiga di mana kembali menjadi fase lambat, yaitu tahap lahirnya mulut
sampai kepala.
Setelah bokong lahir tidak boleh dilakukan tarikan pada bokong atau
dorongan Kristeller, karena kedua tindakan tersebut dapat menyebabkan
kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala terdorong turun di antara
lengan sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu.
Pada saat kepala masuk rongga panggul, tali pusat tertekan di antara
kepala janin dan panggul ibu. Dengan demikian lahirnya bahu dan kepala
tidak boleh memakan waktu terlalu lama dan harus diusahakan supaya
bayi sudah lahir seluruhnya dalam waktu 8 menit sesudah umbilikus lahir,
untuk mencegah kerusakan susunan saraf pusat akibat hipoksia janin.
Setelah umbilikus lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga kendor untuk
mencegah teregangnya tali pusat dan terjepitnya tali pusat antara kepala
dan panggul (Cunningham, et al., 2009).
Untuk tahap pertama ialah dilakukan persalinan secara Bracht
sampai pusar lahir.
1. Perasat Bracht

Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan 2


tangan, kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu,
sehingga lambat laun bagian atas, bahu, lengan dan kepala janin dapat
dilahirkan. Penolong sama sekali tidak melakukan tarikan dan hanya
membantu proses persalinan sesuai mekanisme persalinan

25
Gambar 4. Perasat Bracht

Untuk teknik pertolongan persalinan spontan adalah sebagai berikut:

- Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan


sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan
kelahiran janin harus selalu disediakan cunam piper.
- Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangul kedua pangkal
paha.
- Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang
panggul.
- Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak sangat teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
- Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada janin didekatkan ke
punggung ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan
tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai

dengan sumbu panggul. Maksud Kristeller ini adalah agar tenaga


mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat segera dapat diselesaikan,
menjaga agar kepala janin tetap dalam posisi fleksi dan menghindari
terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga
tidak terjadi lengan menjungkit.

26
- Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut turut lahir pusar, perut, bahu dan
lengan, dagu mulut dan akhirnya seluruh kepala.
- Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu. Seorang asisten segera
bersamaan itu memotong tali pusat.

Tahap kedua ialah melahirkan bahu dan lengan oleh penolong dengan perasat
perasat dibawah ini:

2. Perasat Klasik
Lengan kiri janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong, sedangkan
lengan kanan janin dengan tangan kanan penolong; kedua lengan dilahirkan
sebagai lengan belakang. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang
dengan 2 tangan, badan ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan
kelihatan di bawah simfisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan yang
bertentangan dengan lengan yang akan dilahirkan, tubuh janin ditarik ke atas,
sehingga perut janin ke arah perut ibu, tangan penolong yang satu dimasukkan
ke dalam jalan lahir dengan menelusuri punggung janin menuju lengan belakang
sampai fossa cubiti dan lengan depan dikeluarkan dengan dua jari yang sejajar
dengan humerus.
Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung janin dipegang
dengan kedua tangan. Tubuh janin diputar untuk mengubah lengan depan supaya
berada di belakang dengan arah putaran sedemikian rupa sehingga punggung
melewati simfisis, kemudian lengan yang sudah berada di belakang tersebut
dilahirkan dengan cara yang sama.

Gambar 5. Perasat Klasik- kedua kaki janin dibawa ke atas perut ibu, kemudian
lengan belakang dilahirkan

27
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan
lengan belakang terlebih dahulu, karena lengan belakang berada di ruangan yang
lebih luas (sakrum), baru kemudian melahirkan lengan depan yang berada di
bawah simfisis. Tetapi apabila lengan depan sukar dilahirkan, maka lengan
depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang,
yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan
belakang ini dilahirkan.
Keuntungan cara Klasik ialah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang, tetapi kerugiannya ialah lengan janin masih relatif
tinggi di dalam panggul, sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan
lahir yang dapat menimbulkan infeksi.

3. Perasat Mueller
Dengan kedua tangan berada pada bokong dan pangkal paha, tubuh janin
ditarik ke bawah sampai bahu depan berada di bawah simfisis, kemudian lengan
depan dikeluarkan dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara yang telah
diuraikan di depan, sesudah itu baru lengan belakang dilahirkan.

Gambar 6. Perasat Muller

4. Perasat Lovset
Dasar pemikirannya adalah bahu belakang selalu lebih rendah dari bahu
depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu belakang diputar ke
depan dengan sendirinya akan lahir di bawah simfisis.
Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka belakang, dengan
kedua tangan pada bokong, tubuh janin ditarik ke bawah sampai ujung bawah
skapula depan terlihat di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin diputar dengan

28
cara memegang dada dan punggung oleh dua tangan sampai bahu belakang
terdapat di depan dan tampak di bawah simfisis. Bahu yang lain yang sekarang
menjadi bahu belakang, dilahirkan dengan memutar kembali tubuh janin ke arah
yang berlawanan sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan lengan dapat
dilahirkan dengan mudah.

Gambar 7. Perasat Lovset- melahirkan bahu dengan lovset


Keuntungan cara Lovset:
- Teknik yang sederhana dan jarang gagal
- Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa
memperhatikan posisi lengan
- Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga bahaya
infeksi minimal
Cara Lovset ini dianjurkan dalam memimpin persalinan letak sungsang pada
keadaan-keadaan di mana diharapkan akan terjadi kesukaran, misalnya:
- Primigravida
- Janin yang besar
- Panggul yang relatif sempit

5. Perasat Bikenbach’s
Prinsip persalinan secara Bikenbach’s ialah merupakan kombinasi antara cara
Mueller dengan cara Klasik. Teknik ini hampir sama dengan cara Klasik.

29
Melahirkan lengan menunjuk (nuchal arm)
1. Yang dimaksud lengan menunjuk ialah bila salah satu lengan janin
melingkar di belakang leher dan menunjuk ke suatu arah. Berhubung
dengan posisi lengan semacam ini tidak mungkin dilahirkan karena
tersangkut di belakang leher, maka lengan tersebut harus dapat diubah
sedemikian rupa, sehingga terletak di depan dada.
2. Bila lengan belakang yang menunjuk, maka badan atas janin dicengkam
dengan kedua tangan penolong, sehingga kedua ibu jari diletakkan pada
punggung janin sejajar sumbu panjang badan. Sedang jari-jari lain
mencengkam dada. Badan anak diputar searah dengan arah lengan
menunjuk ke arah belakang (sakrum), sehingga lengan tersebut terletak di
depan dada dan menjadi lengan belakang. Kemudian lengan ini dilahirkan
dengan cara Klasik.
3. Bila lengan depan yang menunjuk, maka dilahirkan dengan cara yang
sama, hanya cara memegang badan atas dibalik, yaitu ibu jari diletakkan di
dada dan jari lain mencengkam punggung.

Gambar 8. Melahirkan lengan menunjuk

Melahirkan lengan menjungkit


Yang dimaksud lengan menjungkit ialah lengan dalam posisi lurus ke atas
disamping kepala. Cara terbaik untuk melahirkan lengan menjungkit ialah
dengan cara Lovset. Perlu diingat, bila sedang melakukan pimpinan persalinan
secara Bracht, kemudian terjadi kemacetan bahu dan lengan, maka harus

30
dilakukan periksa dalam apakah kemacetan tersebut karena lainan posisi lengan
tersebut diatas.

Tahap ketiga ialah melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)
6. Perasat Mauriceau
Untuk melahirkan kepala. Badan janin dengan perut ke bawah diletakkan
pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin
sedangkan jari telunjuk dan jari manis pada maksilla untuk mempertahankan
kepala janin tetap pada keadaan fleksi. Tangan kanan memegang bahu janin dari
belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah berada di sebelah kiri dan kanan
leher. Janin ditarik ke bawah dengan tangan kanan sampai suboksiput atau batas
rambut di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin digerakkan ke atas sedangkan
tangan kiri tetap mempertahankan fleksi kepala sehingga muka lahir melewati
perineum disusul bagian kepala lain.

Gambar 9. Perasat Mauriceau – melahirkan kepala

Penggunaan cunam Piper dapat dilakukan bila terdapat kesulitan


melahirkan kepala dengan cara Mauriceau. Cara ini dianggap lebih baik karena
tarikan dilakukan pada kepala bukan leher.

31
Gambar 10. Perasat Mauriceau dengan cunam piper
Pada persalinan sungsang, bila dicurigai adanya kesempitan panggul
sedangkan versi luar tidak berhasil, maka tidak boleh dilakukan partus
percobaan. Dalam keadaan ini mungkin timbul kesulitan dalam melahirkan
kepala (Cunningham, et al., 2009).

7. Perasat Naujoks
Teknik ini dilakukan bila kepala janin masih tinggi, sehingga jari penolong tidak
dapat dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolonh mencengkam
leher janin dari arah depan dan belakang. Kedua tangan penolong menarik bahu
curam ke bawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala
janin ke arah bawah. Cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan trauma yang
berat pada sumsung tulang di daerah leher.

32
Gambar 11. Melahirkan kepala secara Naujoks

8. Perasat Praque Terbalik


Teknik Praque terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di
belakang dekat sakrum dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan penolong
mencengkam leher dari arah ke bawah dan punggung janin diletakkan pada
telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua
pergelangan kaki. Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada bahu
janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai
hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

Gambar 12. Melahirkan kepala secara Praque terbalik.

33
9. Perasat cunam Piper
1. cunam piper dibuat khusus untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang,
sehingga mempunyai bentuk khusus, yaitu:
A. daun cunam berfenestra, yang mempunyai lengkungan panggul yang agak
mendatar (baik untuk pemasangan yang tinggi)
B. Tangkainya panjang, melengkung ke atas dan terbuka, keadaan ini dapat
menghindari kompresi yang berlebihan pada kepala Janin.

2. Seorang asisten memegang badan Janin pada kedua kaki, dan kedua lengan
Janin diletakkan di punggung Janin. Kemudian badan Janin di elevasi ke atas,
sehingga punggung Janin mendekati punggung ibu.

3. Pemasangan cunam pada after coming head teknik nya sama dengan
pemasangan cunam pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini cunam
dimasukkan ke arah bawah, yaitu sejajar dengan lipatan paha belakang, setelah
sup oksiput tampak di bawah simfisis, maka Cunam di elevasi ke atas dan dengan
sub oksiput sebagai hipomoklion, berturut turut lahir dagu, mulut, muka, dahi, dan
akhirnya seluruh kepala lahir.

Gambar 13. Melahirkan kepala janin dengan ekstraksi cunam Piper

Prosedur Ekstraksi Sungsang

34
Teknik Ekstraksi Kaki
1. setelah persiapan selesai, tangan yang searah dengan bagian-bagian kecil janin
dimasukkan secara obstetrik ke dalam jalan lahir, sedang tangan yang lain
membuka labia. Tangan yang di dalam mencari kaki depan dengan menelusuri
bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada
paha janin sehingga kaki dibawah menjadi fleksi. Tangan yang di luar
mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki
dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai
batas lutut.

Gambar 14. Menurunkan kaki pada ekstraksi kaki

2. Kedua tangan Penolong memegang betis janine, yaitu kedua ibu jari diletakkan
dibelakang betis sejajar Sumbu panjang betis, dan jari jari lain di depan betis.
Dengan pegangan ini, kaki janin ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha
lahir.
3. Pegangan dipindahkan pada pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu
jari di belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari jari lain di depan paha.
4. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trochanter depan lahir. Kemudian
pangkal paha dengan pegangan yang sama di elevasi ke atas sehingga trochanter
belakang lahir. Bila kedua trochanter telah lahir berarti bokong lahir.
5. Sebaiknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahulu, maka yang akan
lahir lebih dahulu ialah trochanter belakang dan untuk melahirkan trochanter
terdepan maka pangkal paha ditarik terus curam ke bawah

35
6. setelah bokong lahir, maka untuk melahirkan janin selanjutny dipakai teknik
pegangan femuro-pelvis. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke
bawah sampai pusar lahir.
7. Selanjutnya untuk melahirkan badan Janin yang lain dilakukan persalinan yang
sama seperti pada manual aid

Gambar 15. Ekstraksi kaki

Teknik ekstraksi bokong


1. Ekstraksi bokong dikerjakan bila jenis letak Sungsang adalah letak bokong
murni, dan bokong sudah berada di dasar Panggul sehingga sukar untuk
menurunkan kaki.
2. Jari telunjuk tangan penolong yang searah dengan bagian kecil Janin,
dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan
jari telunjuk ini, lipatan paha di kait dan ditarik curam ke bawah. Untuk
memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang lain mencengkam
pergelangan tangan tadi, dan turut menarik curam ke bawah.
3. Bila dengan tarikan ini trochanter depan mulai tampak di bawah simfisis, maka
jari telunjuk penolong yang lain segera mengait lipatan paha ditarik curam ke
bawah sampai bokong lahir.
4. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelvis, kemudian Janin
dilahirkan dengan cara manual aid.

Prosedur Persalinan Sungsang Per Abdominam

36
Persalinan letak Sungsang dengan seksio sesarea Sudah tentu merupakan
cara yang terbaik dari Janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak
Sungsang pervaginam, membeli terauma yang sangat berarti bagi Janin yang di
jalan gejala nya akan tampak baik pada waktu persalinan maupun baru di
kemudian hari.
Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak Sungsang harus dilahirkan
perabdominam. Untuk melakukan penilaian apakah letak Sungsang dapat
melahirkan pervaginam atau harus perabdominam kadang kadang sukar.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bahwa letak Sungsang
dilahirkan perabdominam misalnya:
a. primigravida tua
b. nilai sosial janin tinggi
c. riwayat persalinan yang buruk
d. janin besar, >3,5 kg-4 kg
e. dicurigai bila ada kesempitan panggul
f. prematuritas
Keputusan melakukan sectio caesarean terutama untuk pasien dengan
kehamilan kurang dari 34 minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2000 gr,
janin dengan kepala hiperekstensi, suspek lilitan tali pusat, adanya kelainan
bentuk panggul, primigravida tua, janin dengan nilai sosial tinggi, makrosomia
dan presentasi kaki
3.7 Komplikasi
Komplikasi persalinan letak sungsang dapat dibagi sebagai komplikasi
terhadap ibu dan juga terhadap bayinya itu sendiri (Cunningham, et al., 2009).
A. Maternal Komplikasi

Trias komplikasi pada ibu adalah adanya perdarahan, robekan jalan lahir
(pada vagina atau serviks), dan adanya infeksi yaitu berupa endometritis.

B. Fetal Komplikasi

Trias komplikasi pada bayi yaitu berupa asfiksia, trauma persalinan,


dan infeksi. Keadaan asfiksia dapat disebabkan oleh kemacetan persalinan
kepala: aspirasi air ketuban-lendir, perdarahan atau oedema jaringan otak,

37
kerusakan medula oblongata, kerusakan persendian tulang leher, dan kematian
bayi karena asfiksia berat. Trauma persalinan; adanya dislokasi-fraktur
persendian tulang leher dan tulang ekstremitas. Kerusakan alat vital dapat
terjadipada lien, hati, paru-pari dan jantung. Infeksi pada bayi dapat terjadi
karena persalinan lama, ketuban pecah dini, dan manipulasi pada pemeriksaan
dalam (Cunningham, et al., 2009).

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Kasus

Dari anamnesis dicari keluhan dan


faktor predisposisi. Faktor predisposisi pada kasus ini ialah
Faktor predisposisi: multiparitas, multiparitas
prematuritas, kehamilan kembar,
polihidroamnion, oligohidroamnion,
hidrosefalus, panggul sempit, kelainan Ibu mengeluh bahwa selama kehamilan
bentuk uterus, aneuploidi dan kelainan sering merasa penuh pada bagian atas
neuromuscular janin, kelainan letak tepatnya ulu hati.
implentasi plasenta (plasenta previa)

Pada Keluhan biasanya didapatkan


perut terasa penuh dibagian atas,
merasa seperti benda keras (kepala)
yang mendesak tulang iga dan gerakan
lebih banyak dibagian bawah.

4.3 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
Manuver Leopold. Leopold I: Keras bulat, kepala
Leopold I di fundus akan teraba bagian Leopold II: Punggung teraba di
yang keras dan bulan yakni kepala. sebelah kiri
Leopold II teraba punggung disalah
Leopold III: Sudah masuk PAP
satu sisi dan bagian kecil disisi yang

38
lain. Leopold IV: 1/5
Leopold III bila engagement belum HIS: 2 x 10 menit , durasi 15-20
terjadi (diameter intertrokanterika detik
panggul janin belum melewati pintu
DJJ: -
atas panggul).
Leopold IV terasa bokong (bagian yang V/V vaginal discharge (-),
kurang bundar dan lunak). Denyut kondiloma (-), portio : lunak tipis,
jantung janin pada umumnya pembukaan 3 cm, teraba bagian
ditemukan setinggi pusat atau sedikit lunak di Hodge I, ketuban (-) .
lebih tinggi daripada umbilikus Pada pelepasan didapatkan adanya
blood slyme (+).

4.4 Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus
Pemeriksaan ultrasonografik diperlukan Pada pasien ini tidak dilakukan
untuk konfirmasi letak janin bila pemeriksaan USG
pemeriksaan fisik belum jelas,
menentukan letak plasenta, menemukan
kemungkinan cacat bawaan, taksiran
berat janin, penilaian volume air
ketuban dan keadaan hiperekstensi
kepala.

4.5 Penatalaksanaan

Teori Fakta
1 Persalinan Pervaginam
Persalinan pervaginam dapat dilakukan - Konsultasi Spesialis Obgyn
pada posisi bokong murni, janin dalam

39
keadaan fleksi dan tidak ada tangan - Observasi KU dan TTV
yang menjungkit, usia kehamilan 36 – - Observasi HIS dan DJJ
42 minggu, panggul normal, tidak ada
- Infus RL 20 tetes per menit
gawat janin, serta adanya ruang operasi
- Sectio Caesarea atas indikasi
yang cepat tersedia dan operator yang
presentasi bokong dan ketuban (-)
terampil.

2 Persalinan Perabdominam (sectio


caesarean).
seksio sesarea elektif terutama untuk
pasien dengan kehamilan kurang dari
34 minggu atau taksiran berat janin
kurang dari 2000 gr, janin dengan
kepala hiperekstensi, suspek lilitan tali
pusat, adanya kelainan bentuk panggul,
primigravida tua, janin dengan nilai
sosial tinggi, makrosomia, dan
presentasi kaki

40
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. S yang berusia 39 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan perut mules dan dirasakan sejak ± pukul
02.00 pagi SMRS. Pasien mengaku telah dinyatakan kehamilan dengan letak
sungsang ketika MRS. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
diagnosis G3P2002A000 gravid 40 minggu + Inpartu Kala I fase laten +
Presentasi Bokong. Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan
pada pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.

5.2 Saran

Sebaiknya bidan atau dokter umum memahami tentang pemeriksaan yang


baik dan benar untuk mengetahui apakah suatu kehamilan tersebut merupakan
presentasi bokong atau presentasi kepala. Penanganan awal harus segera
dilakukan secara adekuat dan jika bertugas di fasilitas kesehatan primer sesegera
mungkin merujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas yang dapat
menangani pasien dengan kehamilan letak sungsang.

41
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardarjo.

Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse , D. J., & Spong,
C. Y. (2009). Obestetri Williams. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Norwitz, E., & Schorge, J. (2008). Obstetri dan Ginekologi "Persalinan dan
Kelahiran Abnormal". Jakarta: Erlangga.

Manuaba, I. B. (1995). Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk Dokter Umum. Jakarta: ECG.

Gray, C. J., & Shanahan, M. M. (2020, August 11). Breech Presentation. Diambil
kembali dari National Library of Medicine.

Krisandi, R. (2005). Letak Sungsang. Jakarta: EGC.

Winkjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan: "Patologi Persalinan dan


Penanganannya". Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Angsar, M., & Setjalilakusuma, L. (Jakarta). Persalinan Sungsang. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

42

Anda mungkin juga menyukai