SESI 2 - 3:
STRATEGI MEMBINA
RAPPORT
0
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
SESI 2 - 3:
STRATEGI MEMBINA RAPPORT
Metode Pembelajaran:
Tugas Baca (diberikan sebelum sesi ini)
Diskusi interaktif
Demonstrasi / Role-play
Daftar tilik yang dapat digunakan untuk menilai keterampilan pewawancara dalam membina dan
mempertahankan rapport :
1
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
2
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
28. Pasien bersaing dengan diri saya dalam memperebutkan kedudukan pemimpin
_______ ______ _______
29. Pasien bersikap submisif _______ ______ _______
30. Saya menyesuaikan peran terhadap peran pasien _______ ______ _______
31. Pasien berterima kasih pada saya dan membuat janji pertemuan berikutnya
_______ ______ _______
Komentar/Ringkasan:
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
_____________________________________
Rekomendasi:
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
________________________________________________
Tanggal _______________
MATERI ACUAN
Definisi rapport : interaksi atau relasi antara pasien dengan pewawancara. Tipe wawancara
berorientasi psikodinamik, mengkonsepkan rapport dalam terminologi transference-
contertransference, dan melihat adanya pengulangan hubungan di masa lalu dalam situasi wawancara
kali ini. Sementara dalam tipe wawancara berorientasi deskriptif, rapport dideskripsikan sebagai
interaksi pasien dan pewawancara yang di dalamnya terdapat understanding dan trust.
3
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
- Kenali tanda-tanda
Saat menghadapi pasien, status mental mereka akan tampak dari tanda-tanda (signs) yang
ada pada pasien tersebut. Tanda (sign) adalah bahasa nonverbal dari wajah, tubuh, dan suara yang
seringkali sulit dikontrol oleh pasien. Bina rapport juga dengan membaca tanda-tanda :
Territorial (locomotor) : bagaimana pasien menempatkan jarak dengan pewawancara secara
fisik maupun emosional.
Behavioral (psychomotor) : bagaima perilaku psikomotor pasien saat itu.
Emotional (expressive) : bagaimana postur, gestur, ekspresi wajah, kontak mata, nada bicara
saat berhadapan dengan pewawancara.
Verbal (Suara dan ekspresi verbal) : bagaimana pemilihan kosa kata yang digunakan,
apakah pasien sering menggunakan metafora. Hal ini dapat juga untuk menilai cara pikir
pasien dan bagaimana persepsi pasien terhadap dunianya.
- Merespons tanda-tanda
Untuk mengenali dan berespon terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan pasien, pewawancara
juga perlu berada dalam kondisi yang nyaman, tidak tegang atau cemas. Seringkali pewawancara
gagal untuk melihat tanda yang terdapat pada pasien karena pewawancara memfokuskan perhatian
4
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
pada dirinya sendiri. Teknik yang paling baik untuk menghindari self-consciousness dan perasaan
insecure adalah dengan mengalihkan fokus perhatian dari diri sendiri ke pasien, dengarkan pasien
dan hindari memberi tekanan pada diri sendiri untuk mendapatkan “pertanyaan yang tepat”.
Jika pasien menunjukkan tanda penghindaran terhadap pewawancara, biarkan pasien tetap
berdiri pada tempatnya dan secara perlahan pewawancara dapat bergerak menuju pasien. Perlihatkan
bahwa dokter peduli terhadap kondisi pasien dan perlihatkan sikap untuk mengundangnya lebih dekat
dengan pewawancara. Pada pasien cemas yang ditemani oleh anggota keluarga, dokter dapat juga
mengajak anggota keluarga tersebut ke tempat pemeriksaan. Pada pasien yang gelisah, marah,
merusak, dokter dapat menjaga jarak dengan pasien.
Dari tanda emosional yang ditunjukkan pasien, dokter dapat berespon dengan menunjukkan
ekspresi nonverbal seperti mengangguk, mengangkat alis, tersenyum atau memandang atau
menurunkan/meninggikan suara. Pewawancara yang memperlihatkan ekspresi emosi yang berlebih
atau tanpa emosi sama sekali dapat menghambat respon emosi pasien, sementara pewawancara
dengan ekpresi emosi yang cukup dapat memfasilitasi respon emosi pasien.
Jika pasien memberikan respon verbal dengan metafora, dokter dapat merespon dengan
menggunakan metafora tersebut. Pada awalnya, dokter dapat menggunakan kata-kata yang
digunakan pasien untuk bertanya lebih lanjut dan tidak menggunakan istilah-istilah psikiatri. Hal ini
akan membuat pasien merasa dimengerti oleh dokternya.
5
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
6
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
ini tidaklah menyenangkan bagi pasien. Kemudian tawarkan perawatan rumah sakit dan obat pada
pasien untuk membantu menyelamatkan pasien dari mahluk asing yang ingin mencelakakannya
tersebut.
4. Tunjukan keahlian
Selain empati dan perhatian, seorang terapis perlu menunjukkan kompetensi dan keahlian
dalam menghadapi masalah pasien. Gunakan teknik ini untuk meyakinkan pasien, bahwa terapis
memahami masalah pasien :
1. Buat pasien memahami bahwa tidak hanya pasien sendiri yang menghadapi masalah seperti
sekarang.
2. Sampaikan pada pasien bahwa terapis familiar dengan masalah ini – tunjukkan pengetahuan
yang dimiliki terapis.
3. Bicarakan hal-hal yang diragukan oleh pasien tentang kemampuan terapis, bersama dengan
keluarga atau teman yang mengantar pasien dengan profesional.
4. Bangkitkan semangat pasien akan masa depannya.
7
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri
Namun demikian sering kali terapis terlalu bersikap otoriter dan menganggap bahwa
kedudukan pasien adalah lebih rendah dari dirinya, serta bersikap kurang empati. Jika pasien bersikap
resisten atau kurang patuh maka nilailah apakah terapis terlalu memaksa atau menakutkan bagi
pasiennya. Sering kali juga pasien yang bersikap memaksa terapisnya, mengidolakan atau memuja
terapisnya. Untuk hal ini, buat pasien menyadari bahwa harapan yang ada pada dirinya bersifat
kurang realistik dan nantinya dapat menimbulkan kekecewaan pasien. Pada pasien dengan
kecurigaan, sikap antisososial terhadap terapis, yang tidak dapat menerima sikap kepemimpinan
terapis dan mencoba untuk mengontrol terapis dapat dicoba untuk mendiskusikan sikapnya ini.
Tanyakan apakah pasien juga mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan dengan sikapnya
ini saat berhubungan dengan orang lain, atau terapis lain sebelumnya. Jika ya, maka terapis dapat
mencoba mengajak pasien mengenal penyebab kesulitannya ini dan berikan respek/pujian pada
pasien untuk mampu mengutarakan masalahnya. Katakan pada pasien bahwa dengan bersikap
terbuka, maka akan membantu pasien mengatasi problem psikososial yang dihadapinya.
6. Seimbangkan Peran
Baik pasien maupun dokter saat pertama kali bertemu di tempat pemeriksaan memiliki
harapan-harapan tersendiri. Pada beberapa kasus, pasien mengharapkan terapis berperan sebagai
figur otoriter, pendengar empatik, penyelamat, atau petugas penegak hukum. Jika terapis memahami
peran yang diharapkan oleh pasiennya, maka terapis akan dapat memperkirakan bagaimana respon
yang lebih baik bagi pasiennya.
Reference:
Othmer E, Othmer SC. The clinical interview using DSM-IV. Volume1: Fundamentals. Washington:
American Psychiatric Press Inc., 1994., hal. 13 – 42