Anda di halaman 1dari 9

MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

SESI 2 - 3:
STRATEGI MEMBINA
RAPPORT

0
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

SESI 2 - 3:
STRATEGI MEMBINA RAPPORT

Must to know key-points:


1. Membuat pasien dan diri anda nyaman:
Mengenali tanda-tanda
Merespons tanda-tanda
2. Menemukan penderitaan pasien – Perlihatkan kepedulian
Menilai penderitaan pasien
Berespons dengan empati
3. Menilai tilikan pasien dan menjadi pendamping bagi pasien
Derajat tilikan
Memisahkan bagian yang sakit dari diri pasien
Menetapkan tujuan terapi
4. Menunjukkan keahlian
5. Membangun sikap kepemimpinan
6. Menyeimbangkan Peran

Metode Pembelajaran:
 Tugas Baca (diberikan sebelum sesi ini)
 Diskusi interaktif
 Demonstrasi / Role-play

Persiapan Sesi dalam kelas:


 Pasien/pemeran pasien
 Alat Bantu Latih (bila memungkinkan dan tersedia fasilitasnya):
o Video contoh wawancara

Alat bantu latih di luar kelas:


 Daftar tilik ketrampilan membina rapport (terlampir).

DAFTAR TILIK MEMBINA RAPPORT

Daftar tilik yang dapat digunakan untuk menilai keterampilan pewawancara dalam membina dan
mempertahankan rapport :

1
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

Nama peserta didik: __________________

Ya Tidak Tidak ada


1. Saya membuat pasien merasa nyaman ______ ______ _______
2. Saya mengetahui keadaan mental pasien ______ ______ _______
3. Saya membicarakan apa yang menjadi distres pasien ______ ______ _______
4. Saya membantu pasien beradaptasi di awal wawancara ______ ______ _______
5. Saya membantu pasien mengatasi kecurigaan ______ ______ _______
6. Saya dapat mengendalikan sikap intrusif pasien ______ ______ _______
7. Saya menstimulasi pasien untuk bicara ______ ______ _______
8. Saya mengendalikan pembicaraan pasien yang melantur ______ ______ _______
9. Saya memahami penderitaannya ______ ______ _______
10. Saya memperlihatkan empati terhadap yang dirasakan ______ ______ _______
11. Saya menyesuaikan diri terhadap afek pasien ______ ______ _______
12. Saya membicarakan afek pasien ______ ______ _______
13. Saya mengetahui derajat tilikan pasien ______ ______ _______
14. Saya dapat menyimpulkan pandangan pasien terhadap penyakitnya
______ ______ _______
15. Saya mempunyai persepsi yang jelas tentang tujuan terapi bagi pasien
______ ______ _______
16. Saya menyampaikan tujuan terapi pada pasien ______ ______ _______
17. Saya menyampaikan pada pasien bahwa saya sudah biasa menghadapi gangguan
seperti ini ______ ______ _______
18. Pertanyaan-pertanyaan saya meyakinkan pasien bahwa saya memahami gejala-
gejala dari gangguan yang dihadapi pasien ______ ______ _______
19. Saya memberi tahu pasien bahwa tidak hanya ia sendiri yang memiliki penyakit
seperti ini ______ ______ _______
20. Saya menyampaikan keinginan untuk membantunya ______ ______ _______
21. Pasien mengetahui keahlian yang saya miliki ______ ______ _______
22. Pasien menghormati otoritas saya ______ ______ _______
23. Pasien tampak kooperatif _______ ______ _______
24. Saya mengetahui sikap pasien terhadap penyakitnya _______ ______ _______
25. Pasien mengambil jarak dalam memahami penyakitnya ______ ______ _______
26. Pasien menampilkan dirinya sebagai penderita yang butuh simpati
______ ______ _______
27. Pasien menampilkan dirinya sebagai orang yang penting (VIP)
______ ______ _______

2
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

28. Pasien bersaing dengan diri saya dalam memperebutkan kedudukan pemimpin
_______ ______ _______
29. Pasien bersikap submisif _______ ______ _______
30. Saya menyesuaikan peran terhadap peran pasien _______ ______ _______
31. Pasien berterima kasih pada saya dan membuat janji pertemuan berikutnya
_______ ______ _______

Komentar/Ringkasan:
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
_____________________________________

Rekomendasi:
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
________________________________________________

Tanda tangan penilai _______________________ (dr. _________________ )

Tanggal _______________

MATERI ACUAN

STRATEGI MEMBINA RAPPORT

Definisi rapport : interaksi atau relasi antara pasien dengan pewawancara. Tipe wawancara
berorientasi psikodinamik, mengkonsepkan rapport dalam terminologi transference-
contertransference, dan melihat adanya pengulangan hubungan di masa lalu dalam situasi wawancara
kali ini. Sementara dalam tipe wawancara berorientasi deskriptif, rapport dideskripsikan sebagai
interaksi pasien dan pewawancara yang di dalamnya terdapat understanding dan trust.

3
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

Strategi yang digunakan dalam membina rapport dengan pasien :

1. Buat pasien dan pewawancara sendiri merasa nyaman


Saat pasien psikiatri datang pertama kali, umumnya ia menghadapi perasaan skeptis, cemas,
gugup, ketidakyakinan atau bingung. Selain itu pasien juga perlu menghadapi stigma untuk bertemu
dengan profesional kesehatan jiwa. Sebaliknya, pewawancara seringkali pula merasa cemas, gugup
atau kehilangan kontrol dalam mengahadapi pasien. Kondisi ini dapat diatasi dengan cara membuka
wawancara dengan percakapan dasar dan ringan, bertujuan untuk lebih mengenal atau dekat dengan
pasien dan bukan untuk mencari diagnosis secara dini.
Wawancara dapat dibuka dengan memperkenalkan diri pewawancara dan tanyakan nama
pasien serta bagaimana sebaiknya pewawancara memanggil pasien. Kemudian dapat dilanjutkan
dengan pertanyaan ringan seperti bagaimana pasien mencapai tempat pewawancara saat itu atau
bagaimana perjalanan pasien sampai ke tempat pewawancara. Selanjutnya pewawancara
menanyakan identitas pasien, seperti usia, tempat tinggal, asal, pekerjaan, pendidikan, dan status
menikah. Dalam percakapan ini dapat diobservasi kondisi pasien, apakah ia tampak lebih tenang,
tetap cemas atau bertambah cemas. Pada pasien cemas seringkali ia tampak tetap cemas, sementara
untuk pasien obsesif kompulsif sering kali percakapan seperti ini dianggap menghabiskan waktu dan
uang. Kondisi pasien yang perlu diobservasi adalah perilaku nonverbal, suara, dan ekspresi pasien.

- Kenali tanda-tanda
Saat menghadapi pasien, status mental mereka akan tampak dari tanda-tanda (signs) yang
ada pada pasien tersebut. Tanda (sign) adalah bahasa nonverbal dari wajah, tubuh, dan suara yang
seringkali sulit dikontrol oleh pasien. Bina rapport juga dengan membaca tanda-tanda :
 Territorial (locomotor) : bagaimana pasien menempatkan jarak dengan pewawancara secara
fisik maupun emosional.
 Behavioral (psychomotor) : bagaima perilaku psikomotor pasien saat itu.
 Emotional (expressive) : bagaimana postur, gestur, ekspresi wajah, kontak mata, nada bicara
saat berhadapan dengan pewawancara.
 Verbal (Suara dan ekspresi verbal) : bagaimana pemilihan kosa kata yang digunakan,
apakah pasien sering menggunakan metafora. Hal ini dapat juga untuk menilai cara pikir
pasien dan bagaimana persepsi pasien terhadap dunianya.

- Merespons tanda-tanda
Untuk mengenali dan berespon terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan pasien, pewawancara
juga perlu berada dalam kondisi yang nyaman, tidak tegang atau cemas. Seringkali pewawancara
gagal untuk melihat tanda yang terdapat pada pasien karena pewawancara memfokuskan perhatian

4
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

pada dirinya sendiri. Teknik yang paling baik untuk menghindari self-consciousness dan perasaan
insecure adalah dengan mengalihkan fokus perhatian dari diri sendiri ke pasien, dengarkan pasien
dan hindari memberi tekanan pada diri sendiri untuk mendapatkan “pertanyaan yang tepat”.
Jika pasien menunjukkan tanda penghindaran terhadap pewawancara, biarkan pasien tetap
berdiri pada tempatnya dan secara perlahan pewawancara dapat bergerak menuju pasien. Perlihatkan
bahwa dokter peduli terhadap kondisi pasien dan perlihatkan sikap untuk mengundangnya lebih dekat
dengan pewawancara. Pada pasien cemas yang ditemani oleh anggota keluarga, dokter dapat juga
mengajak anggota keluarga tersebut ke tempat pemeriksaan. Pada pasien yang gelisah, marah,
merusak, dokter dapat menjaga jarak dengan pasien.
Dari tanda emosional yang ditunjukkan pasien, dokter dapat berespon dengan menunjukkan
ekspresi nonverbal seperti mengangguk, mengangkat alis, tersenyum atau memandang atau
menurunkan/meninggikan suara. Pewawancara yang memperlihatkan ekspresi emosi yang berlebih
atau tanpa emosi sama sekali dapat menghambat respon emosi pasien, sementara pewawancara
dengan ekpresi emosi yang cukup dapat memfasilitasi respon emosi pasien.
Jika pasien memberikan respon verbal dengan metafora, dokter dapat merespon dengan
menggunakan metafora tersebut. Pada awalnya, dokter dapat menggunakan kata-kata yang
digunakan pasien untuk bertanya lebih lanjut dan tidak menggunakan istilah-istilah psikiatri. Hal ini
akan membuat pasien merasa dimengerti oleh dokternya.

2. Temukan penderitaan pasien, dan perlihatkan kepedulian terhadap hal tersebut


- Nilai hal-hal yang membuat pasien tidak nyaman
Untuk menentukan hal-hal yang membuat pasien merasa tidak nyaman, dapat digunakan
pertanyaan-pertanyaan, seperti :
- apa yang sedang mengganggu anda?
- apa yang saat ini sedang terjadi pada anda?
- apa yang saat ini anda rasakan?
Bantu pasien untuk dapat menggambarkan apa yang dialaminya sebagai keluhan utama.
Pada fase awal wawancara seringkali penting untuk membiarkan pasien ventilasi terhadap keluhannya
dengan bebas. Hal ini dapat digunakan juga untuk mengevaluasi mood dan afek pasien, mendeteksi
kemungkinan adanya depresi, kecemasan, atau kemarahan, dan juga untuk membantu membina
rapport.

- Respon dengan empati


Saat pasien mengutarakan perasaannya, katakan bahwa anda dapat memahami apa yang
dirasakan oleh pasien. Pewawancara perlu memperlihatkan empati pada pasien agar terbina
kepercayaan (trust). Respon terapis bisa berupa :
- anda pasti merasa tidak enak dengan keadaan tersebut.

5
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

- anda pasti merasa tertekan


- saya dapat melihat bagaimana hal tersebut mengganggu anda
- hal tersebut pasti membuat anda tidak nyaman
Beberapa terapis seringkali mengalami kesulitan untuk berempati dengan pasien. Jika terapis
memang secara kronis tidak mampu berempati, sebaiknya tetap fokuskan perhatian dan berikan
pertanyaan yang sesuai untuk menunjukkan terapis tertarik dengan apa yang dikeluhkan pasien. Jika
terapis telah berempati dengan pasien, namun pasien menarik diri, nilailah apakan respon empati
yang diberikan terapis benar-benar tulus (genuine). Untuk membina rapport dengan pasien, terapis
perlu fokus pada kemampuan untuk berempati terhadap pasien dan berkomunikasi secara tulus.

3. Menilai tilikan pasien dan menjadi pendamping bagi pasien


- Derajat tilikan
Nilai derajat tilikan pasien terhadap penyakitnya, apakah memiliki tilikan penuh, parsial atau
tidak ada sama sekali. Pasien yang menyadari adanya gejala-gejala psikiatri dan gangguan pada
dirinya, memiliki tilikan penuh. Pasien sering kali menyadari gangguan yang dialaminya sebagai ego-
distonik, dan keadaan tersebut tidaklah normal. Pada pasien gangguan psikotik, bipolar, depresi atau
penggunaan zat seringkali memiliki tilikan yang kurang terhadap penyakitnya. Mereka sering
menyangkal dan menyalahkan penyakitnya pada kondisi-kondisi di luar dirinya, yang disebut dengan
tilikan parsial. Sementara pasien yang menyangkal sama sekali akan adanya gangguan dan penyakit
pada diri mereka disebut sebagai pasien yang memiliki tilikan buruk atau tidak memiliki tilikan (no
insight). Pemahaman terhadap tilikan pasien dapat membantu membina rapport antara dokter dan
pasien. Bicarakan pada pasien tentang keluhannya dari sudut pandang pasien dan coba memahami
hal tersebut dengan empati.

- Pisahkan bagian sakit dari diri pasien


Setelah terapis memahami gangguan yang dialami pasien, cobalah temukan bagaian yang
sehat dari diri pasien dan tawarkan padanya untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Pada
pasien dengan tilikan penuh, dapat dijelaskan penyebab dan perjalanan penyakit, pilihan terapi dan
implementasinya. Pasien dengan tilikan yang baik bukanlah berarti dapat mengerti dan menerima
penyakitnya, kemudian dapat meninggalkan perilaku patologisnya begitu saja. Misalnya pada pasien
fobia, pasien ini dapat saja memiliki pemahaman penuh tentang penyakitnya, namun ia tidak mampu
menghilangkan perilakunya. Selanjutnya terapis juga perlu menilai adanya distorsi pada pikiran
pasien. Pasien depresi kadang kala juga kurang obyektif dalam mendeskripsikan gejala-gejala yang
dialaminya, karena mereka memandang penyakitnya tidak mempunyai harapan. Pada pasien dengan
tilikan yang terganggu, sering sulit menemukan bagian sehat dari dirinya. Terapis perlu menerima
waham yang dimiliki pasien sebagai suatu realita. Jika pasien merasa ketakutan akibat keyakinannya
akan adanya mahluk asing yang ingin mencelakakannya, sampaikan pada pasien bahwa tentulah hal

6
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

ini tidaklah menyenangkan bagi pasien. Kemudian tawarkan perawatan rumah sakit dan obat pada
pasien untuk membantu menyelamatkan pasien dari mahluk asing yang ingin mencelakakannya
tersebut.

- Menetapkan tujuan terapi


Saat berhubungan dengan pasien, terapis dapat menetapkan dua buah tujuan terapi. Tujuan
yang pertama adalah yang didiskusikan dengan pasien, tentang hal-hal apa yang ingin dicapai. Tujuan
kedua merupakan tujuan terapi yang dibuat oleh terapis sendiri berdasarkan perjalanan penyakit
pasien. Pada pasien dengan tilikan yang baik, kedua tujuan yang ditetapkan dapatlah sama. Misalnya
pada pasien depresi, terapis dan pasien dapat menetapkan bahwa gejala-gejala menurunnya mood
yang dimiliki pasien merupakan hal yang menjadi target terapi dan dapat ditangani. Pada pasien
dengan tilikan parsial atau buruk, misalnya pada pasien yang menganggap bahwa tetangganya ingin
berbuat jahat padanya, tujuan terapi yang ditetapkan bersama pasien adalah mengatasi perbuatan
jahat dari tentangganya. Tujuan terapi yang ditetapkan oleh dokter adalah mengatasi pikiran waham
pasien, namun jika tujuan ini disampaikan pada pasien, pasien akan sulit menerimanya.

4. Tunjukan keahlian
Selain empati dan perhatian, seorang terapis perlu menunjukkan kompetensi dan keahlian
dalam menghadapi masalah pasien. Gunakan teknik ini untuk meyakinkan pasien, bahwa terapis
memahami masalah pasien :
1. Buat pasien memahami bahwa tidak hanya pasien sendiri yang menghadapi masalah seperti
sekarang.
2. Sampaikan pada pasien bahwa terapis familiar dengan masalah ini – tunjukkan pengetahuan
yang dimiliki terapis.
3. Bicarakan hal-hal yang diragukan oleh pasien tentang kemampuan terapis, bersama dengan
keluarga atau teman yang mengantar pasien dengan profesional.
4. Bangkitkan semangat pasien akan masa depannya.

5. Bangun sikap kepemimpinan


Jika empati berasal dari perhatian terapis terhadap apa yang dialami pasien dan sikap
keahlian (expertise) dari pengetahuan terapis terhadap masalah yang dihadapi pasien, sikap
kepemimpinan berasal dari kemampuan memotivasi dan mengarahkan pasien. Sikap kepemimpinan
terapis dapat ditunjukkan dengan tetap memegang kontrol dalam berinteraksi dengan pasien,
tunjukkan ketertarikan terapis untuk membantu kesembuhan pasien, dan motivasi pasien untuk
berubah. Cara yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan kepemimpinan adalah melihat
bagaimana sikap pasien untuk menerima penjelasan terapis dan bagaimana keinginan pasien untuk
patuh dalam pengobatan.

7
MODUL 1 – Ketrampilan Dasar Klinik Psikiatri

Namun demikian sering kali terapis terlalu bersikap otoriter dan menganggap bahwa
kedudukan pasien adalah lebih rendah dari dirinya, serta bersikap kurang empati. Jika pasien bersikap
resisten atau kurang patuh maka nilailah apakah terapis terlalu memaksa atau menakutkan bagi
pasiennya. Sering kali juga pasien yang bersikap memaksa terapisnya, mengidolakan atau memuja
terapisnya. Untuk hal ini, buat pasien menyadari bahwa harapan yang ada pada dirinya bersifat
kurang realistik dan nantinya dapat menimbulkan kekecewaan pasien. Pada pasien dengan
kecurigaan, sikap antisososial terhadap terapis, yang tidak dapat menerima sikap kepemimpinan
terapis dan mencoba untuk mengontrol terapis dapat dicoba untuk mendiskusikan sikapnya ini.
Tanyakan apakah pasien juga mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan dengan sikapnya
ini saat berhubungan dengan orang lain, atau terapis lain sebelumnya. Jika ya, maka terapis dapat
mencoba mengajak pasien mengenal penyebab kesulitannya ini dan berikan respek/pujian pada
pasien untuk mampu mengutarakan masalahnya. Katakan pada pasien bahwa dengan bersikap
terbuka, maka akan membantu pasien mengatasi problem psikososial yang dihadapinya.

6. Seimbangkan Peran
Baik pasien maupun dokter saat pertama kali bertemu di tempat pemeriksaan memiliki
harapan-harapan tersendiri. Pada beberapa kasus, pasien mengharapkan terapis berperan sebagai
figur otoriter, pendengar empatik, penyelamat, atau petugas penegak hukum. Jika terapis memahami
peran yang diharapkan oleh pasiennya, maka terapis akan dapat memperkirakan bagaimana respon
yang lebih baik bagi pasiennya.

Reference:
Othmer E, Othmer SC. The clinical interview using DSM-IV. Volume1: Fundamentals. Washington:
American Psychiatric Press Inc., 1994., hal. 13 – 42

Anda mungkin juga menyukai