Anda di halaman 1dari 31

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh:
Marina Tandarto 1910017052
Inna Adilah 1910017053
Noverita Febriani 1910017056

Pembimbing:
Dr. H. Handy Wiradharma, Sp. OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium


Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran - Universitas Mulawarman
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmatNya


penyusun dapat menyelesaikan Makalah Tutorial Klinik tentang “Preeklampsia
Berat”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Obstertri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Handy
Wiradharma, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Tutorial Klinik yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata,
semoga makalah ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, 17 Maret 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar delapan juta perempuan per tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan
di negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan
salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara (POGI, 2016). Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Kemenkes RI (2014), hipertensi
menduduki peringkat kedua penyebab kematian ibu terbanyak setelah perdarahan, lalu
disusul dengan infeksi, abortus, dan partus lama.
Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Salah
satunya adalah preeklampsia, yaitu hipertensi yang timbul setelah kehamilan usia 20
minggu dan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2010). WHO memperkirakan
kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3%-6%, sedangkan di negara
berkembang adalah 1,8%-18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah
128.273 per tahun atau sekitar 5,3% (POGI, 2016).

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat


kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia
berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah
pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir
rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat,
serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal
(POGI, 2016). Oleh karena itu, pentingnya diagnosis dini dan penatalaksanaan
preeklampsia yang cepat dan tepat perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan anak.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui teori tentang preeklampsia berat serta kesesuaian antara teori dengan
kasus nyata.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui teori tentang preeklamlsia berat yakni mencakup:


a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Tanda dan Gejala
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
2. Mengetahui kesesuaian antara teori dengan kasus nyata preeklampsia berat di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama


bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang preeklampsia berat

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca mengenai
preeklampsia berat.
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 31 Juli 2018 pukul
08.25 WITA di ruang VK Mawar RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.

2.1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. MBH
Umur : 23 tahun
Agama : Katolik
Suku : Flores
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Samarinda
Masuk Rumah Sakit : Selasa, 31 Juli 2018, Pukul 07.30 WITA

2.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Perut kencang-kencang

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD AWS dengan keluhan perut kencang-kencang mulai
kemarin malam, dan dirasa teratur kontraksinya sejak sekitar pukul 04.00 wita.
Pasien juga mengeluhkan kaki membengkak sejak 1 bulan terakhir. Keluhan lain
yaitu pusing dirasakan sejak semalam. Keluhan mual dan muntah disangkal.
Keluar air air dari kemaluan dirasakan saat berada di IGD. Pasien mengeluhkan
sering buang air kecil sedangkan buang air besar normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Hipertensi maupun Diabetes
Melitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui

Riwayat Menstruasi:
 Menarche : usia 14 tahun
 Siklus haid : 29 hari dan teratur
 Lama haid : 3 hari, dengan banyak 3-4 kali ganti pembalut/hari
 HPHT : 14-11-2017
 Taksiran persalinan : 21-08-2018
Riwayat Perkawinan:
Perkawinan yang pertama, umur pertama kali menikah 22 tahun, dan lama
menikah 1 tahun.

Riwayat Obstetri
Tahun 2018/hamil ini.

Riwayat Antenatal Care


Rutin pemeriksaan kehamilan di Puskesmas, belum pernah USG.

Riwayat Kontrasepsi:
 Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

2.3. Pemeriksaan Fisik


1. Berat badan 57 kg, tinggi badan 163cm.
2. Keadaan Umum : Sakit sedang
3. Kesadaran : Composmentis
4. Tanda vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Frekuensi nadi : 103 kali/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi napas : 20 kali/menit, reguler
Suhu : 36,5 °C (per axiller)
5. Status generalis
Kepala : Normosefalik
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Thorax
 Jantung :
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 MCL sinistra
 Perkusi : batas jantung normal
 Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
 Paru :
 Inspeksi : dinding thoraks simetris, seirama gerakan nafas
 Palpasi : fremitus suara dekstra=sinistra
 Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen :
 Inspeksi : dinding abdomen cembung, linea nigra (+)
 Palpasi : soefel, organomegali (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani, asites (-)
 Auskultasi : bising usus (+), normal, metallic sound (-)
 Ekstremitas :
 Atas : Akral hangat, edema (-/-), kekuatan otot 5
 Bawah : Akral hangat, pitting edema (+/+), varises (-/-),
kekuatan otot 5
6. Status Obstetri
Inspeksi : abdomen membesar sesuai usia umur kehamilan, linea
nigra (+)
Palpasi :
o TFU : 28 cm Tafsiran Berat Janin: 2480 gram
o Leopold I : Bokong,
o Leopold II : Punggung di kanan
o Leopold III : Kepala
o Leopold IV : kepala masuk PAP
HIS : 3 x 10' , 40-45"
Denyut Jantung Janin : 132x/menit
Vaginal Toucher : pembukaan 4 cm, portio lunak, Hodge I, ketuban (+),
blood slyme (+).
Inspekulo: Tidak dilakukan

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 31-07-2018
o Darah lengkap:
 Leukosit : 11.700/uL
 Trombosit : 166.000/uL
 Hemoglobin : 10,0 g/dL
 BT : 3’
 CT : 10’
o Kimia Klinik:
 GDS : 86 mg/dL
 Ureum : 20,0 mg/ dL
 Creatinin : 0,5 mg/ dL
 Natrium : 139 mmol/L
 Kalium : 2,9 mmol/L
 Chloride : 97 mmol/L
o Imuno-Serologi:
 AbHIV : Non Reaktif
 HbsAg : Non Reaktif
o Urinalisa:
 Berat Jenis : 1.005
 Leuko :+
 Warna : kuning
 Kejernihan : agak keruh
 pH : 7.0
 Protein :+
2.5 Diagnosis Kerja
G1P0000A000 gravid 36-37 minggu + inpartu kala 1 fase aktif + PEB
2.6 Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan di IGD:
 O₂ nasal kanul 2 lpm
 Pasang kateter urin

- Co. dr.Sp.OG :
 Protap MgSO4:
a. Bolus MgSO4 10cc (4 gr/IV)
b. Drip MgSO415 cc (6gr) dalam 500cc RL
 Nifedipin 3x10 mg
 Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam IV
 Observasi di VK

2.7 Follow Up di Ruang


2.7.1 Follow Up di Ruang VK
Tanggal Observasi
30/Juli/ S: perut kencang-kencang (+), pusing (+)
2018 O: TD: 180/110 mmHg, N: 103 x/menit,
08.25 T: 36,5 oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 132 x/menit, VT: 4 cm, porsio lunak, kepala Hodge
I,
His: 3x10’,40-45’’, ketuban (-), blood slyme (+)
A: G1P0000A000 gravid 36-37 minggu + inpartu kala 1 fase
aktif + PEB
P: - Drip MgSO4 15 cc (6 gr) dalam 500cc RL 20 tpm
-Nifedipin 3x10 mg
-Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam IV
-Observasi KU,TTV,DJJ,HIS,& kemajuan persalinan
31/Juli/ S: ibu mengatakan perut semakin kencang, ingin mengejan
2018 (+), keluar air air (+), keluar lendir darah (+)
11.30 O: TD: 150/110 mmHg, N: 90 x/menit,
T: 36,5 oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 145 x/menit, VT: 8 cm, porsio lunak, kepala Hodge
II,
His: 3x10’,40-50’’, ketuban (-), blood slyme (+)
A: G1P0000A000 gravid 36-37 minggu + inpartu kala 1 fase
aktif + PEB
P: - Drip MgSO4 15 cc (6 gr) dalam 500cc RL 20 tpm
-Nifedipin 3x10 mg
-Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam IV
-Observasi KU,TTV,DJJ,HIS,& kemajuan persalinan
31/Juli/ S: ibu mengatakan rasa ingin BAB (+), ingin mengejan (+),
2018 keluar air air (+), keluar lendir darah (+)
12.45 O: TD: 150/100 mmHg, N: 90 x/menit,
T: 36,5 oC, RR: 20 x/menit,
DJJ: 125 x/menit, VT: pembukaan lengkap, kepala
Hodge III,
His: 4x10’,40-50’’, ketuban (-)
A: G1P0000A000 gravid 36-37 minggu + inpartu kala II + PEB
P: - Melakukan manajemen aktif kala III
31/Juli/ Bayi lahir spontan, JK: perempuan A/S= 8/9, A/C= +/-
2018 BB 2950 gram, PB= 49cm ketuban jernih (+)
13.00 S: ibu merasakan mules (+)
O: - TFU 2 jari diatas, tali pusat tampak didepan vulva
- Plasenta lahir spontan, lengkap, ruptur perineum gr. II
A: P1000A000 kala III
P: - Melakukan manajemen aktif kala III
- Inj. Oxytosin 1 amp/IM
- Hecting perineum
31/Juli/ S: ibu merasakan mules (+)
2018 O: TD: 150/90 mmHg, N: 110 x/menit,
13.15 T: 36,5 oC, RR: 20 x/menit,
- TFU sepusat, pendarahan (+)
A: P1001A000 kala IV
P: - observasi 2 jam PP
Co.Sp.OG:
- Nifedipin 3x10 mg s/d malam ini
- Lasix 3x1 tab
- Cifotaxime 3x1 gr s/d besok pagi
- Protap MgSO4 s/d 24 jam sejak dosis awal
- Asam mefenamat 3x500mg
Observasi 2 jam post partum
Jam TD N RR T TFU Pendarahan

(mmHg) (x/menit) (x/menit) (°C)

13.30 150/110 100 20 36,6 Sepusat Minimal

13.45 150/90 105 18 Sepusat Minimal

14.00 150/90 112 20 Sepusat Minimal

14.15 140/90 115 20 Sepusat Minimal

14.45 140/90 116 20 36,5 Sepusat Minimal

15.15 130/80 114 18 2 Jari Minimal


dibawah
pusat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Preeklampsia dan eklampsia yang dikenal dengan nama toksemia gravidarum
merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan
koma lebih mengarah pada kejadian eklampsi (Sumulyo, e.c.t., 2017). Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas
20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia,
beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem
lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien
tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia [POGI], 2016)
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-
kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik (POGI, 2016).

3.2 Epidemiologi
Organisasi WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di
negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju
adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273 kasus per tahun atau sekitar 5,3%
(Osungbade & Ige, 2011).

Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
di dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia, preeklampsia berat
dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu sebesar 1,5% - 25%. Sedangkan
kematian bayi yang terjadi akibat preeklampsia adalah 45% - 50% (Djanah & Sukma,
2010).

3.3 Faktor Resiko


Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk
meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan yang kompleks
agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi
kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan
mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari
beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko
preeklampsia (POGI, 2016).
Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama
Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan
penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan hasil
penelitian dan panduan Internasional terbaru kami membagi dua bagian besar faktor
risiko yaitu risiko tinggi / mayor dan risiko tambahan / minor (POGI, 2016).
Risiko Tinggi / Mayor
 Riwayat preeklampsia
 Kehamilan multipel
 Hipertensi kronis
 Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
 Penyakit ginjal
 Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid
syndrome)
Risiko Tambahan / Minor
 Nulipara
 Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Usia ≥ 35 tahun
 Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)

3.4 Etiopatologis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti.
Beberapa penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang
saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut.
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan
arteri spiralis dapat berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler
memberi efek menurunkan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah ke jaringan plasenta & janin sehingga terjadi
remodeling arteri spiralis (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan
otot vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras
dan kaku sehingga tidak terjadi vasodilatasi, bahkan relatif mengalami
vasokonstriksi. Efek remodeling arteri spiralis yang normal pun tidak terjadi
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan darah dan aliran darah
uteroplasenta menurun sehingga terjadi iskemia plasenta (Wiknjosastro, 2009).
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Pada teori invasi tropoblas, hipertensi dalam kehamilan teradi karena
kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami
iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal
bebas/oksidan (senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan). Salah satu yang dihasilkan
adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap membran sel
endotel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein
sel endotel (Wiknjosastro, 2009).

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah
sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini
adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan
aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan mudah
dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang
dihasilkan plasenta iskemik (Wiknjosastro, 2009).
c. Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan
dan gangguan fungsi endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”,
yang mengakibatkan:
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan
vasokonstriktor kuat.
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya
endotelin.
e) Peningkatan faktor-faktor koagulasi (Wiknjosastro, 2009).
3. Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang
merupakan suatu benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak
bereaksi terhadap hasil konsepsi.HLA-G ini berfungsi untuk melindungi
tropoblas dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu.Pada hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel
desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang
penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di
sekitarnya (Wiknjosastro, 2009).
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel
endotel. Refrakter artinya tidak peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi
untuk menimbulkan vasokonstriksi (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya
terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap
rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor (Wiknjosastro,
2009).
5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami
preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami
preeklampsia (Wiknjosastro, 2009).
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya
defisiensi gizi terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian
terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko.
Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium
selama kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka
kejadian preeklampsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen
kalsium daripada hanya glukosa (Wiknjosastro, 2009).
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan
merangsang terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi,
namun dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak
menimbulkan masalah. Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit
yang sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi
bersifat sistemik (Wiknjosastro, 2009).

3.5 Perubahan Sistem dan organ pada Preeklampsia


Berikut adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita dengan hipertensi
dalam kehamilan (Prawirohardjo, 2010).

1) Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut
hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-
34 minggu. Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsi terjadi
penurunan plasma 30%-40% dibanding hamil normal disebut hipovolemi.
Hipovolemi diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.
Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.

2) Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi
perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung.
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan
20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan
darah yang tinggi pada preeklampsi bersifat labil dan mengikuti irama
sirkadian normal. Tekanan menjadi normal beberapa hari pascapersalinan,
kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal
dapat terjadi 2-4 minggu pascapersalinan. Tekanan darah bergantung pada
curah jantung, volume plasma, resistensi perifer dan viskositas darah.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran
tekanan darah ≥140/90 mmHg selang 6 jam. Dipilihnya tekanan diastolik 90
mmHg sebagai batas hipertensi karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang
disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi.
Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah
diastolik, maka kenaikan perbedaan tekanan darah tidak dipakai sebagai
kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.

3) Fungsi ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria bahkan anuria.
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
- Terjadi Glomerulus capillary endotheliosis akibat sel endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril.
- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal
yang bersifat irreversibel.
- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan akibat vasospame pembuluh
darah.
a. Proteinuria
- Merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria
umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu
- Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan
• urin dipstick: 100mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali
urin acak selang 6 jam
• Pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila
besaran proteinuria ≥300 mg/24 jam
b. Asam Urat Serum (Uric Acid Serum)
Umumnya meningkat ≥5mg/cc. disebabkan oleh hypovolemia, yang
menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya
filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan juga
dapat terjadi akibat iskemia jaringan

c. Kreatinin
Kadar kreatinin plasma juga meningkat, akibat hypovolemia. Dapat
mencapai kadar kreatinin plasma ≥1mg/cc, dan biasanya terjadi pada
preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal

d. Oliguria dan anuria


Terjadi karena hypovolemia sehingga aliran darah ke ginjal ↓
produksi urin ↓, bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria
menggambarkan berat ringannya hypovolemia, yang berarti menggambarkan
berat ringannya preeklampsia.

4) Elektrolit
Kadar elektrolit menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsi
kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diuretikum
banyak, restrinsiksi konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang
bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang
eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabka timbulnya asidosis laktat dan
akibat kompensasi hilangnya karbondioksida.
5) Tekanan osmotic koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan
8 minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vascular.

6) Koagulasi dan fibrinolysis


Gangguan koagulasi pada preeklampsia misalnya trombositopenia,
jarang yang berat tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi
peningkatan FDP (fibrin degradation product), penurunan antithrombin III,
dan peningkatan fibronektin.

7) Viskositas darah
Ditentukan oleh volume plasma, molekul makro (fibrinogen dan
hematokrit). Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.

8) Hematokrit
Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hypovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.

9) Edema
Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak intepretasi, 40%
edem dijumpai pada hamil normal, 60% edem dijumpai pada kehamilan
dengan hipertensi, 80% edem dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan
proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminia atau kerusakan sel endotel
kapilar. Edem yang patologik adalah edem yang nondependen pada muka dan
tangan, atau edem generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat.

10) Hematologik
Perubahan hemotologik disebabkan hipovolemi akibat vasospame,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopati.
11) Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospame, iskemia, dan
perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
12) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis
yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan, dan ablasio retina.
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklampsi.
- Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum
diketahui dengan jelas. Faktor faktor yang menimbulkan ialah edema
serrebri, vasospamse serebri, dan iskemia serebri.
- Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
13) Kardiovaskular
Perubahan terjadi karena peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan
penurunan cardiac preload akibat hypovolemia.

14) Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edem paru.

15) Janin
Memberi pengaruh buruk pada Kesehatan janin yang disebabkan oleh
menurunnya perfusi uteroplasenta, dan hypovolemia.

- Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidroamnion


- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, akibat Intrauterine growth
restriction, prematuritas, oligohidroamnion, dan solusio plasenta.

3.6 Kriteria Diagnosis


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu (POGI, 2016):
1) Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
2) Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4) Edema Paru
5) Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi
pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan
kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat
adalah salah satu dibawah ini (POGI, 2016):
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2) Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
3) Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5) Edema Paru
6) Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7) Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif (lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia
berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu
singkat.
3.7 Penatalaksanaan

A. SIKAP TERHADAP KEHAMILANNYA: MANAJEMEN


EKSPEKTATIF ATAU AKTIF
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang
usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.
B. SIKAP TERHADAP PENYAKIT: PENGOBATAN MEDIKA MENTOSA
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan, karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab dari kedua keadaan tersebut belum
jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan terjadinya edema paru dan
oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary capillary wedge pressure). Oleh
karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi cairan, yaitu dapat diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan
garam faali, dengan jumlah tetesan 125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang
tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc
(Wiknjosastro, 2009).
Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(Wiknjosastro, 2009).

Pemberian Obat Anti Kejang


Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps,
sehingga pada pemberian magnesium sulfat, akan menggeser kalsium yang
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat menjadi pilihan pertama untuk
kejang pada preeklampsia atau eklampsia (Wiknjosastro, 2009). Dosis
terapeutik dan toksis MgSO4:
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
Cara pemberian magnesium sulfat antara lain sebagai berikut.
a) Cara pemberian dosis awal
Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dengan 10 ml akuades. Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama
20 menit. Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4
(12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).
b) Cara pemberian dosis rumatan
Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam
500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan
kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia) (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
- Reflek patella (+) kuat
- Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
pernafasan.
- Produksi urin >100 cc dalam 4 jam terakhir > 30cc/jam dalam 6 jam
terakhir atau 0.5 cc/kgbb/jam (Wiknjosastro, 2009).
d) Magnesium sulfat dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi (refleks patella negatif, pernapasan
<12x/menit, sesak nafa, produksi urin <30 cc/jam
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
(Wiknjosastro, 2009).

Pemberian antihipertensi

Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi


antihipertensi. Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman
dokter danketersediaan obat. Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa
antenatal dianjurkanuntuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan.
Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat Beberapa
jenis antihipertensi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).

Berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK) Tatalaksana Kasus RSUD


Abdul Wahab Sjahranie, terapi yang diberikan pada pasien preeklampsia berat
adalah sebagai berikut:

1) Infus RL/D5 60-125 cc/ jam


2) Pasang Douwer Catheter
3) Terapi Magnesium Sulfat:
a. loading MgSO4 40% 4 gr IV diencerkan 10ml aquadest
b. loading MgSO4 40% 6 gr drip dalam 6 jam
4) Maintenance 6 gr MgSO4 40% drip dalam 6 jam (sampai 24 jam post
partum) dengan syarat:
• refleks patella (+)
• RR ≥ 16x/mnt
• produksi urine ≥ 25 ml/jam
5) Antibiotik: Ceftriaxone 2x1 gr IV
6) Antihipertensi: Nifedipin 3x10 mg, bila terjadi krisis hipertensi (systole >
180 mmHg atau diastole 110 mmHg) berikan catapres 150 mg drip titrasi
k/p.
Cara Persalinan: sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

1) Penderita belum inpartu

• Dilakukan induksi persalinan bila Bishop Score ≥ 5


• NST baik
• Penderita belum inpartu dengan skor pelvik baik (Skor Bishop >5)
Bila PS<6 dilakukan pematangan cervix dengan misoprostol 25
microgram/6 jam (maksimal 2 kali). Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal, dan harus segera disusul dengan dilakukan SC.

Indikasi dilakukan SC apabila :

- Non stess test jelek atau patologis


- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (Skor bishop
<5)
- Kegagalan induksi persalinan
2) Penderita sudah inpartu

• Perjalanan persalinan diikuti dengan partograf.


• Mempercepat kala II sesuai dengan syarat dan indikasI.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. MBH usia 23 tahun datang ke IGD RSUD AW. Sjahranie Samarinda
pada hari Selasa, 31 Juli 2018, Pukul 07.30 WITA dengan keluhan utama perut
kencang-kencang. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, berikut dibawah ini uraian
kesesuaian kasus dengan teori yang ada.

KASUS TEORI
Anamesis: Risiko Tinggi
- Usia 23 tahun - Riwayat preeklampsia
- Perut kencang-kencang - Kehamilan multipel
- Keluar air-air dari vagina - Hipertensi kronis
- Kaki bengkak sejak 1 bulan - Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
terakhir - Penyakit ginjal
RPD = - - Penyakit autoimun
RPK = -
Riwayat Obstetri: Hamil ini Risiko Sedang
- Nulipara
- Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan
- Usia ≥ 35 tahun
- Riwayat khusus pasien (interval kehamilan >
10 tahun

Didapatkan gejala
- Neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan
visus
- Edema

(POGI, 2016)

Pemeriksaan Fisik:
TTV - Tekanan darah sekurang-kurangnya 160
- TD = 180/100 mmHg, mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada
- N= 103x/menit, dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
- RR = 20 x/menit, menggunakan lengan yang sama (POGI,
- T = 36,5 0C, 2016)
Pemeriksaan Ekstremitas - Edema terjadi karena hypoalbuminemia atau
Bawah: Akral hangat, pitting kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang
edema (+/+), varises (-/-), patologik adalah edema yang nondependent
kekuatan otot 5 pada muka dan tangan, atau edema generalisa
(Sarwono Prawirohardjo, 2010).

Pemeriksaan Penunjang: - Trombositopenia: trombosit < 100.000 /


- Proteinuria = + microliter
- Creatinin = 0,5mg/dl
- Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1
- Trombosit = 166.000/uL
mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak
ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan liver: peningkatan konsentrasi
transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio
kanan atas abdomen
(POGI, 2016)
Penatalaksanaan: - Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
- Penatalaksanaan di IGD: - Dipasang kateter foley
 O₂ nasal kanul 2 lpm - Antibiotik: Ceftriaxone 2x1 gr IV
 Pasang kateter urin
Pemberian Obat Anti Kejang
- Co. dr.Sp.OG :
 Protap MgSO4: - MgSO4 4 gr (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
a. Bolus MgSO4 10cc (4 larutkan dengan 10 ml akuades.
gr/IV) - MgSO4 6 gr (15 ml larutan MgSO4 40%) dan
b. Drip MgSO415 cc (6gr) larutkan dalam 500 ml larutan Ringer
dalam 500cc RL
Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
 Nifedipin 3x10 mg
 Inj. Cefotaxime 1 gr/8 jam IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam,
 Observasi di VK dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan
atau kejang berakhir

Pemberian antihipertensi

- Nifedipin 4x10-30mg po
- Nikardipin 5mg/jam, dapat dititrasi 2,5mg/jam
tiap 5 menit max 10mg/jam
- Metildopa 2x250-500mg po
BAB V
PENUTUP

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada


kehamilan/ diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Telah
dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. MBH yang berusia 23 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan utama perut kencang-kencang, keluhan lain keluar air-air dari
vagina. Tekanan darah pasien 180/110 mmHg, tidak ada riwayat hipertensi
sebelumya. Pemeriksaan penunjang didapatkan proteinuria. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan diagnosis
G1P0000A000 gravid 36-37 minggu + inpartu kala 1 fase aktif + PEB.
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana pemberian obat anti kejang (sesuai
protap MgSO4) dan obat anti hipertensi. Secara umum penegakkan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong,C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23 ed.). United States: The McGraw-
Hills Company.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI]. (2015). Profil Kesehatan


Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI]. (2013). Buku Saku


Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kemenkes RI.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. Jakarta:POGI

Sumulyo G., Iswari W. A, Pardede T. U., Darus F., Puspitasari B., Santana S., Abidin
F., Endjun J. J. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia Berat Tidak
Tergantung Proteinuria. CDK-255, 44(8), 576-579.

Wiknjosastro, H. (2009). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal


dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia:
WHO; 2007.

Anda mungkin juga menyukai