Anda di halaman 1dari 24

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

REFLEKSI KASUS
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
November 2022
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun oleh:

Afifah Idelma Makmue S.Ked

(16 20 777 14 399)

PEMBIMBING:

dr. Herdhana Suwartono Sp.OG (K) Onk

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU


2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Afifah Idelma Makmur, S.Ked


No. Stambuk : 16 20 777 14 399
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat
Judul Refleksi Kasus : Preeklampsia berat
Bagian : Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, November 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. Herdhana Suwartono, Sp.OG (K) Onk Afifah Idelma Makmur, S.Ked

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih besar
dari 160 dan/atau tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi yang
diukur setidaknya dua kali selama beberapa jam, dikombinasikan dengan
proteinuria >300 mg protein total dalam pengumpulan urin 24 jam, atau rasio
protein terhadap kreatinin >30mg/mmol.1,2
Preeklampsia berat biasanya dapat dideteksi saat kehamilan memasuki usia
gestasi 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan. Preeklampsia pada ibu
hamil dapat mengakibatkan. Pertumbuhan janin terhambat, pendarahan serebral,
gagal jantung, ginjal, hati, trombolisme, gangguan pembekuan darah, dan trauma.
Pada bayi dengan ibu preeclampsia dapat mengakibatkan prematuritas,
Intrauterine Growth Retardation (IUGR), gawat janin, kematian janin dalam
rahim sampai dengan kematian pada saat kelahiran.3
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian
maternal dan perinatal pada sekitar 2-3% kehamilan. Penyakit yang disebut
sebagai “disease of theories“ ini, masih sulit ditanggulangi. Insidens
preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10%, dengan 39,5% di antaranya
menyebabkan kematian di tahun 2001 dan 55,56% di tahun 2002. Preeklampsia
dan eklampsia yang dikenal dengan nama toksemia gravidarum merupakan suatu
sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang
dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.2
Angka Kematian Ibu (AKI) 2012 di Indonesia, sebagai indikator Kesehatan
Nasional yang penting, meningkat dari 228 pada tahun 2007 menjadi 359 pada
tahun 2012 (target 102 pada tahun 2015 berdasarkan Indonesia’s Millennium

4
Development Goals (MDGS)). Salah satu penyumbang terbesar peningkatan AKI
ini adalah hipertensi pada kehamilan khususnya preeklampsia. Insiden hipertensi
dalam kehamilan di Indonesia adalah 120,7% pada tahun 2007, dibandingkan
dengan 8,34% pada tahun 2006 di Amerika Serikat. Tinjauan WHO
menunjukkan bahwa 16% kematian ibu di negara maju disebabkan oleh
hipertensi dalam kehamilan, tetapi ini bisa mencapai 24% di negara-negara
seperti India. Menurut laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
preeklampsia menjadi penyumbang kematian ibu terbesar kedua (25%) setelah
perdarahan pada tahun 2012.4
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulis laporan kasus ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari mengenai preeklamsia berat, bagaimana
mendiagnosis sebuah kasus preeklamsia berat, bagaimana penanganan yang
terhadap kasus preeklamsia berat, serta bagaimana pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terjadi preeklamsia berat.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 33 tahun
Alamat : Jln. Tolambu Lorong Babussalam
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Tanggal pemeriksaan : 18 Oktober 2022


Tempat : RSUD Anutapura

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Pandangan Kabur
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 33 MRS membawa pengantar dari dr. Abdul
Faris, Sp.OG (K) dengan diagnosa G3P2A0 Gravid Aterm + PEB + Bekas
SC 1x rencana SCTP besok. Pasien mengeluhkan pandangan kabur sejak 1
hari yang lalu sebelum masuk RS, pusing (+), nyeri kepala (+), mual(-),
muntah (-), Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan perut bawah tembus
belakang sejak tadi malam, nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan ini
disertai dengan adanya kram pada kedua tangan, tidak adanya keluar air,
lendir dan darah dari jalan lahir. BAK lancar dan BAB biasa. HPHT: 02
Februari 2022. Perkiraan kelahiran tanggal 09 November 2022.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien sudah pernah di rawat di RSUD Anutapura dengan diagnosis PEB.

6
- Pasien memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan pada anak ke 2.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi (+) dari ibu, diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-),
alergi (-)
5. Riwayat menstruasi :
Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 7 hari,
ganti pembalut 3 kali sehari, terdapat nyeri saat haid.
6. Riwayat pernikahan :
Pasien menikah 1 kali, dengan usia pernikahan ±7 tahun.
7. Riwayat Obstetri
Gravid : 3 Partus : 2 Abortus : 0
NO Tahun Tempat Umur Jenis Penlong Penyulit Jenis
Partus partus Kehamilan Persalinan Persalinan Kelamin/
Berat

1 2017 PKM Aterm Spontan Bidan - Laki-Laki/


2850

2 2020 RS Aterm SCTP Bidan PEB Laki-laki/


3200

3 Hamil Sekarang

8. Riwayat Kontrasepsi :
Belum ada penggunaan KB

C. PEMERIKSAAN FISIK
9. Pemeriksaan tanda vital

7
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
 Tekanan darah : 170/120 mmHg
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Nadi : 100 kali/menit, kuat angkat, irama reguler
 Suhu : 37,2 °C
 Spo2 : 99%

 Pemeriksaan fisik umum


 Kepala dan leher
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil
bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya (+/+)
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1
- Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorax
- Inspeksi : Bentuk dada normal,pergerakan simetris kanan kiri
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus kanan
dan kiri sama
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V midline claviculasinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, bising jantung (-/-)
 Abdomen
- Inspeksi : Tampak cembung disertai striae gravidarum

8
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Tinggi fundus uteri pada 2 jari dibawah processus
xyphoideus
 Ekstremitas
- Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (+/+)

10. Pemeriksaan Obstetri


Pemeriksaan Leopold
- Leopold I : 2 jari dibawah processus xyphoideus (31 cm)
- Leopold II : Punggung kiri
- Leopold III : Presentasi kepala
- Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul (PAP) 5/5
- TBJ : 3100 gram
- BJF : 157 x/menit
- HIS :-

Pemeriksaan Dalam (VT)


Vulva : Tidak ada kelainan
Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Teraba lunak, dan tebal
Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pembukaan : 0 cm
Ketuban : Utuh
Penurunan :-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

9
 Darah Rutin (18 Oktober 2022)
- Leukosit : 9 x103/mm3
- Eritrosit : 4.7x106/mm3
- Hemoglobin : 12.8 gr/dl
- Hematokrit : 38 %
- Platelet : 215 x103/mm3
- Glukosa : 97 mg/dl
- Bleeding Time : 2.30’ Menit
- Cloting Time : 7.30’ Menit
- Kalium : 4.04 mmol/L
- HIV : Non-Reaktif
- HbsAg : Non-Reaktif
- Biomolekuler SARS CoV-2: Negatif

 Urinalisis (18 Oktober 2022)


Protein : +4

E. RESUME
Pasien perempuan usia 33 MRS membawa pengantar dari dr. Abdul Faris,
Sp.OG (K) dengan diagnosa G3P2A0 Gravid Aterm + PEB + Bekas SC 1x
rencana SCTP besok. Pasien mengeluhkan pandangan kabur sejak 1 hari yang
lalu sebelum masuk RS, pusing (+), nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), Pasien
juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan perut bawah tembus belakang sejak tadi
malam, nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan ini disertai dengan adanya kram
pada kedua tangan, serta tidak adanya keluar air, lendir dan darah dari jalan lahir.
BAK lancar dan BAB biasa. HPHT: 02 Februari 2022. Perkiraan kelahiran
tanggal 09 November 2022. Pasien sudah pernah di rawat di RSUD Anutapura

10
dengan diagnosis PEB. Pasien memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan pada
anak kedua.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan Tekanan Darah 170/120 mmHg dan
sisanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetrik, didapatkan
pemeriksaan leopold I: 2 jari dibawah processus xyphoideus (31 cm), leopold II:
punggung kiri, leopold III: presentasi kepala, dan leopold IV: belum masuk PAP.
BJF 157 kali permenit, HIS tidak ada. Pada pemeriksaan dalam tidak didapatkan
pembukaan. Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan yang bermakna
HGB= 12.5 x 103/mm3. Pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +4.

F. DIAGNOSIS
G3P2A0 gravid aterm belum inpartu + Preeklamsia Berat + Bekas SC 1x.

G. PENATALAKSANAAN
- Pasang IVFD RL 28 tpm
- MgSO4 4 gr 40% dalam 100 cc NaCl dihabiskan dalam 30 menit (Loading
Dose) dilanjutkan 6 gr MgSO4 dalam 500 cc Ringer Laktat selama 6 jam 28
tetes/menit (Maintenance Dose)
- Nifedipin 10 mg 3 x 1
- Metildopa 500 mg 3 x 1
- Observasi TTV dan BJF
- Pasang Kateter
- O2 Nasal canul 1-3 L/menit
- Rencana SCTP Besok
- Edukasi diet rendah garam

FOLLOW UP
19/10/2022 S : Sakit kepala (+), pusing berkurang (+), pandangan kabur

11
(+), nyeri ulu hati (-), neri perut bawah berkurang, kram kedua
tangan (-), mual (-), muntah (-), keluar darah dari jalan lahir
(-)
O: Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 145/99 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36,4 oC
P : 22 x/menit
BJF : 146x/mnt
BAK kateter : 500cc
A : G3P2A0 gravid aterm belum inpartu + Preeklamsia
Berat + Bekas SC 1x.
P:
- IVFD RL+6 gr MgSo4 28 tpm
- Nifedipin 10 mg 3 X 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Cefotaxim 1gr/24 jam/iv
- Observasi TTV dan BJF
- Edukasi diet rendah garam
- Pro SCTP hari ini
20/10/2022 S : Nyeri bekas Op (+), Keluar darah dari jalan lahir (+)
sedikit, sakit kepala (-),Pusing (-), penglihatan mata kabur
(+) berkurang, Flatus (-), BAB (-)
O:
Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 130/90 mmHg

12
Nadi : 91 x/menit
Suhu : 36,7 oC
R : 20 x/menit
ASI : (-/-)
Kontraksi Uterus : +
Lokia : +
TFU : 1 jr bwpst
HB Post OP : 12,5 g/dl
A : P3A0 Post SC H1 a/i bekas SC 1x + PEB
P :
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixim 100mg 2x1
- Nifedipin 10 mg 3 X 1
- Meloxicam 15mg 2x1
- Edukasi diet rendah garam
- Edukasi diet tinggi protein
- Aff Kateter
21/10/2022 S : Nyeri bekas Op (+), Keluar darah dari jalan lahir (+)
sedikit, sakit kepala (-),Pusing (-), penglihatan mata kabur
(-) , Flatus (+), BAB (-), BAK (+) lancar
O:
Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 131/85 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Suhu : 36,8 oC
R : 20 x/menit
ASI : (+/+)

13
Kontraksi Uterus : +
Lokia : +
TFU : 2 jr bwpst
HB Post OP : 12,5 g/dl
A : P3A0 Post SC H2 a/i bekas SC 1x + PEB
P :
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixim 100mg 2x1
- Nifedipin 10 mg 3 X 1
- Meloxicam 15mg 2x1
- Edukasi diet rendah garam
- Edukasi diet tinggi protein
- Aff Infus
22/10/2022 S : Nyeri bekas Op (+), Keluar darah dari jalan lahir (+)
sedikit, sakit kepala (-),Pusing (-), penglihatan mata kabur
(-) , Flatus (+), BAB (-), BAK (+) lancar
O:
Kesadaran : Compos mentis
KU : Sedang
TD : 125/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,5 oC
R : 20 x/menit
ASI : (+/+)
Kontraksi Uterus : +
Lokia : +
TFU : 2 jr bwpst
HB Post OP : 12,5 g/dl

14
A : P3A0 Post SC H3 a/i bekas SC 1x + PEB
P :
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixim 100mg 2x1
- Nifedipin 10 mg 3 X 1
- Meloxicam 15mg 2x1
- Edukasi diet rendah garam
- Edukasi diet tinggi protein
- GV
- Boleh Pulang

15
BAB III
PEMBAHASAN

Preeklampsia adalah penyakit multisistemik yang ditandai dengan


perkembangan hipertensi setelah 20 minggu masa kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensi, dengan adanya proteinuria atau, jika tidak ada, tanda atau
gejala yang menunjukkan cedera organ target. Tanda-tanda klinis melibatkan
beberapa organ, termasuk hati, ginjal, jantung, paru-paru, otak, dan pankreas
(Tabel.1).5

Tabel 1. Tanda dan gejala pre eklampsia per organ target.5


Sistem organ Tanda dan Gejala

Sistem Saraf Pusat  Sakit kepala


 Gangguan penglihatan
 Kejang (Eclampsia)
Sistem Ginjal  Proteinuria
 Oliguria
 Abnormal kidney test
 Hipertensi
Sistem Vaskular Hipertensi berat

Sistem Kardiorespirasi  Nyeri dada


 Dyspnea
 Saturasi oksigen rendah
 Edema paru
Sistem Hepar  Fungsi hepar yang abnormal
 Nyeri epigastrium
 Mual
Sistem Hematologi  Pendarahan

16
 Syok
 Koagulasi diseminata intravaskular
 Gangguan koagulasi

1. Diagnosis
Pada kasus ini pasien Ny. R usia 33 tahun G3P2A0, masuk dengan keluhan
pandangan kabur yang dirasakan penderita sejak 1 hari SMRS. Keluhan ini disertai
dengan adanya pusing nyeri kepala, nyeri ulu hati, nyeri perut bawah yang tembus
belakang, kram pada kedua tangan, tidak ada mual dan muntah, tidak ada nyeri ulu
hati, serta tidak adanya keluar lendir dan darah dari jalan lahir. BAK lancar dan
BAB biasa. HPHT: 02 Februari 2022. Perkiraan kelahiran tanggal 09 November
2022. Pasien sudah di rawat di RSUD Anutapura dengan diagnosis PEB. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan pada anak kedua.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan hasil pengukuran Tanda vital
didapatkan tekanan darah Tekanan Darah 170/120 mmHg, Heart rate 100 x/menit,
Respiration rate 20 x/menit, Suhu 37,2oC, Spo2: 98%, BJF: 157 x/menit. Pada
pemeriksaan obstetric didapatkan kepala janin belum masuk PAP, tidak ada his
dan tidak ada pembukaan. Pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +4.
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan dapat ditegakkan diagnosis G2P2A0 Gravid
36-37 minggu Aterm belum inpartu Preeklampsia Berat + Bekas SC 1x.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan dari adanya hipertensi , dimana tekanan
darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah
sekurangkurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Hipertensi ini terjadi pada usia
kehamilan ˃ 20 minggu pada wanita yang tidak memiliki riwayat hipertensi
sebelumnya. Tanda kedua adalah adanya proteinuria, yakni 300 mg protein dalam
urin selama 24 jam atau sama dengan ≥1 + dipstick.6

17
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan hipertensi
berat/hipertensi urgensi (TD≥160/110) dengan proteinuria berat (≥ 5 g/hr atau tes
urin dipstik ≥ positif 2), atau disertai dengan keterlibatan organ lain.Kriteria lain
preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti
kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut
epigastrik atau kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral
menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau kebutaan kortikal
dan penurunan kesadaran).6 Pada pasien ini, tekanan darah saat pertama masuk
adalah 170/120 mmHg dan protein urine +4. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
dalam penegakan diagnosis berdasarkan hasil temuan pada pemeriksaan fisik serta
hasil temuan pada pemeriksaan laboratorium.
Pada pasien ini memiliki riwayat hipetensi pada kehamilan sebelumnya yaitu
pada anak ke-2. Pedoman National Institute for Health and Care Excellence
(NICE) 2019 mengklasifikasikan wanita dengan risiko tinggi preeklamsia jika
memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan sebelumnya atau penyakit lain
termasuk penyakit ginjal kronis, penyakit autoimun, diabetes, atau hipertensi
kronis. Wanita yang berada pada kelompok risiko sedang jika mereka nulipara,
berusia 40 tahun, memiliki indeks massa tubuh (BMI) 35 kg/m2, memilki riwayat
keluarga preeklamsia, kehamilan multifetal, atau interval kehamilan lebih dari 10
tahun. Adanya satu faktor risiko tinggi, atau dua atau lebih faktor risiko sedang,
digunakan untuk membantu memandu profilaksis aspirin, yang efektif dalam
mengurangi risiko preeklamsia jika diberikan sebelum 16 minggu kehamilan.7
Ada faktor klinis tambahan yang secara signifikan meningkatkan risiko
preeklamsia, termasuk peningkatan tekanan darah arteri rata-rata sebelum usia
kehamilan 15 minggu, polycystic ovarian syndrome, gangguan pernapasan saat
tidur, dan berbagai infeksi seperti penyakit periodontal, infeksi saluran kemih, dan
helicobacter pylori. Dari segi riwayat obstetrik, perdarahan pervaginam setidaknya
selama lima hari selama kehamilan meningkatkan risiko preeklamsia, seperti
halnya penggunaan donor oosit, yang memiliki risiko preeklamsia lebih tinggi

18
dibandingkan dengan in vitro fertilization (IVF) tanpa donor oosit atau konsepsi
alami.8
2. Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan terapi berupa IVFD Ringer Laktat 28 tpm, MgSO4 4 gr
40% dalam 100 cc NaCl dihabiskan dalam 30 menit (Loading Dose) dilanjutkan
pemberian 6 gr MgSO4 dalam 500 cc Ringer Laktat selama 6 jam 28 tetes/menit
(Maintenance Dose), Nifedipin 10 mg 3 x 1, dan Metildopa 500 mg 3 x 1. Pasien
juga dipasangi Foley Catheter serta dilakukan observasi pada tanda-tanda vital dan
denyut jantung janin. Pasien direncakan untuk dilakukan terminasi kehamilan.1
Terminasi kehamilan pada pasien dilakukan atas indikasi kehamilan pasien
yang sudah berusia 37 minggu, hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
manajemen aktif pada pasien preeclampsia berupa terminasi kehamilan dilakukan
jika terdapat keadaan salah satunya pada ibu didapatkan umur kehamilan ≥37
minggu.1
Terapi cairan pasien sesuai dengan teori bahwa terapi yang diberikan adalah
infuse ringer laktat (60-125 cc/jam). Selain pemberian terapi cairan, MgSO4 40%
juga diberikan secara intravena dalam 10 cc selama 15 menit sebagai Loading
dose. Maintenance dose diberikan MgSO4 40% 6 gram secara intravena dalam
500 cc Ringer laktat selama 6 jam dengan laju 28 Tpm. Pemasangan Foley
Catheter bertujuan untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria dapat terjadi pada
pasien preeclampsia bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24
jam.1
Terapi cairan bertujuan untuk mengatasi gangguan cairan pada pasien
preeklampsia. Pada pasien preeklampsia biasanya terjadi vasokonstriksi dan
kemungkinan dapat terjadi reduksi volume cairan intravaskuler yang relatif dan
kedua hal tersebut dapat mengurangi keluaran urin.9 Akan tetapi terapi cairan tidak
boleh berlebihan, karena sering kali terjadi kebocoran plasma, elektrolit, dan air
dari ruang intravascular. Hal ini terjadi akibat dari kerusakan sel endotel.
Kebocoran ini dapat menghasilkan perpindahan cairan yang signifikan ke dalam

19
ruang interstisial yang mengakibatkan edema perifer dan/atau sentral (paru dan
sistem saraf pusat). Saat cairan keluar dari ruang intravaskular, ada juga potensi
hipovolemia. 10
Oleh karena itu, pemberian cairan harus dinilai dalam konteks
untuk menjaga perfusi organ, sekaligus membatasi atau mencegah terjadinya
edema paru. Kerusakan endotel ginjal tampaknya sangat sensitif terhadap
perubahan cairan yang mengakibatkan proteinuria dan oliguria. Penilaian fungsi
ginjal (kreatinin serum) harus dinilai untuk menentukan derajat disfungsi ginjal.
Salah satu ciri deplesi intravaskular adalah hemokonsentrasi, karena edema paru
lebih sering terjadi dan kerusakan ginjal permanen akibat preeklamsia jarang
terjadi, cairan biasanya dibatasi.1
Pemberian magnesium sulfat bertujuan untuk mencegah terjadinya kejang pada
pasien preeklampsia. Magnesium penting untuk aktivitas enzim dan berperan
penting neurokimia dan eksitabilitas muscular. Magnesium sulfat mengurangi
kontraksi otot lurik dan menghambat adanya transmisi neuromuscular perifer
dengan mengurangi jumlah asetilkolin yang dilepaskan di neuromuscular junction.
Magnesium sulfat juga berperan sebagai relaksan terhadap otot halus di pembuluh
darah serta memberikan efek penekana saraf pusat karena berperan sebagai
antagonis reseptor N-Methyl D-Aspartat (NMDA), glutamate dan penghambatan
kanal kalsium. Penggunaan MgSO4 bersifat perifer sehingga kejang dapat
dihentikan.11
Pasien menerima 2 obat antihipertensi yaitu, nifedipin dan metildopa.
Pemberian terapi kombinasi digunakan apabila tekanan darah pasien tinggi yaitu ≥
160/ ≥100 mmHg atau sebelumnya monoterapi telah dilakukan akan tetapi tidak
ada perubahan. Kombinasi metildopa dan nifedipin terbukti dapat mengatasi
hipertensi pada kehamilan dengan stage ringan sampai berat.9
Golongan Calcium Channel Blocker lebih banyak digunakan karena dapat
memiliki aksi yang cepat. Golongan Calcium Channel Blocker yang paling banyak
digunakan yaitu nifedipin untuk mencapai penurunan tekanan darah secara
bertahap dan berkelanjutan sehingga mencegah terjadinya komplikasi seperti

20
perdarahan otak dan eklampsia, serta memberikan efek tokolitik pada ibu. Selain
itu pasien juga menerima obat golongan α 2-Agonis Sentral yaitu metildopa.
Metildopa merupakan terapi utama dari hipertensi pada ibu hamil karena dinilai
paling aman dan tidak menimbulkan efek samping pada ibu dan janin. Metil dope
mempunyai efek vasodilatasi dengan menghalangi peningkatan norepinefrin pada
reseptor otot polos.9
Setelah persalinan pasien dirawat di Ruang Kasuari bawah RSUD Anutapura
Palu untuk dilakukan observasi, pasien dinyatakan boleh pulang tanggal 22
Oktober 2022.

3. Prognosis
Banyak factor yang dinyatakan sebagai factor prognosis preeklamsia berat,
antara lain umur pasien, paritas, penyakit gagal jantung, gagal ginjal, edema paru
dan sindrom HELLP.
Paritas yang berisiko terjadinya preeklamsia berat adalah primigravida atau
nuliparitas, berisiko 3 kali lipat terjadi. Risiko mortalitas maternal para
preeklamsia berat meningkat secara bermakna pada preeklamsia berat yang
menderita krisis hipertensi, yang merupakan sprektum klinis dari hipertensi
dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang
berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Risiko mortalitas maternal
pada preeklamsia berat yang menderita gagal jantung berisiko lebih tinggi
mengalami gangguan fungsi kerdiovaskular yang parah dengan memiliki
prognosis yang lebih buruk.12

4. Pencegahan
- Pencegahan dengan non medical
Pencegahan non medical ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana ialah dengan melakukan tirah baring. Di Indonesia
tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi

21
terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah
terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm.12
Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.
Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, antioksidan :
vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQro, N-Asetilsistein, asam lipoik, dan
elemen logam berat: Zinc, magnesium, kalsium. 12
- Pencegahan dengan medical
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum
ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah
terjadinya preeklampsia bahkan dapat memperberat hipovolemia.
Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia. 12
Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen
pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan Zinc
200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat
mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100
mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan,
misalnya vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam
lipoik.12

22
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
- Preeklampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih besar
dari 160 dan/atau tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi yang
diukur setidaknya dua kali selama beberapa jam, dikombinasikan dengan
proteinuria >300 mg protein total dalam pengumpulan urin 24 jam, atau rasio
protein terhadap kreatinin >30mg/mmol.
- Risiko tinggi preeklamsia jika memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan
sebelumnya atau penyakit lain termasuk penyakit ginjal kronis, penyakit
autoimun, diabetes, atau hipertensi kronis. Wanita yang berada pada
kelompok risiko sedang jika mereka nulipara, berusia 40 tahun, memiliki
indeks massa tubuh (BMI) 35 kg/m2, memilki riwayat keluarga.
2. Saran
- Menghindari factor risiko yang dapat dimodifikasi terjadinya preeklamsia
berat seperti BMI, mengontrol makan pada pasien diabetes mellitus,
meminum obat antihipertensi secara teratur pada pasien dengan riwayat
hipertensi.
- Untuk laporan kasus selanjutnya, disarankan kepada penulis agar melanjutkan
tulisan ini dengan mencari bahan-bahan atau referensi yang lebih lengkap dan
terbaru yang relevan dengan keadaan pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Meida N, Susanto E. Wanita Usia 32 Tahun G1P0A0 UK 38-39 Minggu dengan


Indikasi Preeklampsia Berat di RSUD DR. Sayidiman Magetan : Laporan Kasus.
Publikasi Ilmiah UMS. 2020
2. Nauval M, Tahang AS, Afna NR. Hubungan Preeklampsia Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di Rsud Kota Mataram Tahun 2017. Jurnal Kedokteran.
2018 : 4(1) ; 721-726
3. Archer T,. Champagne H. Fluid Management in Preeclampsia. California
Maternal Quality Care Collavorative. 2013
4. Espinoza J,. et all. ACOG Pratice Bulletin : Clinical Management Guidelines for
Obstetrician-Gynecologist. The American College of Obstetricians and
Gynecologists. 2018 : 135 (6) ; 237 - 53
5. WHO. Clinical Transfusion Practice : Guidelines for Medical Interns. 2018
6. Fox R, Kitt J, Leeson P, Aye CYL, Lewandowski AJ. Preeclampsia : Risk
Factors, Diagnosis, Management, and the Cardiovascular Impact on the
Offspring. Journal of Clinical Medicine. 2019 : 8 (1625) ; 1 – 22
7. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Sarwono: Jakarta. 2014
8. Nurizawati, Nurmainah, Purwanti NU. Profil Penggunaan Antihipertensi Pada
Pasien Pre-Eklampsia di Rumah Sakit Umum Yarsi Pontianak Tahun 2018.
Jurnal UNTAN. 2018 : 4(1)
9. Archer T,. Champagne H. Fluid Management in Preeclampsia. California
Maternal Quality Care Collavorative. 2013
10. Anthony J,. Schoeman LK. Fluid management in Pre-eclampsia. Obstetric
Medicine. 2013 : 6(3) ; 100-4
11. Desrini S. The benefit and risk of misoprostol use: in obstetrics and gynecology.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2015 : 7(1) ; 25-29
12. Osila EV,. Sharma S. Oxytocin. Stat Pearls. 2021

24

Anda mungkin juga menyukai