Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS Kepada Yth:

Di baca:

KEHAMILAN DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DAN


MAKROSOMIA

Oleh:

Erik Susanto

Pembimbing:

dr. Pingkan Reppi, SpOG

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UNSRAT/ RSU PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO

2022
PENDAHULUAN

Preeklampsia dialami oleh sepuluh juta wanita hamil di seluruh dunia dan
sekitar 76.000 wanita hamil meninggal setiap tahunnya oleh karena preeklampsia dan
gangguan hipertensi pada kehamilan lainnya. 1 Di negara berkembang prevalensi
preeklampsia berkisar sekitar 4% hingga 18% dari seluruh kehamilan. 2 Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) frekuensi kejadian preeklampsia
di Indonesia berkisar antara 3-10%.3 Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara,
angka kematian ibu untuk tahun 2013 sebanyak 77 kematian dengan kasus
preeklampsia dan eklampsia sebanyak 18 kasus. Jadi dilihat dari data yang ada,
preeklampsia menjadi penyebab ketiga terbanyak dari kasus kematian ibu di provinsi
Sulawesi Utara.4
Preeklampsia seringkali dikaitkan dengan berkurangnya perfusi darah
uteroplasenta yang dapat mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan janin sehingga
menyebabkan intrauterine growth restriction (IUGR) akan tetapi beberapa studi
menemukan bahwa terdapat peningkatan perfusi uteroplasenta pada kasus
preeklampsia awitan lanjut sehingga terdapat bayi bisa lahir dengan berat badan
normal atau bahkan tinggi.5-7 Selain itu, faktor maternal lainnya terutama obesitas dan
IMT yang tinggi juga meningkatkan risiko preeklampsia.8-10
Maka dari itu, laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan kasus
preeklampsia dengan neonatus makrosomia. Gambaran klinis yang tidak sesuai
dengan teori patofisiologi preeklampsia yang selama ini diterima secara luas seperti
yang ditemukan pada kasus ini diharapkan dapat membahas kembali kemungkinan
adanya patofisiologi yang berbeda dari gambaran klasik preeklampsia.
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny. AS
Umur : 36 tahun
Alamat : Tompaso Baru I
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bangsa : Indonesia
Status menikah : Menikah
MRS tanggal : 3 Februari 2022

Anamnesis
Ny. AS, G4P3A0 36 tahun MRS tanggal 3 Februari 2022 pk. 13.40 dirujuk dari
Klinik Syaloom, Tompaso Baru dengan diagnosis G4P3A0, 36 tahun hamil aterm
inpartu kala II + Preeklampsia Berat. Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala +
suspek makrosomia. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah ingin
melahirkan yang dirasakan sejak 3 jam SMRS. Pelepasan darah dan lendir dari jalan
lahir (+) sejak 3 jam SMRS. Pelepasan air dari jalan lahir (+) sejak 1 jam SMRS.
Sakit kepala, nyeri ulu hati, dan pandangan buram disangkal. Riwayat penyakit
jantung, hati, ginjal, hipertensi, dan diabetes mellitus disangkal. Pasien sudah
terpasang infus RL dan diberikan nifedipine 10 mg dari klinik perujuk.

 Menarche : 13 tahun
 Haid : teratur, siklus 28 hari, lama 4-5 hari
 HPHT : 22 April 2021
 HPL : 29 Januari 2022
 PAN : 3x Posyandu
 BB pasien sebelum hamil 80 kg (IMT 33,73 kg/m2)
 KB : KB Suntik 3 bulan (2014-2015)
 Menikah : 1 kali (2013 – sekarang)
 P1 : 2013 / perempuan / sptlbk / 3800 gr / biang / rumah / sehat
 P2 : 2015 / perempuan / sptlbk / 4100 gr / dokter / RS Kalooran / sehat
 P3 : 2020/ perempuan/ sptlbk/ 3700 gr/ dokter / RS Kalooran / sehat
Status preasens
Keadaan Umum : cukup Kesadaran : CM
Tekanan darah : 170/110 mmHg Nadi : 90 x/ menit, reguler
Respirasi : 20 x/menit Suhu badan : 36,8° C
Konjungtiva : anemis - Sklera : ikterik -
C/P : dalam batas normal Ekstremitas : edema +/+
TB : 154 cm BB : 86 kg
IMT : 34,26 kg/m2
Bakar urin : +3

Pemeriksaan Obstetri
TFU : 40 cm Letak janin : Letak kepala U punggung kanan
BJJ : 150-155 x/mnt His : 2’-3’ // 50”-55”
TBJ : 4495 gram (JT)
Bakar urin : +3

Pemeriksaan dalam
Eff 90%, pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa slight mekonium, pp kepala H III-IV,
denominator UUK kanan depan

Hematologi

Hb 13,4 gr/dL

Leukosit 17.200/mm3

Trombosit 264.000/mm3

Hematokrit 41,4 %

SGOT 22 U/L

SGPT 14 U/L

Ureum 18 mg/dL

Creatinin 0,4 mg/dL


Urinalisa

Warna Kuning

Kejernihan Agak keruh

Berat jenis 1.015

pH 7,5

Protein +++

Reduksi Negatif

Keton Negatif

Bilirubin Negatif

Urobilinogen 0,2

Nitrit Negatif

Leukosit Negatif

Eritrosit 2-3

Epitel 1-2

Bakteri (-)

USG
Tidak dilakukan

NST
Tidak dilakukan

EKG:
Sinus rhythm, HR 90 x/m, normoaksis

Rontgen thorax:
Dalam batas normal
Diagnosis:
G4P3A0 36 tahun hamil 40-41 minggu inpartu kala II dengan preeklampsia berat
Janin intra uterine tunggal hidup PP kepala hodge III-IV + makrosomia

Manajemen
 MgSO4 sesuai protokol
 Antihipertensi
 Ekstraksi Vakum
 Konseling, informed consent  keluarga tidak bersedia  Rujuk
 Observasi TNRS, His, DJJ
 Lapor DPJP  advis: MgSO4 sesuai protokol
Antihipertensi
Ekstraksi Vakum
Konseling dan informed consent  keluarga tidak bersedia 
Rujuk
Observasi TNRS, His, DJJ

Observasi:
 Pukul 14.58 : His kencang, ibu ingin mengejan, pembukaan lengkap, ketuban (-), pp
kepala Hodge IV, ibu dipimpin mengejan
R/ Ekstraksi vakum  keluarga tidak bersedia
 Pukul 15.00 : Lahir bayi laki-laki / Spt lbk / 4400 gr / 53 cm/ AS 7-9
 Pukul 15.04 : Lahir plasenta kesan lengkap dengan selaputnya
Perineum intak
Follow up (4 Februari 2022)
S : Nyeri perut bawah, pusing (+), pandangan kabur, nyeri kepala dan ulu hati (-)
O : KU: cukup Kes: CM
TD: 160/100 HR: 88 x/m RR: 22 x/m S: 36,8°C
Mata: Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -
Abdomen: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
v/v: lochia rubra, perdarahan aktif (-), perineum intak
A : P4A0 36 tahun post partum H-I + PEB
Lahir bayi laki-laki / sptlbk / 4400 gram / 53 cm/ AS 7-9
P : Cefadroxil 3 x 500 mg
Dopamed 3 x 500 mg
Nifedipin 3 x 10 mg
Bionemi 1x1
ASI on demand
Mobilisasi
Konseling KB
Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan

Follow up (5 Februari 2022)


S : Nyeri perut bawah, pandangan kabur, nyeri kepala dan ulu hati (-)
O : KU: cukup Kes: CM
: TD :140/90 HR: 82 x/m RR: 20 x/m S: 36,3°C
Mata: Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -
Abdomen: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
v/v: lochia rubra, perdarahan aktif (-), perineum intak
A : P4A0 36 tahun post partum H-II + PEB
Lahir bayi laki-laki / sptlbk / 4400 gram / 53 cm/ AS 7-9
P : Cefadroxil 3 x 500 mg
Dopamed 3 x 500 mg
Nifedipin 3 x 10 mg
Bionemi 1x1
Observasi tanda vital, kontraksi, dan perdarahan
Follow up (6 Februari 2022)
S : Nyeri perut bawah, pandangan kabur, nyeri kepala dan ulu hati (-)
O : KU: cukup Kes: CM
: TD :130/90 HR: 80 x/m RR: 21 x/m S: 36,5°C
Mata: Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -
Abdomen: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
v/v: lochia rubra, perdarahan aktif (-), perineum intak
A : P4A0 36 tahun post partum H-III + PEB
Lahir bayi laki-laki / sptlbk / 4400 gram / 53 cm/ AS 7-9
P : Rawat Jalan
Cefadroxil 3 x 500 mg
Dopamed 3 x 500 mg
Nifedipin 3 x 10 mg
Bionemi 1x1
PEMBAHASAN

Pembahasan yang akan dibahas pada kasus ini:


1) Kriteria diagnostik pada pasien preeklampsia berat dan makrosomia
2) Tatalaksana pada pasien preeklampsia berat dengan makrosomia
3) Hubungan antara preeklampsia berat dan makrosomia

1. Kriteria diagnostik pada pasien preeklampsia dengan gejala berat dan makrosomia.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik
yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia
kehamilan di atas 20 minggu. Sebelumnya, preeklampsia didefinisikan sebagai
adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria). Definisi tersebut merupakan gambaran klinis yaang
klasik untuk preeklampsia, namun terdapat kasus di mana hipertensi disertai
gangguan multisistem lain sekalipun pasien tidak mengalami proteinuria.
Berdasarkan hal tersebut, definisi preeeklampsia berubah menjadi hipertensi
(tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunnakan lengan yang sama) yang baru
terjadi pada kehamilan atau di atas usia kehamilan 20 minggu, disertai dengan
gangguan organ.11
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinuria,
namun preeklampsia juga dapat ditegakkan bila menemukan gejala atau hasil
pemeriksaan penunjang. Berikut adalah kriteria minimal preeklampsia.11
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi
Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
DAN
Proteinuria
Proteinuria melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik >+1.
Jika tidak terdapat proteinuria, hipertensi dapat diikuti salah satu temuan sebagai
berikut.
 Trombositopenia: Trombosit <100.000/ µL.
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi di mana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
 Gangguan hati: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali nilai normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio kanan atas abdomen.
 Edema paru.
 Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnnion, fetal growth restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent atau reversed end diastolic velocity (ARDV).

Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan apabila diagnosis minimal


preeklampsia terpenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi klinis sesuai dengan
kotak berikut.11
Kriteria Preeklampsia Berat
 Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
 Trombositopenia: Trombosit <100.000/ µL.
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi di mana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
 Gangguan hati: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali nilai normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio kanan atas abdomen.
 Edema paru.
 Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnnion, fetal growth restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent atau reversed end diastolic velocity (ARDV).

Makrosomia didefinisikan sebagai berat badan lahir lebih dari 4.000 gram
tanpa memandang usia gestasi. Etiologi makrosomia adalah diabetes maternal,
obesitas maternal, multiparitas, riwayat bayi yang besar untuk masa kehamilan
(BMK, atau Large for Gestational Age yaitu LGA) pada kehamilan sebelumnya,
kehamilan post-term, bayi dengan jenis kelamin laki-laki, dan gangguan genetik atau
kongenital. Apabila terdapat salah satu etiologi makrosomia, maka kehamilan tersebut
memerlukan pemantauan yang lebih ketat.12
Makrosomia dapat dicurigai melalui pemeriksaan fisik (PF) dan penunjang (PP),
namun diagnosis definitif hanya dapat ditegakkan setelah janin dilahirkan. Pada PF,
pemantauan peningkatan berat badan (BB) pada setiap antenatal care (ANC) harus
dilakukan. Peningkatan BB selama kehamilan bergantung pada IMT (indeks massa
tubuh) ibu sebelum hamil, yang terdapat dalam pedoman dari US Institute of
Medicine (IOM), yakni sebagai berikut.
 Peningkatan BB sebesar 12 - 18 kg untuk IMT kurang dari 18 kg/m . 2

 Peningkatan BB sebesar 11,5 - 16 kg untuk IMT 18,5 - 24,9 kg/m . 2

 Peningkatan BB sebesar 7 - 11,5 kg untuk IMT 25 - 29,9 kg/m .2

 Peningkatan BB sebesar 5 - 9 kg untuk IMT lebih dari 30 kg/m . 2

Peningkatan BB yang tidak sesuai dengan pedoman tersebut perlu dikonfirmasi


dengan tinggi fundus uteri (TFU) dan pemeriksaan Leopold. Menurut ACOG,
diagnosis makrosomia hanya dapat ditegakkan secara akurat dengan mengukur BB
neonatus. Tidak ada modalitas apapun yang dapat mendiagnosis makrosomia secara
efektif, namun kombinasi dari berbagai modalitas tersebut berkemungkinan lebih
tinggi adanya makrosomia.13
Berdasarkan kriteria diagnosis yang telah dipaparkan, berikut adalah penegakan
diagnosis dalam kasus ini yang berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan ibu G4P3A0 usia 36 tahun
dirujuk datang dengan keluhan nyeri perut ingin melahirkan. Pasien menyangkal
adanya nyeri kepala, pandangan kabur dan nyeri epigastrium. Pelepasan lendir, darah
dan keluar air-air dari jalan lahir sudah ada. Pergerakan janin masih dirasakan saat
MRS. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi sebelumnya. Hari pertama haid
terakhir pasien tanggal 22 April 2021.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 170/110 mmHg serta didapatkan adanya
edema pada kedua ekstremitas. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus
uteri 40 cm dengan taksiran berat janin 4.495 gram. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan pendataran 90% dengan pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah dengan
sisa sedikit mekonium, presentasi kepala di Hodge III-IV dengan denominator ubun-
ubun kecil di kanan depan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 13,4 gr/dL, Leukosit 17.200/mm 3
trombosit 264.000/mm3, SGOT 22 U/L, SGPT 14 U/L, ureum 18 mg/dL, kreatinin 0,4
mg/dL, urinalisis protein +3. Hasil pemeriksaan EKG irama sinus 90 x/menit
normoaksis, dan pada pemeriksaan USG tidak dilakukan karena sudah pembukaan
lengkap.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosa G4P3A0 36 tahun hamil aterm inpartu kala II dengan preeklampsia berat.
Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala dan suspect makrosomia.

2. Tatalaksana pada pasien preeklampsia berat dengan makrosomia.


Berdasarkan PNPK Preeklampsia tahun 2016, dapat dilakukan manajemen
ekspektatif dan aktif. Manajemen ekspektatif direkomendasikan untuk kasus
preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
evaluasi poliklinis maternal dan janin yang ketat, yaitu evaluasi gejala maternal dan
gerakan janin setiap hari oleh pasien, tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara
poliklinis, jumlah trombosit dan fungsi hati setiap minggu, dan USG dan
kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali per minggu). Bila didapatkan
tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan velocimetry Doppler pada
arteri umbilicalis direkomendasikan.11 Alur manajemen ekspektatif pada preeklampsia
tanpa gejala berat dapat disimak pada bagan 1.

Bagan 1. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Tanpa Gejala Berat.11


Berbeda dengan preeklampsia tanpa gejala berat, pada preklampsia berat
manajemen ekspektatif direkomendasikan pada usia kehamilan kurang dari 34
minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil. Manajemen ekspektatif pada
preeklampsia berat juga direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas
kesehatan yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal. Perawatan ekspektatif dianjurkan untuk melakukan rawat inap selama
perawatan ekspektatif berlangsung. Bila perawatan ekspektatif dipilih, maka
kortikosteroid direkomendasikan untuk diberikan untuk membantu pematangan paru
janin.11 Alur manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat dapat dilihat pada bagan
2. Bila terdapat salah satu kriteria terminasi kehamilan yang ada pada tabel 1, maka
harus dilakukan manajemen aktif.

Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat.11


Tabel 1. Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia Berat.11
Terminasi Kehamilan
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang (nyeri kepala, pandangan
kabur, dsb)
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau Profil biofisik <4
sindroma HELLP
Edema paru Deselerasi variabel dan lambat pada
NST
Eklampsia Doppler arteri umbilicalis: reversed end
diastolic flow
Solusio plasenta Kematian janin
Persalinan atau ketuban pecah

Magnesium sulfat diberikan sebagai antikonvulsan untuk profilaksis eklampsia


atau kejang berulang, antihipertensi, dan tokolitik. Berdasarkan PNPK, dosis loading
yang dianjurkan adalah magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10 menit, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 1 – 2 g/jam selama 24 jam postpartum atau setelah kejang
terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan pemberian magnesium
sulfat. Pemberian dilakukan secara IV maupun IM. Pemantauan produksi urin, refleks
patella, frekuensi napas, dan saturasi oksigen harus dilakukan saat pemberian
magnesium sulfat, serta antidotum magnesium sulfat yaitu kalsium glukonas harus
tersedia. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan bila terjadi kejang berulang.11
Antihipertensi memiliki dampak negatif pada perfusi unteroplasenta sehingga
dapat berakibat terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Maka dari itu, indikasi
utama pemberian obat antihipertensi adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah
penyakit serebrovaskular. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat atau tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg dengan target penurunan tekanan darah yakni sistolik <160 mmHg dan
diastolik <110 mmHg.11
Lini pertama yang dianjurkan adalah nifedipin oral kerja cepat, hidralazine, dan
labetalol parenteral. Nifedipin diberikan dengan dosis 10 mg kapsul PO, diulang
setiap 15 – 30 menit dengan dosis maksimum 30 mg. Hidralazin merupakan
vasodilator perifer yang dapat diberikan dengan dosis 5 – 10 mg secara IV. Onset
kerja obat ini adalah 10 – 20 menit dan dosis dapat diulang dalam 20 – 30 menit jika
diperlukan. Labetalol dapat diberikan diberikan dengan dosis 5 – 20 mg IV perlahan-
lahan. Dosis dapat diulang dalam 10 – 20 menit.11
Alternatif antihipertensif yang dianjurkan antara lain nitrogliserin, metildopa,
dan labetalol. Penyekat kanal kalsium lainnya yang direkomendasikan adalah
nikardipin dengan dosis awal 5 mg/jam IV dan dapat dititrasi sebanyak 2,5 mg/jam
tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial
rata-rata (mean arterial pressure atau MAP) sebesar 25% tercapai.11
Kortikosteroid diberikan untuk mematangkan paru janin. Kortikosteroid
diberikan pada usia kehamilan ≤34 minggu. Pilihan kortikosteroid yang dianjurkan
adalah deksametason ataupun betametason.11
Tatalaksana dari makrosomia harus dilihat dari berbagai aspek. Hal yang paling
penting dalam menangani makrosomia adalah program latihan dan diet yang baik.
Kedua hal tersebut dapat mengurangi peningkatan berat badan berlebih yang
meningkatkan risiko terjadinya makrosomia. Sebagai sikap dalam proses persalinan,
The American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) merekomendasikan
persalinan dengan seksio sesarea pada wanita dengan taksiran berat janin lebih dari
5000 gram tanpa ada intoleransi glukosa atau taksiran berat janin lebih dari 4500
gram dengan adanya intoleransi glukosa. Vakum atau forsep sebaiknya digunakan
dalam menangani persalinan pervaginam dengan makrosomia.6

3. Hubungan antara preeklampsia berat dan makrosomia


Salah satu hipotesis patofisiologi preeklampsia adalah penurunan perfusi
uteroplasenta yang kemudian mengganggu pertumbuhan janin, sehingga
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan berat badan lahir rendah.
Namun, hipotesis ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan seluruh kasus
preeklampsia, karena terdapat sebagian kasus di mana ditemukan makrosomia pada
neonatus dari ibu dengan preeklampsia seperti pada kasus ini. 
Sebuah studi lampau menemukan bahwa hipertensi gestasional berhubungan
secara signifikan (p<0,001) dengan berat badan lahir yang lebih tinggi dengan odd
ratio (OR) 1,65  dan confidence interval (CI) 1,33 - 2,04 pada nulipara. Hipertensi
gestasional pada multipara, serta preeklampsia pada nulipara dan multipara tidak
berhubungan dengan berat badan lahir yang lebih tinggi. Akan tetapi, hipertensi
gestasional pada nulipara (OR 1,53; CI 1,17-1,99; nilai p <0,001), multipara (OR
1,44; CI 1,01-2,04; nilai p <0,05), preeklampsia pada nulipara (OR 1,78; CI 1,17-
2,72; nilai p<0,001) dan multipara (OR 2,17; CI 1,11-4,21; nilai p <0,05)
berhubungan dengan bayi BMK.5 Studi ini membedakan berat badan lahir yang lebih
tinggi dengan BMK mengingat bahwa pada preeklampsia berat, terminasi kehamilan
merupakan tatalaksana utama sehingga terdapat kemungkinan bahwa janin yang
dilahirkan belum mencapai aterm sehingga alhasil menggunakan istilah BMK lebih
tepat. Bila hanya menggunakan istilah makrosomia atau berat badan lahir yang lebih
tinggi, maka terdapat bias. Pada studi ini, diabetes gestasional dan obesitas telah
dieksklusikan sehingga bias confounding telah diminimalisir. 
Berkebalikan dengan hipotesis patofisiologi preeklampsia yang telah
dipaparkan, hasil studi tersebut mendukung temuan studi lama bahwa terjadi
peningkatan aliran darah pada sebagian pasien preeklampsia sebagai akibat dari
peningkatan curah jantung, sehingga aliran darah uteroplasenta ikut meningkat.14
Peningkatan aliran darah uteroplasenta dibuktikan dengan peningkatan klirens
metabolik dari dehidroisoepiandrosteron sulfat, sebuah parameter perfusi plasenta.5,15
Peningkatan aliran darah uteroplasenta akan meningkatkan berat badan janin
secara progresif sehingga rentang hipertensi (kurang lebih pada diastolik 90 mmHg)
tercapai dan hubungan tekanan darah maternal dengan berat badan janin menjadi
berbanding terbalik.5 Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa wanita dengan
preeklampsia awitan lanjut (trimester 3) memiliki aliran darah uteroplasenta yang
lebih besar secara signifikan sepanjang usia kehamilannya daripada ibu hamil
normotensif, sehingga janin yang mungkin saja diterminasi sebelum aterm adalah
bayi BMK. Studi yang lebih baru mengonfirmasi pernyataan ini dengan menggunakan
MRI, bahwa perfusi plasenta pada preeklampsia awitan lanjut lebih tinggi daripada
kehamilan non-preeklampsia pada usia gestasi yang sama (nilai p = 0,011).6
Terdapat penelitian lebih terbaru yang menemukan hal serupa bahwa penderita
preeklampsia yang melahirkan aterm berkemungkinan lebih tinggi untuk melahirkan
neonatus BMK, terutama bila ibu tersebut menderita obesitas menjelang persalinan.
Studi ini memiliki kekuatan penelitian yang baik, di mana jumlah populasi yang
dilibatkan cukup besar (77.294 ibu hamil dengan janin tunggal di mana 2.057
kehamilan di antaranya yang menderita preeklampsia dengan persalinan aterm). Akan
tetapi, penelitian tersebut tidak melaporkan awitan preeklampsia sampel, definisi
obesitas yang digunakan bukan diperuntukan bagi populasi Asia Pasifik, dan sampel
penelitian adalah orang kulit putih yang berbeda dengan populasi di Indonesia.7
Temuan ini mengindikasikan bahwa disfungsi plasenta kurang berperan dalam
sebagian kasus preeklampsia dengan janin BMK, yang dibuktikan dengan studi
morfologi dan eksperimental di mana plasenta pada preeklampsia awitan lanjut secara
morfologi serupa dengan plasenta pada kehamilan non-preeklampsia pada usia gestasi
yang sama.7 Hal ini menjelaskan bahwa mungkin sebagian besar kasus preeklampsia
dengan awitan lanjut lebih disebabkan oleh faktor maternal seperti obesitas daripada
faktor plasenta, sesuai dengan sebuah studi kohort berskala besar bahwa perawakan
ibu pendek dan IMT (indeks massa tubuh) yang tinggi meningkatkan risiko
preeklampsia.8
Sebuah studi di Indonesia tahun 2021 juga menemukan hal yang serupa, bahwa
terdapat asosiasi signifikan antara obesitas maternal dengan komplikasi kehamilan,
yang di antaranya adalah preeklampsia dan makrosomia. Kekuatan penelitian ini
adalah populasi sampel yang digunakan adalah populasi Indonesia, namun memiliki
jumlah sampel yang kecil (n=162) dan kriteria derajat obesitas yang digunakan tidak
dituliskan dalam studi.9 Studi lainnya menguatkan temuan tersebut, di mana
disimpulkan bahwa obesitas berhubungan dengan komplikasi maternal pada populasi
Perancis dan Kanada, di mana risiko tersebut meningkat seiring dengan peningkatan
derajat obesitas.10

Kesimpulan
Telah dilaporkan laporan kasus tentang Preeklamsia. Pasien dalam kasus ini
dikategorikan sebagai preeklamsia berat karena memenuhi kriteria diagnosis
preeclampsia sesuai rekomendasi ACOG 2013 dimana didapatkan hipertensi pada
usia kehamilan > 20 minggu dan proteinuria (+3) dan makrosomia karena berat bayi >
4000 gr.
Kehamilan dengan preeklamsia berat dengan makrosomia memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
perburukan yang dapat terjadi sewaktu-waktu, yang dapat menyebabkan mortalitas
dan morniditas ibu dan janin.

Saran
1. Pasien dengan riwayat preeklamsia dan makrosomia pada kehamilan sebelumnya
disarankan untuk melalukan antenatal care secara berkala
2. Suplemen kalsium dan aspirin dosis rendah (60-80 mg) disarankan pada wanita
hamil berisiko tinggi (riwayat preeklamsia sebelumnya, hipertensi kronis,
obesitas) pada akhir trimester pertama
DAFTAR PUSTAKA

1. Maternal mortality in 2005: Estimates developed by WHO, UNICEF, UNIFPA


and the World Bank, Geneva, World Health Organization, 2007. [cited 2
November 2021] Available from: http:
//www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241596213/en/
2. Preeclampsia: A Decade of perspective, building a global call to action.
Preeclampsia Foundation, Melbourne, Florida. November 2010. [cited 2
November 2021]. Available from: http:
//www.preeclampsia.org/component/content/article/149-
advocacy-awareness/332- preeclampsia-and-maternal- mortality-a-global-burden
3. SDKI. 2012. Survey Demografi Kesehatan Indonesia. [cited 2 November 2021].
Available from: http: //www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx? BeritaID=900
4. Puradin N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian preeklampsi di
ruang bersalin BLU-RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2013.
Manado: 2014.
5. Xiong X, Demianczuk NN, Buekens P, Saunders LD. Association of
preeclampsia with high birth weight for gestational age. Am J Obstet Gynecol.
2000; 183:148-55.
6. Jacquemyn Y, Martens G, Ruyssinck G. Association of preeclampsia with high
birth weight for gestational age. Am J Obstet Gynecol. 2002; 186:1105.
7. Rasmussen S, Irgens LM, Espinoza J. Maternal obesity and excess of fetal
growth in pre-eclampsia. BJOG-Int J Obstet Gy. 2014; 121:1351-8.
8. Sohlberg S, Stephansson O, Cnattingius S, Wikstrom A. Maternal body mass
index, height, and risks of preeclampsia. Am J Hypertens. 2012; 25:120-5.
9. Kahayani NE, Joewono HT, Wironegoro R. Maternal obesity increases risk of
preeclampsia and diabetes mellitus. Majalah Biomorfologi. 2021; 31:44-8.
10. Fuchs F, Senat M, Rey E, Balayla J, Chaillet N, Bouyer J, et al. Impact of
maternal obesity on the incidence of pregnancy complications in France and
Canada. Sci Rep. 2017; 7.
11. Himpunan Kedokteran Feto Maternal (HKFM). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Diagnosis dan Tata Laksana Pre-eklamsia. Jakarta: Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI); 2016.
12. Akanmode AM, Mahdy H. Macrosomia. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021.
13. The American  College of Obstetricians and Gynecologists. Macrosomia: ACOG
practice bulletin summary, number 216. Obstet Gynecol. 2020; 135:246-8.
14. Naeye RL. Maternal blood pressure and fetal growth. Am J Obstet Gynecol
1981;141:780-7.
15. Braunstein GD. Chapter 21 – Endocrine changes in pregnancy. In: Melmed S,
Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM. Williams textbook of endocrinology.
12th ed. Philadelphia: Elsevier/Saunders; 2012. p. 819-32.

Anda mungkin juga menyukai