Anda di halaman 1dari 40

Bagian Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

G1P0A0 Gravid 26-27 Minggu + Ketuban Pecah Dini

Disusun Oleh:
Suryanti Suwardi

Pembimbing:
dr. Prima Deri Pella, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane
(PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan
proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion
dan apoptosis membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.9 Salah satu
penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan
infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari
seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40
% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk
memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.

1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini,
yaitu ketuban pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 03 Juli 2016 pukul
19.10 Wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.

Anamnesis:
Identitas pasien:

Nama : Ny. LA
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan (swasta)
Suku : Jawa
Alamat : Samarinda
Masuk RS (MRS) : 03 Juli 2016

Identitas suami:
Nama : Tn. AR
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Jawa
Alamat : Samarinda

Keluhan Utama:

Keluar air – air dari jalan lahir


Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan keluar air-air jernih dan sedikit berbau dari jalan lahir sejak ± 1
jam sebelum masuk rumah sakit. Perut tidak terasa kencang-kencang. Lendir dan
darah tidak ada. Pasien hanya periksa 1x kehamilan pada usia kehamilan 2 bulan di
bidan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat hipertensi dan DM tidak ada
 Pernah dirawat inap di RS karena mengalami perdarahan sekitar 5 bulan yang
lalu

Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga pasien riwayat hipertensi dan DM tidak ada.

Riwayat Haid:

- Menarche usia 14 tahun


- Lama haid + 7 hari
- Jumlah darah haid : 2x ganti pembalut per hari
- HPHT : 06 Desember 2015
- TP : 13 September 2016

Riwayat Perkawinan:

Perkawinan pertama, lama menikah 1 tahun, pertama kali kawin saat usia 20 tahun.
Riwayat Obstetrik:

Jenis
Jenis Penolong Keadaan
Tahun Tempat Umur Kelamin
No Persali Persalina Anak
Partus Partus kehamilan Anak/
nan n Sekarang
BB

1 2016 Hamil ini

Kontrasepsi:

Belum pernah menggunakan kontrasepsi

Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB): 45 kg, Tinggi badan (TB): 150 cm.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 80 kali/menit
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit
 Suhu : 36,7 ºC

Status Generalisata
 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
 Telinga : tidak ditemukan kelainan
 Hidung : tidak ditemukan kelainan
 Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Thoraks :
 Jantung : dalam batas normal
 Paru-paru : dalam batas normal
 Abdomen :
 Inspeksi : cembung, linea nigra (+) striae (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas :
 Superior : edema (-/-), akral hangat
 Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi


 Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+).
 Palpasi : Tinggi fundus uteri : 18 cm.
 Leopold I : teraba bokong.
 Leopold II : punggung janin terletak di kanan ibu.
 Leopold III : teraba kepala.
 Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.
 His :-
 Auskultasi : Denyut jantung janin : 149 kali / menit
 Vaginal toucher : vulva/vagina normal, portio tebal konsistensi sedang,
pembukaan (-), ketuban (+) mengalir jernih, blood slym
(-)

Pemeriksaan Tambahan:

Laboratorium Darah Lengkap

Jenis
Hasil Lab Nilai Normal
Pemeriksaan

Hb 10,4 mg/gl 11,0-16,00 mg/dl


Ht 31,3 % 37-54%

BT 3’ 2-5’

CT 10’ 5-10’

Leu 8.800 μL 4000-10.000 μL

Tr 201.000 μL 150.000-450.000 μL

GDS 92 gr/dl 60-150 mg/dl

Ureum 20.0 10-40 mg/dl

Creatinin 0.5 0,5-1,5 mg/dl

HbsAg NR NR

112 NR NR

Proteinuria -

pH 8
Pemeriksaan USG

Kesimpulan :

• Janin tunggal hidup, presentasi kepala


• Plasenta di corpus posterior grade II, Air ketuban kurang
• UK : 26 – 27 minggu
• TBJ : 1020 gram

Diagnosis Kerja:

G1P0A0 gravid 26-27 minggu + janin tunggal hidup + presentasi kepala + belum
inpartu + KPD

Penatalaksanaan

- MRS
- Bed rest total
- IVFD RL 28 tpm
- Cefotaxime Inj 1gr/8jam
- Dexamethasone Inj 2amp/12jam
- Rencana USG
Follow up:

No Tanggal Follow up

1. 03/07/2016 S : keluar air-air P : (lapor dr. Sp. OG)

(19.10) O : TD = 110/70 mmHg, N= - Bed rest total


92x/menit, RR=16x/menit T= 36,7o - IVFD RL 28 tpm
C DJJ = 149x/menit - Cefotaxime Inj 1gr/8jam
- Dexamethasone Inj 2amp/12jam
A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +
- Rencana USG
janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

2. 04/07/2016 S : keluar air-air sedikit P:

O : TD = 110/80 mmHg, N= - IVFD RL 28 tpm


78x/menit, RR= 20x/menit, DJJ: - Cefotaxime Inj 1gr/8jam
134x/menit - Dexamethasone Inj 2amp/12jam
- Observasi TTV dan DJJ
A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +
janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

3. 06/07/2016 S : - P:

O : TD = 110/70 mmHg, N= - IVFD RL 28 tpm


76x/menit, RR= 18x/menit, DJJ: - Cefotaxime Inj 1gr/8jam
141x/menit - Dexamethasone Inj 2amp/12jam
- Observasi TTV dan DJJ
A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +
janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD
4 07/07/2016 S : keluar air-air sedikit P:

O : TD = 120/80 mmHg, N= - IVFD RL 28 tpm


88x/menit, RR= 16x/menit, DJJ: - Cefotaxime inj 1gr/8jam
146x/menit - Drip neurosanbe 1amp/hr
- Dexamethasone Inj 2amp/12jam
A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +
- Observasi TTV dan DJJ
janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

5 08/07/2016 S : keluhan (-) P:

O : TD = 110/80 mmHg, N= - Terapi lanjut


80x/menit, RR= 16x/menit

DJJ: 157 x/menit

A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +


janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

6 09/07/2016 S : keluhan (-) P:

O : TD = 110/70 mmHg, N= - Terapi lanjut


88x/menit, RR= 16x/menit, DJJ:
152x/menit

A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +


janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

7 10/07/2016 S : keluar air-air sedikit P:

O : TD = 110/60 mmHg, N= - Terapi lanjut


76x/menit, RR= 20x/menit, DJJ:
157x/menit

A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +


janin tunggal hidup + presentasi
kepala + belum inpartu + KPD

8 11/07/2016 S : keluar air-air sedikit P:

O : TD = 110/70 mmHg, N= - Terapi lanjut


80x/menit, RR= 20x/menit, DJJ:
146x/menit

A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +


janin tunggal hidup intrauterin+
presentasi kepala + belum inpartu +
KPD

9 12/07/2016 S : keluar air-air sedikit P:

O : TD = 110/80 mmHg, N= - Cefotaxime inj 1gr/8jam


88x/menit, RR= 18x/menit, DJJ: - Inf RL:D5  1:1  28 tpm
143x/menit - Drip Neurosanbe 1amp/hr
- Observasi TTV dan DJJ
A : G1P0A0 gravid 26-27 minggu +
- Rencana SC besok di OK IGD
janin tunggal hidup intrauterin+
presentasi kepala + belum inpartu +
KPD

Laporan Operasi

Diagnosis Pre Operatif G1P0A0 gravid 26-27 minggu + janin


tunggal hidup + presentasi kepala +
belum inpartu + Ketuban pecah dini

Diagnosis Post Operatif P1A0 janin tunggal hidup + presentasi


kepala + Air ketuban kurang

Macam Operasi Sectio Caesaria

Tanggal 13 – 07 – 2016

Laporan Operasi

 Asepsis lapangan operasi


 Duk steril dipasang
 Dibuat insisi mediana lapis demi lapis dinding abdomen
 Pisahkan plika vesica uterina secara tumpul dengan tangan operator
 Fiksasi blast dengan menggunakan hak blast
 Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim
 Dilakukan pemecahan ketuban dan kemudian dilakukan suction
 Meluksir janin mulai dari kepala janin,badan, dan kaki
 Mengusap kepala bayi dengan kassa steril, kemudian ulut dan hidung bayi
di suction
 Klem tali pusat kemudian dilakukan pemotongan tali pusat, dan kemudian
melakukan injeksi oksitosin sebanyak 10 UI pada uterus
 Melakukan manual plasenta untuk mengeluarkan plasenta
 Dilakukan pembersihan kavum uteri dengan kassa betadin dan pastikan
tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
 Dilakukan penjahitan segmen bawah rahim dengan menggunakan benang
cat gut plain 2.0
 Membersihkan kavum abdomen dengan cairan NaCl dan kemudian
dilakukan suction
 Menjahit lapisan abdomen lapis demi lapis
 Peritoneum menggunakan cat gut plain No 2.0
 Otot dijahit menggunakan cat gut plain No 2.0
 Fasia tranversalis dijahit menggunakan vicryl No 1.0
 Lemak menggunakan cat gut plain No. 2.0
 Kutis dengan menggunakan silk 3.0
 Permukaaan abdomen dibersihkan dengan Nacl 0,9 %
 Menutup luka dengan kassa steril dan diplester menggunakan leukomed
Operasi selesai

Instruksi Post Operasi IVFD RL : D5  1:1  28 tpm

Inj. Cefotaxime 1 gr/8jam

Inj. Antrain 1amp/8jam

Inj. Ranitidin 1amp/8jam

Observasi TTV dan KU

Laporan Persalinan

Bayi lahir pada pukul 11.20 WITA, jenis kelamin perempuan, dengan berat
badan lahir (BBL) 950 gram, panjang badan (PB) 38 cm, Apgar Score (A/S) 6/7, anus
(+), cacat (-)

Follow Up di Nifas
No Tanggal Follow up
1. 13/07/2016 S : nyeri post op P:

O : datar (+), TD: 110/70 mmHg, - IVFD RL : D5  1:1  28 tpm


N: 80x/menit, RR: 20x/menit - Inj. Cefotaxime 1 gr/8jam
- Inj. Antrain 1amp/8jam
A : P1A0 + post SC a/i KPD
- Inj. Ranitidin 1amp/8jam
- Observasi TTV dan KU

2. 14/07/2016 S : nyeri post op berkurang P:

O : soefl (+), BU (+) N, TD: - Cefotaxime Inj 1gr/8jam


120/80 mmHg, N: 88x/menit, RR: - As. Mefenamat 3x500mg tab
16x/menit - Biosanbe 1x1 tab
- Laxadin syr 1x1C (malam)
A : P1A0 + post SC a/i KPD
3 15/07/2016 S : nyeri post op (-) P:

O : soefl (+), TD: 110/800 mmHg, - Aff infus dan kateter


N: 78x/menit, RR: 20x/menit KRS

A : P1A0 + post SC a/i KPD

Follow Up Bayi
No Tanggal Follow up
1. 13/07/2016 S : - P:

O : BBL SC a/i KPD jam 11.20, - Continuos Positive Airway


A/S 6/7, BB: 950 gr, PB: 38 cm, Pressure (CPAP)
anus (+), cacat (-) JK: perempuan - IVFD D10 75cc/24jam
- Aminosteril 6% 16cc/hr
A : Neonatus Kurang Bulan,
- Ampicillin Inj 2x25mg
Kurang Masa Kehamilan
- Gentamysin Inj 5mg

2. 14/07/2016 S : KU lemah P:

O : gerak aktif menurun, menangis - Continuos Positive Airway


(+), abd soefl Pressure (CPAP)
- IVFD KN4A 85cc/24jam
A : Neonatus Kurang Bulan,
- Aminosteril 6% 16cc/hr
Kurang Masa Kehamilan
- Ampicillin Inj 2x25mg
- Gentamysin Inj 5mg
- Aminophilin Inj 2x2.5mg
- ASI 12x1cc

3 15/07/2016 S : KU lemah P:

O : gerak aktif menurun, menangis - Continuos Positive Airway


(+), abd soefl Pressure (CPAP)
- IVFD KN4A 85cc/24jam
A : Neonatus Kurang Bulan,
- Aminosteril 6% 16cc/hr
Kurang Masa Kehamilan
- Ampicillin Inj 2x25mg
- Gentamysin Inj 5mg
- Aminophilin Inj 2x2.5mg
- ASI 12x1cc

4 18/07/2016 S : KU lemah P:
O : gerak aktif menurun, menangis - Continuos Positive Airway
(+), abd soefl Pressure (CPAP)
- IVFD KN4A 85cc/24jam
A : Neonatus Kurang Bulan,
- Aminosteril 6% 16cc/hr
Kurang Masa Kehamilan
- Ampicillin Inj 2x25mg
- Gentamysin Inj 5mg
- Aminophilin Inj 2x2.5mg
- ASI 12x1cc

5 19/07/2016 S : KU lemah P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

6 20/07/2016 S : KU lemah P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

7 21/07/2016 S : KU lemah P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

8 22/07/2016 S : KU lemah P:
O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut
(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

9 25/07/2016 S : KU lemah, sesak(+) P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl
Observasi
A : Neonatus Kurang Bulan,
Kurang Masa Kehamilan

10 26/07/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

11 27/07/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis - Terapi lanjut


(+), abd soefl - IVFD KAEN 4A 100 cc/hr

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

12 28/07/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis -Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

13 29/07/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis -Terapi lanjut


(+), abd soefl
Cek GDS = 43 mg/dl
A : Neonatus Kurang Bulan,
Lapor dr SpA:
Kurang Masa Kehamilan
- Infus D10% 4 tpm
- Jam 18.00 cek ulang
- Cek ulang GDS jam 18.00 =
52mg/dl
- Terapi lanjut (Infus D10% 4 tpm)

14 01/08/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


(+), abd soefl

A : Neonatus Kurang Bulan,


Kurang Masa Kehamilan

15 02/08/2016 S : KU lemah, sesak(-) P:

O : gerak aktif menurun, menangis Terapi lanjut


lemah, abd soefl, anemis (+/+)
- Transfusi PRC 10cc (Hb 9.5)
A : Neonatus Kurang Bulan,
Kurang Masa Kehamilan
21.30
Pasien apneu
21.45
Pasien dinyatakan meninggal
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. KETUBAN PECAH DINI (KPD)


3.1.1. Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.2

3.1.2. Etiologi KPD


Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis,
serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5

3.1.3. Epidemiologi KPD


Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang
melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih
besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2

3.1.4. Patofisiologi KPD


Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2
Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.2
Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

3.1.5 Diagnosis KPD


Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4

2. Pemeriksaan dengan spekulum


Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.4

4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan
suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

3.1.6. Diagnosis Banding KPD


Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.4

3.1.7. Penatalaksanaan KPD


Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.7
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.8

Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7


Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.8
3.1.8. Komplikasi KPD
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.1
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.1
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1

3.1.9. Prognosis KPD


Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.2
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny. LA usia 21 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W. Sjahranie
Samarinda 03 Juli 2016 dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis G1P0A0 gravid 26-27 minggu + tunggal hidup + presentasi
kepala belum inpartu + KPD.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.

4.1. Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan
teori yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 1 jam SMRS.
Air-air tersebut jernih dan sedikit berbau. Perut tidak terasa kencang-kencang. Tidak
ada keluhan keluar lendir darah. Pasien hanya periksa 1x kehamilan pada usia
kehamilan 2 bulan di bidan
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga
diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta
belum ada pengeluaran lendir darah.
Teori Kasus
 Pasien merasa basah pada vagina.  Pasien datang dengan keluhan keluar
 Mengeluarkan cairan banyak tiba - air-air dari jalan lahir
tiba dari jalan lahir.  Riwayat keluar air ketuban dari jalan
 Warna cairan diperhatikan. lahir sejak 1 jam sebelum masuk rumah
 Belum ada pengeluaran lendir sakit.
darah dan berbau khas  Cairan yang keluar jernih dan sedikit
 His belum teratur atau belum ada. berbau.
 Belum ada pengeluaran lendir  Tidak ada keluhan perut kencang-
darah. kencang
 Tidak ada keluhan keluar lendir darah.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,7o C. Denyut
nadinya juga dalam batas normal, yaitu 80 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu
juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori Kasus
Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:
 Suhu ibu >38o C  Suhu ibu 36,7o C
 Nadi cepat  Nadi 80 kali / menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan karena sebelumnya pasien memiliki riwayat keluar air-air. Cairan yang
keluar berwarna jernih mengalir.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau
dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori Kasus
 Pemeriksaan dengan spekulum tampak  Tidak dilakukan pemeriksaan
keluar cairan dari OUE dengan spekulum.
 Tampak cairan keluar dari vagina  Riwayat keluar air ketuban.
 Cairan yang keluar diperiksa warna,  Cairan jernih, pH diperiksa dengan
bau dan pHnya (pH>7) kertas Lakmus (pH = 8)
 Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi.

4.4 Pemeriksaan Dalam


Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama
kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini selaput ketuban negatif tanpa adanya pembukaan.
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan
kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan
dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah
sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan : Pemeriksaan dalam dilakukan :
 Seminimal mungkin untuk mencegah  Saat pertama kali datang.
infeksi.  Untuk memantau kemajuan
 KPD sudah dalam persalinan. persalinan.
 KPD yang dilakukan induksi persalinan.  Selaput ketuban negatif
 Selaput ketuban negatif.
4.5 Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa
leukosit pasien dalam batas normal (8.300/ mm3) dan kesimpulannya bahwa air
ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus. Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah
4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes
nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis). pH air ketuban adalah 7 – 7,5.
Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Leukosit: 8.800
yanda-tanda infeksi  Dilakukan pemeriksaan pH
 Kertas lakmus merah berubah menjadi dengan tes lakmus, hasilnya pH 8
biru
 pH air ketuban adalah 7 – 7,5

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG pada kasus
KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada
kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada keadaan oligohidromnion.

Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk  Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG.
mengetahui tanda-tanda
 Janin tunggal hidup, presentasi kepala
infeksi
 Plasenta di corpus posterior grade II, Air
 USG untuk melihat jumlah
ketuban kurang
cairan ketuban dalam
 UK : 26 – 27 minggu
kavum uteri
 TBJ : 1020 gram
4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 1 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, telah dlakukan pemeriksaan USG
bahwa air ketuban kurang.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan
segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap
aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
Teori Kasus
 Pemberian antibiotik profilaksis dapat  Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu Cefotaxime
 Bila skor pelvik < 5, lakukan  Dilakukan SC dikarenakan hasil
pematangan serviks, kemudian USG menunjukkan air ketuban
induksi. kurang
 Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat.
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. LA yang berusia 21 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan G1P0A0
gravid 26-27 minggu + tunggal hidup + presentasi kepala + belum inpartu + KPD.
Pada pasien ini dilakukan persalinan secara SC dikarenakan hasil USG pasien
menunjukkan air ketuban yang kurang. Dan secara umum penegakkan diagnosis
maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/6174 2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses
pada tanggal 16 Juli 2012.
3. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
4. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65772733/KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
5. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
6. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
7. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
50265897/BAB-I.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
9. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.2014. Diambil dari situs
www.depkes.go.id/download.php?file.../infodatin/infodatin-ibu.pdf. Diakses
pada tanggal 1 agustus 2016.
10. Aisyah S.2012.Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini antara Primipara
dan Multipara. Jawa Timur: Universitas Islam Lamongan.

Anda mungkin juga menyukai