Anda di halaman 1dari 56

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

ABORTUS
1. Pengertian Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang
(Definisi) berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum
berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan
lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari), dihitung dari
hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai.

Abortus iminens – keadaan dimana perdarahan berasal dari intrauteri


yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dengan atau
tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa diatasi
serviks.
Abortus insipiens – keadaan perdarahan dari intrauteri yang terjadi
dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif, tetapi tanpa pengeluaran
hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.
Abortus inkompletus – keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil
konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.
Abortus kompletus – keluarnya seluruh hasil konsepsi sebelum umur
kehamilan lengkap 20 minggu.
Abortus spontan – pengeluaran hasil konsepsi tidak disengaja sebelum
umur kehamilan lengkap 20 minggu.
Abortus diinduksi – penghentian kehamilan sengaja dengan cara apa
saja sebelum umur kehamilan lengkap 20 miggu. Dapat bersifat terapi
atau non terapi.
Abortus terapeutik – penghentian kehamilan sebelum umur kehamilan
lengkap 20 minggu karena indikasi yang diakui secara medis, dan dapat
diterima secara hukum.
Abortus habitualis – terjadinya tiga atau lebih abortus spontan
berturut-turut.
Abortus terinfeksi – abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
Abortus septik – abortus yang terinfeksi dengan penyebaran
mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Missed abortion – abortus yang embrio atau janinnya meninggal dalam
uterus sebelum umur kehamilan 20 minggu, tetapi hasil konsepsi tertahan
dalam uterus selama 8 minggu atau lebih.
2. Anamnesa riwayat haid, gejala hamil, perdarahan pervaginam, nyeri
abdomen
3. Pemeriksaan Umum, abdomen, pelvis
Fisik
4. Kriteria Ada terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu . Pendarahan
Diagnosa per vaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi. Rasa sakit atau
keram perut di daerah atas simpisis.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 1


5. Diagnosa Abortus
6. Diagnosa Kehamilan ektopik, Hipermenore, Abortus mola hidatidosa, dan Mioma
Banding uteri bertangkai
7. Pemeriksaan HCG, USG, DPL, dan tes koagulasi.
Penunjang
8. Terapi  Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih
baik (IA), namun dianjurkan untuk membatasi aktivitas. Upayakan
untuk meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak
dianjurkan terapi dengan hormon Estrogen dan Progesteron. Dapat
diindikasikansirklase serviks pada trimester kedua untuk pasien dengan
inkompetensia serviks.
 Perdarahan subkhorionik dengan janin normal, sebagian besar
akan berakhir dengan kehamilan normal. Sebaliknya pada nir-mudigah
dianjurkan untuk evakuasi dengan obat misoprostol atau aspirasi.
 Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat. Karena tidak
ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat
diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi, analgetik
mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase
mungkin diperlukan.
 Pada keadaan inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah
keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi
segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko
infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum,
karena tidak memerlukan anestesi.
 Missed abortion sebaiknya dirawat di rumah sakit karena
memerlukan kuretase dan ada kemungkinan perdarahan banyak serta
risiko transfusi.
 Prinsip umum terapi abortus septik adalah:
Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat.
Volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan
perfusi jaringan yang adekuat.
Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan
laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim
9. Edukasi Perdarahan, Anemia, Abortus berulang, Tindakan Kuretase

10. Prognosis Ad Vitam : Bonam


Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar
Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI, JAKARTA, 2006.
Cuningham F.G.MD, Mac Donald P.C.MD, Garet N.F.MD, Abortion, William
Obstetric 18ed, Applenton & Large Connecticut p.489-509.
Jones, G.C. Jones H.W. Infertility recurret dan spontaneous abortion, In:
Novak’s Textbook of Gynaecology, tenth edition, p.659-730 William & Wilkins,
Baltimore/London 1961.
Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSUdr Soetomo
Surabaya. Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 2


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

DISTOSIA
1. Pengertian Kemajuan persalinan yang tidak memuaskan atau kemacetan. Distosia
(Definisi) dapat disebabkan oleh : Power, Passage dan Passanger.
2. Anamnesa Proses persalinan yang telah melampaui batas waktu tertentu.
3. Pemeriksaan Leopold dan Pemeriksaan Digital Vagina
Fisik
Penggunaan PARTOGRAM merupakan upaya deteksi dini kemacetan
dalam persalinan aktif (Evidence Level IIb-B)).
Partogram baru digunakan bila terdapat pembukaan serviks > 3 cm.
Distosia terjadi dalam kala I dan II
Fase persalinan : dalam kala I dan II sehubungan dengan proses
membukanya serviks ialah :
- Kala Laten : mulai pembukaan 0-diameter 3 cm
- Fase akselerasi : pembukaan 3 menjadi 4 cm
- Fase dilatasi maksimal : pembukaan 4 menjadi 9 cm
- Fase deselerasi : pembukaan lengkap sampai bayi lahir
Ukuran satuan waktu :
Fase laten : 8 jam
Fase akselerasi : 2 jam
4. Kriteria Fase dilatasi maksimal : 2 jam
Diagnosa Fase deselerasi : 2 jam
Kala II : primigravida 1 ,5 jam
Multigravida 1 jam
Parameter untuk menilai proses kemajuan persalinan :
- Pembukaan serviks dihubungkan dengan fase persalinan
- Ukuran satuan waktu setiap fase persalinan
- Turunnya presentasi janin ( bidang hodge atau station )
- Perubahan presentasi janin
- Perubahan posisi janin
- Molase dan dan kaput suksedaneum
- Persalinan normal adalah proses yang progresif yang berlangsung dalam
batas waktu tertentu. Apabila batas waktu tersebut dilampui tanpa diikuti
oleh kemajuan proses persalinan maka dianggap telah berlangsung
persalinan abnormal dan distosia.
5. Diagnosa Distosia
Kelainan tenaga
6. Diagnosa
Kelainan janin
Banding
Kelainan jalan lahir
7. Pemeriksaan Pemeriksaan USG
Penunjang

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 3


Disesuaikan dengan sebab distosia, misalnya :
- Akselerasi persalinan
- Ekstraksi
- Sc
8. Terapi Setelah melewati garis Waspada pada Partogram, penolong harus
menentukan pilihan berdasarkan diagnosis : amniotomi atau oksitosin.
Bila telah melewati garis tindakan maka penolong harus menentukan
apakah melakukan tindakan yang sesuai demikian pula tindakan pada kala
2. Pada kala 2 , episiotomi hendaknya dilakukan secara selektif (Ia-A).
partus lama, infeksi intrapartum, ruptura uteri, fistula, perlukaan jalan
lahir, asfiksia, cidera janin, bahkan kematian janin.
9. Edukasi
Tindakan persalinan ekstraksi vakum atau forsep dan operasi sectio
caesarea
Janin:
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
10. Prognosis
Ibu:
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar
Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI,
JAKARTA, 2006
2. Benson. Current -Obs & Gin Diagnostic & Therapy. 5th Edition,
11. Kepustakaan 1985, p. 925-945. Hange & Maruzeni. .
3. Danforth & Scott. Obstetrics & Gynecology. 5th Edition, 1986, p.
690-721.
4. William Obstetrics. XVII Edition, 1985, p : 641-732.
5. Standar pelayanan medis vol 1 edisi 2 1997

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 4


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

ENDOMETRIOSIS
1. Pengertian Gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan sebagai adanya
(Definisi) jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal.
2. Anamnesa Dysmenorea, dyspareunia, dyschezia, menorraghia, dan atau infertilitas
3. Pemeriksaan Inspeksi pada vagina menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan
Fisik pemeriksaan bimanual dan palpasi rektovagina
4. Kriteria Gejala Dysmenorea, dyspareunia, dyschezia, menorraghia, dan atau
Diagnosa infertilitas dan ditemukan gambaran endometriosis pada USG, MRI atau
laparoskopi.
5. Diagnosa Endometriosis
6. Diagnosa Colic Abdomen, ISK, Adenomyosis,Myoma uteri
Banding
7. Pemeriksaan Ultrasonografi transvaginal, MRI (Magnetic Resonance Imaging,) dan
Penunjang pemeriksaan marka biokimiawi (Sitokin, interleukin, IL-6, dan TNF-α)
8. Terapi TATALAKSANA KONSERVATIF NYERI ENDOMETRIOSIS
Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen,
sehingga salah satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan hormon
dengan obat seperti: pil kontrasepsi, progestin, GnRH agonis dan
aromatase inhibitor.
Progestin:
 Noretindron asetat, 5 sampai 20 mg per hari, efektif pada sebagian
besar pasien dalam meredakan dismenorea dan nyeri panggul
menahun. Efek samping yang ditimbulkan termasuk nyeri
payudara dan perdarahan luruh.
 Progestin intramuskular dan subkutan yang diberikan setiap 3
bulan diketahui efektif dalam menekan gejala endometriosis.
 Levonorgestrel 20 mg per hari yang terkandung dalam LNG-IUS
akan berefek pada atrofi endometrium dan amenorea pada 60%
pasien tanpa menghambat ovulasi.
 Didrogesteron 5-10 mg per hari sampai dengan 4 bulan telah
diteliti efektif untuk meredakan gejala endometriosis.
 Desogestrel 75 mg per hari diketahui efektif menurunkan skala
nyeri panggul (VAS) dibandingkan dengan kontrasepsi oral.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 5


GnRH

Danazol
Pemberian danazol mempunyai efek yang sebanding dengan GnRH
analog dalam mengurangi nyeri setelah pembedahan endometriosis
stadium III dan IV. Cochrane Review tahun 2009 melakukan kajian
terhadap 5 penelitian yang membandingkan danazol 3x200 mg dengan
MPA oral 100 mg/hari dan plasebo. Didapatkan perbaikan nyeri pasca
pengobatan 6 bulan dan efek tersebut menetap hingga 6 bulan pasca
penghentian pengobatan.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 6


TATALAKSANA BEDAH NYERI ENDOMETRIOSIS
LUNA pada nyeri karena endometriosis
Prosedur LUNA pada laparoskopi
Ablasi atau eksisi sekitar 1,5-2 cm bagian ligamentum sakrouterina di
insersi serviks.
Laparoskopi pre-sacral neurectomy pada nyeri karena endometriosis
Prosedur pre-sacral neurectomy pada laparoskopi
Saraf presakral merupakan bagian retroperitoneal superior dari pleksus
hipogastrika, berada di bawah bifurkasio aorta kurang lebih 3-4 cm
mengarah ke sacrum. Prosedur bedah PSN adalah melakukan eksisi
jaringan saraf antara peritoneum dan periosteum sebanyak paling tidak 2

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 7


cm.

Laparoskopi eksisi lesi endometriosis susukan dalam Prosedur eksisi


lesi endometriosis susukan dalam
Endometriosis susukan dalam didefinisikan sebagai massa padat yang
terletak lebih dari 5 mm di dalam peritoneum. Endometriosis susukan
dalam dapat mengenai ligamentum sakrouterina, dinding pelvis, septum
rektovagina, vagina, usus, kandung kemih atau ureter.

9. Edukasi Nyeri bersifat kronik dan menggangu kehidupan sehari-hari hingga


produktivitas kerja, terapi jangka panjang dan terus menerus.

10. Prognosis Ad Vitam : Bonam


Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia
11. Kepustakaan Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, KONSENSUS TATA
LAKSANA NYERI HAID PADA ENDOMETRIOSIS. POGI,
INDONESIA, 2013.
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 8
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

Preeklamsia
1. Pengertian Kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi
(Definisi) plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
aktivasi endotel dan koagulasi. Hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ
2. Anamnesa Hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan diatas 20 minggu dengan
gejala gangguan organ lain seperti nyeri kepala, gangguan visus, nyeri
hipokondrik kanan. Faktor risiko: Umur > 40 tahun, Nulipara, Multipara
dengan riwayat preeklampsia sebelumnya, Multipara dengan kehamilan
oleh pasangan baru, Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10
tahun atau lebih, Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan,
Kehamilan multiple, IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus),
Hipertensi kronik, Penyakit Ginjal, Sindrom antifosfolipid (APS),
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio, Obesitas
sebelum hamil
3. Pemeriksaan Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
Fisik diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 9


4. Kriteria Kriteria Minimal Preeklampsia
Diagnosa • Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
Dan
• Protein urin :Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik >positif 1

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
• Trombositopeni :Trombosit < 100.000 / mikroliter
• Gangguan ginjal :Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya
• Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
• Edema Paru
• Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV).

Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan


jika didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah in)i :
• Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
• Trombositopeni :Trombosit < 100.000 / mikroliter
• Gangguan ginjal :Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya
• Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
• Edema Paru
•Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
5. Diagnosa Pre Eklamsia
6. Diagnosa SLE, Penyakit ginjal primer, Penyakit hati primer
Banding
7. Pemeriksaan  Protein urin
Penunjang  DPL
 Fungsi liver, Fungsi ginjal
 USG
8. Terapi Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 10


evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
Level evidence II, Rekomendasi C
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
Level evidence IIb, Rekomendasi B
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
Level evidence II, Rekomendasi C
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu)
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
Level evidence II, Rekomendasi A

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 11


Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang
adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal
Level evidence II, Rekomendasi A
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
Level evidence I , Rekomendasi A
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif
Level evidence IIb , Rekomendasi B

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 12


PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 13
Magnesium Sulfat
1. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
eklampsia
2. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada pasien preeklampsia berat
Level evidence I, Rekomendasi A
3. Dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10 menit, dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau
setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk
melanjutkan pemberian magnesium sulfat.
4. Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas dan saturasi
oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang
berulang.

Antihipertensi
1. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg
Level evidence II, Rekomendasi A
2. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg
3. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine dan labetalol parenteral
Level evidence I, Rekomendasi A
4. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitrogliserin,
metildopa, labetalol
Level evidence I, Rekomendasi B
5. Dosis Anjuran
• Nifedipin: 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis
maksimum 30mg
• Nicardipin: Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5
mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 14


mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial rata –rata sebesar 25%
tercapai.
• Metildopa: 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum 3 g per hari

Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan ≤ 34 minggu untuk
menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal
Level evidence I a, Rekomendasi A
9. Edukasi Mengenal tanda-tanda bahaya preeklamsia, tatalaksana preeklamsia dan
hipertensi dalam kehamilan, komplikasi penyakit, dan prognosis penyakit
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
11. Kepustakaan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran;
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA PRE-EKLAMSIA. POGI,
INDONESIA, 2016.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 15


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

HYPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Pengertian Muntah yang berlebihan dalam kehamilan yang menyebabkan terjadinya:
(Definisi) Ketonuria
Penurunan Berat Badan ≥ 5%
2. Anamnesa muntah-muntah yang berlebihan lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau
setiap saat.
Perasaan tenggorokan kering dan halus
Kulit dapat menjadi kering ( tanda dehidrasi)
Berat badan turun dengan cepat
Pada keadaan yang berat timbul ikterus dan gangguan saraf.
3. Pemeriksaan Berat badan, tanda-tanda dehidrasi, dan ikterik
Fisik
4. Kriteria Muntah-muntah yang berlebihan, Tanda-Tanda Dehidrasi, Penurunan
Diagnosa Berat Badan, Ketonuria.
5. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum
6. Diagnosa -Hepatitis dalam kehamilan. - Gangguan hati. -Mola hidatidosa
Banding -Gangguan lambung -Gangguan pancreas
7. Pemeriksaan Laboratorium:
Penunjang Urinalisa lengkap
Gula darah
Elektrolit
Fungsi hati
Fungsi ginjal
USG: menilai dan memastikan bahwa kehamilan normal
8. Terapi • Penderita dirawat, berikan cairan per infus untuk rehidrasi.
• Obat anti emetik, intra muskuler atau per infus.
• Penderita dipuaskan sampai muntah telah berkurang, diukur jumlah
muntah ( cairan yang dimuntahkan) dan cairan yang diberikan dan
diuresis dalam 24 jam.
• Ukur balans cairan setiap hari.
• Konsultasi antar disiplin ilmu sesuai kondisi medis
9. Edukasi Dehidrasi, gangguan fungsi hepar dan febris, pola makan sedikit tapi
sering, dan gizi pada ibu hamil
10. Prognosis Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
Ad Fungsionam :Bonam
11. Kepustakaan 1. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr Soetomo
Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar
Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI,
JAKARTA, 2006
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 16
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

KEHAMILAN EKTOPIK
1. Pengertian Kehamilan dengan gestasi di luar kavum uteri.
(Definisi) Kehamilan ektopik merupakan istilah yang lebih luas daripada kehamilan
ekstrauteri; karena istilah ini juga mencakup kehamilan di pars
interstisialis tuba, kehamilan di kornu, dan kehamilan di serviks.
2. Anamnesa a. Amenorea atau terlambat haid.
b. Timbul sinkop dan gejala abdomen akut. Keadaan ini disebabkan
pendarahan intra peritoneal yang mendadak serta terjadinya hipovolemia
pada sirkulasi.
c. Nyeri perut, terutama nyeri unilateral. Gejala ini spesifik untuk
kehamilan tuba, tetapi nyeri bisa juga bilateral, dibawah perut pada 20-
25% penderita ada juga yang mengeluh nyeri bahu. Keadaan ini timbul
jika pendarahan peritoneum sudah mengiritasi diafragma.
d. Pendarahan vagina atau spoting. Gejala pendarahan dan atau
pendarahan bercak ini timbul hampir pada 75% kasus yang timbul 1 atau
2 minggu setelah keterlambatan haid. Sekalipun demikian riwayat
keterlambatan haid 6 – 8 minggu sebelum gejala sakit perut atau
pendarahan vagina.
e. Gejala tidak spesifik lainnya. Perasaan enek, muntah dan rasa tegang
pada mammae serta kadang-kadang gangguan defekasi.

3. Pemeriksaan Pemeriksaan Generalis:


Fisik a. Tanda-tanda syok
Hipotensi
Takikardi
Pucat, ekstremitas dingin
b. Abdomen akuta
Perut tegang pada bagian bawah.
Nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.

Pemeriksaan Ginekologi:
a. Serviks teraba lunak, nyeri tekan dan nyeri goyang.
b. Korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat.
c. Kavum douglasi menonjol oleh karena terisi darah.

4. Kriteria Amenore, nyeri perut, gejala akut abdomen, tanda-tanda syok, serviks
Diagnosa lunak dengan nyeri goyang portio, dan kovum douglas yg menonjol.
5. Diagnosa Kehamilan Ektopik
6. Diagnosa a. Methorhagia sebab kelainan ginekologik atau organik lainnya.
Banding b. Radang panggul

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 17


c. Neoplasma ovarium (putaran tangki, pecah, terinfeksi) dengan atau
tanpa kehamilan muda.
d. Korpus luteum hemoragis
e. Appendisitis
f. Abortus iminens
7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang Kadar hemoglobin, leukosit
Tes kehamilan bila baru terganggu

b. Dilatasi/Kuretase

c. Pemeriksaan USG
Terlihat kantong gestasi di luar kavum uteri dan atau deteksi genangan
cairan di kavum douglasi pada KE yang telah terganggu.

d. Pemeriksaan Kuldosentesis
Untuk mengetahui dalam kavum douglasi ada darah.

e. Pemeriksaan Laparoskopi
Pemeriksaan laporoskopi kelainan KET, infeksi pelvik, kisto ovarium
segera dapat dibedakan dengan jelas.
8. Terapi - Rawat inap segera.
- Penggantian darah dan pemberian cairan sebagai indikasi untuk
hipovolemik/anemia.
- Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila kantong gestasi tak lebih
dari 3 cm, dapat dipertimbangkan terapi dengan MTX 50 mg/minggu
yang dapat diulang 1 minggu kemudian bila janin masih hidup. Pasien
dapat berobat jalan setelah mendapat informasi bahwa keberhasilan terapi
medikamentosa hanya 85%. Bila ternyata tak terjadi ruptura, maka pasien
dapat diminta kontrol tiap minggu untuk USG dan pemeriksaan HCG.
Bila terjadi tanda nyeri/abdomen akut pasien harus segera di laparatomi.

- Operasi segera dilakukan setelah diagnosis dapat dipastikan :


 Kehamilan di Tuba dilakukan salpingektomi.
 Kehamilan di Kornu dilakukan ovorektomi atau salpingo
ovorektomia. Kehamilan di kornu dilakukan :
- Historestomi bila telah berumur > 35 tahun.
- Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa dapat
haid.
- Eksisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi.
 Kehamilan Abdominal :
- Bila mudah kantung dan plasenta diangkat.
- Bila besar atau susah (kehamilan abdominal lanjut), anak dilahirkan
dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.
9. Edukasi Syok yang irreversible, perlekatan, obstruksi usus, infertilitas, tindakan
laparotomy
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad Bonam

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 18


Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia
11. Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar Pelayanan
Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI, JAKARTA, 2006.
2. Friedman E.A. Gynecology Decision making, The C.V. Mosby
Company-Saint LouisToronto-London, 1983, p. 166-167.
3. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr Soetomo
Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008.
4. Russell J.B. The ethiology of ectopic pregnancy. Clin. Obstet &
Gynec. 30, No. 1, 191190: March 1987.
5. Seppala M., Purthonen M. The Use of HCG and other pregnan4
proteins in the diagnosis of ectopic pregnancy. Clin. Obstet & gynec. 30,
No. 1, ’148-154 : March 1987.
6. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 1998.
7. Wectein L.N. Clinical diagnosa of ectopic pregnancy. Clin Obstet &
Gynec., 30, No. 1, 236-244, March 1987.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 19


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

KETUBAN PECAH DINI


1. Pengertian Pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah
(Definisi) dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature
rupture of membranes (PPROM).
2. Anamnesa Waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran
persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya
3. Pemeriksaan Pemeriksaan digital vagina.
Fisik
Inspekulo dengan spekulum yang dilubrikasi terlebih dahulu dengan
lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak
menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk
menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah
janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran
serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual
4. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosa Anamnesis waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar dan usia gestasi
serta visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Jika
Tidak ditemukan visualisasi cairan amnion, lakukan tes pH dari forniks
posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret
vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior
vagina.

Ultrasonografi (USG)
Didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Pemeriksaan laboratorium
Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani
pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern dapat dipertimbangkan.
5. Diagnosa KPD
6. Diagnosa Flour Albus
Banding
7. Pemeriksaan  Ultrasonografi (USG)
Penunjang  DPL
 PH cairan vagina
 tes nitrazin dan tes fern
8. Terapi Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24-34 minggu
Mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik untuk

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 20


Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 30 minggu. Pada usia kehamilan
antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada mempertahankan
kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara signifikan
level of evidence Ib

Eritromisin perlu diberikan 10 hari paska diagnosis KPD preterm


level of evidence Ia

Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu


Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis
level of evidence Ib

KPD memanjang
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Pemberian
eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik. Pasien sebaiknya tetap
dalam perawatan sampai berada dalam fase aktif. Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan bila KPD memanjang (> 24 jam):

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 21


Manajemen Aktif

Persalinan harus dipikirkan pada usia gestasi 34 minggu.

Pada kehamilan ≥ 37 minggu, lebih dipilih induksi awal, oksitosin lebih


dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam.

Kortikosteroid antenatal harus diberikan pada wanita dengan KPD


Preterm.

Pemberian magnesium sulfat intravena pada 24-32 minggu segera dalam


12 jam sebelum persalinan prematur berhubungan dengan penurunan
insidens serebral palsi secara signifikan

Tokolisis pada kejadian KPD preterm tidak direkomendasikan

Penundaan klem tali pusar selama 30-60 detik (maksimal 120 detik)
berhubungan dengan angka transfusi untuk anemia, hipotensi, dan
perdarahan intraventrikel yang lebih sedikit dibandingkan dengan klem

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 22


segera (<30 detik).

9. Edukasi morbiditas fetal dan neonatal, mengevaluasi pilihan terminasi (induksi


persalinan) atau manajemen ekspektatif, Komplikasi Ibu dan janin.

10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad bonam


Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
11. Kepustakaan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran; Ketuban
Pecah Dini. POGI, INDONESIA, 2016.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 23


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

MOLA HIDATIDOSA
1. Pengertian Proliferasi sel trofoblas yang berasal dari kehamilan
(Definisi)
2. Anamnesa Terlambat haid disertai gejala-gejala kehamilan normal, kadang-kadang
gejala kehamilan tersebut berlebihan. Perdarahan pervaginam, uterus
membesar cepat, dan hipeemesis
3. Pemeriksaan Tanda – tanda Vital
Fisik Tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin
Tanda-tanda hipertiroidisme
4. Kriteria Perdarahan pervaginam, uterus membesar cepat, hiperemesis, kista lutein
Diagnosa menetap,toxemia, hipertiroid, dan emboli sel trophoblast.
Gambaran sarang tawon pada ultra sonografi menunjukkan mola
hidatidosa komplit, sedang pada mola parsial akan dijumpai gambaran
multikistik pada plasenta.Pada mola komplit umumnya dijumpai kista
lutein yang menetap. Keluarnya gelembung mola dari ostium.
5. Diagnosa Mola Hidatidosa
6. Diagnosa Hamil biasa
Banding Mioma dengan kehamilan
7. Pemeriksaan Pemeriksaan USG
Penunjang Beta hCG serum
Foto toraks
T3, T 4 dan TSH bila terdapat gejala hipertiroid
8. Terapi Evakuasi, tindakan evakuasi jaringan mola harus dilakukan sampai bersih,
karena residu sel trofoblas sering tetap tumbuh dan berkembang. Bila
tindakan kuret diyakini tidak bersih maka tindakan kuret ulangan dapat
dilakukan satu sampai dua mingu setelah kuret pertama. Tindakan
evakuasi dapat dilakukan dengan kuret hisap atau kuret tajam dan tumpul
atau kombinasi keduanya. Untuk mengurangi terjadinya perdarahan, pada
saat tindakan evakuasi sebaiknya diberikan infus berisi oksitosin, darah
dapat diberikan dengan indikasi.

Pasca tindakan evakuasi, harus dilakukan pengamatan kadar beta HCG


secara periodik, pengamatan ini untuk mendiagnosis terjadinya penyakit
trofoblas ganas secara dini.
9. Edukasi Penjelasan tentang stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan
kemungkinan komplikasi pengobatan.

10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad Bonam


Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan 6. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 24


Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI,
JAKARTA, 2006
7. Berkowitz RS, Goldstein DP in: Berek JS, Hacker NF. Practical
Gynecologic
8. Oncology. Williams&Wilkins 3rd ed. Baltimore 2002; 457-80.
Benedet JL, Nga HYS, Hacker NF. Staging classifications and
clinical practice guidelines of gynecologic cancer. FIGO
committee on Gynecologic Oncology andIGCS Guidelines
Committee. 2nd Ed. Elsevier, 2003: 122-4.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 25


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

MIOMA UTERI
1. Pengertian Tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo capsul, yang
(Definisi) berasal dari sel otot polos yang imatur
2. Anamnesa 1. rasa penuh atau berat di perut bagian bawah atau benjolan yang padat
dan kenyal.
2. gangguan haid atau perdarahan abnormal uterus (30%) : menoragi,
metroragi, dismenore
3. gangguan akibat penekanan tumor : disuria/polakisuri, retensio urine,
overflow incontinence,konstipasi, varices, edema tungkai
3. Pemeriksaan Palpasi abdomen : tumor daerah atas pubis atau abdomen bagian bawah
Fisik padat kenyal, berdungkul, tidak nyeri, berbatas jelas mobil bila tidak ada
perlekatan
Pemeriksaan bimanual bisa menyatu atau berhubungan dengan rahim
4. Kriteria Pemeriksaan fisik:palpasi Abdomen dan pemeriksaan bimanual.
Diagnosa Pemeriksaan USG
5. Diagnosa Mioma Uteri
6. Diagnosa Kehamilan
Banding Neoplasma ovarium
Endometriosis
Kanker Uterus
Kelainan bawaan rahim
7. Pemeriksaan v USG
Penunjang v Kuret dan pemeriksaan PA pada kasus perdarahan
v D/K bertingkat pada penderita disertai dengan pendarahan untuk
menyingkirkan patologi lain pada endometrium ( hiperplasia
endometrium atau adenokarsinoma endometrium)
v Tes kehamilan
8. Terapi Tergantung : ukuran tumor, keluhan atau komplikasi , umur dan paritas
1. ukuran myoma kurang dari 12 cm :
 tanpa keluhan : observasi 3-6 bulan, bila membesar atau
komplikasi pertimbangkan operasi
 dengan keluhan perdarahan ;
- koreksi anemi dengan tranfusi bila Hb< 8 gr%
- kuret bila Hb> 8gr% kecuali perdarahan profus
- tujuan kuret : menghentikan perdarahan, pemeriksaan PA
menyingkirkan kemungkinan keganasan atau penyakit lain, bila
tidak ganas tergantung umur dan paritas
- umur< 35th, ingin anak terapi konservatif, bila gagal operasi
- umur >35th , anak>2 dilakukan operasi
2. ukuran myoma lebih 12 cm

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 26


- operatif
- bila perdarahan kuret PA dulu setelah aneminya dikoreksi
- Antibiotika bila ada infeksi

1. konservatif
- bila anemi beri tablet zat besi tiap 8 jam /hari
- pemberian kombinasi vit sehari sekali
- diit TKTP
- pengawasan besar tumor dan keluhannya 3-6 bulan
- Dipertimbangkan obat untuk mengurangi kadar estrogen dan
progesteron dalam darah misal GnRH

2. operatif
- Bila masih ingin anak : miomektomi
- Usia 35-45 th histerektomi dan unilateral salfingooophorektomi
- Usia >45 th histerektomi dan bilateral salfingooophorektomi
9. Edukasi Pendarahan sampai anemi, Torsi pada yang bertangkai, Infeksi, nekrotik,
Degenerasi ganas, Infertilitas, Tindakan Operasi
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia
11. Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar Pelayanan
Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI, JAKARTA, 2006.
2. Lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr Soetomo
Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008.
3. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 1998.
4. Entman Stephen S. Leiomyoma and Adenomyosis. Novak’s
Textbook of Gynecology, 11th ed, Williams & Wilkins, Baltimore, 443-
450,1988.
5. Friedman EA, MD, Sc.D, Leiomyoma uteri gynecological decision
making. BC Decker Inc. Toronto, Philadelphia. 148, 1983.
6. Kistner RW, MD, Leiomyoma, gynecology Principles and Practice 3rd
Year Book Medical Publishers Inc, Chicago London. 225, 1975.
7. Novak Erab, MD and Wovdruff, JD, MD. Myoma and other benign
tumor of the uterus, gynecologic and obstetric pathology with clinical and
endocrine relation, 7ed WB. Saunders Co. Philadelphia, London Toronto,
243, 1974.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 27


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

PERDARAHAN ANTEPARTUM
1. Pengertian Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
(Definisi)
2. Anamnesa Pendarahan per vaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih,
timbulnya pendarahan per vaginam secara spontan tanpa melakukan
aktivitas akibat trauma pada abdomen, disertai nyeri atau tanpa nyeri
akibat kontraksi.
Riwayat solusio plasenta, perokok, hipertensi, dan multi paritas
3. Pemeriksaan Pemeriksaan:
Fisik Tekanan darah, nadi, pernafasan.
Obstetrik :
Periksa luar :
- Bagian bawah janin belum /sudah masuk PAP.
- Ada kelainan letak atau tidak ?
Inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan
serviks dan vagina?
Pendarahan fornises : hanya dikerjakan pada presentasi kepala.
4. Kriteria Visualisasi perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan lebih dari sama
Diagnosa dengan 20 minngu.
5. Diagnosa Perdarahan Ante partum
6. Diagnosa Solusio Placenta, Placenta previa.
Banding
7. Pemeriksaan USG, DPL, CT/BT, PT/aPTT, dan CTG
Penunjang
8. Terapi Medik dan Bedah
Tidak terdapat rejatan : usia gestasi kurang dari 10 minggu TBF < 2500
gram
I. Solusi Plasenta
A. Ringan :
Ekspektatif
- tunggu persalinan spontan, bila ada perbaikan, pendarahan
berhenti kontraksi uterus tidak ada, janin hidup
- Tirah baring
- Atasi anemia
- USG dan KTG serial kalau memungkinkan
Aktif
- Mengakhiri kehamilan, bila ada perburukan, perdarahan
berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dapat
mengancam janin/ibu
- Partus per vaginam (amniotomi/oksitosin infus)
- Bila pendarahan dan pelvik score < 5 atau persalinan masih lama> 6

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 28


jam seksio sesarea.
B. Sedang/ Berat:
 Resusitasi cairan
 Atasi anemia ( transfusi darah)
 PDMO:
a. Plasenta previa : partus per abdominal
b. Bukan Plasenta previa : partus per vagina ( ammoniotomi pitosin
infus)\
II. Vasa Previa:
Test Apt positif ( terdapat darah janin)
Dapat diraba pembuluh darah janin melalui spekulum amniokopi
Janin mati : partus per vaginam
Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal
III. Plasenta Previa
A. Bila perdarahan sedikit : dirawat sampai usia kehamilan > 36 minggu,
mobilisasi bertahap. Bila ada kontraksi, lihat penanganan persalinan
preterm
B. Bila perdarahan banyak
- resusitasi cairan
- Atasi anemia
- PDMO:
Plasenta previa totaslis : partus per abdominalà sekseio sesarea
Bukan plasenta previa totalis : partus per vaginam

1. Tidak terdapat renjatan dengan usia gestasi 37 atau lebih / TBF


2500 gram atau lebih
A. Solusio Plasentae
Ringan / sedang/ berat:
Partus per abdominal bila persalinan per vaginam diperkirakan
berlangsung lama
B. Plasenta Previa
- Plasenta previa totaslis à partus per abdominal: sekseio sesarea
- Bukan plasenta previa totalis : partus per vaginam
C. Vasa Previa
- Janin mati : partus per vaginam
- Janin hidup : pertimbangan partus per abdominal
2. Terdapat Renjatan
1. Solusio plasenta
- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah.
- Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamat yang
optimal. Bila renjatan dapat diatasi pertimbangkan untuk partus per
abdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan per vaginam
diperkirakan berlangsung lama
1. Plasenta previa
- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah.
- Bila tidak teratasi upayakan penyelamat optimal, bila teratasi partus per
abdominal.
9. Edukasi Perdarahan, Anemia, Kegawatdaruratan ibu dan janin, Tindakan operasi

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 29


dan persalinan.

10. Prognosis Ad Vitam : Dubi


Ad Sanationam : Dubia
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan 1. Cunninghan, Mac Donald, Cant. William. Obstetrics. Eigteenth Ed.
Appleton & lange, 1989.
2. Friedman, Acker, Sachs, Obstetrical Decision Making. Second Ed.
Manly, Graphic Asian Edition, 1988.
3. Jeanty, Romeo, Obstetical Ultrasound. Mcgraw-Hill Inc., 1984.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 30


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

RADANG PANGGUL
(PELVIC INFLAMATORY DISEASE)
1. Pengertian Penyakit peradangan dari saluran genitalia bagian atas.
(Definisi)
2. Anamnesa - Demam
- Nyeri suprasimpisis (Rasa nyeri biasanya bilateral dan berat)
- nyeri tekan dan kekakuan otot bagian dalam peryt
- Dapat disertai menoragia dan metroragia

3. Pemeriksaan - Suhu diatas 38° C


Fisik - Adanya pus dan kavun peritonel yang didapat dengan kuldosentesis
maupun laparoskopi
- Adanya abses pelvik dengan pemeriksaan bimanual
4. Kriteria A. Ketiga gejala klinik dibawah ini harus ada :
Diagnosa 1. Nyeri tekan pada abdomen, dengan atau tanpa reboun
2. Nyeri bila servik uteri digerakkan
3. Nyeri pada adneksa
B. Bersamaan dengan satu atau lebih tanda-tanda dibawah ini :
1. Negatif gram diplokok pada sekret endoserviks
2. Suhu diatas 38° C
3. Lekositosis lebih dari 10.000 per mm³
4. Adanya pus dan kavun peritonel yang didapat dengan kuldosentesis
maupun laparoskopi
5. Adanya abses pelvik dengan pemeriksaan bimanual maupun USG
5. Diagnosa Radng panggul
6. Diagnosa 1. Kehamilan ektopik terganggu
Banding 2. Abortus septikus
3. Torsi kista ovarii atau ruptura kista.
4. Endometriosis
5. Apendisitis
7. Pemeriksaan DPL
Penunjang USG
Microbiologi/pewarnaan gram
8. Terapi Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi
1. Pengobatan rawat jalan
Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita radang panggul
derajat I.
a. Antibiotik : sesuai dengan buku Pedoman Penggunaan Antibiotik RSI
”Hasanah” Muhammadiyah Mojokerto
- Ampisilin 3,5 g/sekali p.o/sehari selama I hari dan Probenesid 1 g sekali
p.o/sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 31


7-10 hari, atau
- Amoksilin 3 g p.o sekali hari selama I hari dan Probenesid 1 g p.o sekali
sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Amoksilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7
hari, atau
- Tiamfenikol 3,5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari. Dilanjutkan 4 x 500
mg/sehari p.o selama 7-10 hari, atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
- Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
- Eritromisin 4 x 500 mgfhari p.o selama 7-10 hari.
b. Analgesik dan antipiretik.
- Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau
- Metampiron 3 x 500 mg/hari.
Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi
1. Pengobatan rawat jalan
Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita radang panggul
derajat I.
a. Antibiotik : sesuai dengan buku Pedoman Penggunaan Antibiotik RSI
”Hasanah” Muhammadiyah Mojokerto
- Ampisilin 3,5 g/sekali p.o/sehari selama I hari dan Probenesid 1 g sekali
p.o/sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama
7-10 hari, atau
- Amoksilin 3 g p.o sekali hari selama I hari dan Probenesid 1 g p.o sekali
sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Amoksilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7
hari, atau
- Tiamfenikol 3,5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari. Dilanjutkan 4 x 500
mg/sehari p.o selama 7-10 hari, atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
- Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
- Eritromisin 4 x 500 mgfhari p.o selama 7-10 hari.
b. Analgesik dan antipiretik.
- Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau
- Metampiron 3 x 500 mg/hari. hari.
b. Analgesik dan antipiretik.
Khusus untuk abses tubo-ovarial, pada dasarnya adalah pemberian
antibiotik lebih dulu dan baru kemudian dilakukan pembedahan.
Abses tubo-ovarial yang pecah, dianggap kasus abdomen akut, sehingga
perlu segera dilakukan pembedahan untuk dilakukan pengangkatan
genitalia interna, pasang drain
9. Edukasi Penjelasan tentang beratnya penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan
dan kemungkinan komplikasi pengobatan seperti infertilitas.

10. Prognosis Bervariasi, tergantung kondisi klinis


11. Kepustakaan 1. Faukner.S dan Soman M.”Pelvic Inflammatory Disease” manual of ,
outpatient Gynecology. Little Brown & Co, 1986, p.29-38.
2. Hare M.J,.Genital Tract Infection in Women. Churenhil Livingstone,
New York, 1988.
3. Jones H.W, Wentz A.C. et al. Novak Textbook of Gynecology, 11`h
edition, William & Wilkins 188, p.507-524.
4. Hacker F.N, Moore J.G. Essential of Obstetrics and Gynecology.
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 32
W.B.Saunders Company 1986, p.304-310.
5. Handaya. Etiologi dan diagnosis penyakit radang pelvik. Seminar,
radang Pelvik, Jakarta Oktober 1987.
6. Khoo S.K. Pelvik Inflammatory Disease. Journal of Paed.Obs &`
Gynecology, Nov/Des, 1986, p.29-39.
7. Mattingley, R.F. Te Linde’s Operative Gynecology. Sixth Ed. Harper
& Row Publ, Asia 1985.
8. Moh. Dikman Angsar, Diagnosa Radang Panggul. Simposium
Penyakit Radang Panggul Pelvik, Denpasar 1988, hal.7-12.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 33


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


1. Pengertian Ketidak mampuan janin mempertahankan pertumbuhan yang diharapkan
(Definisi) sesuai dengan kurva pertumbuhan yang telah terstandarisasi dengan atau
tanpa adanya KMK (Kecil Masa Kehamilan).

Dapat diklasifikasikan menjadi simetris dan asimetris. PJT simetris


adalah janin yang secara proporsional berukuran badan kecil. Gangguan
pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu yang
sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Sementara itu
PJT asimetris adalah janin yang berukuran badan tidak proporsional,
gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, sering
disebabkan oleh isufisiensi plasenta.
2. Anamnesa Lingkungan sosio-ekonomi rendah, adanya riwayat PJT dalam keluarga,
riwayat obstetri yang buruk, dan berat badan sebelum dan selama
kehamilan yang rendah, riwayat penyakit kronis, riwayat
Antiphsopholipid syndrome (APS), minum jenis obat-obatan tertentu
seperti coumarin dan hydantoin, perdarahan pervaginam, kelainan
plasenta, partus prematur, kehamilan ganda dan kurangnya penambahan
berat badan selama kehamilan.
3. Pemeriksaan Palpasi abdomen dan mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang
Fisik dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal sejak umur
kehamilan 20 minggu sampai aterm.
4. Kriteria 1. Gerak janin berkurang
Diagnosa 2. TFU < 3 cm TFU normal sesuai usia kehamilan
3. Pertambahan berat badan < 5 kg pada usia kehamilan 24 minggu atau <
8 kg pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
4. Taksiran berat janin < 10 persentil
5. HC/AC > 1
6. Volume cairan ketuban berkurang (ICA < 5 cm atau cairan amnion
kantung tunggal terdalam < 2 cm)
7. USG Doppler ditemukan absent end diastolic flow (AEDF) dan
reversed end diastolic flow (REDF)
5. Diagnosa Pertumbuhan Janin Terhambat
6. Diagnosa Bayi kecil sehat, janin dengan kelainan kromosom, cacat bawaan atau
Banding infeksi intrauterin
7. Pemeriksaan  USG
Penunjang  USG Doppler
 CTG
 Profil Biofisik
8. Terapi A. Penatalaksanaan pada Kehamilan Aterm
1. Pemantauan Janin (surveillance)

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 34


USG Doppler pada arteri umbilikalis pada kehamilan risiko tinggi
mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal. ICA < 5 cm, indeks
kantung terdalam < 2 cm memiliki kaitan dengan meningkatnya risiko
skor apgar <7 pada 5 menit pertama dan meningkatnya mortalitas
perinatal.

2. Penatalaksanaan Persalinan
Jika End Diastolic (ED) masih ada, persalinan ditunda sampai umur
kehamilan 37 minggu. Jika didapatkan AEDF atau REDF maka
pemantauan janin harus ketat. Jika didapatkan pemantauan lain (profil
biofisik, venous Doppler) abnormal maka segera dilakukan terminasi
kehamilan. Jika umur kehamilan > 34 minggu, meskipun yang lain
normal, terminasi perlu dipertimbangkan.
Pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan bila umur kehamilan <
36 minggu untuk mengurangi kejadian RDS (Peringkat bukti IA). Pada
kasus PJT asimetris, terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria
apabila skor pelvik <5, dan dapat pervaginam apabila skor pelvik Bishop
> 5.
Terminasi kehamilan pada PJT segera dilakukan apabila janin termasuk
PJT berat, gambaran Doppler velocimetry a atau v umbilikalis abnormal
(IP ≥ 1,8) yang disertai AEDF/REDF, ICA ≤ 4, profil biofisik abnormal,
gambaran deselerasi lambat pada KTG, dan gambaran Doppler a. Uterina,
MCA, DV abnormal.

3. Terapi Lain
Bed rest masih dipertanyakan manfaatnya, Bed rest justru dapat
menyebabkan tromboemboli. Terapi nutrisi dengan diet tinggi protein,
balanced energy/protein supplementation (protein < 25% energi total)
dikatakan dapat mengurangi PJT. Pemberian oksigen, dekompensasi
abdomen dan pemberian obat-obatan seperti channel blocker, beta
mimetic dan magnesium belum memiliki bukti ilmiah yang kuat dalam
mencegah PJT. Pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi
tidak meningkatkan luaran perinatal. Pemberian aspirin pada kehamilan
risiko tinggi tidak mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi angka
preterm.
Menurut The Cochrane Library, Issue 3, 2005, bed rest, nutrisi, oksigen,
betamimetic, Ca channel blocker dan hormon belum memiliki cukup
bukti mengenai efeknya untuk pengobatan kehamilan dengan janin KMK.
Pemberian kortikosteroid pada kehamilan 24-36 minggu dapat
menurunkan kejadian sindroma distres pernafasan.
(RDS). (Peringkat bukti IA, rekomendasi A)

B. Penatalaksanaan pada Kehamilan Preterm


1. Usia Kehamilan <32 minggu
Mengklasifikasikan PJT berdasarkan etiologi seperti infeksi, adanya
kelainan bawaan, ataupenurunan sirkulasi feto-plasenter. Menentukan
tipe PJT apakah termasuk tipe simetris atau
asimetris. Melakukan penatalaksanaan terhadap semua kondisi maternal
seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan nutrisi,
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 35
mengurangi rokok dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat tidur miring.

Lakukan pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler


velocimetry arteri umbilikalis setiap 3 minggu sampai usia kehamilan 36
minggu atau sampai timbul keadaan oligohidramnion dan dilakukan
pemeriksaan profil biofisik setiap minggu termasuk NST, diikuti dengan
NST saja pada minggu yang sama.

Jika ditemukan keadaan seperti ICA < 2,5 persentil dengan


Doppler velocimetry arteri umbilikalis normal dan Doppler velocimetry
arteri umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik (REDF), maka pasien
dipantau ketat di rumah sakit. Jika pada pasien ditemukan Anhydramnion
(tidak ada poket) pada usia kehamilan 30 minggu atau lebih, adanya
deselerasi berulang, selama 2 minggu, tidak ada pertumbuhan janin dan
paru janin sudah matang, dan pada pemeriksaan Doppler velocimtery
adanya AEDF atau REDF, maka sudah terpenuhi syarat untuk dilakukan
terminasi kehamilan segera.

2. Usia Kehamilan > 32 minggu


Lakukan klasifikasi berdasarkan etiologi dan tentukan
tipe PJT apakah termasuk tipe simetris atau asimetris. Kemudian terapi
semua keadaan maternal seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan
nutrisi, mengurangi rokok dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat tidur
miring.

Lakukan pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler


velocimetry arteri umbilikalis setiap 3 minggu dan pemeriksaan profil
biofisik setiap minggu termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada
minggu yang sama. Jika ditemukan keadaan seperti ICA ≤ 5 cm atau
profil biofisik yang equivokal (6/10) pasien di rawat di rumah sakit untuk
dilakukan observasi ketat.

Jika pada pasien ditemukan keadaan seperti oligohidramnion (ICA < 5


cm), umur kehamilan 36 minggu atau lebih, Oligohidramnion pada usia
kehamilan < 36 minggu dikombinasi dengan Doppler velocimetry arteri
umbilikalis, adanya abnormalitas Doppler velocimetry a. Umbilikalis
seperti: Doppler velocimetry a. umbilikalis REDF setelah 32 minggu,
Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF setelah 34 minggu, jika AEDF
pada < 34 minggu, maka penilaian profil biofisik dilakukan dua kali
seminggu,.

AEDF dan NST abnormal dan AEDF dan oligohidramnion, merupakan


beberapa indikasi dilakukannya terminasi segera.
Pemeriksaan profil biofisik dikatakan abnormal apabila kurang
atau sama dengan 4/10, dan jika profil biofisik equivokal (6/10), pasien
dapat diobservasi dan pemeriksaan diulangi 4-6 jam, jika hasilnya masih
equivokal maka kehamilan segera diterminasi.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 36


Secara garis besar, pada usia kehamilan 32-36 minggu perawatan
konservatif masih dapat dipertimbangkan.
9. Edukasi Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi
daripada kehamilan yang normal.

10. Prognosis Ad Vitam : Dubia


Ad Sanationam : Dubia
Ad Fungsionam : Dubia
11. Kepustakaan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran;
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT. POGI, INDONESIA,
2016.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 37


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM: OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

KEHAMILAN POST DATE


1. Pengertian Kehamilan 42 minggu lengkap atau 294 hari dari periode haid terakhir (
(Definisi) 280 hari dari konsepsi )
2. Anamnesa HPHT, riwayat penggunaan obat-obat induksi ovulasi, pemakaian
hormonal kontrasepsi, riwayat ANC (USG), dan saat mulai dirasakannya
gerakan janin oleh si ibu (”Quikening”).
3. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri.
Fisik
4. Kriteria Kehamilan 42 minggu lengkap mengacu pada hasil ultrsonografi pada
Diagnosa trimester 1.
Atau

Kehamilan yang lamanya melebihi 42 minggu ( 294 hari ) dihitung dari


hari pertama haid terakhir atau 14 hari setelah perkiraan tanggal
persalinan yang dihitung menurut rumus NAEGELE, dengan asumsi
siklus haidnya 28 hari.

5. Diagnosa Kehamilan Post Date


6. Diagnosa Persalinan Aterm
Banding
7. Pemeriksaan -USG : Pengukuran biometrik janin / letak plasenta. Deteksi kelainan
Penunjang cacat bawaaan, pengukuran jumlah air ketuban dengan ”Amniotik fluid
index” ( AFI ).
- Pemantauan detik jantung janin : ”Non Strees Test” ( NST ) / ”Stress
Test”.
- Penentuan maturasi janin dengan pemeriksaan cairan ketuban ( ”shake
test” atau L/S rasio ) harus dikerjakan bila pemeriksaan USG
menunjukkan usia kehamilan 35 minggu.
- Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan Skor
pelvik ( PS ) menurut cara Bush op.
- Amnioskopi untuk menentukan warna air ketuban ( bila mana perlu
dilakukan amniotomi ).
8. Terapi Pada prinsipnya dilakukan:
Pemantauan fetus.
Induksi persalinan.
Prognosis untuk janin lebih baik dibanding dengan
manajemen ekspektatif, induksi sebaiknya dilakukan pada
kehamilan 41 minggu.
Merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan :
berdasarkan hasil penilaian kesejahteraan janin.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 38


1. Penilaian Kesejahteraan Janin jelek :
a. Bila Skor pelvik : matang (> 5)
Amniotomi : jernih ————–> Drip oksitosin
keruh ————–> Seksio Sesar
b. Bila Skor Pelvik belum matang ( < 5 ) –> SC
2. Penilaian Kesejahteraan Janin ragu-ragu :
a. Biala Skor Pelvik : matang ( PS > 5)
Amniotomi : jernih ————–> Drip oksitosin
keruh ————–> Seksio Sesar
b. Bila Skor Pelvik belum matang (< 5)
Tirah baring 1 hari kemudian penilaian kesejahteraan janin di ulang hari
berikutnya.
Bila hasilnya jelek ——–> Seksio Sesar
ragu-ragu ——–> Seksio Sesar
baik ——-> Penilaian kesejahteraan secara ini –> sampai induksi
persalinan memungkinkan.( PS > 5 )
3. Penilaian Kesejahteraan Janin baik
Bila Skor pelvik : matang ( > 5) drip oksitosin tanpa
amniotomi.
Bila Skor pelvik belum matang ( PS < 5).
Tunggu dengan melakukan penilaian janin secara seri, dilakukan NST
sekurangkurangnya 1 x seminggu s/d PS > 5 untuk dilakukan drip
oksitosin.
Bila hasil penilaian kesejahteraan janin secara seri ragu-ragu atau jelek
lihat bagan penilaian kesejahteraan janin ragu-ragu atau jelek.
CATATAN:
1. Bila drip oksitosin dinyatakan gagal pada kasus-kasus dengan
amniotomi dilakukan seksio sesar, pada kasus-kasus tanpa amniotomi
keesokan harinya dilakukan penilaian kesejahteraan janin ulang
kemudian dilihat hasil penilaian kesejahteraan janin dan diikuti bagan
skema penilaian kesejahteraan janin seperti diatas.
9. Edukasi Janin distress, asfiksia. IUFD, Sectio Caesaria.

10. Prognosis Janin


Ad Vitam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia
Ibu
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan
Kedokteran Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran;
PERDARAHAN PASCA SALIN. POGI, INDONESIA, 2016.
2. Lagrew D.C, Freeman R.K. Management of postdate pregnancy Am J
Obstet Gynecol. 1986; 154: 8-13.
3. Phelan J.P. The Post dat Pregnancy : An overview Clinical Obstetrics
and Gynecology. Editors : Pitkin R.M. Scott J.R. 1989 ; 32 : 221-7.
4. AHM M.O., Phelan J.P. Epidemiologic Aspect of the Postdate
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 39
Pregnancy Clinical Obstetri and Gynecology. Editors : pitkin R.M., Scott
J.R. 1989 ; 32: 228-34.
5. Sims M.E., Wlather F.JK. Neonatal morbidity and mortality and Long-
term out-come of postdate infants. Clinical Obstetrics and Gynecology.
Editor itkin R.M. Scott J.R. 1989 ; 32 : 285-93.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 40


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


1. Pengertian Kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan
(Definisi) pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.

Dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus (tone),


robekan jalan lahir (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah (tissue), dan
gangguan faktor pembekuan darah (thrombin)
2. Anamnesa Perdarahan dari jalan lahir setelah bersalin, waktu mulai perdarahan, cara
persalinan, riwayat ANC
3. Pemeriksaan Perkiraan jumlah darah secara visual atau kuantitatif, Tekanan darah,
Fisik nadi, laju respirasi, jumlah urin, tinggi fundus dan tonus uterus, dan
pemeriksaan visual digital vagina,

4. Kriteria Perdarahan dari jalan lahir >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau
Diagnosa >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.

Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun


mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang
(1000-2000 ml) atau berat (>2000 ml).

Dapat diklasifikan menjadi PPS primer {primary post partum


haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum haemorrhage).
Perdarahan pasca-salin primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama pasca-salin, sedangkan PPS sekunder merupakan
perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut

5. Diagnosa Perdarahan pasca salin


PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 41
6. Diagnosa Menometroragi, perdarah pada kanker serviks.
Banding
7. Pemeriksaan  USG
Penunjang  DPL
 Elektrolit
 Golongan Darah
 CT/BT atau PT/Aptt
8. Terapi Penatalaksanaan dilakukan dengan prinsip “HAEMOSTASIS”, yaitu:

Ask for HELP


Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis menjadi
sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan
monitoring dan pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter
koagulasi adalah data yang penting
untuk penentuan tahap tindakan berikutnya.

Assess (vital parameter, blood loss) and Resuscitate


Segera nilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan
menentukan derajat perubahan hemodinamik.
Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen harus
dimonitor.
Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera
diambil spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan
darah, elektrolit, penentuan golongan darah, serta crossmatch (RIMOT =
Resusitasi, Infus 2 jalur, Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan
darah, Oksigen, dan Team
approach). Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil
menunggu hasil crossmatch.

Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (Oxytocin,


Ergometrin or Syntometrine bolus IV/ IM
Tentukan etiologi PPS. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di
abdomen, bila ada risiko trauma (bekas seksio sesarea, partus buatan yang
sulit) atau bila kondisi pasien lebih buruk daripada jumlah darah yang
keluar. Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta. Bila
perdarahan akibat morbidly adherent placentae saat seksio sesarea dapat
diupayakan haemostatic sutures, ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi
arteri uterina. Bila retensio plasenta/sisa plasenta terjadi setelah
persalinan pervaginam, dapat digunakan tamponade uterus sementara
menunggu kesiapan operasi / laparotomi.

Massage the uterus


Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera
ditangani dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika.
Bila uterus tetap lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 42


Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial
Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc normal salin
dengan kecepatan 125 cc/jam (peringkat bukti IA, rekomendasi A).
Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner
hingga edema otak yang pada
akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul
karena efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect sehingga
monitoring ketat masukan dan keluaran cairan sangat esensial dalam
pemberian oksitosin dalam jumlah besar.
Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat diberikan
secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan),
dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian
dapat diulang setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal
adalah 1 mg atau 5 dosis per hari. Kontraindikasi pada pemberian
ergometrin yaitu preeklampsia, vitiumcordis, dan hipertensi (peringkat
bukti IA, rekomendasi A). Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat
diberikan misoprostol per rektal 800-1000ug.
Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan juga
diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan
faktor pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 43


FFP (15 mL/kg) setiap 6 unit
darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan transfusi
trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai
dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).

Shift to theatre – exclude retained products and trauma/ bimanual


compression (konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke
ruang operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa
plasenta atauselaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera
lakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dapat dilakukan selama
ibu dibawa ke ruang operasi

Tamponade balloon/ uterine packing (konservatif; non-pembedahan)


(peringkat bukti II, rekomendasi B)
Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya
koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus
dapat membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat
memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan. Dapat dilakukan
tamponade test dengan menggunakan Tube Sengstaken yang mempunyai
nilai prediksi positif 87% untuk menilai keberhasilan penanganan PPS.
Bila pemasangan tube tersebut mampu menghentikan perdarahan berarti
pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih lanjut. Akan tetapi, bila
setelah pemasangan tube, perdarahan masih tetap masif, maka pasien
harus menjalani tindakan bedah. Pemasangan tamponade uterus dapat
menggunakan Bakri SOS baloon dan tampon balon kondom kateter.
Biasanya dimasukkan 300-400 cc cairan untuk
mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti.
Balon tamponade Bakri dilengkapi alat untuk membaca tekanan
intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai tekanan mendekati
tekanan sistolik untuk menghentikan perdarahan.
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 44
Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan
konservatif)
Keputusan untuk melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan
informed consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan
dilakukan di ruang operasi. Penting sekali kerja sama yang baik dengan
ahli anestesi untuk menilai
kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah
upaya konservatif gagal. Apabila tindakan B-Lynch tidak berhasil,
dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.

Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/


internal iliac (pembedahan konservatif) (peringkat bukti II,
rekomendasi B)
Ligasi a. uterina dan ligasi a. Hipogastrika.

Interventional radiologis, if appropriate, uterine artery embolization


(pembedahan konservatif) (peringkat bukti II, rekomendasi B)

Subtotal/ total abdominal hysterectomy (non-konservatif)


(peringkat bukti II, rekomendasi B)
9. Edukasi Kegawat daruratan PPS, kemungkinan pengangkatan rahim, komplikasi
penyakit, dan prognosis penyakit
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia
11. Kepustakaan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran;
PERDARAHAN PASCA SALIN. POGI, INDONESIA, 2016.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 45


KEHAMILAN PREMATURE
1. Pengertian Persalinan neonatus pada usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu
(Definisi) lengkap, atau antara 140 dan 259 hari, dihitung dari hari pertama haid
terakhir.
2. Anamnesa HPHT, rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi;rasa tekanan
intrapelvis, nyeri bagian belakang, Mengeluarkan lendir pervaginam,
mungkin bercampur darah, keluar air-air
Faktor risiko: Riwayat abortus pada, Riwayat persalinan preterm
sebelumnya, Operasi abdominal pada kehamilan preterm, Riwayat
operasi konisasi, Iritabilitas uterus, penyakit yang disertai demam,
perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat
pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang/hari.
3. Pemeriksaan - Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap 7-8 menit sekali
Fisik - Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan bahwa serviks telah
mendatar 50-80%, atau terbuka sedikitnya 2 cm.
- Selaput ketuban seringkali telah pecah
4. Kriteria - usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu lengkap, atau antara 140 dan
Diagnosa 259 hari.
- Kontraksi uterus (his) teratur, sedikitnya setiap 7-8 menit sekali
- Pemeriksaan serviks berkala menunjukkan bahwa serviks telah
mendatar 50-80%, atau terbuka sedikitnya 2 cm.
- Selaput ketuban seringkali telah pecah
- Merasakan gejala seperti : rasa kaku di perut menyerupai kaku
menstruasi;rasa tekanan intrapelvis, nyeri bagian belakang.
- Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah
5. Diagnosa Persalinan Preterm
6. Diagnosa - Kontraksi pada kehamilan preterm
Banding - Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat.
7. Pemeriksaan - USG : Usia kehamilan, besar janin, aktifitas biofisik, cacat bawaan,
Penunjang letak dan maturasi plasenta, volume cairan amnion, kalainan uterus
- Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi
- Pemeriksaan berkala dilatasi/pemendekan serviks
- Pemeriksaan surfaktan (amniosentesis)
- Pemeriksaan diagnosis bakterial vaginosis (pH vagina, pewarnaan
Gram, KOH)
- Pemeriksaan kultur urin
- Pemeriksaan gas dan pH darah janin
8. Terapi - istirahat baring

- Deteksi dan penanganan terhadap factor resiko persalinan preterm

- Pemberian obat tokolitik :


1. nifedipine 10 mg, diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg, dan dosis perawatan 3 x 10mg.
2. Golongan beta-mimatik :
o Salbutamol (Salbron, Salbuven):
Per infus : 20-50 μg/menit
Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (untuk rumatan)

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 46


o Terbutalin (Bricasma)
Per infus : 10-25 ug/menit (maksimal 80 ug/menit)
Subkutan : 250ug setiap 6 jam
Per oral : 5-7,5 mg setiap 8 jam (rumatan)
Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia,
iskemia miokardial, edema paru.
3. Magnesium sulfat
Parenteral : 4-6 g/iv : pemberian bolus selama 20-30 menit infuse 2-4
g/jam (rumatan)
Efek samping : edema paru, letargia, nyeri dada, depresi pernapasan
(pada ibu dan bayi)

- Pemberian kortikosteroid diperlukan untuk pematangan paru:


betamethsone 12 mg/hari , untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone
dapat diberikan dexamethasone.

- Kontraindikasi penundaan persalinan


o Mutlak : gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang
banyak
o Relatif : gestosis, diabetes melitus, pertumbuhan janin terhambat,
pembukaan serviks lebih dari 4 cm.

- Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG, KTG

- Cara Persalinan :
janin presentasi kepala : per vaginam, dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
Indikasi seksio sesaria : Janin sungsang, Taksiran berat janin kurang dari
1500 garm, Gawat janin dan infeksi intrapartum (bila syarat per vaginam
tidak terpenuhi), Kontra indikasi partus per vaginam lainnya (letak
lintang, plasenta previa, dll).

- Jaga kehangatan bayi, usahakan suhu 36-37‫ه‬C


9. Edukasi Bayi: sindroma gawat napas, perdarahan intracranial, trauma persalinan,
paten duktus arteriosus, sepsis, gangguan neurology
Ibu: Sectio Caesaria.

10. Prognosis Janin


Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ibu
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan
Kedokteran Feto Maternal, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran;
PERDARAHAN PASCA SALIN. POGI, INDONESIA, 2016.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 47


2. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan RSU dr Soetomo
Surabaya.Pedoman diagnosis dan terapi Edisi III 2008
3. Cunningham MD MacDonal PC Gamt NF Hypertensiv disorder in
pregnancy. William obstetric 20th Ed 718-723, 1997

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 48


1. Pengertian Perdarahan yang semata-mata disebabkan oleh gangguan fungsional
(Definisi) poros hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
2. Anamnesa Terjadinya pendarahan per vaginam yang tidak normal ( lamanya,
frekuensi, jumlah) yang terjadi didalam maupun diluar siklus haid
3. Pemeriksaan Suhu Basal Badan dan Tekanan Darah.
Fisik
4. Kriteria Terjadinya pendarahan per vaginam yang tidak normal ( lamanya,
Diagnosa frekuensi, jumlah) yang terjadi didalam maupun diluar siklus haid.
- Tidak ditemukan kelainan organik maupun kelainan hematologi
( faktor pembekuan) .
- Hanya ditemukan kelainan fungsi poris hipotalmus – hipofisis
avarium dan organ ( endometrium)
- Usia terjadinya:
Penmenars ( usta 8 – 16 tahun)
Masa reproduksi ( usia 16 – 23 tahun)
Perimenoupause ( usia 45 – 65 tahun)
5. Diagnosa PUD
6. Diagnosa Kelainan organic dan Kelainan hematology
Banding
7. Pemeriksaan Biopsi D/C bila tidak ada kontra indikasi
Penunjang Pemeriksaan USG
Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan reproduksi : ESH, EH, prolaktin, E2 dan progesteron,
prostaglandin, F2 ( bila ada fasilitas).
8. Terapi Siklus Anovulasi
- Perdarahan akut - Hb< 8 gr% : Perbaiki keadaan umum (transfusi darah).
Berikan sediaan estrogen-progesteron kombinasi. 17 beta estradiol 2 x2
mg, atau estrogen equin konyugasi 2 x 1,25 mg , atau estropipate 1x1,25
mg , dengan noretisteron 2x 5 mg, didrogesteron 2x 10mg atau MPA 2x
10 mg. Pemberian cukup 3 hari saja. Yang paling mudah adalah
pemberian pil kontrasepsi kombinasi, juga 3 hari saja.
- Bila perdarahan benar disfungsional, maka perdarahan akan berhenti,
atau berkurang, dan 3 -4 hari setelah penghentian pengobatan akan
terjadi perdarahan lucut. Pada wanita yang di jumpai gangguan psikis,
pengobatan serupa dapat di teruskan selama 18 hari lagi.
- Jika perdarahan tidak berhasil dengan terapi di atas, kemungkinan
besar wanita tersebut memiliki kelainan organik, selanjutnya dicari
faktor penyebabnya.
- Setelah perdarahan akut dapat di atasi, maka tindakan selanjutnya adalah
pengaturan siklus - cukup pemberian progesteron, 1 x 10 mg (MPA,
didrogesteron), atau 1 x 5 mg (noretisteron) dari hari ke 16 sampai hari
ke 25, selama 3 bulan. Dapat juga di berikan pil kontrasepsi kombinasi.
- Selesai pengobatan 3 bulan, perlu di cari penyebab anovulasi. Selama
siklus belum berovulasi, PUD akan kembali lagi.
- Wanita dengan faktor risiko keganasan (obesitas, DM, hipertensi) perlu
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

Siklus Ovulasi

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 49


- Pada pertengahan siklus - berikan 17 beta eastradiol 1x 2 mg, atau
estrogen konyugasi1x 1,25 mg, atau estropipate 1,25 mg, hari ke 10 –
ke 15 siklus.
- Pada premenstrual spotting - berikan MPA , atau noretisteron 1x5
mg,
atau didiogesteron 1x10 mg hari ke 16 - 25 siklus.
- Pada postmenstrual spotting - berikan 17 beta estradiol 1x 2 mg,
atau estrogen equin konyugasi, atau estropipate, 1x 1,25 mg, hari ke 2 -
ke 8 siklus.
- Pada keadaan sulit mendapatkan tablet Estrogen dan Progesteron,
dapat
diberikan pil kontrasepsi hormonal kombinasi yang diberikan sepanjang
siklus.

Usia Perimenar
- Selama perdarahan yang terjadi tidak berbahaya atau tidak mengganggu
keadaan pasien, maka tidak perlu di lakukan tindakan apapun.
- Namun jika terpaksa dan perlu diobati, misalnya terjadi gangguan
psikis, atau permintaan pasien, maka dapat di berikan antiprostaglandin,
antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat. Pemberian E+P,
kontrasepsi hormonal, Gn-RH analog (agonis/antagonis) hanya bila
dengan obat-obat di atas tidak memberikan hasil.
- Pada PUD perimenars akut, maka penanganannya seperti pada
PUD usia reproduksi, dan pengaturan siklus juga seperti pada PUD
usia reproduksi.
- Selama siklus haidnya masih belum berovulasi, kemungkinan
terjadi perdarahan akut berulang tetap ada.
- Tidak di anjurkan pemberian induksi ovulasi.
- Tindakan dilatasi dan kuretase (D&K) hanya merupakan pilihan
terakhir

Usia Perimenopause

- Bila keadaan akut, setelah keadaan akut diatasi, lakukan tindakan


operatif (apabila disertai dengan kelainan organiknya).
- Pada keadaan akut yang disebabkan non organik, lakukan tindakan
seperti pada PUD usia perimenars. Pengaturan siklus juga seperti pada
PUD usia reproduksi. Setelah keadaan akut dapat diatasi perlu di lakukan
dilatasi kuretase (D/K). Pada wanita yang menolak dilakukan D/K, dapat
dilakukan USG endometrium, dan bila ketebalan endometrium > 4-6 mm,
menandakan adanya hiperplasia, tetap diperlukan D/K.
- Ketebalan endometrium < 1, 5 cm, dapat di berikan E dan P untuk
pengaturan siklus; dan apabila dengan pengaturan siklus tidak juga di
peroleh hasil, maka perlu tindakan D/K.
- Apabila hasil D/K di temukan hiperplasia simpleks atau kelenjar
adenomatosa, dapat dicoba dengan pemberian MPA 3 x 10 mg, selama 3
bulan; atau pemberian depo MPA setiap bulan , selama 6 bulan beturut-
turut atau pemberian Gn-RH Analog 6 bulan. Tiga sampai 6 bulan setelah
pengobatan, di lakukan D/K ulang. D/K ulang dilakukan setelah pasien
PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 50
mendapat haid normal . Apabila tidak di temukan hiperplasia lagi, cukup
pemberian MPA 3x10 mg, 2 x/minggu. Tidak sembuh, atau muncul
perdarahan lagi, sebaiknya di anjurkan untuk histerektomi.
- Bila tidak ada respon dengan pengobatan hormonal, pemberian
penghambat enzim (aromatase inhibitor). Aromatase menghambat
perubahan androgen menjadi estron (E1).
- Hasil D/K hiperplasi atipik, sebaiknya di histerektomi. Apabila pasien
menolak histerektomi, dapat di berikan progesteron (MPA, depo MPA,
atau Gn-RH analog 6 bulan), atau penghambat enzim; dan diperlukan
observasi ketat, dan D/K perlu diulang.
- Bila hasil D/K tidak di temukan hiperplasia, maka dilakukan pengaturan
siklus, dengan E dan P, seperti pada PUD usia reproduksi
9. Edukasi Perdarahan, Anemia, Inferttilitas

10. Prognosis Ad Vitam : Bonam


Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
11. Kepustakaan 9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar
Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI,
JAKARTA, 2006

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 51


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

VAGINOSIS BAKTERIAL
1. Pengertian Infeksi vagina yang disebabkan oleh berkembangbiaknya flora normal
(Definisi) akibat hilangnya kuman laktobasilus yang memproduksi hidrogen
peroksida.

2. Anamnesa Keputihan berbau terutama post coitus, kumat kumatan . keputihan


berbau amis berwarna putih abu-abu,.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Fisik
4. Kriteria Keputihan berbau terutama post co, kumat kumatan . keputihan berbau
Diagnosa amis, putih abu-abu, menempel dinding vagina, ph vagina> 4.5.
ditemukan clue cel, pemberian KOH pada fluor akan memberi bau amis
seperti ikan
5. Diagnosa Vaginosis bacterial
6. Diagnosa Vaginosis trikomoniasis
Banding Vulvovaginal kandidiasis
7. Pemeriksaan Pemeriksaan mikrobiologi, KOH, pH
Penunjang
8. Terapi Metronidazole : d o c 500mg tiap 12 jam/po selama 7 hari
Metronidazole : 2 gr/ dosis tunggal
Clindamycine 300 mg tiap 12 jam /po 7 hari
Metronidazole : pervaginam 1 gr tiap 12 jam selama 5 hari
9. Edukasi 1. Pada kehamilan resiko abortus, partus prematurus, khorioamnionitis
2. Endometritis
3. Adnexitis
4. Vulva Hygiene
10. Prognosis Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
Ad Fungsionam :Bonam
11. Kepustakaan 1. Soper David E Novaks Gynecologi edisi XIIp 429-445
2. Carter James E, Pelvic Inflamatory disease , pelvic pain diagnosis and
management. Lippincot William 8c Wilkin. Edisi tahun 2000 bab IX

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 52


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

SEKSIO SESAREA
1. Pengertian Tindakan mengeluarkan janin melalui pembedahan pada dinding perut dan
(Definisi) rahim.
Dikenal 2 jenis sayatan kulit yaitu mediana dan transversal (Pfannenstiel).
Sayatan pada rahim umumnya dilakukan secara transversal (semiluner)
pada segmen bawah rahim, atau secara low longitudinal, atau klasik.
Janin dapat dilahirkan dengan meluksir kepala dengan tangan, forseps,
vakum, maupun menarik kaki.
2. Anamnesa
 Tempat operasi seksio sesarea pada kehamilan terdahulu
 Parut bekas seksio sesarea
 Persalinan pervaginam sebelumnya
 Indikasi seksio sesarea terdahulu dan komplikasinya
 Jumlah seksio sesarea yang telah dialami
3. Pemeriksaan
 Usia kehamilan
Fisik
 Jenis insisi, keadaan parut luka terdahulu
Pemeriksaan obstetrik
 Pelvimetri klinis (bila direncanakan partus pervaginam)
4. Kriteria
Diagnosa 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan obstetric
5. Diagnosa SEKSIO SESAREA
6. Diagnosa -
Banding
7. Pemeriksaan USG
Penunjang
8. Terapi/ Tata
Laksana 1. Pengisian Informed Consent.
2. melengkapi pemeriksaan laboratorium: DL,
CT/BT,HbSAg, pemeriksaaan laboratorium lain sesuai indikasi
3. Mandi.
4. Puasa 6 jam sebelum operasi.
5. Pasang infuse dan kateter, minimal 60 menit sebelum operasi.
6. bila perlu rambut pubis dicukur.
7. Antibiotika profilaksis
diberikan intravena 60 menit sebelum operasi.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 53


8. Periksa denyut jantung janin.
9. Sign in di ruang persiapan operasi
10. Pasien diantar ke kamar operasi.
11. Pasien dibius dengan anesthesia spinal atau umum (sesuai penilaian
dokter anestesi).
12. Kulit perut lapangan operasi didesinfeksi dengan povidon yodium
13. Pemasangan duk steril.
14. Time out
15. Berdoa sebelum operasi.
16. Insisi kulit.
17. Insisi segmen bawah rahim atau klasik.
18. Selaput ketuban dipecahkan.
19. Bayi dilahirkan.
20. Plasenta dikeluarkan dan diyakinkan tidak ada sisa plasenta.
21. Sayatan rahim dijahit dengan polysorb 1, selapis atau 2 lapis.
22. Penilaian kedua adneksa.
23. Dinding perut ditutup lapis demi lapis, peritoneum sampai dengan otot
dengan chromic 2/0 catgut. Fasia dengan polysorb1.0.
24. Kulit ditutup dengan benang polysorb 3.0 cutting
25. Luka operasi ditutup dan pasien dibersihkan
26. Observasi di ruangan RR selama kurang lebih 1 jam.
27. Bila tanda vital baik, tidak ada perdarahan pervaginam yang banyak
maka pasien didorong ke ruangan.
28. Infus dan kateter dilepas setelah 24 jam.
29. Mobilisasi pasien setelah 24 jam.
30. Bila tidak ada komplikasi, pada hari ketiga pasien boleh pulang.
31. Kontrol pada hari ke-7 post operasi di poli spesialis
9. Edukasi Edukasi post operasi, gizi , perawatan diri selama di rumah
10. Prognosis Ad Vitam : Dubia Bonam
Ad Sanationam : Dubia Bonam
Ad Fungsionam : Dubia Bonam
11. Kepustakaan 1. Soper David E Novaks Gynecologi edisi XIIp 429-445
2. Carter James E, Pelvic Inflamatory disease , pelvic pain diagnosis and
management. Lippincot William 8c Wilkin. Edisi tahun 2000 bab IX

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 54


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : OBSTETRI-GINEKOLOGI
RSIA ASSYIFA
2020-2023

KOLPOSKOPI DENGAN FEMICAM (FEMINIM CAMERA)

Pengertian Kolposkopi dengan Femicam adalah tindakan yang bertujuan untuk


(Definisi) memeriksa adanya sel yang abnormal di dalam atau di sekitar vagina,
vulva, atau serviks (leher rahim) dengan sebuah kamera yang didesain
untuk mendokumentasikan atau visualisasi dalam bentuk gambar hasil
pemeriksaan. Sel yang abnormal biasanya dapat ditemukan di antara
lubang serviks sampai saluran melahirkan dan rahim. Sel yang abnormal
harus segera dideteksi dan diobati karena dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker serviks.

Anamnesa Pendarahan setelah hubungan seksual.


Keputihan lama dengan cairan berbau
Adanya pertumbuhan yang tidak normal pada serviks, atau bagian lain
dalam vagina

Pemeriksaan Timbul gejala tertentu yang menyebabkan dugaan akan adanya kelainan
Fisik pada serviks, termasuk pendarahan vagina dan peradangan serviks
Terdapatnya kutil pada vagina atau HPV
Iritasi atau peradangan serviks (cervicitis)

Tindakan Kolposkopi dengan Femicam

Pemeriksaan Sampel pemeriksaan serviks yang menunjukkan adanya sel yang


Penunjang abnormal, baik yang bersifat ganas ataupun tidak
Pasien didiagnosis memiliki human papillomavirus atau HPV, yang
merupakan penyebab utama dari sel abnormal yang dapat menyebabkan
kanker serviks
Hasil pemeriksaan serviks yang tidak jelas

Tatacara Pasien berbaring di bed gynekologi


Spekulum dimasukkan ke vagina sesuai ukuran.
Saat sudah berada di dalam vagina, spekulum akan terbuka secara
perlahan dan bagian dalam serviks terlihat
Perangkat Femicam digunakan untuk mengambil gambar dan langsung
menampilkannya di layar monitor gynekologi.
Apabila ada bagian serviks yang tidak normal, maka cairan cuka (asam
asetat) atau yodium (larutan Lugol) akan dioleskan pada vagina dan
serviks dengan kapas untuk melihat lebih jelas bagian yang bermasalah.

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 55


Edukasi Sebelum kolposkopi, pasien tidak perlu melakukan persiapan apapun.
Pasien tidak harus berpuasa dan biasanya tidak membutuhkan obat bius,
asalkan biopsi tidak dilakukan. Apabila biopsi harus dilakukan,
kemungkinan pasien akan membutuhkan obat bius lokal atau total, dan
mereka akan diminta untuk tidak makan beberapa jam sebelum biopsi
dilakukan.
Kolposkopi dapat menyebabkan sedikit ketidaknyamanan ketika
spekulum dimasukkan ke dalam vagina.
Kolposkopi membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit, namun kunjungan
pasien dapat berlangsung sampai 30 menit

Prognosis Dubia ad bonam

Kepustakaan 1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Standar Pelayanan


Medik Obstetri dan Ginekologi. POGI, JAKARTA, 2006.
2. Friedman E.A. Gynecology Decision making, The C.V. Mosby
Company-Saint LouisToronto-London, 1983, p. 166-167.
3. Standar Pelayanan Medik, PB IDI, 1998

PPK OBSTETRI GYNEKOLOGI 56

Anda mungkin juga menyukai