Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia selalu mendapat rangsangan baik dari luar maupun dari dalam yang
dapat menimbulkan jejas pada sel. Tanpa proses pertahanan seperti radang dan
pemulihan, manusia tidak dapat bertahan hidup. Jejas pada sel akan bertambah parah dan
dapat menimbulkan kematian sel.

Radang ialah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas. Proses radang
memusnahkan, malarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk
pemulihan jaringan yang rusak pada tempat itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, reaksi
radang seringkali menimbulkan gejala-gejala klinik seperti rasa nyeri.

Pemulihan ialah proses dimana sel-sel yang hilang atau rusak diganti dengan sel-
sel hidup, kadang-kadang melalui regenerasi oleh sel parenkim asal, tetap lebih sering
oleh sel fibroblas jaringan ikat yang membentuk jaringan parut. Walaupun radang dan
pemulihan merupakan dua proses yang nyata dan berbeda, tetapi keduanya saling
berkaitan erat satu sama lain pada jawaban jaringan terhadap jejas.

Pada makalah ini, kami akan secara khusus membahas tentang seluruh mekanimse
bagaimana sel tubuh melindungi diri melalui proses peradangan dan penyembuhan
dengan skenario yang berjudul ”Adikku Sakit Amandel”.

B. Manfaat

Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan peradangan meliputi segala perubahan yang terjadi pada vaskuler dan
seluler, mediator yang berperan dalam proses peradangan dan proses terjadinya
penyembuhan, serta mengenali berbagai macam jejas sel.

1
BAB II

ISI

SKENARIO

Adikku Sakit Amandel

Adikku, Salsa (10 tahun) tiba-tiba mengeluh nyeri sekali dikerongkongannya sehingga tidak
bisa makan dan minumpun terasa susah. Keluhan ini baru dirasakan 1 hari disertai panas
badan yang tinggi (40º C) dan badan terlihat lemah. Satu hari sebelumnya Salsa mengalami
batuk pilek. Ibu sudah mencoba memberi obat penurun panas tetapi keluhan tidak berkurang.
Kemudian Salsa di periksa ke dokter Anak, dan dilakukan pemeriksaan kerongkongan,
ternyata amandelnya bengkak dan merah. Dokter memberi resep antibiotik dan anti radang
dengan harapan terjadi resolusi dari amandel Salsa.

STEP 1 TERMINOLOGI ASING

1. Antibiotik : merupakan suatu zat/senyawa kimia yang terbuat dari


mikroorganisme yang digunakan untuk menghambat kerja
mikroorganisme dalam tubuh seperti bakteri.
2. Nyeri : suatu rasa sakit atau perasaan tidak menyenangkan; merupakan
salah satu tanda inflamasi. Penyebab nyeri bisa dikarenakan
adanya perubahan pH, penumpukan ion, dan molekul lain seperti
bradikinin, dll.
3. Resolusi : Kembali ke keadaan semua dengan digantikannya suatu jaringan
yang telah rusak dengan jaringan yang baru; perbaikan suatu
jaringan yang telah rusak.
4. Amandel : Tonsila palatina; merupakan bagian dari rongga mulut.
5. Radang : suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan
penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan olehh kerusakan asal.
6. Kerongkongan : Esofagus; tabung yang menghubungkan antara faring dan
lambung; jalan lewatnya makanan menuju lambung.

2
7. Anti Radang : Non-steroid Anti-Inflamation Drugs (NSAID) merupakan suatu
senyawa yang digunakan pada saat radang tujuannya untuk
menghambat pembentukan prostaglandin.

STEP 2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa hubungan antara radang dengan demam tinggi?


2. Mengapa obat penurun panas tidak dapat meredakan panas?
3. Apa saja penyebab dari radang?
4. Apa hubungan batuk pilek dengan radang?
5. Mengapa dokter memberikan antibiotik dan anti radang?
6. Mengapa Salsa terasa susah makan dan minum?
7. Apa saja tanda-tanda radang?
8. Bagaimana proses resolusi dari radang dan amandel?

STEP 3 BRAINSTORMING

1. Demam merupakan salah satu respon tubuh apabila tubuh sedang berusaha untuk
melawan benda asing yang masuk ke tubuh. Dari definisi pada step 1 disebutkan
bahwa radang merupakan respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan
penyebab awal jejas. Berbagai macam mekanisme radang dari perubahan vaskuler
dan rekrutmen sel menyebabkan pengeluaran prostaglandin yang akan berpengaruh
pada hipotalamus untuk mengatur termostat pada tubuh kita. Tujuan dari peningkatan
suhu tubuh melalui peningkatan point set dari termostat salah satunya adalah untuk
menghentikan kerja dari bakteri yang menyerang. Ada beberapa jenis demam, yaitu:
demam dengan suhu rendah (380 – 390C); demam intensitas sedang (390 – 400C);
demam intensitas tinggi (400 – 420C); dan hiperpensia yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan ( >420C).
2. Beberapa kemungkinan tidak turunnya demam walaupun sudah diberi obat penurun
panas:
a. Karena obat yang diberikan bukan obat penurun demam karena bakteri melainkan
obat penurun demam karena virus.

3
b. Karena bakteri yang benar-benar mengancam sehingga apabila diberikan obat
penurun panas tidak bisa menurunkan panas dikarenakan panas tubuh itu sendiri
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
c. karena obat penurun demam berbeda dengan obat anti radang yang memutus
proses siklooksigenase sehingga tidak terbentuk prostaglandin.

3. Radang terjadi karena adanya jejas sel atau jaringan. Jejas itu sendiri disebabkan oleh
berbagai macam hal, yaitu dari agen infeksirus seperti virus, bakteri, parasit, dan
jamur. Selain itu juga bisa disebabkan karena fisik, kimiawi, dan temperatur tinggi.
Penyebab lain seperti stres fisiologis, hipoksia, dan iskemia juga dapat menyebabkan
jejas sel dan jaringan.
4. Hubungan batuk pilek dengan radang yaitu tonsil atau amandel merupakan salah satu
dari sistem pertahanan tubuh kita. Bakteri yang masuk biasanya akan ditangkap oleh
sistem pertahanan ini. Namun, beberapa bakteri yang ikut menginfeksi saluran napas
juga akan menstimulasi sistem pertahanan atas dengan respon batuk dan pilek.
5. Dokter memberikan antibiotik karena antibiotik merupakan senyawa baik alami
maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri seperti
pada kasus dari skenario diatas. Selain antibiotik dokter juga memberikan obat anti
radang. Seperti yang telah diketahui erusakan atau perubahan yang terjadi pada sel
dan jaringan akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Asam
arakidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam
bentuk fosfolipida. Asam arakidonat ini kemudian mengalami metabolisme menjadi
dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi.
Kerja utama kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat antiradang
glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat. Selain dari kerja utama
masih ada berbagai kerja lain pada NSAID dan obat antiradang glukokortikoid.
6. Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan sulit menelan, yaitu:
a. proses inflamasi menyebabkan pembengkakan yang akan mempersempit
ruang untuk menelan.

4
b. Nyeri membuat rasa tidak nyaman untuk menelan. Nyeri ini disebabkan
karena pH, dan molekul seperti bradikinin yang merangsang ujung saraf bebas
dan membuat kita merasakan nyeri.
7. Tanda-tanda radang ialah sebagai berikut:
a. Rubor ( kemerahan )
Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah peradangan. Seiring
dimulai proses peradangan arteriol yang memasok darah tersebut berdilatasi
sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler – kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian
meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia
atau kongesti, menyebabkan kemerahan lokal pada radang akut. Tubuh
mengontrol produksi hiperemia dengan pelepasan zat kimia seperti histamin.
b. Kalor ( panas )
Terjadi bersamaan dengan rubor pada radang akut. Panas secara khas merupakan
proses peradangan yang terjadi di permukaan tubuh, yang secara normal lebih
dingan daripada 37 derajat celcius yang merupaka suhu inti tubuh. Daerah
peradanga n di kulit menjadi lebih hangat karena lebih banyak darah dialirkan
dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan ke daerah
yang normal.
c. Dolor ( nyeri )
Dolor dalam radang bisa disenabkan oleh beberapa hal . perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion – ion tertentu dapat merangsang ujung – ujung saraf.
Pelepasan zat kimia tertentu seperti histamin atau zat – zat kimia bioaktif lain
dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jarengan yang meradang
menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat
menimbulkan nyeri.
d. Tumor ( pembengkakan )
Tumor merupakan aspek yang paling mencolok pada peradangan akut.
Pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel – sel yang berpindah
dari aliran darah ke jaringan intertitial. Cairan dan sel – sel yang tertimbun di
daerah peradangan ini dinamakan eksudat. Pada awal reaksi peradangan, sebagian
eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara cepat di dalam lepuhan setelah
luka bakar ringan pada kulit . kemudian leukosit, meninggalkan aliran darah dan
tertimbun sebagai bagian eksudat.

5
e. Fungsio Laesa ( perubahan fungsi )
Perubahan fungsi merupakan hal yang lazim pada peradangan. Sepintas mudah
diketahui, bagian yang bengkak, nyeri, disertai sirkulasi abnormal dan
lingkungan kimiawi lokal yang abnormal seharusnya berfungsi secara abnormal .
8. Jika cedera terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan jaringan
ataupun terdapat kerusakan kecil, dan jika jaringan mampu mengganti setiap sel yang
cedera secara ireversibel, biasanya terjadi perbaikan terhadap normalitas histologis
dan fungsional. Proses ini meliputi netralisasi atau pembuangan berbagai mediator
kimiawi, normalisasi permeabilitas vaskular, dan penghentian emigrasi leukosit
diikuti kematian neutrofil yang mengalami ekstravasasi. Akhirnya, usaha gabungan
antara drainase limfatik dan penelanan makrofag pada debris nekrotik menyebabkan
pembersihan cairan edema, sel radamg, dan sisa sel yang rusak dari medan
pertempuran.

STEP 4 STRUKTURISASI KONSEP

STEP 5 LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran umum inflamasi akut: perubaan vaskular,


berbagai peristiwa yang terjadi pada sel, defek pada fungsi leukosit, mediator kimia
inflamasi, jejas jaringan yang diinduksi oleh radang.

6
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme penyembuhan luka: regenerasi sel,
penyembuhan primer, penyembuhan sekunder, dan kekuatan luka.

STEP 6 BELAJAR MANDIRI

Mahasiswa melakukan belajar mandiri dari tanggal 8 September2014 – 10 September


2014 sebagai persiapan untuk melaksanakan DKK 2 dengan Learning Objective yang telah
ditentukan.

STEP 7 SINTESIS

1. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran umum inflamasi:


a. Perubahan Vaskuler

Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah. Perubahan ini dimulai
relative lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan keccepatan
yang beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya.

 Setelah vasokonstriksi sementara (beberapa detik), terjadi vasodilatasi arteriol, yang


mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hyperemia) pada
aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab
timbulnya warna merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi
akut.
 Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeable, mengakibatkan masuknya
cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas
darah dan memperlambat sirkulasi. Secara miksroskopik perubahan ini digambarkan
oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecul yang dipadati oleh eritrosit. Proses
tersebut dinamakan stasis.
 Saat terjadi stasis, leukosit (terutama neutrophil) mulai keluar dari aliran darah dan
kberakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut
dengan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel, leukosit menyelipdi antara sel
endotel tersebut dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan
interstisial.
Peningkatan permeabilitas vaskular. Pada tahap paling awal inflamasi,
vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah meningkatkan tekanan hifrostatik
intravascular dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini, yang dinamakan transudate,
7
pada dasarnya merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein.
Namun demikian, transudasi segera menghilang dengan meningkatkanya permeabilitas
vaskular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam
interstisium (disebut eksudat). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang
perivascular menurunkan tekanan osmotic intravascular dan meningkatkan tekanan
osmotic intravascular dan meningkatkan tekanan osmotic cairan interstisial. Hasilnya
adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular; akumulasi cairan ini
dinamakan edema.
Inflamasi akut menyebabkan kebocoran selapis endotel melalui sejumlah cara.
Arteriol, kapiler, dan venula mengalami hal ini secara berbeda-beda, bergantung pada
mekanisme yang berperan, serta onset, durasi, volume, dan karakteristik (transudate vs
eksudat) cairan yang dihasilkan.
 Kontraksi sel endotel menimbulkan intercellular gap pada venula. Pada
permeabilitas vaskular yang meningkat, bentuk tersering kontraksi sel endotel
adalah suatu proses reversible yang dihasilkan oleh histamin, bradykinin,
leukotriene, dan banyak kelompok mediator kimiawi lainnya. Kontraksi sel terjadi
dengan cepat setelah pengikatan mediator dengan reseptor spesifik dan biasanya
berlangsung singkat (15 sampai 30 menit); akibatnya, hal ini disebut respons segera
sementara (immediate transient response). Hanya sel endotel yang melapisi venula
pascakapiler kecil yang mengalami kontraksi; endotel kapiler dan arteriol tidak
mengalami hal tersebut – barangkali akibat jumlah reseptor untuk mediator kimiawi
yang sesuai lebih sedikit. Sebagai sisipan, banyak kejadian berikutnya pada leukosit
dalam inflamasi (misalnya, adhesi dan emigrasi) juga terjadi secara menonjol pada
venula pascakapiler.
Rettraksi sel endotel merupakan mekanisme reversible lain yang menimbulkan
peningkatan permeabilitas vaskular. Mediator sitokin (yaitu tumor necrosis factor
[TNF] dan interleukin 1 [IL-1] menyebabkan reorganisasi structural pada
sitoskeleton endotel sehingga sel yang mengalami retraksi satu sama lain dan cell-
junction menjadi terganggu. Berlawanan dengan respons segera sementara,
terjadinya retraksi endotel memerlukan waktu 4 sampai 6 jam setelah pemicuan
awal, dan menetap selama 24 jam atau lebih.
 Jejas endotel langsung akan mengakibatkan kebocoran vaskular dengan
menyebabkan nekrosis dan lepasnya sel endotel. Efek ini biasanyaterlihat setelah

8
cedera berat (misalnya, luka bakar atau infeksi), dan lepasnya sel endotel sering kali
disertai dengan adhesi thrombosis. Pada sebagian besar kasus, kebocoran dimulai
segera setelah terjadi jeas dan menetap selama beberapa jam (atau hari) sampai
pembuluh darah yang rusak mengalami thrombosis atau diperbaiki. Oleh karena itu,
reaksi ini dikenal sebagai immediate sustained response. Venula, kapiler, dan
arteriol semuanya dapat mengalami hal ini, bergantung pada tempat jejas.
Jejas langsung pada sel endotel juga dapat menginduksi kebocoran
memanjang yang melambat (delayed prolonged leakage), yang mulai terjadi setelah
terlambat 2 sampai 12 jam, berlangsung selama beberapa jam atau bahkan berhari-
hari, dan mengenai venula dan kapiler. Contohnya, jejas suhu ringan sampai sedang,
toksin bakteri tertentu, dan radiasi sinar-X atau ultraviolet (misalnya, terbakar sinar
matahari yang muncul di malam hari setelah seharian terkena sinar matahari).
Walaupun mekanismenya tidak jejas, baik kerusakan sel yang melambat akibat
apoptosis maupun kerja sitokin, telah diperkirakan.
 Jejas endotel yang bergantung leukosit dapat terjadi akibat akumulasi leukosit
selama respons inflamasi terjadi. Seperti telah dibahas sebelumnya, leukosit seperti
itu dapat melepaskan spesies oksigen toksik dan enzim proteolitik, yang kemudian
menyebabkan cedera tau lepasnya endotel. Bentuk cedera ini sebagian besar terjadi
secara terbatas di tempat-tempat pembuluh darah (venula dan kapiler pulmonalis)
yang leukositnya dapat melekat pada endotel.
 Peningkatan transitosis melalui jalur vesicular intrasel meningkatkan permeabilitas
venula, khususnya setelah pajanan terhadap mediator tertentu (misalnya, vascular
endothelial growth factor [VEGF]. Transitosis terjadi dengan melintasi kanal-kanal
yang dibentuk oleh fusi vesikel yang tanpa selubung.
 Kebocoran dari pembuluh darah baru. Pada perbaikan jaringan terjadi pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis). Bakal pembuluh darah masih bocor sampai sel
endotel yang mengalami proliferasi berdiferensiasi secara memadai untuk
membentuk intercellular junction. Sel endotel baru juga telah meningkatkan
pengeluaran reseptor untuk mediator vasoaktif dan faktor angiogenik tertentu
(misalnya, vascular endothelial growth factor) yang secara langsung menginduksi
peningkatan permeabilitas vaskular melalui transitosis.
b. Peristiwa yang Terjadi Pada Sel
1. Marginasi dan Rolling

9
Saat darah mengalir dari kapiler menuju venula pascakapiler, sel dalam sirkulasi
dibersihkan oleh aliran laminar melawan dinding pembuluh darah. Sel darah
merah yang berbentuk diskoid yang lebih kecil cenderung bergerak lebih cepat
daripada sel darah putih sferis yang lebih besar. Karena ini leukosit terdorong
dari sumbu sentral pembuluh darah sehingga leukosit mempunyai kesempatan
lebih baik untuk berinteraksi dengan sel endotel yang melapisinya. Dengan
adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang terjadi pada inflamassi
menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan aliran darah melambat.
Proses akumulasi leukosit di tepi pembuluh darah disebut marginasi.
Selanjutnya leukosit berguling-guling pada permukaan endotel dan untuk
sementara melekat di sepanjang perjalanannya. Proses ini di sebut rolling.

Adhesi transien dan relatif longgar yang terlibat dalam proses rolling dilakukan
oleh kelompok molekul selektin. Selektin merupakan reseptor yang dikeluarkan
pada leukosit dan endotel dan ditandai dengan adanya daerah yang mengikat
gula tertentu. Selektin ini meliputi selektin-E yang terbatas pada endotel-
endotel, selektin-P yang terdapat pada endotel dan trombosit, selektin-L yang
terdapat pada permukaan sebagian besar leukosit. Selektin mengikat
oligosakarida bersialatyang menghiasi glikoprotein mirip musin pada sel target.

Selektin endotel secara khusus dikeluarkan pada kadar yang rendah


atau tidak muncul sama sekali pada sel normal. Selektin tersebut diatur setelah
adanya rangsangan oleh mediator spesifik. Hal ini menyebabkan derajat
spesifisitas pengikatan terbatas pada tempat yang terus mengalami cedera.

2. Adhesi dan Transmigrasi

Eukosit akhirnya melekat kuat pada permukaan endotel sebelum merayap


diantara sel endotel dan melewati membran basalis masuk ke ruang
ekstravaskular. Adhesi kuat ini diperantarai oleh molekul superfamili
imunoglobulin pada sel endotel yang berinteraksi dengan u=integrin yang
muncul pada permukaan sel leukosit. Molekul adhesi endotel, yaitu ICAM-1
(intercellular adhesion molecule 1) dan VCAM-1 (vascular cell adhesion
molecule 1); sitolin, seperti TNF dan IL-1, menginduksi pengeluaran ICAM-1
dan VCAM-1. Integrin merupakan glikoprotein heterodimer transmembran yang
juga berfungsi sebagai reseptor sel untuk matriks ekstraselular. ICAM-1 utama

10
yang mengikat integrin adalah LFA-1 dan Mac-1, VCAM-1 berikatan pada
integrin VLA-4. Integrin biasanya muncul pada membran plasma leukosit,
tetapi tidak melekat pada ligannya yang sesuai sampai leukosit diaktivasi oleh
agen kemotaktik atau rangsang lainnya. Hanya integrin yang mengalami
perubahan bentuk yang diperlukan untuk memberikan afinitas pengikatan yang
tinggi terhadap molekul adhesi endotel.

Diapedesis leukosit terjadi secara menonjol di venula pembuluh darah sistemik,


walaupun hal itu juga terjadi di kapiler pada sirkulasi pulmonal. Setelah adhesi
kuat terjadi pada permukaan endotel, leukosit bertransmigrasi terutama dengan
merembes diantara sel pada intercellular junction. PECAM-1 adalah suatu
molekul adheso sel ke sel superfamili imunoglobulin, merupakan protein yang
dominan dalam memerantarai proses ini. Setelah melewati endhotelial junction
leukosit menembus membran basalis dengan mendegradasinya secara fokal
menggunakan kolagenase yang disekresi.

3. Kemotaksis dan Aktivasi

Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas
mendekati gradien kimiawi pada suatu proses yang disebut kemotaksis. Kedua
zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit, meliputi :

- Produk bakteri yang dapat larut, khususnya peptida dengan N-formil-metionin


termini
- Komponen sistem komplemen, terutama C5a
- Produk metabolisme asam arakidonat jalur lipoksigenasi, terutama leukotrien
B4
- Sitokin, terutama kelompok kemokin

Molekul kemotaksis berikatan pada reseptor permukaan sel spesifik sehingga


menyebabkan aktivasi fofolipase-C yang diperantarai protein G. Fosfolipase-C
menghidrolisis fosfatidilinositol bifosfat membran plasma menjadi diasilglisero;
dan inositol trifosfat. Kemudian, DAG menyebabkan sejumlah kejadian
sekunder, sedangkan IP3 meningkatkan kalsium intrasel. Meningkatnya kalsium
sitosol memicu perakitan elemen kontraktil siroskeletal yang diperlukan untuk
pergerakan. Leukosit bergerak dengan memperpanjang pseudopodia yang

11
berlabuh ke matriks ekstraselular dan kemudian menarik sel ke arah
perpanjangan tersebut. Dengan demikian, pada ujung utama pseudopodia,
monomer aktin dipolimerisasi menjadi filamen panjang, pada saat yang sama
filamen aktin dimana pun dalam sel harus dibongkar untuk memungkinkan
adanya aliran kearah pseudopodia yang memanjang. Arah pergerakan seperti itu
utamanya terjadi karena densitas interaksi reseptor ligan kemotaktik yang lebih
tinggi pada ujung utama sel tersebut.

Selain merangsang pergerakan, faktor kemotaksis juga menginduksi aktivasi


leukosit :

- Degranulasi dan sekresi enzim lisosom dan terjadi pembakaran oksidatif melalui
aktivasi protein kinase C yang diinduksi oleh DAG
- Produksi metabolit AA melalui aktivitas fosfolipase-A2 yang diinduksi oleh
kalsium dan DAG
- Mosulasi molekul adhesi leukosit melalui peningkatan kalsium intrasel,
termasuk peningkatan (atau penurunan) jumlah dan peningkatan (atau
penurunan) aifinitas.

4. Fagositosis dan Degranulasi

Fagositosis terdiri atas tiga langkah berbeda tetapi saling terkait : pengenalan
dan perlekatan partikel pada leukosit yang menelan; penelanan dengan
pembentukan vakuola fagositik selanjutnya; dan pembunuhan dan degradasi
material yang ditelan.

Pengenalan dan perlekatan leukosit pada sebagian besar mikroorganisme


difasilitasi oleh protein serum yang secara umum disebut opsonin. Opsonin
mengikat molekul spesifik pada permukaan mikroba dan selanjutnya
memfasilitasi pengikatannya dengan reseptor opsonin spesifik pada leukosit.
Opsonin yang terpenting adalah molekul imunoglobulin G, fragmen C3b
komplemen, sertalektin yang mengikat karbohidrat plasma yang disebut
kolektin.

Pengikatan partikel teropsonisasi memicu penelanan; selain itu, pengikatan IgG


pada FcR menginduksi aktivasi seluler yang memacu degradasi mikroba yang di

12
telan. Pada penelanan, pseudopodia diperpanjang mengelilingi objek, sampai
akhirnya membentuk vakuola fagositik. Membran vaskuola kemudian berfuse
dengan membran granula lisosom sehingga terjadi pengeluaran kandungan
granula masuk kedalam fagolisosom dan terjadi degranulasi leukosit.

Langkah akhir dalam fagositosis mikroba adalah pembunuhan dan degradasi.


Pembunuhan mikroba dilakukan sebagian besar oleh spesies oksigen reaktif.
Fagositosis merangsang suatu pembakaran oksidatid yang ditandai dengan
peningkataan konsumsi oksigen yang tiba-tiba, katabolisme glikogen,
peningktan oksidasi glukosa, dan produksi metabolit oksigen reaktif.
Pembentukan metabolit oksigen terjadi karna aktivasi cepat suatu NADPH
oksidase leukosit, yang mengioksidasi NADPH dan selama prosesnya
mengubah oksigen menjadi ion superoksida (O2-)

2O2 + NADPH → 2O2- + NADP+ + H+

Superoksida kemudian diubah melalui dismutasi spontan menjadi hirogen


peroksidase (O2- + 2H+ → H2O2). Jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan
pada umumnya tidak cukup untuk membunuh dengan efektif sebagian besar
bakteri. Namun demikian, lisosom neutrofil mengandung enzim
mieloperoksidase dan dengan adanya halida seperti CL- mieloperoksidase
mengubah H2O2 menjadi HOCL-. HOCL- merupakan oksidan dan anti mikroba
yang sangat kuat yang membunuh bakteri melalui halogenasi, atau dengan
peroksidase protein dan lipid. Untungnya, NADPH oksidase hanya aktif setelah
translokasi subunit sitosolnya menuju membran fagolisosom; oleh karena itu,
produk akhir reaktif hanya dibentuk didalam kompartemen tersebut. Setelah
pembakaran oksigen, akhirnya H2O2 terurai menjadi air dan O2 oleh kerja
katalase, dan spesies oksigen reaktif lainnya juga didegradasi.

c. Defek Fungsi Leukosit

Leukosit berperan sentral dalam pertahanan penjamu oleh karena itu sering
ditemukan defek pada fungsi leukosit baik secara genetic atau akuisita (didapat).

1. Defek pada adhesi.


Pada difensiasi adhesi leukosit tipe 1 (leukocyte adhesion deficiency 1/ LAD-1),
gangguan sintesis pada CD 18 subunit β itegrin gangguan leukosit LFA-1 dan

13
Mac-1 menimbulkan gangguan adhesi, penyebaran, fagositosis, dan pembakaran
oksidatif. Difensiesi adhesi leukosit 2 (leucocyte adhesiom deficiency 2 / LAD-
2) disebabkan oleh defek menyeluruh pada metabolism fukosa yang
mengakibatkan hilangnya sialil-Lewis X- epitop oligosakarida pada leukosit
yang berikatan dengan selektin pada endotel yang teraktivasi.
2. Defek pada aktivitas mikrobisidal
Contohnya adalah penyakit granulomatosa kronik (chronic granulomatous
disease/ CGD) suatu defisiensi genetic pada salah satu dari beberapa kompenen
NADPH oksidase yang bertanggung jawab dalam pembentukan superoksida.
Pada pasien ini, pemasangan bakteri tidak menyebabkan aktivasi mekanisme
pembunuhan yang bergantung oksigen, walaupun pada kenyataan nya aktivitas
mieloperoksidase sel adalah normal. Yang menarik adalah hal ini benar terjadi,
bahkan pada infeksi oleh bakteri yang menghasilkan hydrogen perioksida,
sebagiannya karena banyak bakteri (misalnya, Staphylococcus aureus) juga
memiliki katalase sendiri, yang mendegradasi H2O2
3. Defek pada pembentukan fagolisosom
Salah satu kelainannya adalah sindrom Chediak-Higashi, organelle trafficking
intrasel, yang terutama menggangu degranulasi lisosom menjadi fagosom.
Sekresi granula sekretoris litik oleh sel T sitotoksik juga terpengaruh, yang
menjelaskan adanya imunodefisiensi berat pada kelainan ini.

d. Mediator Kimiawi

Banyaknya jumlah mediator yang telah dikenal hampir pasti memiliki nilai
kelangsungan hidup bagi organisme. Berikut ini prinsip umum dan beberapa molekul
mediator inflamasi yang penting.

 Mediator dapat bersirkulasi di dalam plasma khususnya yang disintesis oleh hati,
atau dapat dihasilkan secara lokal oleh sel di tempat terjadinya inflamasi.
Mediator yang berasal dari plasma (komplemen, kinin, faktor koagulasi) beredar
dalam sirkulasi sebagai prekursor inaktif, yang harus mengalami pemecahan
proteolitik untuk mendapatkan bahan biologisnya. Mediator yang berasal dari sel,
normalnya akan diasingkan di dalam granula intrasel yang disekresi pada saat
aktivasi (misalnya, histamin dalam sel mast) atau disintesis secara de novo
sebagai respons terhadap rangsang (misalnya, prostaglandin).

14
 Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dengan berikatan pada reseptor
spesifik pada sel target. Namun demikian, beberapa mediator memiliki aktivitas
enzimatik langsung dan/atau aktivitas toksik (misalnya, protease lisosom atau
spesies oksigen reaktif [reactive ocygen species/ROS]).
 Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor
sekunder. Mediator sekunder ini dapat mempunyai bahan yang sama dengan
molekul efektor inisial, pada saat mediator tersebut dapat memperkuat respons
utamanya. Pada sisi lain, mediator sekunder memiliki fungsi yang berlawanan
sehingga bekerja untuk melakukan kontraregulasi terhadap rangsang inisial.
 Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau sangat mempunyai sedikit target,
atau dapat mempunyai aktivitas luas; bisa terdapat perbedaan hasil yang sangat
besar tergantung pada jenis sel yang dipengaruhi.
 Fungsi mediator umumnya diatur secara ketat. Sekali teraktivasi dan dilepaskan
dari sel, sebagian besar mediator cepat rusak/ hilang (misalnya, metabolit AA),
diinaktivasi oleh enzim (misalnya, kininase yang menginaktivasi bradikinin),
dieliminasi (misalnya, antioksidan memungut metabolit oksigen yang toksis),
atau diinhibisi (protein penghambat komplemen).
 Alasan utama check and balance adalah bahwa sebagian besar mediator memiliki
potensi untuk menyebabkan efek yang berbahaya.

Berikut ini jenis mediator peradangan beserta fungsinya:

Amina Vasoaktif

Yang termasuk mediator dalam amina vasoaktif adalah histamin dan serotonin.
Histamin tersebar luas di dalam jaringan, terutama di dalam sel mast yang berdekatan
dengan pembuluh darah, meskipun terdapat juga di dalam basofil dan trombosit
sirkulasi. Sebelum terbentuk, histamin tersimpan di dalam granula sel mast dan
dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai rangsangan: (1) cedera fisik, seperti
trauma atau panas; (2) reaksi imun yang menyebabkan pengikatan antibodi IgE
terhadap reseptor Fc pada sel mast; (3) fragmen C3a dan C5a komplemen, juga
disebut anafilatoksin; (4) protein pelepas histamin yang berasal dari leukosit; (5)
neuropeptida (misalnya, substansi P); dan (6) sitokin tertentu (misalnya, IL-1 dan IL-
8).

15
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan mediator utama
pada peningkatan permeabilitas vaskular fase cepat, yang menginduksi kontraksi
endotel venula dan interendothelial gap. Segera telah dilepaskan, histamin diinaktivasi
oleh histaminase.

Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator vasoaktif praformasi, yang


berefek sama dengan histamin. Serotonin ditemukan terutama di dalam granula padat
trombosit (bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium) dan dilepaskan
saat terjadi aggregasi trombosit.

Neuropeptida

Seperti amina vasoaktif, neuropeptida dapat menginisiasi respons radang;


neuropeptida merupakan protein kecil, seperti substansi P, yang mentransmisikan
sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah, dan mengatur permeabilitas vaskular.
Serabut saraf yang menyekresi neuropeptida terutama banyak terdapat pada paru dan
traktus gastrointestinal.

Protease Plasma
Banyak efek peradangan diperantarai oleh tiga faktor yang berasal dari plasma yang
saling terkait; kinin, sistem pembekuan, dan komplemen --- semuanya terkait dengan
aktivasi inisial faktor Hageman. Faktor Hageman (juga dikenal sebagai faktor XII
pada kaskade koagulasi intrinsik) merupakan suatu protein yang disintesis oleh hati
yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen, membran
basalis, atau trombosit yang teraktivasi. Dengan bantuan kofaktor kininogen dengan
berat molekul besar (HMWK, high-molecular-weight kininogen), faktor XII
kemudian mengalami perubahan konformasi (menjadi faktor XIIa), memajankan
pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein.

Aktivitas sistem kinin akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin dari


prekursornya dalam sirkulasi, HMWK. Seperti histamin, bradikinin menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, dilatasi arteriol, dan kontraksi otot polos bronkus.
Bradikinin juga menimbulkan nyeri saat diinjeksikan ke dalam kulit. Bradikinin
bekerja singkat karena diinaktivasi dengan cepat oleh kininase degradatif yang
terdapat di plasma dan jaringan. Kallikrein --- suatu perantara (intermedia pada

16
kaskade kinin dengan aktivitas kemotaktik – juga merupakan aktivator kuat faktor
Hageman sehingga memungkinkan penguatan seluruh jalur proses pembekuan.

Pada sistem pembekuan, hasil akhir kaskade proteolitik yang digerakkan oleh faktor
XIIa menyebabkan aktivasi trombin, yang selanjutnya memecah fibrinogen terlarut
dalam sirkulasi untuk menghasilkan suatu bekuan fibrin yang tidak mudah larut.
Faktor Xa, perantara dalam kaskade pembekuan, menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. trombin berperan serta pada inflamasi
dengan meningkatkan adhesi leukosit pada endotel dan dengan menghasilkan
fibrinopeptida (selama pemecahan fibrinogen) yang meningkatkan permeabilitas
vaskular dan bersifat kemotaktik terhadap leukosit.

Pada saat faktor Hageman teraktivasi sedang menginduksi pembekuan, secara


bersamaan juga mengaktifkan sistem fibrinolisis. Mekanisme ini terjadi sebagai
kontraregulasi proses pembekuan dengan memecah fibrin sehingga dapat melarutkan
bekuan fibrin. Tanpa fibrinolisis dan mekanisme pengatur lainnya, inisiasi kaskade
koagulasi akan mencapai puncaknya pada pembekuan berkelanjutan dan tidak dapat
dihentikan di seluruh pembuluh darah, bahkan oleh cedera ringan. Aktivator
plasminogen (dilepaskan dari endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kallikrein
memecah plasminogen, suatu protein plasma yang meloncat ke dalam bekuan fibrin
yang sedang terbentuk. Produk yang dihasilkan, plasmin, merupakan protease
multifungsi yang memecah fibrin sehingga penting dalam melisiskan bekuan. Namun
demikian, fibrinolisis juga berperan serta dalam banyak tahap pada fenomena vaskular
inflamasi. Sebagai contoh, produk degradasi fibrin meningkatkan permeabilitas
vaskular, sementara plasmin juga memecah komponen komplemen C3 menjadi C3a,
mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Plasmin juga
dapat mengaktifkan faktor Hageman sehingga memperkuat seluruh rangkaian respons.

Sistem komplemen terdiri atas kaskade protein plasma yang berperan penting, baik
dalam imunitas maupun inflamasi. Pada imunitas, fungsinya terutama dengan
membentuk membrane attack complex (MAC) yang secara efektif membuat lubang
pada membran mikroba yang menginvasi. Pada proses pembentukan MAC dihasilkan
sejumlah fragmen komplemen, yaitu opsonin C3b dan fragmen yang berperan pada

17
respons peradangan dengan meningkatkan permeabilitas vaskular dan kemotaksis
leukosit.
Komponen komplemen (diberi nomor C1 hingga C9) terdapat di dalam plasma dalam
bentuk inaktif. Ringkasnya, tahap paling kritis dalam mengelaborasi fungsi biologis
komplemen adalah aktivasi komponen ketiga, C3. Pemecahan C3 terjadi (1) melalui
jalur klasik yang dipicu oleh fiksasi C1 terhadap kompleks antigen-antibodi; atau (2)
melalui jalur alternatif, yang dipicu oleh polisakarida bakteri (yaitu, endotoksin),
polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkain komponen
serum yang berbeda-beda, yaitu properdin dan faktor B dan D. Pada jalur mana pun,
C3 convertase memecah C3 menjadi C3a dan C3b. C3b lalu berikatan dengan
kompleks C3 convertase untuk membentuk C5 convertase; kompleks ini memecah C5
membentuk C5a dan menginisiasi tahap akhir pembentukan C5 menjadi C9 MAC.
Berbagai faktor lain yang berasal dari komplemen yang terbentuk di sepanjang jalur
ini memengaruhi berbagai fenomena pada inflamasi akut :
 Efek vaskular. C3a dan C5a (juga disebut anafilatoksin) meningkatkan
permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan menginduksi sel
mast untuk melepaskan histaminnya. C5a juga mengaktifkan jalur lipoksigenase
metabolisme AA di dalam neutrofil dan monosit, menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi lebih lanjut.
 Aktivasi leukosit, adhesi dan kemotaksis. C5a mengaktivasi leukosit dan
meningkatkan afinitas integrinnya sehingga meningkatkan adhesi terhadap endotel.
C5a juga merupakan agen kemotaktik kuat terhadap neutrofil, monosit, eosinofil,
dan basofil.
 Fagositosis. Pada saat melekat di permukaan mikroba C3b dan C3bi bertindak
sebagai opsonin, membantu fagositosis oleh sel yang memuat reseptor C3b
(neutrofil dan makrofag).
Peranan C3 dan C5 (dan aktivasinya oleh produknya) semakin signifikan dengan fakta
bahwa C3 dan C5 juga dapat diaktivasi oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam
eksudat radang. Enzim ini meliputi hidrolase lisosom yang dilepaskan dari neutrofil
dan plasmin. Oleh karena itu, efek kemotaktik komplemen dan efek pengkativasi
komplemen neutrofil, secara potensial dapat menyusun siklus emigrasi neutrofilnya
sendiri selama-selamanya.
Secara menyeluruh, beberapa kesimpulan umum berkaitan dengan protease plasma
dapat tergambar sebagai berikut :

18
 Faktor Hageman teraktivasi (faktor XIIa) menginisiasi empat sistem yang terlibat
dalam respons radang : (1) sistem kinin, menghasilkan kinin vasoaktif; (2) sistem
pembekuan, menginduksi aktivitas trombin, fibrinopeptida, dan faktor X,
semuanya dengan bahan peradangan; (3) sistem fibrinolisis, menghasilkan plasmin
dan mendegradasi trombin; dan (4) sistem komplemen, menghasilkan anafilatoksin
C3a dan C5a.
 Bradikinin, C3a dan C5a merupakan mediator utama pada peningkatan
permeabilitas vaskular.
 C5a merupakan mediator utama kemotaksis.
 Trombin memiliki efek yang bermakna pada banyak sel dan jalurnya (adhesi
leukosit, permeabilitas vaskular, dan kemotaksis).
 Banyak produk yang dihasilkan oleh jalur ini (misal, kallikrein dan plasmin) dapat
memperkuat sistem melalui aktivasi umpan balik faktor Hageman.

Metabolit Asam Arakhidonat : Prostaglandin, Leukotrien, dan Lipoksin

Produk yang dihasilkan dari metabolisme AA memengaruhi berbagai proses


biologis, termasuk inflamasi dan hemostasis. Produk tersebut dipikirkan seperti
hormon jangka pendek yang bekerja secara lokal di tempat pembentukannya dan
kemudian rusak spontan dengan cepat, atau dihancurkan secara enzimatik.

AA merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid)
dengan 20 atom karbon (4 rantai ganda) yang terutama berasal dari asam linoleat
makanan dan terdapat di dalam tubuh, terutama dalam bentuk ester sebagai suatu
komponen fosfolipid membran sel. AA dilepaskan dari fosfolipid ini melalui
fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh rangsang mekanik, kimiawi, atau fisik atau
oleh mediator peradangan seperti C5a. Proses metabolisme AA terjadi melalui satu
atau dua jalur utama: sikooksigenase, yang menyintesis prostaglandin dan
tromboksan, dan liposiksigenase, yang menyintesis leukotrien dan lipoksin. Metabolit
AA (eikosanoid) sebenarnya dapat memerantai setiap tahap peradangan; sintesisnya
meningkat di tempat terjadinya respons peradangan, dan agen yang menginhibisi
sintesisnya juga mengurangi inflamasi.

 Jalur sikooksigenase. Produk yang dihasilkan oleh jalur ini, mencakup


prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2, PGF2α, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan
A2 (TXA2), yang masing-masing dihasilkan oleh kerja suatu enzim spesifik.

19
Beberapa enzim ini memiliki distribusi jaringan yang terbatas. Misalnya, trombosit
mengandung enzim tromboksan sintase, sehingga TXA2 --- bahan pengagregasi
trombosit dan vasokonstriktor yang poten – merupakan produk utama
prostaglandin dalam trombosit tersebut. Endotel di lain pihak, kekurangan
tromboksan sintase, tetapi memiliki prostasiklin sintase sehingga membentuk PGI2,
suatu vasodilator dan inhibitor agregasi trombosit yang poten. PGD2 merupakan
metabolit utama jalur siklooksigenase dalam sel mast; bersama dengan PGE2 dan
PGF2α, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan pembentukan edema.
Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi;
PGE2 membantu meningkatkan sensitivitas nyeri terhadap berbagai rangsang
lainnya dan berinteraksi dengan sitokin yang menyebabkan demam.
 Jalur lipoksigenase. 5-Lipoksigenase (5-LO) adalah enzim yang memetabolisme
AA yang menonjol di dalam neutrofil, dan produk yang dihasilkan dari kerja enzim
ini paling banyak dikenali. Derivat 5-hidroperoksi AA, 5-HPETE (asam 5-
hidroperoksieikosatetraenoat), sangat tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE
(asam hidroksieikosatetraenoat) atau diubah menjadi kelompok senyawa yang
secara kolektif disebut leukotrien. Leukotrien yang pertama yang dihasilkan dari 5-
HPETE disebut leukotrien A4 (LTA4), yang selanjutnya akan menjadi LTB4
melalui hidrolisis enzimatik atau meningkatkan LTC4 melalui penambahan
glutation. LTB4 merupakan agen kemotaksis poten dan menyebabkan agregasi
neutrofil. LTC4 dan metabolit berikutnya, LTD4 dan LTE4, menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan peningkatan permeabilitas vaskular. Interaksi
sel ke sel penting dalam biosintesis leukotrien; produk AA dapat melintas dari satu
sel ke sel lainnya, dan sel yang berbeda bisa bekerja sama satu sama lain untuk
menghasilkan eikosanoid. Namun, melalui cara ini sel yang kekurangan beberapa
enzim intermedia dalam jalur sintetik dari eikosanoid khusus dapat menyintesisnya
dengan menggunakan prekursor yang dibentuk dalam sel lainnya. Salah satu
contoh biosintesis transelular adalah pembentuk lipoksin.
 Lipoksin disintesis dengan menggunakan jalur transelular. Oleh karena itu,
trombosit tidak dapat membentuk sendiri lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4),
tetapi dapat membentuk metabolit dari LTA4 intermedia yang berasal dari neutrofil
yang berdekatan. Lipoksin memiliki dua cara kerja, baik pro- maupun
antiinflamasi. Sebagai contoh, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan melawan
vasokonstriksi yang distimulasi oleh LTC4; aktivitas lainnya adalah menginhibisi

20
kemotaksis dan adhesi neutrofil sambil merangsang adhesi monosit. Hubungan
kebalikan antara pembentukan lipoksin dan leukotrien mengesankan bahwa
lipoksin dapat menjadi regulator negatif endogen alami dari kerja leukotrien.

Aspirin dan sebagian besar obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS), misalnya


ibuprogen, menghambat semua aktifitas sikooksigenase di atasnya sehingga
menghambat sintesis prostaglandin (efektif dalam mengobati nyeri dan demam).
Untuk kepentingan yang bermakna, terdapat dua bentuk siklooksigenase (COX),
yang disebut COX-1 dan COX-2. Selain itu, COX-1 terdapat dalam mukosa gaster,
dan prostaglandin mukosa yang dihasilkan oleh COX-1 bersifat protektif terhadap
kerusakan yang diinduksi oleh asam. Oleh karena itu, inhibisi siklooksigenase oleh
aspirin dan OAINS (yang keduanya menghambat COX-1 dan COX-2) akan
mengurangi inflamasi dengan memblok sintesis prostaglandin, tetapi juga cenderung
menyebabkan ulserasi gaster. Inhibitor COX-2 yang sangat selektif saat ini
bermanfaat untuk mempertahankan efek antiperadangan oleh inhibisi COX, tetapi
mencegah efek merugikan pada mukosa gaster. Lebih khusus lagi, lipoksigenase tidak
dipengaruhi oleh inhibitor COX apa pun, dan pada kenyataannya blokade COX dapat
meningkatkan akses substrat menuju lipoksigenase. Glukokortikoid, agen antiradang
yang sangat kuat, bekerja sebagian dengan menginhibisi aktivitas fosfolipase A2.

Factor pengaktivasi trombosit (PAF, platelet activating factor)


PAF awalnya dinamai demikian karena kemampuannya mengagregasi trombosit dan
menyebabkan degranulasi. PAF merupakan mediator lain yang berasal dari fosfolipid
dengan efek radang berspektrum luas. PAF merupakan asetil gliserol eter fosfokolin,
yang dibentuk dari fosfolipid membrane neutrofil, monosit, basofil, endotel dan
trombosit oleh kerja fosfolipase A2. PAF menyebabkan vasokonstriksi dan
brokokonstriksi serta 100 sampai 10.000 kali lebih poten dibanding histamine dalam
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular. PAF juga memberikan gambaran
inflamasi seperti, peningkatan adhesi leukosit, kemotaksis, degranulasi leukosit dan
pembakaran oksidatif serta merangsang sintesis mediator lain, seperti eikosanoid.

Sitokin
Dihasilkan selama terjadi radang dan sekresinya bersift sementara dan diatur secara
ketat. Banyak sel menghasilkan multiple sitokin dengan efek pleiotropik. Sitokin
dapat bekerja pada sel yang sama dengan sel yang memproduksinya (efek autokrin),

21
pada sel lain disekitarnya (efek parakrin), atau secara sistemik (endokrin);
aktivitasnya diperantarai dengan pengikatan terhadap reseptor spesifik.
Sitokin terbagi atas:
a. Sitokin yang mengatur fungsi limfosit, seperti aktivasi, pertumbuhan, dan
diferensiasi (misalnya, IL-2 , yang merangsang proliferasi, dan transforming
growth factor beta yang menginhibisi pertumbuhan limfosit)
b. Sitokin yang terdapat pada imunitas bawaa, yaitu respon primer terhadap
rangsang yang membahayakan. Sitokin ini meliputi dua sitokin peradangan
utama, TNF dan IL-1.
c. Sitokin yang mengaktifkan sel radang (terutama makrofag) selama terjadi
respon imun yang diperantarai oleh sel, seperti interferon gama dan IL-2.
d. Kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis terhadap berbagai leukosit.
e. Sitokin yang merangsang hematopoeisis, yaitu factor perangsang koloni
monosit – granulosit dan IL-3.

Interleukin 1 dan TNF


Baik IL-1 dan TNF dihasilkan oleh makrofag teraktivasi dan sekresinya dirangsang
oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, cedera fisik atau berbagai mediator
peradangan. Baik IL-1 dan TNF menginduksi aktivasi endoteldengan meningkatkan
pengeluaran molekul adhesi, menyekresi sitokin dan factor pertumbuhan
pertambahan, memproduksi eikosanoid dan nitrit oksida, serta meningkatkan
trombogenisitas endotel. Keduanya juga mengaktivasi fibroblast jaringan,
menyebabkan peningkatan proliferasi dan produksi matriks ekstraselular.

Kemokin
Kemokin merupakan suatu kelompok protein kecil yang terkait secra structural, yang
terutama bekerja sebagai activator dan kemoatraktan untuk bagian leukosit.
Kombinasi unik kemokin akan merekrut populasi sel khusus yang muncul di suatu
temat yang terkenan radang. Kemokin juga dapat merangsang sel precursor
hematopoeitik serta merekrut dan mengaktivasi sel mesenkim seperti fibrobls dan otot
polos.

Nitrit Oksida dan Radikal Bebas yang Berasal Dari Oksigen.

22
NO adalah gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek yang dihasilkan
oleh berbagai sel dan mampu memerantarai beberapa fungsi efektor yang
membingungkan. Makrofag menggunakannya sebagai metabolit sitotoksik untuk
membunuh mikroba dan sel tumor. NO banyak berperan dalam inflamasi, yaitu
relaksasi otot polos pembuluh darah, antagonisme semua tahap aktivasi trombosit,
penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang dan berperan sebagai agen
mikrobisidal pada makrofag teraktivasi.

Radikal bebas yang berasal dari oksigen disintesis melalui jalur NADPH oksidase dan
dilepaskan dari neutrofil dan makrofag setelah perangsangan oleh agen kemotaktik,
kompleks imun, aktivitas fagositik. Superoksida kemudian diubah menjadi hydrogen
peroksida dan hidroksida, dan derivate toksik NO. Pada kadar rendah, spesies oksigen
reaktif ini dapat meningkatkan pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi
sehingga memperkuat kaskade mediator peradangan. Pada tingkat yang lebih tinggi,
molekul berumur pendek ini terlibat dalam berbagai mekanisme cedera jaringan, yang
meliputi, kerusakan endotel yang disertai trombosis dan peningkatan permeabilitas;
aktivasi protease dan inaktivasi protease, disertai peningkatan bersih pemecahan
matriks ekstraselular; jejas langsung pada sel lainnya.

Unsur Pokok Lisosom


Granula lisosom neutrofil dan monosit mengandung banyak molekul yang dapat
memerantarai inflamasi akut. Molekul tersebut dapat dilepaskan setelah terjadi
kematian sel karena kebocoran selama pembentukan vakuola fagositik, atau oleh
fagositosis yang gagal melawan permukaan yang luas dan tidak dapat dicerna.
Sementara protease asam memiliki pH optimal yang asam dan umumnya hanya aktif
di dalam fagolisosom, protease netral, termasuk enzim, seperti elastase, kolagenase,
dan aktepsin, aktif di dalam matriks ekstraselular dan menyebabkan perusakan jejas
jaringan yang destruktif dengan mendegradasi elastin, kolagen, membrane basalis,
dan protein matriks lain. Protease netral juga dapat memecah C3 dan C5 secara
langsung untuk membentuk anafilaktosin C3a dan C5a dan dapat meningkatkan
pembentukan peptide yang menyerupai bradikinin dari kininogen.

e. Jejas yang diinduksi oleh Radang

23
Dari pembahasan sebelumnya seharusnya terbukti bahwa respon radang telah
berkembang di sertai dengan banyaknya check and balance. Oleh karena itu mediator
yang sangat kuat seperti Leukotrien di kontrol oleh lipoksin yang berpotensi sama.
Radikal bebas di buang oleh mekanisme antioksidan. Meskipun demikian, jejas
jaringan yang terbatas hampir selalu menyertai respon radang. Contohnya , fagositosis
menimbulkan pelepasan enzim lisosom tidak hanya dalam fagolisosom, tetapi
kemungkinan juga masuk ke dalam ruang ekstrasel, tempat terjadinya jejas sel dan
degradasi matriks. Hal ini biasa terjadi akibat degranulasi prematur lisosom selama
leukosit berusaha untuk memfagosit permukaan yang rata dan besar atau karena
substansi yang dapat melisis membran lipid. Selain itu, leukosit teraktifasi
melepaskan spesies oksigen reaktif dan produk metabolisme AA yang keduanya
merupakan mediator poten yang mampu menimbulkan jejas endotel dan kerusakan
jaringan secara langsung. Tentu saja, jejas jaringan yang bergantung leukosit akibat
aktifasi leukosit yang menetap atau berlebih mendasaru banyak penyakit pada
manusia, termasuk artritis rheumatoid dan bentuk penyakit paruh kronik tertentu.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme penyembuhan luka

a. Regenerasi Sel

Pengendalian Pertumbuhan dan Diferensiasi sel

Secara umum, jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi
kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.
Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar di tentukan oleh
kecepatan prolioferasinya, sementara sel dapat meninggalkan populasinya karena
kematian sel ataupun karena difernsiasi menjadi jenis sel yang lain.proliferasi sel dapat
dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsiun pertumbuhan , jejas, kematian sel, atau
bahkan oleh faktor deformasi mekanis jaringan. Mediator biokimiawi dan atau tekanan
mekanis yang terdapat dalam lingkungan mikro dapat merangsang atau mengahambat
pertumbuhan sel.Meskipun pertumbuhan dapat dicapai dengan memperpendek panjang
siklus sel atau menurunkan laju sel yang hilang, kendali pengaturan yang terpenting
adalah penginduksian sel istirahat (resting cel) agar memasuki siklus sel.

Proliferasi sel normal

24
Siklus sel, sel yang sedang berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang
sudah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri dari fase
pertumbuhan prasintesis 1 atau G1, fase sintesis DNA atau S, fase pertumbuhan
pramitosis 2 atau G2, dan fasmitosis atau M. Sel istirahat berada dalam keadaaan
fisiologis , sebagian besar jaringan matur terdiri atas sel dalam suatu kombinasi dari
berbagai keadaan.

Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan
pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin.Siklin menjalankan
fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan (sehingga akan
mengaktivasi) protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase yang
bergantung siklin. Kombinasi yang berbeda dari siklin dan CDK berkaitan dengan
setiap transisi penting dalam siklus sel. Kombinasi ini menggunakan efeknya dengan
memfosfolirasi sekelompok substrat protein terpilih. Fosfolirasi dapat menimbulkan
perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial dapat:

1. Mengaktivasi atau menginaktivasi suatu aktivitas enzimatik


2. menginduksi atau mengganggu interaksi protein
3. Menginduksi atau menghambat pengikatan protein pada DNA
4. Menginduksi atau mencegah katabolisme protein

Contoh spesifik adalah CDK1, yang mengendalikan transisi penting dari G2


menjadi M. Pada saat sel masuk ke dalam G2, siklin B disintesis, dan berikatan pada
CDK1.Kompleks siklin B-CDK1 ini diaktivasi melalui fosforilasi,kemudian kinase
aktif memfosforilasi berbagai protein yang terlibat dalam mitosis,meliputi protein yang
terlibat dalam replikasi DNA, depolimerisasi lapisan inti sel, dan pembentukan spindel
mitosis.Setelah pembelahan sel, siklin B dipecah melalui jalur proteasom yang tersebar
luas , sel tidak akan mengalami mitosis lebih lanjut sampai terdapat rangsang
pertumbuhan dan sintesis siklin yang baru.

Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, kompleks siklin CDK juga diatur melalui
pengikatan inhibitor CDK.Kompleks ini sangat penting dalam mengatur ganas yang
mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh, pada saat DNA dirusak(misalnya,
oleh iradiasi ultrviolet), protein supresor tumor TP53 (dulu P53: yaitu suatu protein
fosforilasi dengan berat molekul 53 kD) akan distabilkan dan menginduksi transkripsi

25
CDKN1A (dulu P21) , suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan sel dalam fase G1
atau G2 smpai DNA dapat diperbaiki pada tahapan tersebut, kadar TP53
menurun,CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan
DNA terlalu luas,TP53 akan memulai suautu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel
agar melakukan bunuh diri (apoptosis).

Berdasarkan kemampuan regenerasi serta hubungannya terhadap siklus sel, sel


tubuh dibagi menjadi 3 kelompok :

 Sel labil

Sel ini terus membelah dan terus-menerus mati. Regenerasi terjadi dari suatu
populasi sel stem dengan kemampuan berproliferasi yang relative tidak terbatas. Pada
saat sel stem membelah, satu anak sel mempertahankan kemampuannya untuk
membelah, sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel nonmitotik yang
melanjutkan fungsi normal jaringan. Sel labil meliputi sel hematopoiesis dalam
sumsum tulang dan juga mewakili sebagian besar epitel permukaan.

 Sel stabil
Dalam keadaan normal, sel ini dianggap istirahat atau hanya memiliki kemampuan
replikasi yang rendah, tetapi mampu membelah diri dengan cepat dalam hal merespons
cedera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan kelenjar yang paling padat, yaitu
hati, ginjal, pancreas, dan sel endotel pembuluh darah, serta fibroblast dan sel otot
polos.

 Sel permanen
Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif dalam
kehidupan pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian besar
neuron dan sel otot jantung. Oleh karena itu, cedera pada otak atau jantung bersifat
ireversibel dan hanya menimbulkan jaringan parut karena jaringan tidak dapat
berproliferasi. Meskipun otot rangka biasanya dikategorikan sebagai jenis sel
permanen, sel satelit yang melekat pada selubung endomisium sangat memberikan
kemampuan regenerasi. Terdapat juga beberapa bukti bahwa sel otot jantung dapat
berproliferasi setelah terjadi nekrosis miokard.

26
b. Penyembuhan Primer

Pemulihan luka adalah penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak
terinfeksi di sekitar jahitan bedah. Disebut juga dengan penyatuan primer/
penyembuhan primer. Insisi hanya menyebabkan robekan fokal pada kesinambunagn
membrane basalis epitel dan menyebabkan kematian sel epitel dan jaringan ikat dalam
jumlah yang relative lebih sedikit. Akibatnya regenarasi epitel menonjol dari pada
fibrosis . Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah bekuan fibrin; dehidrasi
pada permukaan menghasilkan suatu keropeng yang menutup dan melindungi tempat
penyembuhan.

Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi , dan bermigrasi
menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukan
peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hingga 48 jam , sel epitel dari kedua
irisan telah mulai bermigrasi dan berpoliferasi di sepanjang dermis., dan
mendepositkan komponen membrane basalis saat dalam perjalannya. Sel tersebut
bertemu digaris tengah di bawah keropeng permukaan ,menghasilkan suatu lapisan
epitel tipis yang tidak putus.

Pada hari ke-3 neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag , dan
jaringan granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi.Serat kolagen pada tepi
insisi mulai timbul, tetapi mengrah vertical dan tidak menjembatani insisi. Proliferasi
sel epitel berlanjut , menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal.

Pada hari ke-5 , neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan granulasi


mengisi ruang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai
menjembatani insisi. Epidermis mengembalikan ketebalan normalnya krena
deferensiasi sel permukaan menghasilkan arsitektur epidermis matur yang disertai
dengan keratinasi permukaan.

Selama minggu kedua , penumpukan kolagen dan poliferasi fibroblast masih


berlanjut. Infiltrat leukosit , edema, dan peningkatan vaskularitas telah amat
berkurang . Proses panjang “pemutihan” dimulai , dilakukan melalui peningkatan
deposisi kolagen di dalam jaringan parut bekasinsisi dan regresi saluran pembuluh
darah .

27
Pada akhir bulan pertama , jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas suatu
jaringan ikat selyang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi oleh suatu
epidermis yang sangat normal. Tambahan dermis yang hancur pada garis insisi akan
menhilang permanen, Kekuatan regang pada luka akan meningkat bersama perjalanan
waktu.

c. Penyembuhan Sekunder

Jika kehilangn sel atau jaringan terjadi lebih luas seperti infark, ulserasi radang ,
pembentukan abses, atau bahkan luka bakar besar , proses pemulihannya menjadi
lebih kompleks. Pada keadaan ini regenerasi sel parenkim saja tidak dapat
mengembalikan arsitektur asal . Akibatnya , terjadi pertumbuhan jarinagn granulasi
yang luas kea rah dalam dari tepi luka , diikuti dengan penumpukan ECM serta
pembentukan jaringan parut. Bentuk peyembuhan ini disebut dengan penyatuan
sekunder atau penyembuhan sekunder.Penyembuhan sekunder berbeda dengan
penyembuhan primer dalam bebrapa hal yang meliputi :

a. Secara intrinsic , kerusakan jaringan yang luas mempunyai debris nekrotic,


eksudat, dan fibrin yang lebih besar yang harus disingkirkan. Akibatnya reaksi
radang menjadi lebih hebat dan berpotensi lebih besar mengalami cedera
sekunder yang diperantarai radang.
b. Jaringan granulasi akan terbentuk dalam jumlah yang jauh lebih besar .
Kerusakan yang lebih luas meningkatkan jumalah jaringan granulasi yang
lebih besar untuk mengisi kekosongan dalam arsitektur stroma dan
menyediakan kerangka pertumbuhan kembali epitel jaringan yang mendasari.
Pada umumnya jaringan granulasi yang lebih besar akan menghasilkan suatu
masa jaringan parut yang lebih besar
c. Penyembuhan sekunder menunjukan fenomena kontraksi luka. Sebagai contoh
, dalam waktu 6 minggu kerusakan kulit yang luas dapat berkurang menjadi 5-
10% dari ukuran semula , terutama melalui kontraksi.Proses ini dianggap
berasal dari adanya miofibroblas yaitu fibroblast yang diubah yang
menunjukan berbagai gambaran ultrastruktural dan fungsional sel otot polos
kontraktil.

d. Kekuatan Luka

28
Luka yang dijahit dengan cermat mempunyai kira-kira 70% kekuatan dibandingkan
kekuatan kulit yang tidak terluka, sebagian besar disebabkan oleh penempatan jahitan.
Jika jahitan dilepas, biasanya setalh 1 minggu, kekuatan luka mejadi kira-kira 105 dari
kulit yang tidak terluka tetapi kekuatan ini meningkat dengan cepat selama 4 minggu
berikutnya. Pemulihan kekuatan peregangan diakibatkan oleh adanya sintesis kolagen
yang melebihi degradasinya selama 2 bulan pertama dan oleh perubahan structural
kolagen ketika sintesisnya berkurang di saat selanjutnya. Kekuatan luka mencapai
kira-kira 70-80% dari normal pada bulan ketiga tetapi biasanaya tidak akan meningkat
melebihi angka tersebut.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Inflamasi merupakan suatu respon protektif yang ditujukan untuk membuang


penyebab awal jejas serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh
kerusakan sel. Inflamasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu inflamasi akut dan kronik.
Keduanya dapat dibedakan dari agen penyebab, onset, sel-sel yang berperan dan
pemulihannya. Pada respon akut terjadi perubahan vaskular maupun seluler. Baik
inflamasi akut maupun kronik melibatkan mediator-mediator kimiawi yang diatur secara
berkesinambungan.
Walaupun inflamasi merupakan suatu respon protektif namun inflamasi dapat
mengakibatkan berbagai efek pada tubuh. Efek tersebut dapat bermanfaat atau tidak
bermanfaat. Akibat atau penyembuhan dari inflamasi akut antara lain proses resolusi,
pembentukan jaringan parut dan abses serta kemajuan ke arah inflamasi kronik.
Sedangkan inflamasi kronik melibatkan regenerasi sel dan fibrosis bagi inflamasi kronik.

B. Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2013 dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

30

Anda mungkin juga menyukai