PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia selalu mendapat rangsangan baik dari luar maupun dari dalam yang
dapat menimbulkan jejas pada sel. Tanpa proses pertahanan seperti radang dan
pemulihan, manusia tidak dapat bertahan hidup. Jejas pada sel akan bertambah parah dan
dapat menimbulkan kematian sel.
Radang ialah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas. Proses radang
memusnahkan, malarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk
pemulihan jaringan yang rusak pada tempat itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, reaksi
radang seringkali menimbulkan gejala-gejala klinik seperti rasa nyeri.
Pemulihan ialah proses dimana sel-sel yang hilang atau rusak diganti dengan sel-
sel hidup, kadang-kadang melalui regenerasi oleh sel parenkim asal, tetap lebih sering
oleh sel fibroblas jaringan ikat yang membentuk jaringan parut. Walaupun radang dan
pemulihan merupakan dua proses yang nyata dan berbeda, tetapi keduanya saling
berkaitan erat satu sama lain pada jawaban jaringan terhadap jejas.
Pada makalah ini, kami akan secara khusus membahas tentang seluruh mekanimse
bagaimana sel tubuh melindungi diri melalui proses peradangan dan penyembuhan
dengan skenario yang berjudul ”Adikku Sakit Amandel”.
B. Manfaat
Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan peradangan meliputi segala perubahan yang terjadi pada vaskuler dan
seluler, mediator yang berperan dalam proses peradangan dan proses terjadinya
penyembuhan, serta mengenali berbagai macam jejas sel.
1
BAB II
ISI
SKENARIO
Adikku, Salsa (10 tahun) tiba-tiba mengeluh nyeri sekali dikerongkongannya sehingga tidak
bisa makan dan minumpun terasa susah. Keluhan ini baru dirasakan 1 hari disertai panas
badan yang tinggi (40º C) dan badan terlihat lemah. Satu hari sebelumnya Salsa mengalami
batuk pilek. Ibu sudah mencoba memberi obat penurun panas tetapi keluhan tidak berkurang.
Kemudian Salsa di periksa ke dokter Anak, dan dilakukan pemeriksaan kerongkongan,
ternyata amandelnya bengkak dan merah. Dokter memberi resep antibiotik dan anti radang
dengan harapan terjadi resolusi dari amandel Salsa.
2
7. Anti Radang : Non-steroid Anti-Inflamation Drugs (NSAID) merupakan suatu
senyawa yang digunakan pada saat radang tujuannya untuk
menghambat pembentukan prostaglandin.
STEP 3 BRAINSTORMING
1. Demam merupakan salah satu respon tubuh apabila tubuh sedang berusaha untuk
melawan benda asing yang masuk ke tubuh. Dari definisi pada step 1 disebutkan
bahwa radang merupakan respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan
penyebab awal jejas. Berbagai macam mekanisme radang dari perubahan vaskuler
dan rekrutmen sel menyebabkan pengeluaran prostaglandin yang akan berpengaruh
pada hipotalamus untuk mengatur termostat pada tubuh kita. Tujuan dari peningkatan
suhu tubuh melalui peningkatan point set dari termostat salah satunya adalah untuk
menghentikan kerja dari bakteri yang menyerang. Ada beberapa jenis demam, yaitu:
demam dengan suhu rendah (380 – 390C); demam intensitas sedang (390 – 400C);
demam intensitas tinggi (400 – 420C); dan hiperpensia yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan ( >420C).
2. Beberapa kemungkinan tidak turunnya demam walaupun sudah diberi obat penurun
panas:
a. Karena obat yang diberikan bukan obat penurun demam karena bakteri melainkan
obat penurun demam karena virus.
3
b. Karena bakteri yang benar-benar mengancam sehingga apabila diberikan obat
penurun panas tidak bisa menurunkan panas dikarenakan panas tubuh itu sendiri
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
c. karena obat penurun demam berbeda dengan obat anti radang yang memutus
proses siklooksigenase sehingga tidak terbentuk prostaglandin.
3. Radang terjadi karena adanya jejas sel atau jaringan. Jejas itu sendiri disebabkan oleh
berbagai macam hal, yaitu dari agen infeksirus seperti virus, bakteri, parasit, dan
jamur. Selain itu juga bisa disebabkan karena fisik, kimiawi, dan temperatur tinggi.
Penyebab lain seperti stres fisiologis, hipoksia, dan iskemia juga dapat menyebabkan
jejas sel dan jaringan.
4. Hubungan batuk pilek dengan radang yaitu tonsil atau amandel merupakan salah satu
dari sistem pertahanan tubuh kita. Bakteri yang masuk biasanya akan ditangkap oleh
sistem pertahanan ini. Namun, beberapa bakteri yang ikut menginfeksi saluran napas
juga akan menstimulasi sistem pertahanan atas dengan respon batuk dan pilek.
5. Dokter memberikan antibiotik karena antibiotik merupakan senyawa baik alami
maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri seperti
pada kasus dari skenario diatas. Selain antibiotik dokter juga memberikan obat anti
radang. Seperti yang telah diketahui erusakan atau perubahan yang terjadi pada sel
dan jaringan akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Asam
arakidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam
bentuk fosfolipida. Asam arakidonat ini kemudian mengalami metabolisme menjadi
dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin,
tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi.
Kerja utama kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat antiradang
glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat. Selain dari kerja utama
masih ada berbagai kerja lain pada NSAID dan obat antiradang glukokortikoid.
6. Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan sulit menelan, yaitu:
a. proses inflamasi menyebabkan pembengkakan yang akan mempersempit
ruang untuk menelan.
4
b. Nyeri membuat rasa tidak nyaman untuk menelan. Nyeri ini disebabkan
karena pH, dan molekul seperti bradikinin yang merangsang ujung saraf bebas
dan membuat kita merasakan nyeri.
7. Tanda-tanda radang ialah sebagai berikut:
a. Rubor ( kemerahan )
Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah peradangan. Seiring
dimulai proses peradangan arteriol yang memasok darah tersebut berdilatasi
sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler – kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian
meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia
atau kongesti, menyebabkan kemerahan lokal pada radang akut. Tubuh
mengontrol produksi hiperemia dengan pelepasan zat kimia seperti histamin.
b. Kalor ( panas )
Terjadi bersamaan dengan rubor pada radang akut. Panas secara khas merupakan
proses peradangan yang terjadi di permukaan tubuh, yang secara normal lebih
dingan daripada 37 derajat celcius yang merupaka suhu inti tubuh. Daerah
peradanga n di kulit menjadi lebih hangat karena lebih banyak darah dialirkan
dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan ke daerah
yang normal.
c. Dolor ( nyeri )
Dolor dalam radang bisa disenabkan oleh beberapa hal . perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion – ion tertentu dapat merangsang ujung – ujung saraf.
Pelepasan zat kimia tertentu seperti histamin atau zat – zat kimia bioaktif lain
dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jarengan yang meradang
menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat
menimbulkan nyeri.
d. Tumor ( pembengkakan )
Tumor merupakan aspek yang paling mencolok pada peradangan akut.
Pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel – sel yang berpindah
dari aliran darah ke jaringan intertitial. Cairan dan sel – sel yang tertimbun di
daerah peradangan ini dinamakan eksudat. Pada awal reaksi peradangan, sebagian
eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara cepat di dalam lepuhan setelah
luka bakar ringan pada kulit . kemudian leukosit, meninggalkan aliran darah dan
tertimbun sebagai bagian eksudat.
5
e. Fungsio Laesa ( perubahan fungsi )
Perubahan fungsi merupakan hal yang lazim pada peradangan. Sepintas mudah
diketahui, bagian yang bengkak, nyeri, disertai sirkulasi abnormal dan
lingkungan kimiawi lokal yang abnormal seharusnya berfungsi secara abnormal .
8. Jika cedera terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan jaringan
ataupun terdapat kerusakan kecil, dan jika jaringan mampu mengganti setiap sel yang
cedera secara ireversibel, biasanya terjadi perbaikan terhadap normalitas histologis
dan fungsional. Proses ini meliputi netralisasi atau pembuangan berbagai mediator
kimiawi, normalisasi permeabilitas vaskular, dan penghentian emigrasi leukosit
diikuti kematian neutrofil yang mengalami ekstravasasi. Akhirnya, usaha gabungan
antara drainase limfatik dan penelanan makrofag pada debris nekrotik menyebabkan
pembersihan cairan edema, sel radamg, dan sisa sel yang rusak dari medan
pertempuran.
6
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme penyembuhan luka: regenerasi sel,
penyembuhan primer, penyembuhan sekunder, dan kekuatan luka.
STEP 7 SINTESIS
Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh darah. Perubahan ini dimulai
relative lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan keccepatan
yang beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya.
8
cedera berat (misalnya, luka bakar atau infeksi), dan lepasnya sel endotel sering kali
disertai dengan adhesi thrombosis. Pada sebagian besar kasus, kebocoran dimulai
segera setelah terjadi jeas dan menetap selama beberapa jam (atau hari) sampai
pembuluh darah yang rusak mengalami thrombosis atau diperbaiki. Oleh karena itu,
reaksi ini dikenal sebagai immediate sustained response. Venula, kapiler, dan
arteriol semuanya dapat mengalami hal ini, bergantung pada tempat jejas.
Jejas langsung pada sel endotel juga dapat menginduksi kebocoran
memanjang yang melambat (delayed prolonged leakage), yang mulai terjadi setelah
terlambat 2 sampai 12 jam, berlangsung selama beberapa jam atau bahkan berhari-
hari, dan mengenai venula dan kapiler. Contohnya, jejas suhu ringan sampai sedang,
toksin bakteri tertentu, dan radiasi sinar-X atau ultraviolet (misalnya, terbakar sinar
matahari yang muncul di malam hari setelah seharian terkena sinar matahari).
Walaupun mekanismenya tidak jejas, baik kerusakan sel yang melambat akibat
apoptosis maupun kerja sitokin, telah diperkirakan.
Jejas endotel yang bergantung leukosit dapat terjadi akibat akumulasi leukosit
selama respons inflamasi terjadi. Seperti telah dibahas sebelumnya, leukosit seperti
itu dapat melepaskan spesies oksigen toksik dan enzim proteolitik, yang kemudian
menyebabkan cedera tau lepasnya endotel. Bentuk cedera ini sebagian besar terjadi
secara terbatas di tempat-tempat pembuluh darah (venula dan kapiler pulmonalis)
yang leukositnya dapat melekat pada endotel.
Peningkatan transitosis melalui jalur vesicular intrasel meningkatkan permeabilitas
venula, khususnya setelah pajanan terhadap mediator tertentu (misalnya, vascular
endothelial growth factor [VEGF]. Transitosis terjadi dengan melintasi kanal-kanal
yang dibentuk oleh fusi vesikel yang tanpa selubung.
Kebocoran dari pembuluh darah baru. Pada perbaikan jaringan terjadi pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis). Bakal pembuluh darah masih bocor sampai sel
endotel yang mengalami proliferasi berdiferensiasi secara memadai untuk
membentuk intercellular junction. Sel endotel baru juga telah meningkatkan
pengeluaran reseptor untuk mediator vasoaktif dan faktor angiogenik tertentu
(misalnya, vascular endothelial growth factor) yang secara langsung menginduksi
peningkatan permeabilitas vaskular melalui transitosis.
b. Peristiwa yang Terjadi Pada Sel
1. Marginasi dan Rolling
9
Saat darah mengalir dari kapiler menuju venula pascakapiler, sel dalam sirkulasi
dibersihkan oleh aliran laminar melawan dinding pembuluh darah. Sel darah
merah yang berbentuk diskoid yang lebih kecil cenderung bergerak lebih cepat
daripada sel darah putih sferis yang lebih besar. Karena ini leukosit terdorong
dari sumbu sentral pembuluh darah sehingga leukosit mempunyai kesempatan
lebih baik untuk berinteraksi dengan sel endotel yang melapisinya. Dengan
adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang terjadi pada inflamassi
menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan aliran darah melambat.
Proses akumulasi leukosit di tepi pembuluh darah disebut marginasi.
Selanjutnya leukosit berguling-guling pada permukaan endotel dan untuk
sementara melekat di sepanjang perjalanannya. Proses ini di sebut rolling.
Adhesi transien dan relatif longgar yang terlibat dalam proses rolling dilakukan
oleh kelompok molekul selektin. Selektin merupakan reseptor yang dikeluarkan
pada leukosit dan endotel dan ditandai dengan adanya daerah yang mengikat
gula tertentu. Selektin ini meliputi selektin-E yang terbatas pada endotel-
endotel, selektin-P yang terdapat pada endotel dan trombosit, selektin-L yang
terdapat pada permukaan sebagian besar leukosit. Selektin mengikat
oligosakarida bersialatyang menghiasi glikoprotein mirip musin pada sel target.
10
yang mengikat integrin adalah LFA-1 dan Mac-1, VCAM-1 berikatan pada
integrin VLA-4. Integrin biasanya muncul pada membran plasma leukosit,
tetapi tidak melekat pada ligannya yang sesuai sampai leukosit diaktivasi oleh
agen kemotaktik atau rangsang lainnya. Hanya integrin yang mengalami
perubahan bentuk yang diperlukan untuk memberikan afinitas pengikatan yang
tinggi terhadap molekul adhesi endotel.
Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas
mendekati gradien kimiawi pada suatu proses yang disebut kemotaksis. Kedua
zat eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik terhadap leukosit, meliputi :
11
berlabuh ke matriks ekstraselular dan kemudian menarik sel ke arah
perpanjangan tersebut. Dengan demikian, pada ujung utama pseudopodia,
monomer aktin dipolimerisasi menjadi filamen panjang, pada saat yang sama
filamen aktin dimana pun dalam sel harus dibongkar untuk memungkinkan
adanya aliran kearah pseudopodia yang memanjang. Arah pergerakan seperti itu
utamanya terjadi karena densitas interaksi reseptor ligan kemotaktik yang lebih
tinggi pada ujung utama sel tersebut.
- Degranulasi dan sekresi enzim lisosom dan terjadi pembakaran oksidatif melalui
aktivasi protein kinase C yang diinduksi oleh DAG
- Produksi metabolit AA melalui aktivitas fosfolipase-A2 yang diinduksi oleh
kalsium dan DAG
- Mosulasi molekul adhesi leukosit melalui peningkatan kalsium intrasel,
termasuk peningkatan (atau penurunan) jumlah dan peningkatan (atau
penurunan) aifinitas.
Fagositosis terdiri atas tiga langkah berbeda tetapi saling terkait : pengenalan
dan perlekatan partikel pada leukosit yang menelan; penelanan dengan
pembentukan vakuola fagositik selanjutnya; dan pembunuhan dan degradasi
material yang ditelan.
12
telan. Pada penelanan, pseudopodia diperpanjang mengelilingi objek, sampai
akhirnya membentuk vakuola fagositik. Membran vaskuola kemudian berfuse
dengan membran granula lisosom sehingga terjadi pengeluaran kandungan
granula masuk kedalam fagolisosom dan terjadi degranulasi leukosit.
Leukosit berperan sentral dalam pertahanan penjamu oleh karena itu sering
ditemukan defek pada fungsi leukosit baik secara genetic atau akuisita (didapat).
13
Mac-1 menimbulkan gangguan adhesi, penyebaran, fagositosis, dan pembakaran
oksidatif. Difensiesi adhesi leukosit 2 (leucocyte adhesiom deficiency 2 / LAD-
2) disebabkan oleh defek menyeluruh pada metabolism fukosa yang
mengakibatkan hilangnya sialil-Lewis X- epitop oligosakarida pada leukosit
yang berikatan dengan selektin pada endotel yang teraktivasi.
2. Defek pada aktivitas mikrobisidal
Contohnya adalah penyakit granulomatosa kronik (chronic granulomatous
disease/ CGD) suatu defisiensi genetic pada salah satu dari beberapa kompenen
NADPH oksidase yang bertanggung jawab dalam pembentukan superoksida.
Pada pasien ini, pemasangan bakteri tidak menyebabkan aktivasi mekanisme
pembunuhan yang bergantung oksigen, walaupun pada kenyataan nya aktivitas
mieloperoksidase sel adalah normal. Yang menarik adalah hal ini benar terjadi,
bahkan pada infeksi oleh bakteri yang menghasilkan hydrogen perioksida,
sebagiannya karena banyak bakteri (misalnya, Staphylococcus aureus) juga
memiliki katalase sendiri, yang mendegradasi H2O2
3. Defek pada pembentukan fagolisosom
Salah satu kelainannya adalah sindrom Chediak-Higashi, organelle trafficking
intrasel, yang terutama menggangu degranulasi lisosom menjadi fagosom.
Sekresi granula sekretoris litik oleh sel T sitotoksik juga terpengaruh, yang
menjelaskan adanya imunodefisiensi berat pada kelainan ini.
d. Mediator Kimiawi
Banyaknya jumlah mediator yang telah dikenal hampir pasti memiliki nilai
kelangsungan hidup bagi organisme. Berikut ini prinsip umum dan beberapa molekul
mediator inflamasi yang penting.
Mediator dapat bersirkulasi di dalam plasma khususnya yang disintesis oleh hati,
atau dapat dihasilkan secara lokal oleh sel di tempat terjadinya inflamasi.
Mediator yang berasal dari plasma (komplemen, kinin, faktor koagulasi) beredar
dalam sirkulasi sebagai prekursor inaktif, yang harus mengalami pemecahan
proteolitik untuk mendapatkan bahan biologisnya. Mediator yang berasal dari sel,
normalnya akan diasingkan di dalam granula intrasel yang disekresi pada saat
aktivasi (misalnya, histamin dalam sel mast) atau disintesis secara de novo
sebagai respons terhadap rangsang (misalnya, prostaglandin).
14
Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dengan berikatan pada reseptor
spesifik pada sel target. Namun demikian, beberapa mediator memiliki aktivitas
enzimatik langsung dan/atau aktivitas toksik (misalnya, protease lisosom atau
spesies oksigen reaktif [reactive ocygen species/ROS]).
Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor
sekunder. Mediator sekunder ini dapat mempunyai bahan yang sama dengan
molekul efektor inisial, pada saat mediator tersebut dapat memperkuat respons
utamanya. Pada sisi lain, mediator sekunder memiliki fungsi yang berlawanan
sehingga bekerja untuk melakukan kontraregulasi terhadap rangsang inisial.
Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau sangat mempunyai sedikit target,
atau dapat mempunyai aktivitas luas; bisa terdapat perbedaan hasil yang sangat
besar tergantung pada jenis sel yang dipengaruhi.
Fungsi mediator umumnya diatur secara ketat. Sekali teraktivasi dan dilepaskan
dari sel, sebagian besar mediator cepat rusak/ hilang (misalnya, metabolit AA),
diinaktivasi oleh enzim (misalnya, kininase yang menginaktivasi bradikinin),
dieliminasi (misalnya, antioksidan memungut metabolit oksigen yang toksis),
atau diinhibisi (protein penghambat komplemen).
Alasan utama check and balance adalah bahwa sebagian besar mediator memiliki
potensi untuk menyebabkan efek yang berbahaya.
Amina Vasoaktif
Yang termasuk mediator dalam amina vasoaktif adalah histamin dan serotonin.
Histamin tersebar luas di dalam jaringan, terutama di dalam sel mast yang berdekatan
dengan pembuluh darah, meskipun terdapat juga di dalam basofil dan trombosit
sirkulasi. Sebelum terbentuk, histamin tersimpan di dalam granula sel mast dan
dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai rangsangan: (1) cedera fisik, seperti
trauma atau panas; (2) reaksi imun yang menyebabkan pengikatan antibodi IgE
terhadap reseptor Fc pada sel mast; (3) fragmen C3a dan C5a komplemen, juga
disebut anafilatoksin; (4) protein pelepas histamin yang berasal dari leukosit; (5)
neuropeptida (misalnya, substansi P); dan (6) sitokin tertentu (misalnya, IL-1 dan IL-
8).
15
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan mediator utama
pada peningkatan permeabilitas vaskular fase cepat, yang menginduksi kontraksi
endotel venula dan interendothelial gap. Segera telah dilepaskan, histamin diinaktivasi
oleh histaminase.
Neuropeptida
Protease Plasma
Banyak efek peradangan diperantarai oleh tiga faktor yang berasal dari plasma yang
saling terkait; kinin, sistem pembekuan, dan komplemen --- semuanya terkait dengan
aktivasi inisial faktor Hageman. Faktor Hageman (juga dikenal sebagai faktor XII
pada kaskade koagulasi intrinsik) merupakan suatu protein yang disintesis oleh hati
yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen, membran
basalis, atau trombosit yang teraktivasi. Dengan bantuan kofaktor kininogen dengan
berat molekul besar (HMWK, high-molecular-weight kininogen), faktor XII
kemudian mengalami perubahan konformasi (menjadi faktor XIIa), memajankan
pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein.
16
kaskade kinin dengan aktivitas kemotaktik – juga merupakan aktivator kuat faktor
Hageman sehingga memungkinkan penguatan seluruh jalur proses pembekuan.
Pada sistem pembekuan, hasil akhir kaskade proteolitik yang digerakkan oleh faktor
XIIa menyebabkan aktivasi trombin, yang selanjutnya memecah fibrinogen terlarut
dalam sirkulasi untuk menghasilkan suatu bekuan fibrin yang tidak mudah larut.
Faktor Xa, perantara dalam kaskade pembekuan, menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. trombin berperan serta pada inflamasi
dengan meningkatkan adhesi leukosit pada endotel dan dengan menghasilkan
fibrinopeptida (selama pemecahan fibrinogen) yang meningkatkan permeabilitas
vaskular dan bersifat kemotaktik terhadap leukosit.
Sistem komplemen terdiri atas kaskade protein plasma yang berperan penting, baik
dalam imunitas maupun inflamasi. Pada imunitas, fungsinya terutama dengan
membentuk membrane attack complex (MAC) yang secara efektif membuat lubang
pada membran mikroba yang menginvasi. Pada proses pembentukan MAC dihasilkan
sejumlah fragmen komplemen, yaitu opsonin C3b dan fragmen yang berperan pada
17
respons peradangan dengan meningkatkan permeabilitas vaskular dan kemotaksis
leukosit.
Komponen komplemen (diberi nomor C1 hingga C9) terdapat di dalam plasma dalam
bentuk inaktif. Ringkasnya, tahap paling kritis dalam mengelaborasi fungsi biologis
komplemen adalah aktivasi komponen ketiga, C3. Pemecahan C3 terjadi (1) melalui
jalur klasik yang dipicu oleh fiksasi C1 terhadap kompleks antigen-antibodi; atau (2)
melalui jalur alternatif, yang dipicu oleh polisakarida bakteri (yaitu, endotoksin),
polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkain komponen
serum yang berbeda-beda, yaitu properdin dan faktor B dan D. Pada jalur mana pun,
C3 convertase memecah C3 menjadi C3a dan C3b. C3b lalu berikatan dengan
kompleks C3 convertase untuk membentuk C5 convertase; kompleks ini memecah C5
membentuk C5a dan menginisiasi tahap akhir pembentukan C5 menjadi C9 MAC.
Berbagai faktor lain yang berasal dari komplemen yang terbentuk di sepanjang jalur
ini memengaruhi berbagai fenomena pada inflamasi akut :
Efek vaskular. C3a dan C5a (juga disebut anafilatoksin) meningkatkan
permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan menginduksi sel
mast untuk melepaskan histaminnya. C5a juga mengaktifkan jalur lipoksigenase
metabolisme AA di dalam neutrofil dan monosit, menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi lebih lanjut.
Aktivasi leukosit, adhesi dan kemotaksis. C5a mengaktivasi leukosit dan
meningkatkan afinitas integrinnya sehingga meningkatkan adhesi terhadap endotel.
C5a juga merupakan agen kemotaktik kuat terhadap neutrofil, monosit, eosinofil,
dan basofil.
Fagositosis. Pada saat melekat di permukaan mikroba C3b dan C3bi bertindak
sebagai opsonin, membantu fagositosis oleh sel yang memuat reseptor C3b
(neutrofil dan makrofag).
Peranan C3 dan C5 (dan aktivasinya oleh produknya) semakin signifikan dengan fakta
bahwa C3 dan C5 juga dapat diaktivasi oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam
eksudat radang. Enzim ini meliputi hidrolase lisosom yang dilepaskan dari neutrofil
dan plasmin. Oleh karena itu, efek kemotaktik komplemen dan efek pengkativasi
komplemen neutrofil, secara potensial dapat menyusun siklus emigrasi neutrofilnya
sendiri selama-selamanya.
Secara menyeluruh, beberapa kesimpulan umum berkaitan dengan protease plasma
dapat tergambar sebagai berikut :
18
Faktor Hageman teraktivasi (faktor XIIa) menginisiasi empat sistem yang terlibat
dalam respons radang : (1) sistem kinin, menghasilkan kinin vasoaktif; (2) sistem
pembekuan, menginduksi aktivitas trombin, fibrinopeptida, dan faktor X,
semuanya dengan bahan peradangan; (3) sistem fibrinolisis, menghasilkan plasmin
dan mendegradasi trombin; dan (4) sistem komplemen, menghasilkan anafilatoksin
C3a dan C5a.
Bradikinin, C3a dan C5a merupakan mediator utama pada peningkatan
permeabilitas vaskular.
C5a merupakan mediator utama kemotaksis.
Trombin memiliki efek yang bermakna pada banyak sel dan jalurnya (adhesi
leukosit, permeabilitas vaskular, dan kemotaksis).
Banyak produk yang dihasilkan oleh jalur ini (misal, kallikrein dan plasmin) dapat
memperkuat sistem melalui aktivasi umpan balik faktor Hageman.
AA merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid)
dengan 20 atom karbon (4 rantai ganda) yang terutama berasal dari asam linoleat
makanan dan terdapat di dalam tubuh, terutama dalam bentuk ester sebagai suatu
komponen fosfolipid membran sel. AA dilepaskan dari fosfolipid ini melalui
fosfolipase sel yang telah diaktifkan oleh rangsang mekanik, kimiawi, atau fisik atau
oleh mediator peradangan seperti C5a. Proses metabolisme AA terjadi melalui satu
atau dua jalur utama: sikooksigenase, yang menyintesis prostaglandin dan
tromboksan, dan liposiksigenase, yang menyintesis leukotrien dan lipoksin. Metabolit
AA (eikosanoid) sebenarnya dapat memerantai setiap tahap peradangan; sintesisnya
meningkat di tempat terjadinya respons peradangan, dan agen yang menginhibisi
sintesisnya juga mengurangi inflamasi.
19
Beberapa enzim ini memiliki distribusi jaringan yang terbatas. Misalnya, trombosit
mengandung enzim tromboksan sintase, sehingga TXA2 --- bahan pengagregasi
trombosit dan vasokonstriktor yang poten – merupakan produk utama
prostaglandin dalam trombosit tersebut. Endotel di lain pihak, kekurangan
tromboksan sintase, tetapi memiliki prostasiklin sintase sehingga membentuk PGI2,
suatu vasodilator dan inhibitor agregasi trombosit yang poten. PGD2 merupakan
metabolit utama jalur siklooksigenase dalam sel mast; bersama dengan PGE2 dan
PGF2α, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan pembentukan edema.
Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi;
PGE2 membantu meningkatkan sensitivitas nyeri terhadap berbagai rangsang
lainnya dan berinteraksi dengan sitokin yang menyebabkan demam.
Jalur lipoksigenase. 5-Lipoksigenase (5-LO) adalah enzim yang memetabolisme
AA yang menonjol di dalam neutrofil, dan produk yang dihasilkan dari kerja enzim
ini paling banyak dikenali. Derivat 5-hidroperoksi AA, 5-HPETE (asam 5-
hidroperoksieikosatetraenoat), sangat tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE
(asam hidroksieikosatetraenoat) atau diubah menjadi kelompok senyawa yang
secara kolektif disebut leukotrien. Leukotrien yang pertama yang dihasilkan dari 5-
HPETE disebut leukotrien A4 (LTA4), yang selanjutnya akan menjadi LTB4
melalui hidrolisis enzimatik atau meningkatkan LTC4 melalui penambahan
glutation. LTB4 merupakan agen kemotaksis poten dan menyebabkan agregasi
neutrofil. LTC4 dan metabolit berikutnya, LTD4 dan LTE4, menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan peningkatan permeabilitas vaskular. Interaksi
sel ke sel penting dalam biosintesis leukotrien; produk AA dapat melintas dari satu
sel ke sel lainnya, dan sel yang berbeda bisa bekerja sama satu sama lain untuk
menghasilkan eikosanoid. Namun, melalui cara ini sel yang kekurangan beberapa
enzim intermedia dalam jalur sintetik dari eikosanoid khusus dapat menyintesisnya
dengan menggunakan prekursor yang dibentuk dalam sel lainnya. Salah satu
contoh biosintesis transelular adalah pembentuk lipoksin.
Lipoksin disintesis dengan menggunakan jalur transelular. Oleh karena itu,
trombosit tidak dapat membentuk sendiri lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4),
tetapi dapat membentuk metabolit dari LTA4 intermedia yang berasal dari neutrofil
yang berdekatan. Lipoksin memiliki dua cara kerja, baik pro- maupun
antiinflamasi. Sebagai contoh, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan melawan
vasokonstriksi yang distimulasi oleh LTC4; aktivitas lainnya adalah menginhibisi
20
kemotaksis dan adhesi neutrofil sambil merangsang adhesi monosit. Hubungan
kebalikan antara pembentukan lipoksin dan leukotrien mengesankan bahwa
lipoksin dapat menjadi regulator negatif endogen alami dari kerja leukotrien.
Sitokin
Dihasilkan selama terjadi radang dan sekresinya bersift sementara dan diatur secara
ketat. Banyak sel menghasilkan multiple sitokin dengan efek pleiotropik. Sitokin
dapat bekerja pada sel yang sama dengan sel yang memproduksinya (efek autokrin),
21
pada sel lain disekitarnya (efek parakrin), atau secara sistemik (endokrin);
aktivitasnya diperantarai dengan pengikatan terhadap reseptor spesifik.
Sitokin terbagi atas:
a. Sitokin yang mengatur fungsi limfosit, seperti aktivasi, pertumbuhan, dan
diferensiasi (misalnya, IL-2 , yang merangsang proliferasi, dan transforming
growth factor beta yang menginhibisi pertumbuhan limfosit)
b. Sitokin yang terdapat pada imunitas bawaa, yaitu respon primer terhadap
rangsang yang membahayakan. Sitokin ini meliputi dua sitokin peradangan
utama, TNF dan IL-1.
c. Sitokin yang mengaktifkan sel radang (terutama makrofag) selama terjadi
respon imun yang diperantarai oleh sel, seperti interferon gama dan IL-2.
d. Kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis terhadap berbagai leukosit.
e. Sitokin yang merangsang hematopoeisis, yaitu factor perangsang koloni
monosit – granulosit dan IL-3.
Kemokin
Kemokin merupakan suatu kelompok protein kecil yang terkait secra structural, yang
terutama bekerja sebagai activator dan kemoatraktan untuk bagian leukosit.
Kombinasi unik kemokin akan merekrut populasi sel khusus yang muncul di suatu
temat yang terkenan radang. Kemokin juga dapat merangsang sel precursor
hematopoeitik serta merekrut dan mengaktivasi sel mesenkim seperti fibrobls dan otot
polos.
22
NO adalah gas radikal bebas yang mudah larut dan berumur pendek yang dihasilkan
oleh berbagai sel dan mampu memerantarai beberapa fungsi efektor yang
membingungkan. Makrofag menggunakannya sebagai metabolit sitotoksik untuk
membunuh mikroba dan sel tumor. NO banyak berperan dalam inflamasi, yaitu
relaksasi otot polos pembuluh darah, antagonisme semua tahap aktivasi trombosit,
penurunan rekrutmen leukosit pada tempat radang dan berperan sebagai agen
mikrobisidal pada makrofag teraktivasi.
Radikal bebas yang berasal dari oksigen disintesis melalui jalur NADPH oksidase dan
dilepaskan dari neutrofil dan makrofag setelah perangsangan oleh agen kemotaktik,
kompleks imun, aktivitas fagositik. Superoksida kemudian diubah menjadi hydrogen
peroksida dan hidroksida, dan derivate toksik NO. Pada kadar rendah, spesies oksigen
reaktif ini dapat meningkatkan pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi
sehingga memperkuat kaskade mediator peradangan. Pada tingkat yang lebih tinggi,
molekul berumur pendek ini terlibat dalam berbagai mekanisme cedera jaringan, yang
meliputi, kerusakan endotel yang disertai trombosis dan peningkatan permeabilitas;
aktivasi protease dan inaktivasi protease, disertai peningkatan bersih pemecahan
matriks ekstraselular; jejas langsung pada sel lainnya.
23
Dari pembahasan sebelumnya seharusnya terbukti bahwa respon radang telah
berkembang di sertai dengan banyaknya check and balance. Oleh karena itu mediator
yang sangat kuat seperti Leukotrien di kontrol oleh lipoksin yang berpotensi sama.
Radikal bebas di buang oleh mekanisme antioksidan. Meskipun demikian, jejas
jaringan yang terbatas hampir selalu menyertai respon radang. Contohnya , fagositosis
menimbulkan pelepasan enzim lisosom tidak hanya dalam fagolisosom, tetapi
kemungkinan juga masuk ke dalam ruang ekstrasel, tempat terjadinya jejas sel dan
degradasi matriks. Hal ini biasa terjadi akibat degranulasi prematur lisosom selama
leukosit berusaha untuk memfagosit permukaan yang rata dan besar atau karena
substansi yang dapat melisis membran lipid. Selain itu, leukosit teraktifasi
melepaskan spesies oksigen reaktif dan produk metabolisme AA yang keduanya
merupakan mediator poten yang mampu menimbulkan jejas endotel dan kerusakan
jaringan secara langsung. Tentu saja, jejas jaringan yang bergantung leukosit akibat
aktifasi leukosit yang menetap atau berlebih mendasaru banyak penyakit pada
manusia, termasuk artritis rheumatoid dan bentuk penyakit paruh kronik tertentu.
a. Regenerasi Sel
Secara umum, jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi
kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.
Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar di tentukan oleh
kecepatan prolioferasinya, sementara sel dapat meninggalkan populasinya karena
kematian sel ataupun karena difernsiasi menjadi jenis sel yang lain.proliferasi sel dapat
dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsiun pertumbuhan , jejas, kematian sel, atau
bahkan oleh faktor deformasi mekanis jaringan. Mediator biokimiawi dan atau tekanan
mekanis yang terdapat dalam lingkungan mikro dapat merangsang atau mengahambat
pertumbuhan sel.Meskipun pertumbuhan dapat dicapai dengan memperpendek panjang
siklus sel atau menurunkan laju sel yang hilang, kendali pengaturan yang terpenting
adalah penginduksian sel istirahat (resting cel) agar memasuki siklus sel.
24
Siklus sel, sel yang sedang berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang
sudah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri dari fase
pertumbuhan prasintesis 1 atau G1, fase sintesis DNA atau S, fase pertumbuhan
pramitosis 2 atau G2, dan fasmitosis atau M. Sel istirahat berada dalam keadaaan
fisiologis , sebagian besar jaringan matur terdiri atas sel dalam suatu kombinasi dari
berbagai keadaan.
Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan
pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin.Siklin menjalankan
fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan (sehingga akan
mengaktivasi) protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase yang
bergantung siklin. Kombinasi yang berbeda dari siklin dan CDK berkaitan dengan
setiap transisi penting dalam siklus sel. Kombinasi ini menggunakan efeknya dengan
memfosfolirasi sekelompok substrat protein terpilih. Fosfolirasi dapat menimbulkan
perubahan konformasi bergantung pada proteinnya yang secara potensial dapat:
Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, kompleks siklin CDK juga diatur melalui
pengikatan inhibitor CDK.Kompleks ini sangat penting dalam mengatur ganas yang
mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh, pada saat DNA dirusak(misalnya,
oleh iradiasi ultrviolet), protein supresor tumor TP53 (dulu P53: yaitu suatu protein
fosforilasi dengan berat molekul 53 kD) akan distabilkan dan menginduksi transkripsi
25
CDKN1A (dulu P21) , suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan sel dalam fase G1
atau G2 smpai DNA dapat diperbaiki pada tahapan tersebut, kadar TP53
menurun,CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan
DNA terlalu luas,TP53 akan memulai suautu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel
agar melakukan bunuh diri (apoptosis).
Sel labil
Sel ini terus membelah dan terus-menerus mati. Regenerasi terjadi dari suatu
populasi sel stem dengan kemampuan berproliferasi yang relative tidak terbatas. Pada
saat sel stem membelah, satu anak sel mempertahankan kemampuannya untuk
membelah, sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel nonmitotik yang
melanjutkan fungsi normal jaringan. Sel labil meliputi sel hematopoiesis dalam
sumsum tulang dan juga mewakili sebagian besar epitel permukaan.
Sel stabil
Dalam keadaan normal, sel ini dianggap istirahat atau hanya memiliki kemampuan
replikasi yang rendah, tetapi mampu membelah diri dengan cepat dalam hal merespons
cedera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan kelenjar yang paling padat, yaitu
hati, ginjal, pancreas, dan sel endotel pembuluh darah, serta fibroblast dan sel otot
polos.
Sel permanen
Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif dalam
kehidupan pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian besar
neuron dan sel otot jantung. Oleh karena itu, cedera pada otak atau jantung bersifat
ireversibel dan hanya menimbulkan jaringan parut karena jaringan tidak dapat
berproliferasi. Meskipun otot rangka biasanya dikategorikan sebagai jenis sel
permanen, sel satelit yang melekat pada selubung endomisium sangat memberikan
kemampuan regenerasi. Terdapat juga beberapa bukti bahwa sel otot jantung dapat
berproliferasi setelah terjadi nekrosis miokard.
26
b. Penyembuhan Primer
Pemulihan luka adalah penyembuhan suatu insisi bedah yang bersih dan tidak
terinfeksi di sekitar jahitan bedah. Disebut juga dengan penyatuan primer/
penyembuhan primer. Insisi hanya menyebabkan robekan fokal pada kesinambunagn
membrane basalis epitel dan menyebabkan kematian sel epitel dan jaringan ikat dalam
jumlah yang relative lebih sedikit. Akibatnya regenarasi epitel menonjol dari pada
fibrosis . Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah bekuan fibrin; dehidrasi
pada permukaan menghasilkan suatu keropeng yang menutup dan melindungi tempat
penyembuhan.
Dalam waktu 24 jam, neutrofil akan muncul pada tepi insisi , dan bermigrasi
menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukan
peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hingga 48 jam , sel epitel dari kedua
irisan telah mulai bermigrasi dan berpoliferasi di sepanjang dermis., dan
mendepositkan komponen membrane basalis saat dalam perjalannya. Sel tersebut
bertemu digaris tengah di bawah keropeng permukaan ,menghasilkan suatu lapisan
epitel tipis yang tidak putus.
Pada hari ke-3 neutrofil sebagian telah besar digantikan oleh makrofag , dan
jaringan granulasi secara progresif menginvasi ruang insisi.Serat kolagen pada tepi
insisi mulai timbul, tetapi mengrah vertical dan tidak menjembatani insisi. Proliferasi
sel epitel berlanjut , menghasilkan suatu lapisan epidermis penutup yang menebal.
27
Pada akhir bulan pertama , jaringan parut yang bersangkutan terdiri atas suatu
jaringan ikat selyang sebagian besar tanpa disertai sel radang dan ditutupi oleh suatu
epidermis yang sangat normal. Tambahan dermis yang hancur pada garis insisi akan
menhilang permanen, Kekuatan regang pada luka akan meningkat bersama perjalanan
waktu.
c. Penyembuhan Sekunder
Jika kehilangn sel atau jaringan terjadi lebih luas seperti infark, ulserasi radang ,
pembentukan abses, atau bahkan luka bakar besar , proses pemulihannya menjadi
lebih kompleks. Pada keadaan ini regenerasi sel parenkim saja tidak dapat
mengembalikan arsitektur asal . Akibatnya , terjadi pertumbuhan jarinagn granulasi
yang luas kea rah dalam dari tepi luka , diikuti dengan penumpukan ECM serta
pembentukan jaringan parut. Bentuk peyembuhan ini disebut dengan penyatuan
sekunder atau penyembuhan sekunder.Penyembuhan sekunder berbeda dengan
penyembuhan primer dalam bebrapa hal yang meliputi :
d. Kekuatan Luka
28
Luka yang dijahit dengan cermat mempunyai kira-kira 70% kekuatan dibandingkan
kekuatan kulit yang tidak terluka, sebagian besar disebabkan oleh penempatan jahitan.
Jika jahitan dilepas, biasanya setalh 1 minggu, kekuatan luka mejadi kira-kira 105 dari
kulit yang tidak terluka tetapi kekuatan ini meningkat dengan cepat selama 4 minggu
berikutnya. Pemulihan kekuatan peregangan diakibatkan oleh adanya sintesis kolagen
yang melebihi degradasinya selama 2 bulan pertama dan oleh perubahan structural
kolagen ketika sintesisnya berkurang di saat selanjutnya. Kekuatan luka mencapai
kira-kira 70-80% dari normal pada bulan ketiga tetapi biasanaya tidak akan meningkat
melebihi angka tersebut.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2013 dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
30