Anda di halaman 1dari 12

MODUL KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH :

FRASISKA ESTER

DPK RSUD DR.ACHMAD DIPONEGORO PUTUSSIBAU

JUNI 2018
THYPOID FEVER

I. PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

II. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela
Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora,
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga
macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar)
ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga
jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim
disebut aglutinin.

III. PATOFISIOLOGI.
Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang
terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan
limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem
(RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit
RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi
5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia
sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung
empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung
empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia
ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat
pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di
hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,
instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang
dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama
dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan
organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada
dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi
intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
Secara singkat skema patogenesis sampai menimbulkan masalah keperawatan :
Mual, muntah, diare
Makanan/minuman tercemar : S. thyposa
Usus halus dan kolon Konstipasi

Bakteremia primer
Nutrisi kurang dari kebutuhan Volume
tubuh cairan tubuh menurun
Pirogen endogen

RES : hati dan limpa

Hipertermi

Bakteremia sekunder Hepatomegali


Perdarahan dan perforasi Splenomegali
Aktivitas intolerans

Usus Feses

Infeksi : pasien kontak


IV. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari
(T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari
dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan
Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat
dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran
pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri
kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-
410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah
tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian
belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan.
Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti
delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu
pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandung kuman salmonella.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fsofat alkali meningkat.
3. Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya
menurun.
4. Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
5. Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan
diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu
kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis.

VI. KOMPLIKASI
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik,
pielonefritis, kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis,
ensefalopati, bronkitis, karir kronik.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400
mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam
250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam
3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
VIII. KEPUSTAKAAN

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-
UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia

Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.


DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Hipertermi berhubungan dengan Suhu tubuh akan kembali normal, 1. Monitor tanda-tanda infeksi Infeksi pada umumnya
gangguan hipothalamus oleh keamanan dan kenyaman pasien menyebabkan peningkatan suhu
pirogen endogen. dipertahankan selama pengalaman 2. Monitor tanda vital tiap 2 jam tubuh
demam dengan kriteria suhu antara Deteksi resiko peningkatan suhu
366-373 0C, RR dan Nadi dalam tubuh yang ekstrem, pola yang
batas normal, pakaian dan tempat dihubungkan dengan patogen
tidru pasien kering, tidak ada reye tertentu, menurun idhubungkan
syndrom, kulit dingin dan bebas denga resolusi infeksi
dari keringat yang berlebihan 3. Kompres dingin pada daerah Memfasilitasi kehilangan panas
yang tinggi aliran darahnya lewat konveksi dan konduksi
4. Berikan suhu lingkungan yang Kehilangan panas tubuh melalui
nyaman bagi pasien. Kenakan konveksi dan evaporasi
pakaian tipis pada pasien.
5. Monitor komplikasi neurologis Febril dan enselopati bisa terjadi
akibat demam bila suhu tubuh yang meningkat.
6. Atur cairan parenteral sesuai Menggantikan cairan yang hilang
order atau anjurkan intake cairan lewat keringat
yang adekuat.
7. Kelola pemberian antipiretik, Aspirin beresiko terjadi
jangan berikan aspirin perdarahan GI yang menetap.
2. Resiko tinggi kekurangan Keseimbangan cairan dan elektrolit 1. Kaji tanda-tanda dehidrasi Intervensi lebih dini
cairan tubuh berhubungan dipertahankan dengan kriteria 2. Berikan minuman per oral Mempertahankan intake yang
muntah dan diare. turgor kulit normal, membran sesuai toleransi adekuat
mukosa lembab, urine output 3. Atur pemberian cairan per infus Melakukan rehidrasi
normal, kadar darah sodium, sesuai order.
kalium, magnesium dna kalsium 4. Ukur semua cairan output Meyakinkan keseimbangan antara
(muntah, diare, urine. Ukur
dalam batas normal. intake dan ouput
semua intake cairan.

3 Cemas berhubungan setelah diberi tindakan selama 2 1.Awasi respon fisiologis: takipnea, 1. Mengidentifikasi tingakt
berhubungan jam, klien bebas dari kecemasan palipitasi, pusing. kecemasan.
dengan perubahan status Kriteria hasil: 2.Catat perubahan perilaku: gelisah, 2.Mengidentifikasi penyimpangan
kesehatan - mampu mengungkapkan menolak, depresi. perilaku.
perasaan . 3.Dorong untuk mengungkapkan 3.Memudahkan dalam membantu
- Menunjukan rileks.
tentang kecemasan dan ketakutan. memecahklan masalah.
4.Jelaskan tentang proses 4.Meningkatkan pemahaman
penyakitnya, program pengobatan klien.
dan rencana tindakan.
5.Libatkan keluarga dalam 5.Dapat memberikan dorongan
membantu perawatan. moril terhadap klien.
6.Motivasi melakukan relaksasi 6.Mengurangi ketegangan dan
dengan nafas dalam. membantu koping klien.
4. Nyeri abdomen berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui perubahan sistemik
dengan adanya distensi keperawatan selama 3 x 24 jam tubuh
abdomen. nyeri pasien berkurang dengan 2. Lakukan observasi terhadap 2. Menentukan intervensi yang
indikator : nyeri meliputi skala, sesuai dan kefektifan terapi yang
- Klien menyatakan nyeri karakteristik, durasi, intensitas diberikan.
berkurang/hilang serta faktor pencetus nyeri.
- Menggunakan teknik non 3. Observasi respon non verbal 3. Mengidentifikasikan perasaan
farmakologi klien ketidaknyamanan kien
- Menggunakan skala nyeri untuk 4. Berikan lingkungan yang 4. Meningkatkan kenyamanan
mengidentifikasi tingkat nyeri nyaman

5. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi vital sign dan adanya Mengetahui sedini mungkin adanya
dengan tindakan invasif keperawatan selama 4x24 jam tanda-tanda infeksi pada daerah tanda-tanda infeksi
resiko infeksi dapat diminimalkan dilakukan tindakan invasif
dengan kriteria hasil : 2. Monitor hasil laboratorium
Bebas dari tanda-tanda infeksi 3. Lakukan perawatan dengan Mencegah serta mengurangi terjadi
- AL dan differensial normal teknik septik dan aseptik infeksi silang
- Vital sign normal 4. Kolaborasi pemberian antibiotik
- Mampu mendemostrasikan 5. Anjurkan klien dan keluarga Memabantu mencegah
cara pencegahan infeksi untuk menjaga kebersihan
lingkungan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi KU kien Dengan latihan pergerakan akan
dengan kelemahan keperawatan selama 3x24 jam klien 2. Tentukan keterbatasan gerak mencegah terjadinya kontraktur
mampu mentoleransi aktivitas Klien
dengan kriteria hasil : 3. Lakukan ROM sesuai Meminimalkan pada kien untuk
- peningkatan kemampuan dan Kemampuan tidak terjadi kerusakan mobilitas
kekuatan otot dalam 4. Kolaborasi dengan terapis untuk fisik
bergerak melaksanakan latihan
- peningkatan aktivitas fisik 6. Evaluasi fugsi sensorik
7. Gunakan sentuhan untuk
meminimalkan spasme otot
4. Tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan klien

7. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kesiapan klien untuk Mengetahui tingkat pengetahuan
kondisi, pengobatan, factor resiko keperawatan selama 1x24 jam menerima informasi untuk kesiapan dalam penyuluhan
dan perawatan lanjut berhubungan pengetahuan klien tentang penyakit 2. Kaji pengetahuan klien tentang lebih lanjut
dengan keterbatasan koginitf. bertambah dengan kriteria hasil : penyakit hipertensi, penanganan
dan pencegahannya
3. Bangun rasa saling percaya
4. Jalaskan tentang pengertian, Klien dapat belajar tentang
penyebab, tanda dan gejala, pengertian, penyebab, tanda dan
penanganan dan pencegahan gejala, penanganan dan pencegahan
sesuai dengan kemampuan klien hipertensi
5. Evaluasi tingkat pemahaman dan Pemahaman klien dapat
kemampuan dalam menerima membenatu menentukan intervesi
penjelasan lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai