Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN AN. D DENGAN KASUS PENYAKIT THYPOID FEVER DI RUANG


MELATI 5 RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktek Klinik keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Tatang Kusmana, M.Kep

Disusun oleh :

Ahmad Zajuli

E2214401059

D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVEERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2024
A. Konsep dasar Typoid Fever
1. Pengertian
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).
Menurut world health organization (WHO), Demam tifoid adalah infeksi yang
mengancam jiwa yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Biasanya
menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella Typhi
yang tertelan akan berkembang biak dan menyebar ke aliran darah.
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).
2. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana acrob dan fakultatif anacrob pada suhu 15-41
derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).
Menurut world health organization (WHO), Etiologi typoid fever adalah bakteri
Salmonella enterica serovar Typhi (biasa dikenal sebagai Salmonella Typhi). Bakteri
ini hanya menyerang manusia dan biasanya menyebar melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. Setelah bakteri Salmonella Typhi masuk ke dalam tubuh, mereka
berkembang biak dan menyebar ke aliran darah. Resistensi antibiotik yang meningkat
membuat pengobatan typoid fever semakin sulit. Vaksin konjugat typoid dapat
mencegah infeksi typoid fever pada anak-anak dan orang dewasa.
3. Manifestasi klinis
emam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu:
(Lestari Titik, 2016)
1) Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2) Gangguan pada saluran pencemaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan..
3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor. koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4) Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.

Menurut WHO, manifestasi klinis typoid fever meliputi:


- Demam tinggi yang berlangsung lama
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Mual
- Sakit perut
- Sembelit atau diare
- Beberapa pasien mungkin memiliki ruam
- Kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian

Typoid fever dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah.

4. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tereemar oleh salmonella (biasanya 10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalu duktus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik. 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan
gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pemafasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan
ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan SF yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).
5. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis
Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan Erawati 2016) dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Istirahat dan perawatan.
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makanan, minuman,
mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat masa penyembuhan dalam
perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan
yang dipakai.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan penyakit dalam
typhoid diberi bubur saring. kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan
akhirnya diberi nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat
kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
menghindari komplikasi pendarahan saluran cerma atau perforasi usus.
c. Pemberian antibiotik
1) Antimikroba
a) Klroramfenikol 4 X500 mg sehari/IV
b) Tiamfenikol 4 X500 mg sehari oral
c) Kotrimoksazol 2 X2 tablet sehari oral (1 tablet-sulfa metoksazol 400 mg +
trimetropin 80 mg atau dosis yang sama. IV, dilarutkan dalam 250 ml cairan
infus).
d) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oml/IV, dibagi dalam 3 atau 4
dosis
e) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
2) Antipieritik seperlunya.
3) Vitamin B kompleks dan vitamin C.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian fokus
Data subjektif dan objektif

Data mayor Data minor

Subjektif : Subjektif :
Objektif : Objektif :
1. Suhu tubuh diatas nilai normal 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


(SDKI)
Hipertermi b.d Setelah dilakukan Intervensi utama :
Proses penyakit
tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia
d.d demam, suhu
tubuh diatas selama 2 x 24 jam Observasi
nilai normal,
diharapkan termoregulasi - Identifikasi penyebab
kulit terasa
hangat membaik dengan kriteria hipertermia (mis. dehidrasi,
hasil : terpapar lingkungan panas,
- Menggigil menurun penggunaan inkubator)
- Kulit merah menurun - Monitor suhu tubuh
- Kejang menurun - Monitor kadar elektrolit
- Akrosianosis menurun - Monitor haluaran urine
- Konsumsi oksigen - Monitor komplikasi akibat
menurun hipertermia
- Piloereksi menurun Terapeutik
- Vasokontriksi perifer - Sediakan lingkungan yang
menurun dingin
- Kutis memorata menurun - Longgarkan atau lepaskan
- Pucat menurun pakaian
- Takikardi menurun - Basahi dan kipasi permukaan
- Takipnea menurun tubuh
- Bradikardi menurun - Berikan cairan oral
- Dasar kuku sianotik - Ganti linen setiap hari atau
menurun lebih sering jika mengalami
- Hipoksia menurun hiperhidrosis (keringat
- Suhu tubuh membaik berlebih)
- Suhu kulit membaik - Lakukan pendinginan
- Kadar glukosa darah eksternal (mis. selimut
membaik hipotermia atau kompres
- Pengisiaan kapiler dingin pada dahi, leher, dada,
membaik abdomen, aksila) Hindari
- Ventilasi membaik pemberian antipiretik atau
- Tekanan darah membaik aspirin
Luaran tambahan : - Berikan oksigen, jika perlu
a. Perfusi perifer Edukasi
b. Status cairan - Anjurkan tirah baring
c. Status Kolaborasi
kenyamanan - Kolaborasi pemberian cairan
d. Status neurologis dan elektrolit intravena, jika
e. Status nutrisi perlu
f. Termoregulasi Intervensi pendukung :
Neonatus Pemberian obat intravena

Observasi
- Identifikasi kemungkinan
alergi, interaksi, dan
kontraindikasi obat
- Verifikasi order obat sesuai
dengan indikasi
- Periksa tanggal kedaluwarsa
obat
- Monitor tanda vital dan nilai
laboratorium sebelum
pemberian obat, jika perlu
- Monitor efek terapeutik obat
- Monitor efek samping,
toksisitas, dan interaksi obat

Terapeutik
- Lakukan prinsip enam benar
(pasien, obat, dosis, waktu,
rute, dokumentasi)
- Pastikan ketepatan dan
kepatenan kateter IV
- Campurkan obat ke dalam
kantung, botol, atau buret,
sesuai kebutuhan
- Berikan obat IV dengan
kecepatan yang tepat
- Tempelkan label keterangan
nama obat dan dosis pada
wadah cairan IV

- Gunakan mesin pompa untuk


pemberian obat secara kontinu,
jika perlu
Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
- Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat
mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan
keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah meningkatkan
kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi koping klien
(Hutahaean Serri, 2014). Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada
anak demam typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam
pemberian kompres hangat, menganjurkan klien memakai pakaian tipis,
mengobservasi reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien, dan membantu
keluarga dalam memberikan asupan kepada klien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawtan dalam
mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2014).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal
ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien.

macam-macam evaluasi:
1) Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan perawatan

2) Evaluasi sumatif SOAP


Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan,
ditulis pada catatan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Titik. Lestari. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

Typhoid - World Health Organization (WHO).

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/typhoid.

Typhoid - World Health Organization (WHO).


https://www.who.int/health-topics/typhoid.
Typhoid Fever - World Health Organization (WHO).

https://www.who.int/teams/health-product-policy-and-standards/standards-and-specifications/
vaccine-standardization/typhoid-fever.

Anda mungkin juga menyukai