Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa atau Salmonella
typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut,
pembesaran limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan
penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002).
Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia pada tanggal 27
September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderi
typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah
maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa (Robert,
2007).
1. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang
saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air /
makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai
dengan malaise (Corwin, 2000).
2. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa,
Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan
makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama
dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat
beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh,
makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen somatik
yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul) yang meliputi
tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga
jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam
antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
3. Patofisiologi
Corwin (2000) mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di
liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia,
masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus
toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem
retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid
disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis
demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu
24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-
organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya
kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul
setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya
dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut
nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga,
a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
b. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara
lain :
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada
berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam
serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan
pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil
pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4
kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi
positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan
sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat
kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
6. Penatalaksanaan
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan
tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi
harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya
penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan
Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg
berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat memberikan obat seperti :
a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x 2
tablet/hari.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan beberpa
hal sebagai berikut :
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis,
seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar.
Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus 1000C.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara
sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah raga
secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang
masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan/minuman di luar
rumah.
(Soedarto, 2007)
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid menurut Doenges (2002) adalah
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor
buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi
juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau
atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus,
tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pathway keperawatan maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus febris
typhoid antara lain :
1) Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Nyeri berhubungan agen injuri (biologi)
3) Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan
termoregulasi.
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat
No.
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
1. Thermoregulation
2. Thermoregulation : neonatus Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah. Nadi dan RR
5. Monitor penurunan tngkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, Hct
7. Monitor intake dan out put
8. Berikan antipiretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intra vena
13. Kompren pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontineu
3. Monitor TD, nada dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12. Berikan antipiretik jika perlu
Analgetik administration :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang pemberian
bat, dosisi dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Monitor nutrisi
1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
6. Monitor lingkungan selama makan.
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9. Monitor turgor kulit
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15. Monitor makanan kesukaan.
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral.
21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control Kontrol Infeksi:
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan klien
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter
12. Tingkatkan asupan nutrisi
13. Anjurkan asupan cairan
14. Anjurkan istirahat
15. Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)
16. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi. Ajarkan klien dan
anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Prima
Medika, Jakarta.
Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, EGC, Jakarta.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas berupa
perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala Demam Tifoid antara lain
sebagai berikut :
Demam > 1 minggu terutama pada malam hari
Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama peningkatan suhu
tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari.
Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ke tiga suhu berangsur-angsur
turun dan kembali normal.
Nyeri kepala
Malaise
Letargi
Lidah kotor
Bibir kering pecah-pecah (regaden)
Mual, muntah
Nyeri perut
Nyeri otot
Anoreksia
Hepatomegali, splenomegali
Konstipasi, diare
Penurunan kesadaran
Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
Epistaksis
Bradikardi
Mengigau (delirium)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid (Widiatuti, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Perawataan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan
usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas panas
2) Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4) Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5) Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak adalah diatas
umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid adalah iklim tropis social
ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
e. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypi.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual,
muntah dan anoreksia.
c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebih akibat muntah dan diare.
d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang penyakit dan
kondisi anaknya
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan Tujuan : Observasi tanda- Tanda-tanda vital
suhu tubuh Setelah tanda vital berubah sesuai tingkat
(Hipertermi) diberikan perkembangan penyakit
berhubungan tindakan dan menjadi indikator
dengan proses keperawatan untuk melakukan
infeksi selama 3 x intervensi selanjutnya
Salmonella 24 jam, suhu Pemberian kompres dapat
Typhi. tubuh normal. menyebabkan peralihan
Beri kompres pada panas secara konduksi
Kriteria hasil : daerah dahi dan membantu tubuh
- TTV dalam untuk menyesuaikan
batas normal terhadap panas
- TD : 80- Peningkatan suhu tubuh
120/60-80 mengakibatkan
mmhg penguapan sehingga
perlu diimbangi dengan
- N : 120-140 Anjurkan untuk asupan cairan yang
x/i (bayi), 100- banyak minum air banyak
120 (anak) putih Mempercepat proses
0
- S : 36,5-37 C penyembuhan,
- P : 30-60 x/i menurunkan demam.
(bayi), 15-30 Pemberian antibiotik
x/i (anak) menghambat
pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri
Kolaborasi
pemberian
antiviretik,
antibiotik
2 Resiko Tujuan : Kaji kemampuan Untuk mengetahui
pemenuhan Setelah makan klien perubahan nutrisi klien
nutrisi kurang dilakukan dan sebagai indikator
dari kebutuhan tindakan intervensi selanjutnya
tubuh keperawatan Berikan makanan Memenuhi kebutuhan
berhubungan selama 3 x 24 dalam porsi kecil nutrisi dengan
dengan intake jam tapi sering meminimalkan rasa
yang tidak kekurangan mual dan muntah
adekuat, mual, nutrisi tidak Memenuhi kebutuhan
muntah dan terjadi. Beri nutrisi dengan nutrisi adekuat
anoreksia. diet lunak, tinggi
Kriteria hasil : kalori tinggi protein
- Nafsu makan Anjurkan kepada Menambah selera makan
meningkat, orang tua dan dapat menambah
- Tidak ada klien/keluarga untuk asupan nutrisi yang
keluhan memberikan dibutuhkan klien
anoreksia, makanan yang
nausea, disukai
- Porsi makan Anjurkan kepada
dihabiskan orang tua dapat meningkatkan asam
klien/keluarga untuk lambung yang dapat
menghindari memicu mual dan
makanan yang muntah dan menurunkan
mengandung asupan nutrisi
gas/asam, pedas
Kolaborasi. Berikan
antiemetik, antasida
sesuai indikasi Mengatasi mual/muntah,
menurunkan asam
lambung yang dapat
memicu mual/muntah
3 Resiko defisit Tujuan : Kaji tanda dan gejala Hipotensi, takikardia,
volume cairan Setelah dehidrasi demam dapat
berhubungan dilakukan hypovolemik, menunjukkan respon
dengan intake tindakan riwayat muntah, terhadap dan atau efek
yang tidak keperawatan kehausan dan turgor dari kehilangan cairan
adekuat, selama 3x24 kulit Agar segera dilakukan
kehilangan jam, tidak Observasi adanya tindakan/ penanganan
cairan berlebih terjadi defisit tanda-tanda syok, jika terjadi syok
akibat muntah volume cairan tekanan darah
dan diare. menurun, nadi cepat
Kriteria hasil : dan lemah Cairan peroral akan
- Tidak terjadi Berikan cairan membantu memenuhi
tanda-tanda peroral pada klien kebutuhan cairan
dehidrasi, sesuai kebutuhan Asupan cairan secara
- Keseimbangan Anjurkan kepada adekuat sangat
intake dan orang tua klien diperlukan untuk
output dengan untuk menambah volume
urine normal mempertahankan cairan tubuh
dalam asupan cairan secara Pemberian intravena
konsentrasi dekuat sangat penting bagi
jumlah Kolaborasi klien untuk memenuhi
pemberian cairan kebutuhan cairan
intravena
Anjurkan makan
makanan lunak,
buah-buahan yang Mungkin perlu untuk
merangsang BAB merangsang peristaltik
Kolaborasi. Berikan dengan perlahan
pelunak feses,
supositoria sesuai
indikasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. D
Tempat/Tanggal Lahir : Mandailing/04 September 2008
Nama Ayah/ibu : Tn. N/Ny. I
Pekerjaan Ayah : TNI-AD
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat : Asrama 122, Dolok Masihule
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya demam selama 5 hari, demamnya naik turun dan tidak membaik
dengan obat penurun panas yang telah diberikan.
c. Postnatal
Ibu klien mengatakan tidak ada mengalami pendarahan hebat ataupun masalah lainnya setelah
kelahiran An. D
6. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh
Ny. I dan Tn. N
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Terjalin baik, An. D sering bermain dengan abangnya dan bercanda dengan kedua orang tuanya.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu klien mengatakan An. D sering bermain dengan anak-anak di sekitar rumahnya
d. Pembawaan secara umum
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sangat ceria, baik dan ramah dengan orang yang sudah
dikenalnya.
e. Lingkungan rumah
Ibu klien mengatakan bahwa An. D tinggal di asrama tentara dengan kondisi rumah bersih,
menyatu antara 1 dengan lainnya, komunikasi antar tetangga terjalin dengan sangat baik.
7. Kebutuhan Dasar
a. Makanan
1) Makanan yang disukai/ tidak disukai
Ibu klien mengatakan bahwa sebelum sakit, makanan yang disukai An. D adalah telur, buah apel,
dan jajanan. Selama sakit, An. D masih menyukai telur dan buah apel, sedangkan ikan, pisang,
pepaya An. D kurang suka.
2) Selera
Ibu klien mengatakan bahwa An. D selera makan hanya dengan telur, dan kecap saja sudah cukup.
3) Alat makan yang dipakai
Piring, sendok, dan cangkir.
4) Pola makan/jam
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit makan 3x/hari dan dihabiskan. Selama sakit
makan 3x/hari itupun tidak dihabiskan.
b. Pola tidur
1) Kebiasaan sebelum (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur)
Ibu klien mengatakan bahwa An. D kebiasaan sebelum tidur tidak ada, terkadang ibu klien harus
mengelus-elus punggung An. D karena sakit.
2) Tidur siang
Ibu klien mengatakan bahwa An. D jarang sekali tidur siang karena lebih banyak dihabiskan untuk
bermain.
c. Mandi
Ibu klien mengatakan bahwa An.D mandi 2 x /sehari, pagi sebelum pergi kesekolah, dan sore hari,
sedangkan selama sakit An. D belum pernah mandi.
d. Aktivitas bermain
Ibu klien mengatakan bahwa An. D setelah pulang dari sekolah langsung bermain bersama teman-
teman di sekitar rumah. Selama sakit hanya berbaring di tempat tidur.
e. Eliminasi
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit BAB sebanyak 1 x/hari, dan BAK tidak tentu,
sedangkan selama ± 1 minggu sampai sekarang (29 April 2013) belum ada BAB, dan BAK ± 4
x/hari selama di rawat.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, tingkat kesadaran : Composmentis
b. TB/BB : 118 cm, 27 Kg
c. Lingkar kepala : 49 cm
d. Kepala
Tulang kepala normosefalik, rambut hitam, kulit kepala bersih, tekstur lembut, distribusi rapat,
dan kuat, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), frontal teraba panas.
e. Mata
Ketajaman penglihatan baik, sklera putih (tidak ada perdarahan), konjungtiva merah muda, ptosis
(-), refleks cahaya (+ 2), pupil isokor.
f. Leher
Trakea tepat berada di garis tengah, pembesaran tyroid (-), nyeri tekan (-), refleks menelan (+).
g. Telinga
Ketajaman terhadap suara (+), tidak ada serumen, cairan (-), simetris antara d/s, kelainan bentuk
(-)
h. Hidung
Septum digaris tengah, pernafasan cuping hidung (-), tidak beringus, bersih, dan tidak ada nyeri
tekan.
i. Mulut
Bibir kering, caries gigi (-), beslag (+), gusi merah muda, otot maseter (+), gerakan lidah baik.
j. Dada
Thorak simetris, ekspansi dada baik, vibrasi dinding dada sama, puting (+2), deformitas (-), fraktur
iga (-), nyeri tekan (-).
k. Paru- paru
Suara napas vesikuler, RR : 32 x/i, bunyi paru resonan
l. Jantung
Bunyi S1 dan S2 terdengar jelas, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, HR : 130 x/i.
m. Perut
Umbilikus simetris, acites (-), suepel (+), nyeri tekan (-), peristaltik usus (+) 8 x/i, tekstur kulit
lembut dan elastis (< 2 detik)
n. Punggung
Massa (-), luka (-), nyeri tekan (-)
o. Genetalia
Bentuk normal, skrotum (+), meatus uretra (+), testis (+2), nyeri tekan (-)
p. Ektremitas
1) Ekstremitas atas : Edema (-), ekstremitas hangat, luka (-), terdapat bekas pemasangan infus
(dekstra), jari lengkap, kekuatan otot (+)
a. Ekstremitas bawah : Tidak ada varises, nyeri tekan (-), kekuatan otot (+)
5 5
4 4
q. Tanda vital
a. RR : 32 x/menit
b. HR : 130 x/menit
c. TD : 85/60 mmHg
d. Temp : 38,1 0C
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.
2. Gangguan pola eliminasi (BAB) berhubungan dengan konstipasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, tirah baring
ANALISA DATA
Do :
Teraba panas
An.D rewel Terjadi peradangan
T : 38.1 0c pada saluran cerna
RR : 32 x/i
HR : 120 x/i
Pct 3x1 tab
Dilepaskannya zat
pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang
meradang
Demam tipoid
Gangguan pola
eliminasi (BAB)
Kelemahan fisik
Imobilisasi
Intoleransi aktivitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
D. IMPLEMENTASI
N Hari Diagnosa
Implementasi Evaluasi
o /Tgl Keperawatan
P : Intervensi
dihentikan.
2 Gangguan pola1. Menanyakan eliminasi kepada An. S:
eliminasi D Ibu klien mengatakan
(BAB) b/d H : BAB (-) bahwa anaknya sudah
konstipasi R : An. D mengatakan belum ada BAB tetapi sedikit
BAB, Ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan
anaknya tidak ada merasakan sesak feces anaknya keras dan
BAB. bau, berwarna kuning
Ibu klien mengatakan
2. Mendengarkan suara peristaltik anaknya juga makan
usus pisang walaupun harus
H : Terdengar peristaltik usus dipaksa terlebih dahulu
R : An. D mengatakan tidak ada Ibu klien mengatakan
sesak BAB siang ini anaknya makan
dengan nasi yang telah
3. Mengingatkan kembali ibu klien disediakan dan pakai
untuk memberikan makan-makanan telur
lunak, dan buah-buahan yang
merangsang BAB (pisang, pepaya) O :
H : M2 TKTP (pakek telur), makan Peristaltik usus (+) 12 x/i
pisang (+) M2 TKTP + telur rebus
R : Ibu klien mengatakan anaknya Makan pisang (+) ¼
pagi ini makan dengan nasi, telur, bagian
dan sayur bening Lactulosa 3 x cth I
A:
Masalah aktivitas
teratasi
P : Intervensi dihentikan
oleh mahasiswa. Terapi
pengobatan dilanjutkan
oleh pegawai ruangan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Penyakit
pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi,
salmonella type A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet dan
khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan
pedas.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dengan adanya
makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang penyakit typoid dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Djauzi & Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Soegeng, S. 2005. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Jakarta : Salemba
Medika
Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung Setia
Syamsuhidayat, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid
fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat),
dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai
mendidih dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H
menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
b. Faktor-faktor Teknis
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
b. Motorik halus
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
d. Bahasa
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress
dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
c. Lingkungan asing
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan
melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan
tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
3. Perencanaan
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap
hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah
nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per
hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri
dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-
hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap,
dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Tujuan
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Tujuan
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga
dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk
klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil,
kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga
klien mengerti tentang penyakitnya.