Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN FEBRIS TYPOID

LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN FEBRIS TYPOID

Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa atau Salmonella
typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut,
pembesaran limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan
penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002).
Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia pada tanggal 27
September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderi
typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah
maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa (Robert,
2007).

1. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang
saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air /
makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai
dengan malaise (Corwin, 2000).

2. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa,
Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan
makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama
dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat
beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh,
makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen somatik
yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul) yang meliputi
tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga
jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam
antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).

3. Patofisiologi
Corwin (2000) mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di
liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia,
masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus
toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem
retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid
disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis
demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu
24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-
organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya
kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul
setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya
dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut
nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga,
a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
b. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara
lain :
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada
berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam
serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan
pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil
pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4
kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi
positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan
sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat
kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).

6. Penatalaksanaan
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan
tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi
harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya
penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan
Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg
berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat memberikan obat seperti :
a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x 2
tablet/hari.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan beberpa
hal sebagai berikut :
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis,
seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar.
Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus 1000C.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara
sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah raga
secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang
masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan/minuman di luar
rumah.
(Soedarto, 2007)

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid menurut Doenges (2002) adalah
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor
buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi
juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau
atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus,
tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.

5) Makanan dan cairan


Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran
terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga
inflamasi rongga mulut.
6) Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah.
8) Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan
kemungkinan muncul lesi kulit.

b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pathway keperawatan maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus febris
typhoid antara lain :
1) Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Nyeri berhubungan agen injuri (biologi)
3) Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan
termoregulasi.
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat

No.
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
1. Thermoregulation
2. Thermoregulation : neonatus Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah. Nadi dan RR
5. Monitor penurunan tngkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, Hct
7. Monitor intake dan out put
8. Berikan antipiretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intra vena
13. Kompren pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontineu
3. Monitor TD, nada dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12. Berikan antipiretik jika perlu

Vital sign monitoing


1. Monitor TD, Nadi dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS pada saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi dan RR sebelum, sesudah dan selama aktivitas
6. Monitor koalitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
11. Monitor perifer
12. Monitor adanya chusing triad (TD yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri biologi 1. Tingkat kenyamanan


2. Kontrol nyeri
3. Nyeri : efek yang merusak
4. Tingkat nyeri Pain Management :
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik serta onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kaji latarbelakang budaya pasien
5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindkaan pencegahan
10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya
11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresure)
12. Berikan analgetik sesuai anjuran
13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup
16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat
18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga saat tindakan non farmakologi
dilakukan, untuk pendekatan prefentif
20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik
aktual dan potensial
22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari rencana
yang dibuat
23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (rasa takut,
kelelahan dan kurang pengetahuan)
24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan kontraindikasi
ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih
25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non frmakologi dan
interpersonal)
26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri

Analgetik administration :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang pemberian
bat, dosisi dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan


termoregulasi.
1. Electrolyte and acid / base balance
2. Fluid balance
3. Hydration
4. Nutritional status : food and fluid intake Fluid management
1. Timbang popok / pembalut jika perlu
2. Pertahankanian ite dan outuyang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membarn mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik)
jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukkan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukkan oral
10. Berikan pemberian nasogastrik sesuia output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
13. Kolaborasi okter jika tanda cairan berlebihan muncul memburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi

4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan


dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
1. Nutritional status
2. Nutritional status : food and fluid intake
3. Nutritional status : nutrition intake
4. Weight control Manajemen Nutrisi:
1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
2. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
3. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
4. Dorong asupan zat besi
5. Berikan gula tambahan k/p
6. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah dikonsumsi
7. Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan
8. Monitor asupan nutrisi dan kalori
9. Timbang berat badan secara teratur
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
11. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan
12. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Monitor nutrisi
1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
6. Monitor lingkungan selama makan.
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9. Monitor turgor kulit
10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15. Monitor makanan kesukaan.
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral.
21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control Kontrol Infeksi:
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan klien
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
9. Lakukan universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter
12. Tingkatkan asupan nutrisi
13. Anjurkan asupan cairan
14. Anjurkan istirahat
15. Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)
16. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi. Ajarkan klien dan
anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi

Proteksi Terhadap Infeksi :


1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan tekhnik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada are epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat cukup
14. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi
15. Laporkan kecurigaan infeksi
16. Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Prima
Medika, Jakarta.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Robert, 2007, Penyakit – Penyakit Tropis, Artikel diakses dari www.who_peditric.com

Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press, Surabaya.

Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Wong, D. L., 2003, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.


A. KONSEP DEMAM TIFOID
1. Pengertian
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pencernaan dan dan gangguan
kesadaran (Mansjoer, 2000). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng, 2002).
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya
(Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suryadi, 2001).

2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda yang khas berupa
perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu. Gejala Demam Tifoid antara lain
sebagai berikut :
 Demam > 1 minggu terutama pada malam hari
Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama peningkatan suhu
tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari.
Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ke tiga suhu berangsur-angsur
turun dan kembali normal.
 Nyeri kepala
 Malaise
 Letargi
 Lidah kotor
 Bibir kering pecah-pecah (regaden)
 Mual, muntah
 Nyeri perut
 Nyeri otot
 Anoreksia
 Hepatomegali, splenomegali
 Konstipasi, diare
 Penurunan kesadaran
 Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam kapiler
 Epistaksis
 Bradikardi
 Mengigau (delirium)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan
darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah
yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid (Widiatuti, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Perawataan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan
usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas panas
2) Tiamfenikol.
Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol.
Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4) Ampisilin dan amoksilin.
Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5) Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak adalah diatas
umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid adalah iklim tropis social
ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
d. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
e. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier

g. Riwayat psiko social dan spiritual


Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek biasa
i. Activity Daily Life
1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual, muntah, anoreksia, kemungkinan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare
3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga
terjadi keterbatasan aktivitas.
4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur karena adanya peningkatan suhu
tubuh.
5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami gangguan perawatan diri. Perlu
kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan
jajan di sembarang tempat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat kadang di dapat anemia
ringan.
2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap. Terdapat beslag lidah dengan
tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput tebal dibagian ujung dan tepi lidah nampak
kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada komplikasi. Pada daerah
perangsang ditemukan resiola spot.
4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi abdomen, bising
usus meningkat
5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypi.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual,
muntah dan anoreksia.
c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebih akibat muntah dan diare.
d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang penyakit dan
kondisi anaknya

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Peningkatan Tujuan :  Observasi tanda-  Tanda-tanda vital
suhu tubuh Setelah tanda vital berubah sesuai tingkat
(Hipertermi) diberikan perkembangan penyakit
berhubungan tindakan dan menjadi indikator
dengan proses keperawatan untuk melakukan
infeksi selama 3 x intervensi selanjutnya
Salmonella 24 jam, suhu  Pemberian kompres dapat
Typhi. tubuh normal. menyebabkan peralihan
 Beri kompres pada panas secara konduksi
Kriteria hasil : daerah dahi dan membantu tubuh
- TTV dalam untuk menyesuaikan
batas normal terhadap panas
- TD : 80-  Peningkatan suhu tubuh
120/60-80 mengakibatkan
mmhg penguapan sehingga
perlu diimbangi dengan
- N : 120-140  Anjurkan untuk asupan cairan yang
x/i (bayi), 100- banyak minum air banyak
120 (anak) putih  Mempercepat proses
0
- S : 36,5-37 C penyembuhan,
- P : 30-60 x/i menurunkan demam.
(bayi), 15-30 Pemberian antibiotik
x/i (anak) menghambat
pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri
 Kolaborasi
pemberian
antiviretik,
antibiotik
2 Resiko Tujuan :  Kaji kemampuan  Untuk mengetahui
pemenuhan Setelah makan klien perubahan nutrisi klien
nutrisi kurang dilakukan dan sebagai indikator
dari kebutuhan tindakan intervensi selanjutnya
tubuh keperawatan  Berikan makanan  Memenuhi kebutuhan
berhubungan selama 3 x 24 dalam porsi kecil nutrisi dengan
dengan intake jam tapi sering meminimalkan rasa
yang tidak kekurangan mual dan muntah
adekuat, mual, nutrisi tidak  Memenuhi kebutuhan
muntah dan terjadi.  Beri nutrisi dengan nutrisi adekuat
anoreksia. diet lunak, tinggi
Kriteria hasil : kalori tinggi protein
- Nafsu makan Anjurkan kepada  Menambah selera makan
meningkat, orang tua dan dapat menambah
- Tidak ada klien/keluarga untuk asupan nutrisi yang
keluhan memberikan dibutuhkan klien
anoreksia, makanan yang
nausea, disukai
- Porsi makan  Anjurkan kepada
dihabiskan orang tua  dapat meningkatkan asam
klien/keluarga untuk lambung yang dapat
menghindari memicu mual dan
makanan yang muntah dan menurunkan
mengandung asupan nutrisi
gas/asam, pedas
 Kolaborasi. Berikan
antiemetik, antasida
sesuai indikasi  Mengatasi mual/muntah,
menurunkan asam
lambung yang dapat
memicu mual/muntah
3 Resiko defisit Tujuan :  Kaji tanda dan gejala Hipotensi, takikardia,
volume cairan Setelah dehidrasi demam dapat
berhubungan dilakukan hypovolemik, menunjukkan respon
dengan intake tindakan riwayat muntah, terhadap dan atau efek
yang tidak keperawatan kehausan dan turgor dari kehilangan cairan
adekuat, selama 3x24 kulit  Agar segera dilakukan
kehilangan jam, tidak  Observasi adanya tindakan/ penanganan
cairan berlebih terjadi defisit tanda-tanda syok, jika terjadi syok
akibat muntah volume cairan tekanan darah
dan diare. menurun, nadi cepat
Kriteria hasil : dan lemah  Cairan peroral akan
- Tidak terjadi  Berikan cairan membantu memenuhi
tanda-tanda peroral pada klien kebutuhan cairan
dehidrasi, sesuai kebutuhan  Asupan cairan secara
- Keseimbangan  Anjurkan kepada adekuat sangat
intake dan orang tua klien diperlukan untuk
output dengan untuk menambah volume
urine normal mempertahankan cairan tubuh
dalam asupan cairan secara Pemberian intravena
konsentrasi dekuat sangat penting bagi
jumlah  Kolaborasi klien untuk memenuhi
pemberian cairan kebutuhan cairan
intravena

4 Gangguan pola Tujuan :  Kaji pola eliminasi  Sebagai data dasar


eliminasi BAB Setelah klien gangguan yang dialami,
berhubungan dilakukan memudahkan intervensi
dengan tindakan selanjutnya
konstipasi keperawatan  Penurunan menunjukkan
selama 3 x 24 adanya obstruksi statis
jam, pola  Auskultasi bising akibat inflamasi,
eliminasi usus penumpukan fekalit
kembali  Berhubungan dengan
normal. distensi gas
 Indikator kembalinya
Kriteria hasil : fungsi GI,
- Klien  Selidiki keluhan mengidentifikasi
melaporkan nyeri abdomen ketepatan intervensi
BAB lancar  Observasi gerakan
- Konsistensi usus, perhatikan  Mengatasi konstipasi
lunak warna, konsistensi, yang terjadi
dan jumlah feses

 Anjurkan makan
makanan lunak,
buah-buahan yang  Mungkin perlu untuk
merangsang BAB merangsang peristaltik
 Kolaborasi. Berikan dengan perlahan
pelunak feses,
supositoria sesuai
indikasi

5 Ansietas Tujuan :  Kaji tingkat  Untuk mengeksplorasi


berhubungan Setelah kecemasan yang rasa cemas yang dialami
dengan proses dilakukan dialami orang tua oleh orang tua klien
hospitalisasi, tindakan klien  Meningkatkan
kurang keperawatan pengetahuan orang tua
pengetahuan selama 3 x 24  Beri penjelasan pada klien tentang penyakit
tentang penyakit jam, orang tua klien anaknya
dan kondisi kecemasan tentang penyakit
anaknya teratasi anaknya  Mendengarkan keluhan
 Beri kesempatan orang tua agar merasa
Kriteria hasil : pada orang tua klien lega dan merasa
- Ekspresi untuk mengungkap diperhatikan sehingga
tenang kan perasaan nya beban yang dirasakan
- Orang tua berkurang
klien tidak  Libatkan orang tua  Keterlibatan orang tua
sering bertanya klien dalam rencana dalam perawatan
tentang kondisi keperawatan anaknya dapat
anaknya terhadap anaknya mengurangi kecemasan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. D
Tempat/Tanggal Lahir : Mandailing/04 September 2008
Nama Ayah/ibu : Tn. N/Ny. I
Pekerjaan Ayah : TNI-AD
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat : Asrama 122, Dolok Masihule
Suku : Mandailing
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya demam selama 5 hari, demamnya naik turun dan tidak membaik
dengan obat penurun panas yang telah diberikan.

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Prenatal
Ibu klien mengatakan tidak ada masalah selama kehamilan An. D, ibu klien memeriksakan
kandungannya ke bidan setempat dan dokter kandungan.
b. Natal
Ibu klien mengatakan kelahiran An. D secara normal dan dibantu oleh bidan setempat dengan BB
An. D adalah 2.8 Kg dan An. D tidak mengalami masalah.

c. Postnatal
Ibu klien mengatakan tidak ada mengalami pendarahan hebat ataupun masalah lainnya setelah
kelahiran An. D

4. Riwayat Masa Lalu


a. Penyakit waktu kecil
Orang tua klien mengatakan sewaktu kecil An. D sering mengalami demam, batuk dan pilek.
b. Pernah dirawat dirumah sakit
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelumnya tidak pernah di rawat di Rumah Sakit, apabila
sakit hanya diberikan obat yang diperoleh dari bidan setempat.
c. Obat-obat yang digunakan
Ibu klien selalu menyediakan obat paracetamol di rumahnya.
d. Tindakan (operasi)
Tidak ada
e. Alergi
Ibu klien mengatakan bahwa An. D tidak ada riwayat alergi baik makanan/pun minuman.
f. Kecelakaan
Ibu klien mengatakan An. D tidak pernah dan jangan sampai terjadi kecelakaan.
g. Imunisasi
Ibu klien mengatakan bahwa imunisasi An. D sudah lengkap karena sangat penting bagi anak.
5. Riwayat Keluarga
Genogram :

6. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh
Ny. I dan Tn. N
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Terjalin baik, An. D sering bermain dengan abangnya dan bercanda dengan kedua orang tuanya.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu klien mengatakan An. D sering bermain dengan anak-anak di sekitar rumahnya
d. Pembawaan secara umum
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sangat ceria, baik dan ramah dengan orang yang sudah
dikenalnya.
e. Lingkungan rumah
Ibu klien mengatakan bahwa An. D tinggal di asrama tentara dengan kondisi rumah bersih,
menyatu antara 1 dengan lainnya, komunikasi antar tetangga terjalin dengan sangat baik.

7. Kebutuhan Dasar
a. Makanan
1) Makanan yang disukai/ tidak disukai
Ibu klien mengatakan bahwa sebelum sakit, makanan yang disukai An. D adalah telur, buah apel,
dan jajanan. Selama sakit, An. D masih menyukai telur dan buah apel, sedangkan ikan, pisang,
pepaya An. D kurang suka.
2) Selera
Ibu klien mengatakan bahwa An. D selera makan hanya dengan telur, dan kecap saja sudah cukup.
3) Alat makan yang dipakai
Piring, sendok, dan cangkir.
4) Pola makan/jam
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit makan 3x/hari dan dihabiskan. Selama sakit
makan 3x/hari itupun tidak dihabiskan.

b. Pola tidur
1) Kebiasaan sebelum (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur)
Ibu klien mengatakan bahwa An. D kebiasaan sebelum tidur tidak ada, terkadang ibu klien harus
mengelus-elus punggung An. D karena sakit.

2) Tidur siang
Ibu klien mengatakan bahwa An. D jarang sekali tidur siang karena lebih banyak dihabiskan untuk
bermain.
c. Mandi
Ibu klien mengatakan bahwa An.D mandi 2 x /sehari, pagi sebelum pergi kesekolah, dan sore hari,
sedangkan selama sakit An. D belum pernah mandi.
d. Aktivitas bermain
Ibu klien mengatakan bahwa An. D setelah pulang dari sekolah langsung bermain bersama teman-
teman di sekitar rumah. Selama sakit hanya berbaring di tempat tidur.
e. Eliminasi
Ibu klien mengatakan bahwa An. D sebelum sakit BAB sebanyak 1 x/hari, dan BAK tidak tentu,
sedangkan selama ± 1 minggu sampai sekarang (29 April 2013) belum ada BAB, dan BAK ± 4
x/hari selama di rawat.

8. Keadaan Kesehatan Saat Ini


a. Diagnosa medis : Susp. Typhoid Fever
b. Tindakan operasi : Tidak ada
c. Status cairan : Ringer Laktat
d. Status nutrisi : Diet M2 TKTP
e. Obat-obatan :
- Cotrimoxazole 2 x cth I
- PCT 3 x1 tab
- Lactulosa 3 x cth I
f. Aktivitas : An. D terbaring lemah di tempat tidur, aktivitas
dibantu dan klien terpasang infus di kaki kanan.
g. Tindakan keperawatan :
- Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda Vital
- Menganjurkan orang tua klien melakukan kompres hangat
- Menjelaskan pentingnya memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat
- Menganjurkan An. D untuk banyak istirahat selama fase akut
h. Hasil lab : Tanggal 28 April 2013
- Haemoglobin : 15.6 g/dl
- Hematokrit : 46,9 %
- Leukosit : 9.800/ml
- Trombosit : 189.000/ml
- LED : 5 mm
- Widal :
 O : 1/80 1/80 1/40 1/80
 H : 1/40 1/40 1/80 1/80
i. Foto roentgen : Tidak ada
j. Lain-lain : Tidak ada

9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, tingkat kesadaran : Composmentis
b. TB/BB : 118 cm, 27 Kg
c. Lingkar kepala : 49 cm

d. Kepala
Tulang kepala normosefalik, rambut hitam, kulit kepala bersih, tekstur lembut, distribusi rapat,
dan kuat, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), frontal teraba panas.
e. Mata
Ketajaman penglihatan baik, sklera putih (tidak ada perdarahan), konjungtiva merah muda, ptosis
(-), refleks cahaya (+ 2), pupil isokor.
f. Leher
Trakea tepat berada di garis tengah, pembesaran tyroid (-), nyeri tekan (-), refleks menelan (+).
g. Telinga
Ketajaman terhadap suara (+), tidak ada serumen, cairan (-), simetris antara d/s, kelainan bentuk
(-)
h. Hidung
Septum digaris tengah, pernafasan cuping hidung (-), tidak beringus, bersih, dan tidak ada nyeri
tekan.
i. Mulut
Bibir kering, caries gigi (-), beslag (+), gusi merah muda, otot maseter (+), gerakan lidah baik.
j. Dada
Thorak simetris, ekspansi dada baik, vibrasi dinding dada sama, puting (+2), deformitas (-), fraktur
iga (-), nyeri tekan (-).
k. Paru- paru
Suara napas vesikuler, RR : 32 x/i, bunyi paru resonan

l. Jantung
Bunyi S1 dan S2 terdengar jelas, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, HR : 130 x/i.
m. Perut
Umbilikus simetris, acites (-), suepel (+), nyeri tekan (-), peristaltik usus (+) 8 x/i, tekstur kulit
lembut dan elastis (< 2 detik)
n. Punggung
Massa (-), luka (-), nyeri tekan (-)
o. Genetalia
Bentuk normal, skrotum (+), meatus uretra (+), testis (+2), nyeri tekan (-)
p. Ektremitas
1) Ekstremitas atas : Edema (-), ekstremitas hangat, luka (-), terdapat bekas pemasangan infus
(dekstra), jari lengkap, kekuatan otot (+)
a. Ekstremitas bawah : Tidak ada varises, nyeri tekan (-), kekuatan otot (+)

5 5
4 4

q. Tanda vital
a. RR : 32 x/menit
b. HR : 130 x/menit
c. TD : 85/60 mmHg
d. Temp : 38,1 0C

10. Pemeriksaan Tinggkat Perkembangan


a. Kemandirian bergaul
An. D mudah berinteraksi dengan orang lain
b. Motorik halus
An. D sudah bisa menggambar, mewarnai dan menjelaskan gambar yang telah dibuatnya
c. Motorik kasar
An. D dapat menangkap bola dan melemparkannya, dapat melompat dan dapat berjalan dengan 1
kaki
d. Kognitif
An. D dapat mengingat nama ayah dan ibunya, dapat menjumlahkan penjumlahan yang sederhana
(misalnya 1 + 1 = 2)
e. Bahasa :
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh An. D adalah bahasa Indonesia. An. D berbicara dengan
sangat jelas dan mudah dimengerti.

11. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboraturium (terlampir dihalaman 39)

12. Ringkasan Riwayat Keperawatan


Dari hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa An. D demam selama 5 hari, suhu tubuh 38,1
0
C, BAB (-) selama 1 minggu, peristaltik usus 8 x/i, An. D rewel, muntah (-), mual (-), tingkat
kesadaran : composmentis, ekstremitas bawah (+4), An. D terbaring lemah di tempat tidur.

13. Masalah Keperawatan


a. Peningkatan suhu tubuh
b. Gangguan pola eliminasi
c. Intoleransi aktivitas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.
2. Gangguan pola eliminasi (BAB) berhubungan dengan konstipasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, tirah baring

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Invasi bakteri Peningkatan
 Ibu klien mengatakan demam ± selama 5 salmonela typhi melalui suhu tubuh
hari demam bersifat naik turun, ibu makanan atau minuman (hipertermi)
klien mengatakan sudah memberi obat
penurun panas tetapi tidak membaik

Do :
 Teraba panas
 An.D rewel Terjadi peradangan
 T : 38.1 0c pada saluran cerna
 RR : 32 x/i
 HR : 120 x/i
 Pct 3x1 tab

Dilepaskannya zat
pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang
meradang

Demam tipoid

Peningkatan suhu tubuh


(hipertermi)

2 Ds : Terjadi peradangan Gangguan pola


 Ibu klien mengatakan bahwa An. D pada saluran cerna eliminasi (BAB)
sebelum sakit BAB sebanyak 2 x/hari,
sedangkan selama ± 1 minggu sampai
sekarang (29 April 2013) belum ada
BAB
 Ibu klien mengatakan makanan yang
disukai An. D adalah telur, buah apel,
dan jajanan. Sedangkan pisang, pepaya Penurunan kerja
dan ikan An. D kurang suka motilitas usus
Do :
 Makan nasi + telur + kecap
 Makan apel (+)
 Peristaltik usus (8 x/i)
 BAB (-)
 Mual, muntah (-)
 Abdomen : Suepel Konstipasi
 Suara abdomen : Tympani

Gangguan pola
eliminasi (BAB)

3 Ds : Proses infeksi virus Intoleransi


 Ibu klien mengatakan badan anaknya Salmonella Typhi aktivitas
lemas
Do :
 k/u : lemah
 Kekuatan otot (+4)
 Terbaring di tempat tidur Penurunan sistem
 Terpasang infus metabolisme tubuh
 Aktivitas dibantu Ny. I

Kelemahan fisik

Imobilisasi

Intoleransi aktivitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Peningkatan Setelah 1. Ukur tanda-tanda 1. Sebagai dasar untuk


suhu tubuh dilakukan vital setiap 2/4 jam menentukan intervensi
(hipertermi) asuhan 2. Observasi membran
b/d proses keperawatan mukosa bibir, 2. Untuk identifikasi tanda-
infeksi selama 1 x 12 pengisian kapiler dan tanda dehidrasi akibat
Salmonella jam, turgor kulit demam
Typhi diharapkan 3. Anjurkan untuk
suhu klien minum ± 2-2,5
menurun. L/menit 3. Kebutuhan cairan dalam
4. Anjurkan kompres tubuh cukup mencegah
KH : hangat pada dahi, terjadinya demam
ketiak, dan lipat paha
1. Suhu tubuh 4. Kompres hangat memberi
dalam batas efek vasodilatasi pembuluh
normal (36-37 5. Anjurkan untuk tirah darah sehingga
0
C) baring/pembatasan mempercepat penguapan
2. Membran aktivitas selama fase panas
mukosa akut 5. Menurunkan kebutuhan
lembab 6. Anjurkan untuk metabolisme tubuh
3. Pengisian menggunakan pakaian sehingga menurunkan panas
kapiler < 2 yang tipis dan
detik menyerap keringat 6. Pakaian tipis memudahkan
4. An. D tidak penguapan panas saat
rewel (rileks)7. Kolaborasi dalam penurunan panas klien akan
- pemberian terapi banyak mengeluarkan
sesuai indikasi keringat
7. Untuk menurunkan
panas/mengontrol panas,
untuk mengatasi infeksi dan
mencegah penyebaran
infeksi, dan penggantian
8. Observasi hasil cairan akibat penguapan
pemeriksaan darah panas tubuh
dan feses 8. Untuk mengetahui
perkembangan penyakit
9. Observasi adanya typus dan efektifitas terapi
peningkatan suhu 9. Peningkatan suhu terus
terus menerus, menerus setelah pemberian
distensi abdomen, dan antipiretik dan antibiotik
nyeri abdomen kemungkinan terjadinya
komplikasi perforasi usus.

2 Gangguan Setelah 1. Kaji pola eliminasi 1. Sebagai data dasar


pola eliminasi dilakukan klien gangguan yang dialami
(BAB) b/d asuhan memudahkan intervensi
konstipasi keperawatan selanjutnya
selama 1 x 122. Asukultasi bunyi usus2. Penurunan menunjukkan
jam, adanya obstruksi statis
diharapkan akibat inflamasi,
pola eliminasi penumpukan fekalit
klien kembali3. Kaji adanya keluhan 3. Menandakan adanya gas di
normal. nyeri abdomen perut sehingga
mengakibatkan terjadinya
KH : distensi abdomen
1. BAB 1 x/hari4. Anjurkan makan- 4. Makanan lunak serta buah-
2. Konstipasi makanan yang lunak, buahan yang kaya akan
lunak buah-buahan yang serat dapat mengatasi
3. Warna feces merangsang BAB konstipasi
kuning 5. Kolaborasi dalam
4. Tidak pemberian terapi 5. Dapat merangsang
berlendir sesuai indikasi peristaltik usus secara
perlahan sehingga masalah
konstipasi teratasi

3 Intoleransi Setelah 1. Kaji tingkat toleransi1. Sebagai dasar untuk


aktivitas b/d dilakukan klien terhadap menentukan intervensi
kelemahan asuhan aktivitas
fisik, tirah keperawatan 2. Kaji jumlah makanan2. Untuk mengidentifikasi
baring selama 1 x 12 yang dikonsumsi klien intake nutrisi klien
jam, setiap hari
diharapkan 3. Anjurkan klien untuk
klien dapat tidah baring selama 3. Untuk menurunkan
melakukan fase akut metabolisme tubuh dan
aktivitas 4. Jelaskan pentingnya mencegah iritasi usus
secara pembatasan aktivitas 4. Untuk mengurangi
bertahap. selama perawatan peristaltik usus sehingga
5. Bantu klien mencegah iritasi usus
KH : melakukan aktivitas
1. TTV dalam sehari-hari sesuai
batas normal kebutuhan 5. Kebutuhan aktivitas klien
2. Tidak ada 6. Libatkan keluarga terpenuhi dengan energi
keluhan lelah dalam pemenuhan minimal, sehinga
3. Kekuatan otot kebutuhan aktivitas mengurangi peristaltik usus
meningkat sehari-hari 6. Partisipasi keluarga
7. Berikan kesempatan meningkatkan kooperatif
pada klien melakukan klien dalam perawatan
aktivitas sesuai
kondisi klien 7. Meningkatkan partisipasi
klien dapat meningkatkan
harga diri dan
meningkatkan toleransi
aktivitas

D. IMPLEMENTASI

N Hari Diagnosa
Implementasi Evaluasi
o /Tgl Keperawatan

S Peningkatan 1. Mengukur tanda-tanda vital An. D S:


E suhu tubuh H:  Ibu klien mengatakan
L (hipertermi)  T : 38,1 C
0
badan anaknya masih
A b/d proses  RR : 28 x/i panas, walaupun sudah
S infeksi  HR : 128 x/i dikompres
A Salmonella R : An. D rewel (menangis), dan  Ibu mengatakan An. D
1 Typhi tidak tenang sudah diberikan banyak
30 minum
A 2. Mengamati membran mukosa bibir,  Ibu klien mengatakan
P pengisian kapiler dan turgor kulit bahwa An. D tidak
R pada An. D banyak berakivitas
I H: hanya berbaring di
L  Bibir kering tempat tidur
2013  CRT & turgor kulit < 2 detik
 Ibu klien mengatakan
3. Menganjurkan An. D untuk banyak sudah memberikan
minum ± 2-2,5 L/hari pakaian yang tipis dan
H : Minum (+) menyerap keringat
R : An. D tidak sulit minum  Ibu klien mengatakan
sudah memberikan obat
4. Menganjurkan ibu untuk penurun panas yang
melakukan kompres hangat pada diberikan
dahi, ketiak, dan lipat paha O:
H : Ibu melakukan kompres hangat Teraba panas di dahi
di dahi  T : 38 0C, RR : 130 x/i,
R : Ny. I mengambil handuk kecil HR : 30 x/i
dan air hangat dan melakukan  Kompres (+)
kompres hangat  Minum (+)
 Terbaring di tempat tidur
5. Menjelaskan kepada ibu klien  Bibir lembab
tentang pentingnya tirah  Memakai baju tipis dan
baring/pembatasan aktivitas selama menyerap keringat
fase akut  Abdomen : suepel
H : Ibu memahami manfaat tirah  Paracetamol
baring selama fase akut (demam)  IVFD RL 30 gtt/i
R : Ibu dan An. D memperhatikan
penjelasan yang diberikan A:
Masalah peningkatan
6. Menjelaskan kepada Ibu klien suhu tubuh teratasi
tentang pentingnya menggunakan sebagian
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat bagi An. D P : Intervensi
H : Baju An. D tipis dan menyerap dilanjutkan :
keringat  Kaji TTV
R : Ibu sudah memahami  Anjurkan banyak minum
pentingnya pakaian tipis dan  Anjurkan untuk kompres
menyerap keringat bagi An. D hangat
 Kolaborasi dalam
7. Berkolaborasi dalam pemberian pemberian terapi
terapi sesuai indikasi
H:
 IVFD RL 30 gtt/i
 Cotrimoxazole 2 x cth II
 Paracetamol 3 x 1 tab
R : An. D mau meminum obat yang
telah diberikan dan tidak ada tanda-
tanda alergi

8. Melihat hasil pemeriksaan darah


dan feses
H:
 Hb : 15,6 g/dl
 Ht : 46,9 %
 Leu : 9.103/ml
 Tromb : 189. 103/ml
 LED : 5 mm
 Widal :
 O : 1/80 1/80 1/40 1/80
 H : 1/40 1/40 1/80 1/80

9. Mengamati adanya peningkatan


suhu terus menerus, distensi
abdomen, dan nyeri abdomen
H : Suhu masih 38,1 0C, distensi
abdomen (-), suepel (+)
R : An. D mengatakan tidak
merasakan sakit dibagian perut

2 Gangguan pola1. Menanyakan kepada ibu pola S:


eliminasi eliminasi An. D  Ibu klien mengatakan
(BAB) b/d H : ibu klien mengatakan An. D bahwa An. D belum ada
konstipasi belum BAB ± 1 minggu BAB
R : An. D mengatakan tidak sesak  An. D mengatakan tidak
BAB, Ibu klien mengatakan cemas merasakan sakit pada
karena AN. D tidak BAB selama ± perutnya
1 minggu  An. D mengatakan tidak
2. Mendengarkan suara peristaltik ada sesak BAB
usus  An. D mengatakan tidak
H : Terdengar peristaltik usus suka makan buah
3. Mengkaji adanya keluhan nyeri pepaya dan pisang
abdomen  An. D mengatakan sudah
H : abdomen : suepel, nyeri (-) minum obat
R : An. D mengatakan tidak ada
sakit dibagian perut O:
4. Menganjurkan ibu klien untuk  BAB (-)
memberikan makan-makanan  Abdomen : suepel
lunak, dan buah-buahan yang  M2 TKTP + telur rebus
merangsang BAB (pisang, pepaya) Makan apel (+)
H : M2 TKTP (pakek telur), makan Lactulosa 3 x cth I
buah apel A:
R : Ibu klien mengatakan Masalah pola eliminasi
memberikan makanan yang di belum teratasi
sediakan oleh RS dan pakek telur,
Ibu klien mengatakan An. D hanya P : Intervensi
mau makan buah apel dilanjutkan :
5. Berkolaborasi dalam pemberian  Kaji eliminasi klien
terapi sesuai indikasi  Auskultasi bunyi usus
H : Lactulosa 3 x cth I  Anjurkan makan-
R : An. D mengatakan belum ada makanan lunak dan buah
BAB  Kolaborasi dalam
pemberian terapi

3 Intoleransi 1. Mengkaji tingkat toleransi klien S:


aktivitas b/d terhadap aktivitas  Ibu klien mengatakan
kelemahan H : Hanya bisa duduk dan terbaring bahwa An. D hanya bisa
fisik, tirah R : An. D mengatakan badanya berbaring dan duduk di
baring lemah tempat tidur
 Ibu klien mengatakan
2. Mengkaji jumlah makanan yang anaknya sulit bergerak
dikonsumsi klien karena terpasang infus
H : Diet M2 TKTP 3x/hari, makan di kaki sebelah kanan
roti (+), makan buah (+)
R : Ibu klien mengatakan An. D O:
makan 3 x/hari tetapi tidak Berbaring di tempat tidur
dihabiskan Terpasang infus di kaki
sebelah kanan
3. Memberi penjelasan kepada ibu  k/u : lemah
untuk menjaga An. D agar tidak
banyak bergerak A:
H : An. D hanya terbaring di tempat Masalah aktivitas belum
tidur teratasi
R : Ibu klien mengatakan akan
membatasi aktivitas An. D P : Intervensi
dilanjutkan :
4. Membantu klien melakukan  Kaji tingkat toleransi
aktivitas sesuai kebutuhan klien terhadap aktivitas
H : Membantu An. D duduk  Bantu melakukan
R : An. D mengatakan senang bisa aktivitas sehari-hari
duduk sesuai kebutuhan
 Anjurkan untuk tiraj
5. Melibatkan keluarga dalam baring selama fase akut
pemenuhan kebutuhan aktivitas  Libatkan keluarga dalam
sehari-hari pemenuhan kebutuhan
H : Ibu klien bekerja sama dengan aktivitas sehari-hari
baik
R : Ibu klien mengatakan mau
membantu perawat
6. Memberikan kesempatan pada
klien melakukan aktivitas sesuai
indikasi
H : Bermain handphone
R : An. D senang bermain bola di
HP

1 R Peningkatan 1. Mengukur tanda-tanda vital An. D S:


A suhu tubuh H:  Ibu klien mengatakan
B (hipertermi)  T : 36,2 0C bahwa anaknya sudah
U b/d proses  RR : 28 x/i tidak demam lagi
infeksi  HR : 92 x/i  Ibu mengatakan akan
O1 Salmonella R : An. D sudah membaik dan menjalankan anjuran
Typhi terlihat lebih segar yang telah diberikan
M apabila anaknya demam
E 2. Menganjurkan ibu klien untuk lagi
I memberikan banyak minum apabila Ibu klien mengatakan
demam masih memberikan obat
2013 H : Minum (+) penurun panas karena
R : Ibu klien akan memberikan takut demamnya
banyak minum apabila An. D terulang lagi
demam  Ibu klien berterima kasih
atas penjelasan yang
3. Menganjurkan ibu untuk telah diberikan
melakukan kompres hangat apabila kepadanya
demam terulang kembali
H : Ibu akan melakukan kompres O:
hangat apabila demam lagi  Ekspresi wajah ibu klien
R : Ibu klien mengucapkan terima terlihat senang
kasih atas anjuran yang diberikan  k/u : membaik
 T : 36,5 0C, RR : 28 x/i,
4. Berkolaborasi dalam pemberian HR : 92 x/i
terapi sesuai indikasi  Minum (+)
H:  Bibir lembab
 IVFD RL 30 gtt/i  Paracetamol 3 x 1 tab
 Cotrimoxazole 2 x cth II  IVFD RL 30 gtt/i
 Paracetamol 3 x 1 tab
R : An. D mau meminum obat yang A :
telah diberikan Masalah peningkatan
suhu tubuh sudah
teratasi

P : Intervensi
dihentikan.
2 Gangguan pola1. Menanyakan eliminasi kepada An. S:
eliminasi D  Ibu klien mengatakan
(BAB) b/d H : BAB (-) bahwa anaknya sudah
konstipasi R : An. D mengatakan belum ada BAB tetapi sedikit
BAB, Ibu klien mengatakan  Ibu klien mengatakan
anaknya tidak ada merasakan sesak feces anaknya keras dan
BAB. bau, berwarna kuning
 Ibu klien mengatakan
2. Mendengarkan suara peristaltik anaknya juga makan
usus pisang walaupun harus
H : Terdengar peristaltik usus dipaksa terlebih dahulu
R : An. D mengatakan tidak ada  Ibu klien mengatakan
sesak BAB siang ini anaknya makan
dengan nasi yang telah
3. Mengingatkan kembali ibu klien disediakan dan pakai
untuk memberikan makan-makanan telur
lunak, dan buah-buahan yang
merangsang BAB (pisang, pepaya) O :
H : M2 TKTP (pakek telur), makan Peristaltik usus (+) 12 x/i
pisang (+)  M2 TKTP + telur rebus
R : Ibu klien mengatakan anaknya  Makan pisang (+) ¼
pagi ini makan dengan nasi, telur, bagian
dan sayur bening  Lactulosa 3 x cth I

4. Berkolaborasi dalam pemberian A:


terapi sesuai indikasi Masalah pola eliminasi
H : Diet M2 TKTP, Lactulosa 3 x teratasi
cth I
P : Intervensi dihentikan

3 Intoleransi 1. Mengevaluasi tingkat toleransi S:


aktivitas b/d klien terhadap aktivitas  Ibu klien mengatakan
kelemahan H : Duduk dan berbaring bahwa infus anaknya
fisik, tirah R : An. D mengatakan badanya sudah dilepas jam 11.00
baring sudah tidak lemas lagi dan ingin wib
berjalan  Ibu klien mengatakan
anaknya sudah membaik
2. Membantu klien melakukan karena sudah bisa
aktivitas sesuai kebutuhan berjalan dan bermain
H : hanya bisa duduk karena bersama teman 1
terpasang infus di kaki kanan ruangan
R : An. D mengatakan minta  Ibu klien mengatakan
dilepaskan infusnya senang karena anaknya
3. Mengingatkan untuk tirah baring besok sudah boleh
apabila masih lemah pulang
H : k/u : membaik  Ibu klien mengatakan
R : An. D mengatakan ya akan menjaga anaknya
agar tidak terlalu
4. Melibatkan keluarga dalam kecapaian karena belum
pemenuhan kebutuhan aktivitas sembuh betul
sehari-hari  Ibu klien mengucapkan
H : Makan dibantu, kencing terima kasih karena
dibantu, dan duduk mandiri sudah perduli dengan
R : Ibu klien mengatakan aktivitas anaknya
anaknya masih harus dibantu
O:
 Ekspresi ibu klien senang
 An. D terlihat senang dan
bermain bersama teman
1 ruangan
 k/u : baik
 tampak lebih segar

A:
Masalah aktivitas
teratasi

P : Intervensi dihentikan
oleh mahasiswa. Terapi
pengobatan dilanjutkan
oleh pegawai ruangan

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Penyakit
pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi,
salmonella type A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet dan
khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan
pedas.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dengan adanya
makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang penyakit typoid dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Djauzi & Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Soegeng, S. 2005. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Jakarta : Salemba
Medika
Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung Setia
Syamsuhidayat, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid
fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat),
dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,


trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.

b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.

1) Klorampenikol

2) Tiampenikol

3) Kotrimoxazol

4) Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai
mendidih dan hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi


dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam


darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5
atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat


menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H
menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini


dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap


salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid
pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan


H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji


widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan


dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.
Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi


termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap


meningkatkan irama dan keleluasaan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah


3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress
dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia


Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

c. Selalu ingin tahu alasan tindakan

d. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan
melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan
tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan


fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi


atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan


keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa. 1

Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap
hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah
nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per
hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat

Tujuan

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising


usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri
dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan

Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan


fisik

Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-
hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap,
dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan

Infeksi tidak terjadi


Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau


informasi yang tidak adekuat

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.

Intervensinya

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga
dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk
klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil,
kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga
klien mengerti tentang penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai