Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Demam Thypoid

1. Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).
2. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41
derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).
3. Manifestasi klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa
tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang
biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016)
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan
baik oleh obat maupun oleh zat anti.
4. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan
gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan
ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).
5. Patwhay
6. Komplkasi
a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari
Titik, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer
lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi
maka penderita membuatantibody (agglutinin)
d. Kultur
1) Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua
3) Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara
dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan
4 terjadinya demam. (Nurarif & Kusuma, 2015)
8. Penatalaksanaan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering
digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan
antibiotik adalah:
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama
5-7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Bila tak terawat, demam
typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian
terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan
penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3
mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian
dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi
usus.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Typhoid

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengumpulan
data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan
masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
a. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada
kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten,
dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ke tiga. Umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada
anak besar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala, Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan warna
rambut.
2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil mengecil
ketika terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi,
atau mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam).
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine
dan feses.
4) Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam Susianingrum, Rekawati
Utami, Sri, 2008).
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain. (Hutahaean Serri, 2010)
Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi. 2.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengankelemahan
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
3. Intervensi
Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara lain adalah:
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hipertermia NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
berhubungan dengan Classification) : Kriteria Classification) :
proses penyakit. hasil : 1. Kaji warna kulit
- - Suhu tubuh dalam 2. Monitor suhu tubuh
rentang normal, antara minimal tiap 2 jam.
36,5 - 37,5 derajat 3. Monitor TD, N dan RR.
celsius. 4. Identifikasi adanya
- Nadi dan pernafasan penurunan tingkat
dalam rentang normal. kesadaran.
- Tidak ada perubahan 5. Tingkatkan intake cairan
warna kulit dan tidak dan nutrisi.
ada pusing. 6. Beri kompres hangat
pada sekitar axilla dan
lipatan paha.
7. Beri pakaian yang tipis
dan menyerap keringat.
8. Kolaborasi pemberian
oabt antiperetik.
2 Nyeri akut berhubungan NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
dengan agen pencedera Classification) : Classification) :
fisiologis. Kriteria hasil : 1. Lakukakan pengkajian
- Mampu mengontrol nyeri secara
nyeri komprehensif termasuk
- Melaporkan nyeri lokasi, karakteristik,
berkurang dengan durasi, frekuensi, kualitas
menggunakan dan faktor presipitasi.
menegemen nyeri. 2. Observasi reaksi non
verbal dari
-Mampu mengenali ketidaknyamanan.
nyeri. 3. Gunakan komunikasi
- Menyatakan rasa terapeutik untuk
nyaman setelah nyeri mengetahui pengalaman
berkurang. nyeri pasien.
4. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan.
5. Ajarkan tehnik non
farmakologi.
6. Kolaborasi pemberin obat
analgetik.
3 Defisit nutrisi NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
berhubungan dengan Classification) : Classification) :
ketidakmampuan - Adanya peningkatan 1. Kaji adanya alergi
mengabsorbsi nutrisi berat badan. makanan.
- Mampu 2. Monitor adanya
mengidentifikasi penurunan berat badan.
kebutuhan nutrisi, tidak 3. Monitor interaksi anak
ada tanda malnutrisi. dengan orang tua.
- Tidak terjadi 4. Monitor kulit kering,
penurunan berat badan turgor kulit.
berarti. 5. Catat jika ada mual dan
muntah.
6. Anjurkan makan sedikit
tapi sering
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
4 Intoleransi aktivitas Setela dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
berhubungan dengan keperawatan selam 3 2. Kaji kesiapan
kelemahan x24 jam masalah meningkatkan aktivitas
intoleransi aktivitas dapat 3. Bantu klien untuk
teratasi Kriteria Hasil : mengidentifikasi
1. Perasaan lemah aktivitas yang mampu
2. Kekuatan tubuh bagian dilakkan
atas 4. Bantu klien untuk
3. Kekuatan tubuh bagian membuat jadwal
bawah latihan di waktu luang
4. Tekanan darah 5. Monitor respon
Frekuensi napas emosional, fisik, sosial
dan spiritual terhadap
aktivitas
6. Libatkan keluarga
dalam aktivitas, jika
perlu
7. Anjurkan menjalani
latian sesai toleransi
5 Resiko kekurangan NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
volume cairan Classification) : Classification) :
berhubungan dengan - Tekanan darah, nadi, 1. Kaji status cairan
intake yang tidak suhu tubuh dalam batas termasuk intake dan
adekuat dan normal. output.
peningkatan suhu - Tidak ada tandatanda 2. Monitor vital sign.
tubuh. dehidrasi, elastisitas 3. Monitor status dehidrasi
turgor kulit baik, (kelembaban membran
membram mukosa mukosa).
lembab, tidak ada rasa 4. Dorong keluarga untuk
haus yang berlebihan. membantu pasien
makan.
5. Kolaborasi pemberian
berikan cairan IV

4. Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat mengimplementasi
tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan
implementasi keperawatan adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit,
pemulihan dan memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam typhoid adalah
mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam pemberian kompres hangat, menganjurkan
klien memakai pakaian tipis, mengobservasi reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien,
dan membantu keluarga dalam memberikan asupan kepada klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan
pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien,
macam-macam evaluasi:
a. Evaluasi formatif Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan perawatan.
b. Evaluasi sumatif SOAP Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan, ditulis pada catatan perkembangan.
Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah orang tua
mengatakan demam berkurang dengan suhu 36,5 °C, orang tua mengatakan nyeri sudah
berkurang dan membantu mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi, orang tua
mengatakan tidak terjadi penurunan BB secara signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi
keluhan klien dan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.


Nursalam, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnotik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai