Anda di halaman 1dari 18

A.

Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Tabel 5.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau

Usia N %
20-25 14 18,4
26-30 43 56,6
>30 19 25,0
Total 76 100
Sumber: Data Primer, tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.1. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan umur, perawat yang berumur 20 sampai 25 tahun sebanyak 14 orang
(18,4%), yang berumur 26 sampai 30 tahun sebanyak 43 orang (56,6%), dan yang
berumur >30 tahun sebanyak 19 orang (25%).

b. Jenis kelamin
Tabel 5.2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Perawat Non-PNS
di RSUD Kota Baubau

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 20 26,3
Perempuan 56 73,7
Total 76 100
Sumber: Data Primer, tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.2. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan jenis kelamin, perawat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang
(26,3%), dan perawat yang berjenis kelamin peremuan sebanyak 56 orang (73,7%).
c. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3.
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perawat Non-PNS di RSUD
Kota Baubau

Tingkat Pendidikan N %
D III Keperawatan 54 71,1
S1 Keperawatan 7 9,2
S1 Keperawatan Ners 15 19,7
Total 76 100
Sumber: Data Primer, tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.3. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan tingkat pendidikan, perawat yang memiliki tingkat pendidikan DIII
Keperawatan sebanyak 54 orang (71,1%), perawat yang memiliki tingkat pendidikan S1
Keperawatan sebanyak 7 orang (9,2%), dan perawat yang memiliki tingkat pendidikan
S1 Keperawatan Ners sebanyak 15 orang (19,7%).
d. Lama kerja
Tabel 5.4.
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja Perawat Non-PNS
di RSUD Kota Baubau

Lama Kerja N %
< 2 tahun 12 15,8
2-3 tahun 18 23,7
4-5 tahun 19 25,0
>5 tahun 27 35,5
Total 76 100
Sumber: Data Primer, tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.4. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan lama kerja, perawat yang telah bekerja selama <2 tahun sebanyak 12 orang
(15,8%), perawat yang telah bekerja selama 2 sampai 3 tahun sebanyak 18 orang
(23,7%), perawat yang telah bekerja selama 4 sampai 5 tahun sebanyak 19 orang
(25,0%) dan perawat yang telah bekerja selama >5 tahun sebanyak 27 orang (35,5%).
2. Analisis Univariat
a. Motivasi Kerja
Tabel 5.5.
Karakteristik Responden Berdasarkan Motivasi Kerja Perawat
Non-PNS di RSUD Kota Baubau

Kategori N %
Tinggi 49 64,5
Rendah 27 35,5
Total 76 100
Sumber: Data Primer, tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.5. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan motivasi kerja, perawat yang memiliki motivasi kerja tinggi sebanyak 49
orang (64,5%) dan perawat yang memiliki motivasi kerja rendah sebanyak 27 orang
(35,5%).
b. Kepuasan kerja
Tabel 5.6.
Karakteristik Responden Berdasarkan Kepuasan Kerja Perawat Non-PNS
di RSUD Kota Baubau

Kategori N %
Puas 69 90,8
Tidan puas 7 9,2
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel 5.6. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan kepuasan kerja, perawat yang puas terhadap kerjanya sebanyak 69 orang
(90,8%) dan perawat yang tidak puas terhadap kerjanya sebanyak 7 orang (9,2%).
c. Kondisi lingkungan kerja
Tabel 5.7.
Karakteristik Responden Berdasarkan Lingkungan kerja Perawat Non-PNS di RSUD
Kota Baubau

Kategori N %
Baik 63 82,9
Tidak baik 13 17,1
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 5.7. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan kondisi lingkunga kerja, persepsi perawat terhadap kondisi lingkungan
kerja baik sebanyak 63 orang (82,9%) dan persepsi perawat terhadap kondisi
lingkungan kerja tidak baik sebanyak 13 orang (17,1%).
d. Harapan Pribadi
Tabel 5.8.
Karakteristik Responden Berdasarkan Harapan Pribadi Perawat Non-PNS
di RSUD Kota Baubau

Kategori N %
Tinggi 67 88,2
Rendah 9 11,8
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 5.8. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi perawat
berdasarkan harapan pribadi perawat, perawat yang memiliki harapan pribadi tinggi
sebanyak 67 orang (88,2%) dan perawat yang memiliki harapan pribadi rendah
sebanyak 9 orang (11,8%).
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel dependen dengan inependen dengan menggunakan uji chi-square. Uji statistik
yang digunakan adalah uji chi-square dengan dengan tingkat kemaknaan 95% (=0,05). Jika
ρ value < dari a (ρ<0,05) artinya terdapat hubungan yang bermakna signifikan dari kedua
variabel yang diteliti. Apabila ρ value > dari a (ρ>0,05) maka tidak terdapat hubungan
yang bermakna dari kedua variabel yang diteliti.
a. Hubungan antara variabel kepuasan kerja dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau

Tabel 5.9.
Hubungan antara variabel kepuasan kerja dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau

Kepuasa kerja Motivasi Kerja Jumlah ρ value


Tinggi Rendah a=0,05
N % N % N %
Puas 48 69,6 21 30,4 69 100 0,007
Tidak Puas 1 14,3 6 85,7 7 100
Total 49 64,5 29 35,5 76 100
Sumber: Data Primer. 2020
Berdasarkan tabel 5.9. hasil analisis bivariat hubungan antara variabel kepuasan
kerja dengan motivasi kerja perawat di peroleh bahwa dari 69 perawat yang puas
terhadap kerjanya terdapat 48 perawat (69,6%) yang memiliki motivasi kerja tinggi dan
terdapat 21 perawat (30,4%) yang memiliki motivasi kerja rendah sedangkan dari 7
perawat yang tidak puas terhadap kerjanya terdapat 1 perawat (14,3%) yang memiliki
motivasi kerja tinggi dan terdapat 7 perawat (85,7%) yang memiliki motivasi kerja
rendah.
Data diuji menggunakan fisher exact test (pilihan alternatif bila data tidal layak uji
chi-square test) diperoleh nilai ρ=0,007 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05, maka Ha
di terima dan Ho di tolak. Dengan demikian ada hubungan antara kepuasankerja
dengan motivasi kerja perawat.
b. Hubungan antara variabel kondisi lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat
Tabel 5.10.
Hubungan antara variabel kondisi lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat Non-
PNS di RSUD Kota Baubau

Kondisi Motivasi Kerja Jumlah ρ value


lingkungan kerja Tinggi Rendah a=0,05
N % N % N %
Baik 46 73,0 17 27,0 63 100 0,001
Tidak baik 3 23,1 10 76,9 13 100

Total 47 61,8 29 38,2 76 100


Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 5.10. hasil analisis bivariat hubungan antara variabel kondisi
lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat di peroleh bahwa dari 63 perawat
persepsi perawat kondisi lingkungan kerja baik terdapat 46 perawat (73,0%) yang
memiliki motivasi kerja tinggi dan terdapat 17 perawat (27,0%) yang memiliki
motivasi kerja rendah sedangkan dari 13 perawat yang memiliki persepsi kondisi
lingkungan kerja tidak baik terdapat 3 perawat (23,1%) yang memiliki motivasi kerja
tinggi dan terdapat 10 perawat (76,9%) yang memiliki motivasi kerja rendah.
Data diuji menggunakan fisher exact test (pilihan alternatif bila data tidal layak uji
chi square test) diperoleh nilai ρ=0,001 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05, maka Ha
di terima dan Ho di tolak. Dengan demikian ada hubungan antara kondisi lingkungan
kerja dengan motivasi kerja perawat.
c. Hubungan antara variabel harapan pribadi dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau
Tabel 5.11.
Hubungan antara variabel harapan pribadi dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau

Harapan pribadi Motivasi Kerja Jumlah ρ value


Tinggi Rendah 0,05
N % N % N %
Tinggi 40 59,7 27 40,3 67 100 0,014
Rendah 9 100,0 0 0,0 9 100
Total 49 64,5 27 35,5 76 100
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 5.11. hasil analisis bivariat hubungan antara variabel harapan
pribadi dengan motivasi kerja perawat di peroleh bahwa dari 67 perawat yang memiliki
harapan pribadi tinggi terdapat 40 perawat (59,7%) yang memiliki motivasi kerja tinggi
dan terdapat 27 perawat (40,3%) yang memiliki motivasi kerja rendah sedangkan dari 9
perawat yang memiliki harapan pribadi rendah terdapat 9 perawat (100,0%) yang
memiliki motivasi kerja tinggi dan yang memiliki motivasi kerja rendah tidak ada
(0,0%).
Data diuji menggunakan fisher exact test (pilihan alternatif bila data tidal layak uji
chi-square test) diperoleh nilai ρ=0,014 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05, maka Ha
di terima dan Ho di tolak. Dengan demikian ada hubungan antara harapan pribadi
dengan motivasi kerja perawat.
4. Analisis Multivariat
Hasil Pemodelan Multivariat, Variabel Independen Dengan Motivasi Kerja Perawat Di
RSUD Kota Baubau
Tabel 5.12.
Hasil Pemodelan Multivariat, Variabel Independen Dengan Motivasi Kerja Perawat
Di RSUD Kota Baubau

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 1.136 .277 4.096 .000

kategori kepuasan kerja .130 .243 .079 .536 .594


1
kategori lingkungan kerja .411 .186 .324 2.215 .030

Kategori harapan pribadi -.361 .155 -.244 -2.327 .023


Sumber : Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel 5.12. di ketahui Persamaan Regresi Y = 1,136 + 0,130 X1 + 0,411 X2 – 0,361X3
dengan nilai signifikan kepuasan kerja yaitu 0,594 yang berarti lebih besar dari nilai 0,05 maka
disimpulkan kepuasan kerja tidak berhubungan dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di RSUD
Kota Baubau, nilai signifikan kondisi lingkungan kerja yaitu 0,03 yang berarti lebih keci dari nilai
0,05 maka disimpulkan kondisi lingkungan kerja berhubungan dengan motivasi kerja perawat
Non-PNS di RSUD Kota Baubau dan nilai signifikan harapan pribadi yaitu 0,023 yang berarti lebih
keci dari nilai 0,05 maka disimpulkan harapan pribadi berhubungan dengan motivasi kerja
perawat Nono-PNS di RSUD Kota Baubau.

Hasil penelitian menunjukkan nilai Beta pada kepuasan kerja yaitu 0,79, nilai beta kondisi
lingkungan kerja yaitu 0,324, dan nilai beta harapan pribadi yaitu -0,244. Dan di nilai Beta terbesar
terdapat pada kondisi lingkungan kerja yaitu 0,327 maka dapat disimpulkan bahwa yang paling
berhubungan yaitu kondisi lingkungan kerja

B. Pembahasan
1. Hubungan kepuasan kerja perawat dengan motivasi perawat Non-PNS di RSUD Kota
Baubau
Menurut Robbins (1996) kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu
terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan
dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan itu, sebaliknya
seorang tidak puas dengan pekerjaanya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaanya
itu.
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisis tentang faktor kepuasan kerja
perawat dengan motivasi kerja di RSUD Kota Baubau dengan memasukkan kategori-
kategori faktor kepuasan kerja perawat dan motivasi kerja perawat ke dalam tabel
contigensi dan kemudian dianalisis dengan menggunakan formula fisher exact test (pilihan
alternatif bila data tidal layak uji chi square test) dengan tingkat kemaknaan 95% (=0,05)
diperoleh nilai ρ=0,007 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05 sehingga dapat diketahui Ha
di terima dan Ho di tolak. Dengan demikian ada hubungan antara kepuasan kerja perawat
dengan motivasi kerja perawat di RSUD Kota Baubau.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elinaulva (2015)
tentang hubungan antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja karyawan PT. PLN
(persero) APJ Surakarta dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kepuasan kerja dengan motivasi kerja karyawan (ρ=0,01). Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Endrika (2016) tentang hubungan antara kepuasan
kerja pada aspek self esteem dengan motivasi kerja perawat pelaksana Di Rumah Sakit
Panti Rahayu (YAKKUM) Purwodadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja perawat (ρ=001). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Usastiawaty dan Andri Nugraha tentang pengaruh Reward
dan Kepuasan kerja terhadap Motivasi dan kinerja perawat tahun 2018 berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan diperoleh nilai ρ value 0,000 < 0,05 artinya terdapat pengaruh
yang signifikan terhadap motivasi kerja.
Berdasarkan hasil penelitian penelitian didapatkan bahwa kepuasan kerja yang baik
akan meningkatkan motivasi perawat. Semakin baik kepuasan kerja perawat maka akan
semakin tinggi motivasi perawat yang di peroleh.
Penelitian ini sejalan dengan yang di kemukakan oleh Wibowo (2016) dimana motivasi
kerja individual berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah respons
bersifat mempengaruhi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini
mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah konsep kesatuan. Orang yang
relatif puas dengan satu aspek pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek
lainnya. Karena terdapat hubungan dinamis antara motivasi dengan dan kepuasan kerja dan
konsekuensi dari kepuasan kerja. Dan Sangat sulit untuk menentukan batasan mengenai
kepuasan kerja, karena baik dan sempurnanya suatu pekerjaan atau organisasi kerja, selalu
ada perasaan tidak puas. Ketidakpuasan dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku
agresif atau sebaliknya akan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan
lingkungan sosialnya. Besar kecinya motivasi kerja ikut menentukkan kualitas prestasi
perawat. Dengan kepuasan kerja yang baik terciptalah suatu ketenangan kerja yang baik
dan mantap. Perawat yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan bersedia bekerja
keras.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Roe dan Byars
yang menyatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong terwujudnya tujuan
organisasi secara efektif. Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan
ancaman yang akan membawa kehancuran atau kemunduran bagi organisasi, secara cepat
maupun perlahan.
Kepuasan merupakan suatu kondisi subjektif dari keadaan pribadi seseorang
sehubungan dengan perasaan senang atau perasaan tidak senang sebagai akibat dari adanya
dorongana atau kebutuhan yang ada pada diri seseorang dan dihubungan dengan kenyataan
yang ia rasakan.
Dari tabel 5.10. menunjukkan bahwa responden dengan kepuasan kerja perawat dan
motivasi kerja rendah sebanyak 21 perawat (30,4%), selanjutnya responden dengan
ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja perawat tinggi sebanyak 1 perawat (14,3%), hal ini
didasarkan pada jawaban responden terhadap kuesioner dimana sebagian besar responden
yang menyatakan tidak puas terhadap insentif yang dibagikan karena tidak sesuai dengan
apa yang dikerjakan, hal ini berarti tinggi rendahnya motivasi kerja dapat diprediksi dari
tinggi rendahnya kepuasan kerja perawat. Semakin tingi kepuasan kerja perawat yang
maka motivasi kerja perawat semakin tinggi pula. Dan sebaliknya, semakin rendah
kepuasan kerja perawat maka semakin rendah pula motivasi kerja perawat.
Dari hasil data tersebut dapat diasumsikan bahwa perawat yang memiliki kepuasan
kerja akan memiliki motivasi kerja tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tercapainya
kepuasan kerja bukan hanya berasal dari kompensasi semata, tetapi juga berasal dari
kondisi lingkungan pekerjaan individu seperti yang dikembangkan oleh Two factor theory
a dimana kepuasan dan ketidakpuasan meruapakan bagian dari kelompok variabel yang
tidak sama yaitu motivators dah hygiene factors. Ketidakpuasan berkaitan dengan kondisi
disekitaran pekerjaan contohnya kondisi kerja, gaji, safety, kualitas pengawasan dan
hubungan dengan orang lain dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor
mencegah reaksi negatif disebut dengan hygiene atau maintainance factors. Dan
sebaliknya kepuasan diambil dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri atau
hasil langsung seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan
kesempatan untuk mengembangkan diri dan diakui. Karena faktor ini berhubungan dengan
indeks kepuasan kerja tinggi yang disebut dengan motivator.
Pendapat ini diperkuat dengan teori prngharapan dari Porter dan lawler, bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara motivasi dengan kepuasan kerja, dimana kepuasan kerja
menentukan tinggi rendahnya motivasi.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian nurcahyani (2016) menjelaskan
motivasi kerja mempengaruhi kepuasan kerja, yang menunjukkan bahwa motivasi kerja
tinggi mengarah pada kepuasan kerja meningkat. Dan senada dengan penelitian sibarani
(2018), bahwa jika perusahaan memperhatikan karyawan dengan memberikan motivasi
yang baik diantaranya seperti dorongan semangat dan pelatihan, yang merupakan bagian
dari motivasi perusahaan kepada karyawan maka karyawan akan merasa puas terhadapa
apa yang diberikan , menjadikan karyawan akan terus meningkatkan kinerjanya.
2. Hubungan kondisi lingkungan kerja perawat dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau
Menurut Alex S. Nitisemito (2000) Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
berada di sekitar para pekerja yang berperan penting dan dapat mepengaruhi diri pekerja
tersebut dalam menjalankan tugas-tugas yang di berikan.
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisis tentang faktor kondisi
lingkungan kerja dengan motivasi kerja di RSUD Kota Baubau dengan memasukka
kategori-kategori faktor kondisi lingkungan kerja dan motivasi kerja perawat ke dalam
tabel contigensi dan kemudian dianalisis dengan menggunakan formula fisher exact test
(pilihan alternatif bila data tidal layak uji chi square test) dengan tingkat kemaknaan 95%
(=0,05) diperoleh nilai ρ=0,001 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05 sehingga dapat
diketahui Ha di terima dan Ho di tolak. Dengan demikian ada hubungan antara kondisi
lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat di RSUD Kota Baubau.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianda dkk (2018)
tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja tenaga kesehatan di
Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan motivasi
kerja perawat (ρ value =0,048). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bahri Oky (2018) tentang hubungan antara lingkungan kerja dengan
motivasi kerja pada perawat di RSAB Harapan Kita Jakarta dimana ada hubungan antara
lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat. Ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahmi dkk (2016) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi
kerja pegawai di Puskesmas Kuamang Kecamatan Panti tahun 2016. dimana mendapatkan
nilai (ρ=0.006) mengidentifikasi bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi kerja
dengan motivasi kerja pegawai di Puskesmas Kuamang Kecamatan Panti tahun 2016.
Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan Mc, Clelland yaitu kebutuhan afiliasi yaitu
kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja,
kebutuhan akan perasaan dihormati. Ini juga sesuai dengan pendapat Dessler ( 1997) yang
menyatakan bahwa kualitas kehidupan lingkungan kerja serta iklim kerja organisasi yang
memadai berarti dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting
melalui hubungan sesama pegawai dalam organisasi.
Lingkungan kerja sangatlah memerlukan perhatian yang khusus karena di sana dapat
menetukan hasil produksi yang akan di dapatkan. Suatu lingkungan yang aman dan
nyaman akan membuat pekerjaan dapat dengan mudah di lakukan dan mendapat hasil yang
baik dan memuaskan. Jika lingkunagan tidak membuat nyaman para pekerjanya akan
mengalami kebosanan dan ketidaknyamanan yang berdampak kepada perusahaan yang di
kelolanya. Maka sebaiknya lingkungan kerja yang dapat memaksimalkan kinerjanya dan
dapat membuat nyaman para pekerjanya.
Dari tabel 5.12. menunjukkan bahwa responden dengan kondisi lingkungan kerja baik
dan motivasi kerja perawat rendah sebanyak 7 perawat (27,0%), selanjutnya responden
dengan kondisi lingkungan kerja tidak baik dan motivasi kerja kerja perawat tinggi
sebanyak 3 perawat (23,1%), hal ini di dasarkan pada jawaban responden terhadap
kuesioner dimana sebagian besar responden menyatakan Temperatur di tempat kerja kurang
memadai sehinnga mengganggu kelancaran dalam bekerja.
Dari hasil data tersebut dapat diasumsikan bahwa tidak setiap saat kondisi lingkunga
kerja baik akan memiliki motivasi kerja tinggi. Namun dalam penelitian ini kondisi
lingkungan kerjanya baik tetapi memiliki motivasi yang rendah Hal ini dapat disimpulkan
bahwa meskipun kondisi lingkungan kerja sudah baik akan tetapi mereka merasa bahwa
kondisi ruan kerja dianggap belum teratur atau belum tertata rapi sehingga menggurangi
kenyamanan dalam bekerja. Dilihat secara khusus bahwa vetilasi di setiap ruangan kerja
masih kurang. Kurannya ventilasi membuat ruangan menjadi sedikit gerah (pengap) dan
kurang nyaman untuk melaksanakan tugasnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuryasin (2016) bahwa lingkungan kerja
baik tidak selalu dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, karena ada faktor-faktor
lain yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan salah satunya adalah Hubungan antar
pribadi dengan orang-orang di lingkungan kerja akan mempengaruhi kinerja seseorang dan
secara langsung juga mempengaruhi motivasi kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori kebutuhan Maslow bahwa manusia adalah
mahluk sosial yang pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan sosialisasi
atau afiliasi dengan orang lain. Kondisi atau suasana kerja merupakan salah satu aspek
penting dalam peningkatan motivasi kerja seseorang. Apabila kondisi lingkungan kerja
mendukung maka seseorang akan lebih mudah dalam menyelesakan pekerjaannya tetapi
apabila kondisi atau suasan kerja tidak mendukung maka akan menghambat kerja
seseorang.
Seperti yang diungkapkan nasution (2008) bahwa manusia akan mampu melaksanakan
tugasnya dangan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang suatu
kondisi lingkungan kerja yang sesuai. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai
apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar perawat menyatakan merasa
nyaman dengan kondisi lingkungan dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tetapi
ada juga yang berpendapat bahwa kondisi atau suasana di tempat mereka bekerja tidak baik
sehingga perawat tersebut kurang nyaman dan kurang berkonsentrasi dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat siagian (2014) yang menyatakan
lingkungan kerja yang bersih dan mendapat cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan
gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi para karyawan dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. Namun lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab
dan sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan kreativitas.
Hasil penelitian ini diharapkan untuk memperhatikan kesejahteraan perawat dengan
memberikan motivasi dengan memperhatikan kondisi kerja yang merupakan faktor penting
dalam menciptakan kinerja perawat di RSUD Kota Baubau. Kondisi lingkungan kerja yang
nyaman dapat memberikan motivasi kerja perawat dan efisiensi karyawan dalam bekerja.
3. Hubungan harapan pribadi dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di RSUD Kota
Baubau
Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki
individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan dengan
motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur-jalur tersebut. Harapan didasarkan pada
harapan positif dalam pencapaian tujuan.
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisis tentang faktor harapan pribadi
dengan motivasi kerja di RSUD Kota Baubau dengan memasukkan kategori-kategori
faktor harapan pribadi dan motivasi kerja perawat ke dalam tabel contigensi dan kemudian
dianalisis dengan menggunakan formula fisher exact test (pilihan alternatif bila data tidal
layak uji chi-square test) dengan tingkat kemaknaan 95% (=0,05),diperoleh nilai ρ=0,014
yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05 sehingga dapat diketahui Ha di terima dan Ho di
tolak. Dengan demikian ada hubungan antara harapan pribadi dengan motivasi kerja
perawat di RSUD Kota Baubau.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh maria agusta (2018)
tentang hubungan antara motivasi professional dan harapan tetap tinggal di tempat kerja
yang sama dimana terdapat hubungan antara motivasi dengan harapan tetap tinggal atau
tidak di tempat kerja yang sama. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Adriana dkk ( 2019) tentang keberlanjutan regional : Harapan individu,
dan motivasi kerja: A Multilevel Analysis dimana Harapan memiliki dampak positif da
signifikan terhadap motivasi pekerja Rumania. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Parvis Ghoddousi (2014) tentang Memetakan motivasi pekerja
konstruksi berbasis lokasi : pendekatan teori harapan dimana disimpulkan bahwa harapan
dan motivasi sangat berkorelasi dan harapan memiliki efek positif pada motivasi pekerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Victor Vroom menyatakan kecenderungan kita
untuk melakukan suatu tindakan akan tergantung pada harapan kita akan hasil yang
diterima dan daya tariknya. Seseorang akan termotivasi untuk bekerja keras bila mereka
percaya bahwa kerja keras mereka akan menghasilkan kinerja yang lebih baik, bila kinerja
yang lebih baik akan memberi mereka imbalan yang lebih besar, dan bila imbalan yang
mereka terima akan memuaskan kebutuhan atau keinginan mereka atau membantu tujuan
pribadi mereka.
Seseorang akan bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaannya bergantung pada
hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan
itu. Berapa besar ia yakin rumah sakit akan memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai
imbalan atau usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar
untuk memperoleh kepuasannya, ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
Berdasarkan tabel 5.13. didapatkan bahwa faktor harapan pribadi perawat tinggi dan
motivasi kerja perawat rendah sebanyak 27 perawat (40,3%), selanjutnya responden yang
memiliki harapan rendah dan motivasi kerja perawat tinggi sebanyak 9 orang (100,0%).hal
ini di dasarkan pada jawaban responden terhadap kuesioner dimana sebagian responden
menyatakan bahwa mereka berharap dengan lamanya bekerja di rumah sakit sewaktu-
waktu dapat diangkat menjadi pegawai tetap.
Dari hasil data tersebut maka dapat diasumsikan bahwa tidak selamanya yang memiliki
harapan tinggi maka motivasi kerja perawat akan tinggi namun dalam penelitian ini
memiliki harapan tinggi tetapi memiliki motivasi kerja rendah. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa meskipun harapan perawat tinggi namun mereka belum puas terhadap gaji yang
mereka terima.
Penelitian ini juga sejalan dengan Teori harapan, yang menyatakan bahwa kekuatan
yang memotivasi seseorang bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaanya bergantung pada
hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan
itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai
imbalan atau usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar
untuk memperoleh kepuasannya, ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya. Teori harapan
didasarkan atas harapan, nilai dan pertautan (Sutrisno, 2019).
Ini juga sejalan Synder, Irving, dan Anderson (dalam Snyder, 2000) menyatakan
harapan adalah keadaan termotivasi yang positif didasarkan pada hubungan interaktif
antara agency (energi yang mengarah pada tujuan) dan pathway (rencana untuk mencapai
tujuan). Dalam penelitian ini pengukuran harapan menggunakan komponen-komponen
harapan yang disusun oleh Snyder yang terdiri dari goal (memiliki tujuan yang ingin
dicapai), pathway-thinking (cara atau usahan untuk mewujudkan tujuan), dan agency-
thinking (motivasi atau energi dari dalam diri untuk melakukan usaha agar tercapainya
tujuan).
4. Faktor Yang Paling Berhubungan Dengan Motivasi Kerja Perawat Non-PNS di RSUD
Kota Baubau
Hasil penelitian menunjukkan nilai Beta pada kepuasan kerja yaitu 0,79, nilai beta kondisi
lingkungan kerja yaitu 0,324, dan nilai beta harapan pribadi yaitu -0,244. Dan di nilai Beta terbesar
terdapat pada kondisi lingkungan kerja yaitu 0,327 maka dapat disimpulkan bahwa yang paling
berhubungan yaitu kondisi lingkungan kerja.

Bodur and Infal, (2015) meneliti "Nurses' Working Motivation Sources And Related
Factors: A Questionnaire Survey ". Dua ratus dua perawat dipilih secara acak dan masir.g-
masing departemen di universitas dan di rumah sakit urnum, dan data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner sosio-demografi dan Inventaris Sumber Motivasi dan dianalisis
dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa diantara lima sumber motivasi, motivasi berbasis konsep internal merupakan
motivasi proses tertinggi dan intrinsik yang paling rendah pada perawat. Ada hubungan
yang signifikan antara skor beberapa sumber motivasi dan pengalaman manajerial, tingkat
pendapatan, kepuasan dari unit, peran staf, dan persepsi stres kerja.

Toode (2015) dalam disertasinya berjudul "Nurses' Work Motivation. Essence and
associations" melakukan penelitian dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
motivasi kerja perawat rumah sakit, dan faktor-faktor yang terkait dengannya. Dari
sejumlah perawat yang terdaftar, sebanyak 201 responden mengisi dan mengembalikan
kuesioner elektronik. Mayoritas perawat rumah sakit memiliki motivasi kerja intrinsik
yang kuat, untuk bekerja karena mereka menikmati pekerjaan dan atau pekerjaan itu
sesuai dengan kebutuhan, nilai dan tujuan mereka. Faktor pribadi seperti menjadi lebih
terlatih, memiliki kebutuhan ketertiban yang lebih tinggi, berbagi nilai yang sama dengan
organisasi dan masyarakat, dan mengenali pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik
tentang pekerjaan, meningkatkan motivasi mereka. Beberapa faktor organisasi seperti
pemberdayaan karakteristik tempat kerja, kondisi kerja yang mendukung dan luaran
keselamatan pasien juga meningkatkan motivasi kerja mereka. Perawat yang umurnya
lebih tua dengan masa kerja pelayanan yang lebih lama dan / atau memegang jabatan,
memiliki motivasi eksternal yang lebih tinggi karena mereka khawatir dengan reputasi
mereka dan juga takut gagal.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasrkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2019 – januari 2020
dengan jumlah 76 responden penelitian di RSUD Kota Baubau, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Motivasi kerja perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau termasuk dalam kategori tinggi
sebanyak 49 responden (64,5%) dan rendah sebanyak 27 responden (35,5%).
2. Kompensasi perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau termasuk dalam kategori memadai
sebanyak 19 responden (25,0%) dan tidak memadai sebanyak 57 responden (75,0%).
3. Kepuasan kerja perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau termasuk dalam kategori puas
sebanyak 69 responden (90,8%) dan tidak puas sebanyak 7 responden (9,2%).
4. Kondisi lingkungan kerja perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau termasuk dalam
kategori baik sebanyak 64 responden (82,9%)dan tidak baik sebanyak 13 responden
(17,1%).
5. Harapan pribadi perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau termasuk dalam kategori tinggi
sebanyak 67 responden (88,2%)dan rendah sebanyak 9 responden (11,8%).
6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kompensasi dengan motivasi kerja perawat
Non-PNS di RSUD Kota Baubau didapatkan ρ value = 0,489 dengan derajat kesalahan
(a=0,05)
7. Ada Hubungan antara Kepuasan kerja dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di RSUD
Kota Baubau didapatkan ρ value = 0,007 dengan derajat kesalahan (a=0,05)
8. Ada hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan kerja dengan motivasi kerja
perawat Non-PNS di RSUD Kota Baubau ρ value = 0,001 dengan derajat kesalahan
(a=0,05)
9. Ada hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau ρ value =0,014 dengan derajat kesalahan (a=0,05).

B. Saran
Terkait dengan penelitian ini, maka peneliti ingin merekomendasikan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
diharapkan dapat menyediakan sumber-sumber bacaan yang lebih banyak terkait
konsep atau teori-teori faktot-faktor yang berhubungan dengan motivasi. Untuk tempat
penelitian sebaiknya memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada motivasi
perawat
2. Bagi Rumah Sakit
dalam peningkatan semangat kerja para perawat rumah sakit dan hasil kerja yang baik
untuk kemajuan rumah sakit, perlu perhatian dan pemenuhan segala kekurangan yang ada
dalam mendukung setiap aktivitas kerja, beberapa faktor terkait khususnya, kompensasi,
dan kondisi lingkungan kerja.
3. Bagi Perawat
diharapkan dapat meningkatkan semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya, serta perlu menjalin prinsip kerja sama yang baik dengan kerja
sesame perawat maupun dengan atasan agar mampu menciptakan hubungan kerja yang
harmonis di lingkungan kerja.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk dikembangkan pada penelitian yang lebih
luas, misalnya faktor-fakktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja perawat Non-PNS di
RSUD Kota Baubau.

Anda mungkin juga menyukai