Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Profil RSUD Wonosari
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari terletak di Kabupaten
Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah perbukitan kapur /
KARST atau yang lebih dikenal sebagai kawasan Gunung Seribu. Kabupaten
Gunungkidul masuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan batas wilayah sebagai berikut : sebelah timur berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Wonogiri dan Pacitan, sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Klaten dan Sleman, Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten
Bantul sementara sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, luas
wilayah Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan mencapai 1.485,36 km2
atau sekitar 46,63% dari keseluruhan wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari menempati lokasi di Dusun
Jeruksari, Kalurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten
Gunungkidul. Berada di jantung kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul atau
sebelah utara kantor Bupati Gunungkidul yang beralamat di Jalan Taman
Bhakti nomor 06 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta Kode Pos 55812.
Sejak awal berdirinya sampai sekarang, RSUD Wonosari telah mengalami
beberapa peningkatan baik mengenai fisik bangunan, sarana dan prasarana
rumah sakit hingga peningkatan jumlah sumber daya manusianya.
Visi RSUD Wonosari yaitu Rumah Sakit Pilihan Utama, Unggul
dalam pelayanan, terjangkau oleh semua.
Misi :
1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau
2. Mengoptimalkan sarana prasarana untuk menunjang pelayanan
3. Meningkatkan kapasitas SDM yang profesional pada bidang
tugasnya
4. Meningkatkan kinerja administrasi dan keuangan yang efektif dan
efisien.
2. Karakteristik Responden
Penelitian dilaksanakan pada tanggal xx-xx Juli 2021, yang telah
dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari Yogyakarta. Data
responden yang terkumpul dari hasil kuisioner pada sampel penelitian yang
berjumlah 64 responden. Dalam penelitian ini, klasifikasi karateristik
responen meliputi: umur dan jenis kelamin, Adapun hasil penelitiannya:

Tabel 4.1
Karateristik responden menurut kelompok umur , jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.

No Karateristik Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Usia
20-29 tahun 5 7,8
30-39 tahun 32 50,0
40-49 tahun 27 42,2
2 Jenis kelamin
Laki-laki 19 29,7
Perempuan 45 70,3
Total 64 100
Sumber: Data Primer, (2021)
Tabel 4.1 menunjukkan, di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari berdasarkan
umur, responden yang paling banyak berumur 30-39 tahun sebanyak 32 orang (50%), dan
paling sedikit berumur 20-29 tahun sebanyak 5 orang (42,2%).
Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 45 orang (70,3%), dan responden dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (29,7%).

3. Analisa Univariat
Analisa ini ditunjuukan untuk melihat distribusi masing-masing
variabel penelitian, yaitu efikasi diri sebagai variabel bebas dan kepatuhan
sebagai variabel terikat, distribusi dari masing masing variabel dapat dilihat
pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.2
Efikasi Diri Frekuensi (f) Persentase (%)
Rendah 4 6.3
Sedang 7 10.9
Tinggi 53 82.8
Total 64 100
Distribusi Frekuensi Efikasi Diri di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.

Sumber:Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan mayoritas perawat di Ruang Rawat


Inap RSUD Wonosari memiliki efikasi diri yang tinggi sebesar 82,8% sebanyak
53 responden, perawat dengan efikasi diri yang sedang sebesar 10,9% sebanyak 7
responden, dan perawat dengan efikasi diri yang rendah sebesar 6,3% sebanyak 4
responden.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat Dalam Tindakan Hand Hygiene
di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.

Kepatuhan Frekuensi (f) Persentase (%)


Patuh 60 93.8
Tidak Patuh 4 6.3
Total 64 100

Sumber:Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan mayoritas perawat di Ruang Rawat


Inap RSUD Wonosari patuh sebesar 93,8% sebanyak 60 responden, perawat
tidak patuh sebesar 6,3% sebanyak 4 responden.
4. Anallisis Bivariat
a. Uji Crosstabulation
Analisa tabulasi silang digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel, sehingga dapat terlihat hubungan efikasi diri dengan kepatuhan
perawat. Tabel 4.4 berikut ini efikasi diri dengan kepatuhan perawat yang
dilakukan oleh peneliti.
Tabel 4.4
Crosstabulation Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Perawat Dalam
Tindakan Hand Hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.
Efikasi Diri Kepatuhan Total

Patuh Tidak Patuh


f % f % f %
Tinggi 53 82,8 0 0 53 82,8
Sedang 5 7,85 2 3,15 7 10,9
Rendah 2 3,15 2 3,15 4 6,3
Total 60 93,8 4 6,3 64 100
Sumber: Data Primer (2021)

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa efikasi diri tinggi


dengan kepatuhan perawat dalam tindakan hand hygiene patuh sebesar
82,8% sebanyak 53 responden, efikasi diri sedang dengan kepatuhan
perawat dalam tindakan hand hygiene patuh sebesar 7,85% sebanyak 5
responden, efikasi diri sedang dengan kepatuhan perawat dalam tindakan
hand hygiene tidak patuh sebesar 3,15% sebanyak 2 responden, efikasi
diri rendah dengan kepatuhan perawat dalam tindakan hand hygiene
patuh dan tidak patuh masing-masing sebesar 3,15% sebanyak 2
responden, dan tidak ada perawat memiliki efikasi diri tinggi dengan
kepatuhan perawat dalam tindakan hand hygiene tidak patuh.

b. Uji Kolerasi Chi Square


Analisa ini dibuat untuk melihat hubungan antara perilaku caring
perawat dengan kepuasan pasien dengan menggunakan uji statistik dengan
program komputer menggunakan uji Chi Square dengan taraf kesalahan
(α = 0,05 atau 5%). Seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Tindakan
Hand Hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.

Variabel Value df Nilai Signifikasi Keterangan


X dan Y 22.552 2 0.000 Signifikan

Sumber: Data Primer (2021).

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil dan chi square hitung


(dengan SPSS) sebesar 22,552 dan pada signifikan yaitu 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa pValue 0,000 < 0,05, maka Ha diterima (hipotesis
diterima) dan Ho ditolak (hipotesis ditolak). Dilihat dari chi square hitung
22,552 > chi square tabel 5,991. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel efikasi diri dengan kepatuhan
perawat dalam tindakan hand hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD
Wonosari.

B. Pembahasan Penelitian
1. Efikasi Diri Perawat Dalam Tindakan Hand Hygiene di Ruang Rawat
Inap RSUD Wonosari.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan mayoritas perawat di Ruang
Rawat Inap RSUD Wonosari memiliki efikasi diri yang tinggi sebesar 82,8%
sebanyak 53 responden, perawat dengan efikasi diri yang sedang sebesar
10,9% sebanyak 7 responden, dan perawat dengan efikasi diri yang rendah
sebesar 6,3% sebanyak 4 responden.
Proses terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau
pengetahuan. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
berasal dari pikirannya. Kemudian pemikiran tersebut memberikan arahan
bagi tindakan yang dilakukan. Jika semakin tinggi pengetahuan, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan yang dimilikinya akan memberikan konstribusi
terhadap terbentuknya efikasi diri yang tinggi dan efikasi diri yang tinggi
tidak dapat lepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti
pengalaman individu sebelumnya, pengalaman orang lain yang sama,
persuasi sosial maupun keadaan fisiologis dan emosional (Hanif, 2018).
Hasil penelitian oleh Hartari (2019) dengan judul “Hubungan
Pengetahuan Dan Self Efficacy Pasien Tb Paru Dengan Pencegahan
Penularan Tb Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bukit Tinggi” menunjukan
hasil uji statistik di peroleh nilai p value = 0.035 (p<α) maka dapat
disimpulkan adanya hubungan Self Efficacy (Efikasi Diri) pasien TB Paru
dengan pencegahan penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Bukittinggi Tahun 2019, Dari hasil analisis diperoleh OR = 6.000 artinya
responden dengan Efikasi Diri tinggi memiliki peluang 6.000 kali untuk baik
dalam melakukan perilaku pencegahan penularan TB Paru dibandingkan
dengan Efikasi Rendah, dijelaskan bahwa samakin tinggi efikasi diri maka
akan semakin patuh seseorang melakukan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit.
Self-efficacy yaitu keyakinan individu akan kemampuan yang ia
miliki untuk dapat melakukan tugas-tugas tertentu yang dibutuhkan sehingga
bisa mendapatkan hasil yang sesuai. Self-efficacy berfokus pada keyakinan
responden dengan harapan responden mampu untuk melakukan peningkatan
perilaku seperti kepatuhan telah ditentukan dan juga bisa melakukannya
dengan baik (Wulandary & Sianturi, 2017) Self-efficacy dapat membantu
seseorang untuk terus berusaha dan memiliki komitmen untuk patuh dalam
menjalankan tugas-tugas yang mencakup kehidupan mereka (Asrori, 2017).
Bandura (1994) dalam teorinya mengembangkan Sefl- efficacy sebagai teori
sosial kognitif yang didefinisikan sebagai salah satu keyakinan yang dapat
menentukan cara berfikir seseorang, memotivasi dirinya dan bagaimana
seseorang itu bisa mengambil keputusan yang diinginkannya (Handayani,
2018).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Octaviani (2018)
efikasi diri ini terbukti mempengaruhi keputusan individu untuk melakukan
tindakan perawatan diri. Dikemukakan bahwa efikasi diri bertindak sebagai
mediator antara perubahan dalam kualitas hidup, gejala dan fungsi fisiologis
pada kepatuhan berobat dan rehabilitasi paru. Pengukuran efikasi diri
dirancang untuk menguji keyakinan individu untuk melakukan kegiatan yang
dipilih sebagai usaha yang diinginkan. Efikasi diri dapat memberikan
prediksi terhadap kepatuhan seseorang dalam melakukan perawatan dirinya
sendiri (Hanif, 2018).
Pada penelitian Anindita et al (2019) efikasi diri yang baik
cenderung memiliki perilaku yang patuh dalam melaksanakan latihan fisik.
Apabila efikasi diri seseorang semakin baik, maka individu akan patuh dalam
melaksanakan tindakan yang telah ditetapkan atau diatur oleh instansi.
Penelitian yang dilakukan Ropyanto (2017) efikasi diri didasari oleh individu
yang mampu menerima akan mengenai penyakit serta perubahan kapasitas,
fokus dalam kontrol, kemauan belajar, melakukan tindakan dan
kewaspadaan. Peningkatan efikasi diri ditunjukkan pada perawat yang dapat
meningkatkan efikasi diri untuk melaksanakan akifitas sesuai ketentuan.
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan lebih dari separuh responden memiliki efikasi diri
yang tinggi.

2. Kepatuhan Perawat Dalam Tindakan Hand Hygiene di Ruang Rawat


Inap RSUD Wonosari.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan mayoritas perawat di Ruang
Rawat Inap RSUD Wonosari patuh sebesar 93,8% sebanyak 60 responden,
perawat tidak patuh sebesar 6,3% sebanyak 4 responden, hal ini
menggambarkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini telah
mampu berada pada kategori patuh terhadap hand hygiene. Perilaku hand
hygiene adalah wujud keberdayaan petugas yang sadar, mau dan mampu
mempraktekan (Siswanto, 2016). Hasil penelitian lain juga sejalan dengan
hasil penelitian ini adalah Elsye (2017) dengan judul kepatuhan hand hygiene
pada petugas klinik Cito di Yogyakarta dengan responden petugas kesehatan
lantai 1 Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta yang terdiri dari perawat,
analis, dokter, radiographer, customer service dan cleaning service.
Kepatuhan hand hygiene meningkat setelah dilakukan sosialisasi poster,
pelatihan dan simulasi.
Hasil penelitian lain juga mendukung hasil penelitian ini adalah
penelitian Ma’rufah (2018) berjudul hubungan antara motivasi dan efikasi
diri terhadap kepatuhan cuci tangan perawat di ruang Intensif Care Unit RS
Muhammadiyah Lamongan terhadap 19 responden, hasil penelitian
menunjukan ada hubungan antara motivasi dan efikasi diri terhadap
kepatuhan cuci tangan perawat di ruang Intensif Care Unit, yang mana efikasi
diri dengan kepatuhan cuci tangan nilai p-value 0,003 (p<0,05). Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Della (2017) dengan judul
hubungan pengetahuan petugas kesehatan dengan perilaku five moment for
hand hygiene di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping dengan 51
responden. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan petugas
kesehatan dengan perilaku five moment for hand hygiene dengan tingkat
keeratan sedang. Menghasilkan nilai koefisien kontingensi korelasi < 0,5
yaitu sebesar 0,409 dengan p-value sebesar 0,003.
Hasil penelitian ini didukung salah satunya oleh faktor jenis kelamin,
yang mana dari penelitian didapatkan sebanyak sebanyak 45 orang (70,3%)
responden adalah perempuan. Hal ini dikuatkan oleh teori milik Potter dan
Perry (2011) bahwa wanita memiliki beberapa fokus peran penting dalam
kehidupan. Wanita juga harus menghadapi masalah pengasuhan, tanggung
jawab dan hubungan saling ketergantungan terhadap kewajiban diri sendiri,
keluarga dan masyarakat dari pada laki-laki yang berperan utama sebagai
pencari nafkah. Hasil penelitian ini dikuatkan dengan penelitian Suryani
(2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa wanita lebih efikasi dirinya
yang tinggi dalam mengelola perannya. Wanita memiliki peran sebagai ibu
rumah tangga, juga sebagai wanita karir akan memiliki efikasi diri yang
tinggi dibanding pria yang bekerja.
Umur yang bertambah dan skil yang makin terampil seharusnya
memunculkan sifat kehati-hatian dalam mengatasi perilaku yang berisiko.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai
masa kerja ditempat kerja yang bersangkutan (Shiddiq et al., 2017). Tenaga
kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-beluk
pekerjaan dan keselamatannya, sehingga keselamatan tidak cukup mendapat
perhatian. Maka dari itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada
mereka sebelum mereka melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari
permulaan bekerja adalah sangat penting (Burhami, 2018).
Hasil studi tentang keterkaitan antara tingkat pendidikan dan
pengalaman dengan kepatuhan yakni semakin tinggi tingkat pendidikan dan
semakin lama pengalaman, maka semakin baik tingkat pengetahuan dan
pemahamanya (Notoatmodjo, 2012). Alasan lainnya adalah pengetahuan juga
berkontribusi pada tingkat kepatuhan responden (Aprisupitha, 2017).
Kepatuhan akan dipengaruhi oleh sikap, lama kerja, pengawasan,
ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri), teman sejawat, persepsi (Sudarmo
et al., 2016).
Penelitian serupa dilakukan oleh Natasia, Loekqijana, dan
Kurniawati (2018) mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan
pelaksanaan SOP asuhan keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota
Kediri menyebutkan bahwa faktor motivasi, persepsi dan efikasi diri dapat
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan SOP salah satunya tindakan cuci tangan yang baik dan
benar sesuai SOP sebelum dan setelah tindakan keperawatan. Perawat dengan
efikasi diri baik memiliki kemungkinan lebih besar untuk patuh dibandingkan
dengan perawat dengan efikasi kurang.
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan lebih dari separuh responden memiliki kepatuhan
terhadap hand hygiene.

3. Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Tindakan


Hand Hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil dan chi square hitung (dengan
SPSS) sebesar 22,552 dan pada signifikan yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa pValue 0,000 < 0,05, maka Ha diterima (hipotesis diterima) dan Ho
ditolak (hipotesis ditolak). Dilihat dari chi square hitung 22,552 > chi square
tabel 5,991. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara variabel efikasi diri dengan kepatuhan perawat dalam tindakan hand
hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.
Self-efficacy dapat meningkatkan kepatuhan diri seseorang. Self-
efficacyadalah hal yang dapat mempengaruhi dimulainya suatu tugas dan
lamanya seseorang dalam memenuhi tugas (Uktutias, 2018). Kepatuhan
sendiri merupakan sebuah tingkatan seseorang taan pada suatu aturan dan
perilau yang disarankan. Kepatuhan dalam hal ini adalah dalam hal
melakukan dokumentasi keperawatan. Hal ini sesuai dengan penelitian
menyatakan adanya hubungan yang signifkan antara self-efficacy dan tingkat
kepatuhan five moment hand hygiene perawat dimana 81,7% perawat yang
memiliki self-efficacy tinggi memiliki kepatuhan dalam melakukan cuci
tangan sedangkan 18,3% perawat dengan selfefficacy rendah tidak patuh
dalam melakukan hand hygiene (Setiyono, 2019).
Hal ini disebabkan karena self-efficacy yang tinggi dapat
meningkatkan optimisme perawat dan komitmen dalam melakukan
menerapkan aturan yang telah ditetapkan di rumah sakit seperti cuci tangan
dibandingkan dengan yang memiliki self-efficacy rendah (Jeeza,
Hongkrailert, & Sillabutra, 2018). Penelitian lain menyatakan hal yang
serupa bahwa terdapat hubungan yang erat antara self-efficacy dengan
kepatuhan, Semakin tinggi derajat self-efficacy responden maka akan
semakin tinggi pula kepatuhannya dalam melakukan dokumentasi
keperawatan dan sebaliknya. Hal yang sama ditemukan pada penelitian ini
yaitu perawat yang memiliki selfefficacy tinggi menunjukkan kepatuhan
dalam melakukan dokumentasi keperawatan sedangkan perawat
yangbmemiliki self-efficacy rendah menunjukkan ketidakpatuhan dalam
melakukan dokumentasi keperawatan di rumah sakit. Perawat yang memiliki
self-efficacy tinggi sebagian besar adalah perawat yang berusia lebih tua dan
yang memiliki lebih banyak pengalaman (Uktutias, 2018).
Hal ini didukung oleh teori perilaku Keller (1970) dalam Damayanti
et al., (2018) menyatakan bahwa saat usia semakin tua, maka akan lebih
mampu mengatasi tantangan yang diberikan Berbeda dengan individu yang
memiliki usia lebih muda akan cenderung menyerah apabila diberikan
tantangan karenakan kurangnya pengalaman. Pengalaman menjadikan
seseorang menjadi lebih matang dalam melakukan kegiatan tertentu seperti
halnya pengalaman sehari-hari dapat mempengaruhi beberapa aspek dalam
diri seperti persepsi individu. Pengalaman dan sikap yang dimiliki akan
mempengaruhi persepsi individu terhadap keyakinan yang dimiliki
(Damayanti et al.,, 2014).
Semakin tinggi derajat self-efficacy responden maka akan semakin
tinggi pula kepatuhannya dalam melakukan dokumentasi keperawatan dan
sebaliknya. Hal yang sama ditemukan pada penelitian ini yaitu perawat yang
memiliki selfefficacy tinggi menunjukkan kepatuhan dalam melakukan
tindakan keperawatan sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy rendah
menunjukkan ketidakpatuhan dalam melakukan tindakan keperawatan di
rumah sakit, ketika seorang individu memiliki self-efficacy tinggi,
kecenderungan dalam mendapatkan keberhasilan saat bekerja sangat tinggi
karena selalu mematuhi peraturan yang ada seperti hand hygiene Perkiraan
masing-masing individu terhadap self-efficacy yang dimilikinya akan
menentukan usaha yang untuk dapat bertahan ketika menghadapi suatu
masalah atau pengalaman kurang menyenangkan. Selain pengalamannya,
individu yang yakin akan kemampuan yang dimiliki oleh dirinya maka
perawat pasti bisa menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
secara efektif dalam menghadapi situasi yang sedang dihadapinya (Goni et
al., 2018).
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang sigfikian antara efikasi diri
dengan kepatuhan hand hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari.

C. Keterbatasan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian ini peneliti tidak mengalami kesulitan
apapun, pengumpulan data dilakukan secara online dengan menggunakan google
form sehingga memudahkan responden untuk mengisi kuesioner dengan waktu
yang fleksibel.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada penelitian ini mayoritas perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari
memiliki efikasi diri yang tinggi sebesar 82,8% sebanyak 53 responden,
perawat dengan efikasi diri yang sedang sebesar 10,9% sebanyak 7
responden, dan perawat dengan efikasi diri yang rendah sebesar 6,3%
sebanyak 4 responden.
2. Pada penelitian ini mayoritas perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari
patuh sebesar 93,8% sebanyak 60 responden, perawat tidak patuh sebesar
6,3% sebanyak 4 responden.
3. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kepatuhan perawat dalam
tindakan hand hygiene di Ruang Rawat Inap RSUD Wonosari yang ditandai
dengan nilai signifikansi p value sebesar 0,000 < 0,05.

B. Saran
1. Bagi RSUD Wonosari dan Bidang Keperawatan
Instansi atau rumah sakit diharapkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya terkhusus dibidang
keperawatan dengan mendorong mengikuti seminar-seminar di bidang
profesi perawat yang tertuang didalam perencanaan Rumah Sakit di point
peningkatan kompetensi pegawai atau SDM. Selain itu pihak Rumah Sakit
juga mendorong dan merencanakan perbaikan serta meningkatkan fasilitas-
fasilitas penunjang pelayanan di RSUD Wonosari dengan menyesuaikan
standar fasilitas yang mengacu pada standar fasilitas yang ada di Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Rumah Sakit no 43 tahun 2019, dengan
berkoordinasi dan bersinergi dengan dinas Kesehatan kabupaten Gunung
Kidul terutama di bidang SDK, dan diharapkan dapat mengoptimalkan
penerapan SOP seperti hand hygiene.

2. Bagi institusi pendidikan


Dapat menjadi tambahan informasi baik bagi mahasiswa keperawatan dapat
saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam peningkatan mutu
pelayanan keperawatan yang professional dan meningkatkan pendidikan
keperawatan dalam ilmu efikasi diri seorang perawat yang dapat berpengaruh
terhadap kepatuhan tindakan keperawatan seperti hand hygiene.

3. Bagi peneliti selanjutnya


Maka untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melengkapi penelitian ini
dengan mencari faktor–faktor yang mempengaruhi efikasi dir dan faktor-
faktor yang mempengaruhi tindakan hand hygiene perawat.

Anda mungkin juga menyukai