Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH KELOMPOK 2

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH:
[40902200009] Allysa Vio Aladha
[40902200012] Arifatul Fisillia Putri
[40902200032] Lailatul Fajriah
[40902200041] Nasha Revalina
[40902200047] Rafly Arya Saputra
[40902200050] Resa Oktafia
[40902200060] Reynaldi Wisnu Wardhana

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2022/2023
A. Konsep Dasar Demam Thypoid

I. Definisi Demam Thypoid


Thypoid Abdominalis (Demam Thypoid) merupakan suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella Typhi. Gangguan infeksi bakteri ini terjadi
pada sistem pencernaan seseorang. Penyakit ini dapat ditularkan melalui air minum
atau makanan yang terkontaminasi bakteri Salmonella Typhi. Kejadian yang paling
parah pada kasus ini adalah kematian. Tanda dan gejala yang biasa muncul seperti
sakit kepala, konstipasi, malaise, menggigil, sakit otot, muntah. Tanda gejala yang
sering muncul adalah hipertermi dengan masa inkubasi rata-rata 10-14 hari (Prasetyo
et al, 2017).
Demam Thypoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang bersifat akut, yang
disebabkan oleh bakteri jenis Salmonella Typhi, penyakit ini sering dijumpai di
negara yang beriklim tropis, untuk salah satunya gejala awal penyakit ditandai dengan
demam atau peningkatan suhu tubuh yang berkepanjangan, demam thypoid
merupakan satu-satunya bentuk infeksi salmonella typhi siatemik sebagai akibat dari
bakteriemia yang terjadi, bakteriemia tanpa perubahan pada sistem endotel atau
endokardial, invasi dan multiplikasi bakteri dalam sel pagosit mononuklear pada hati,
limpa, lymphonde dan plaque peyer (Sucipta, 2015).
Berdasarkan paparan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa demam
thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan dengan
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi.

II. Etiologi
Etiologi pada demam thypoid yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi,
bakteri tersebut merupakan mikroorganisme bakteri gram negatif, yang bersifat aerob
dan tidak membentuk spora, bakteri ini memiliki beberapa komponen antigen,
diantaranya yaitu:
1. Antigen O (Somotik) : Terletak pada lapisan luar dari tubuh bakteri. Bagian ini
memiliki struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Flagel) : Terletak pada flagella, fimbriae, atau phili dari bakteri.
Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi (Virulen) : Terletak pada kapsul dari bakteri dan dapat melindungi
bakteri terhadap fagositosis.
Ketiga antigen tersebut pada tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3
macam anti bodi yang lazim disebut Aglutinin (Inggita, 2019). Menurut Inawati,
(2017) demam thypoid timbul yang di akibatkan dari infeksi oleh bakteri golongan
salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui sistem saluran pencernaan
(mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar) yang akan masuk ke
dalam tubuh manusia bersama bahan makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi. Cara penyebarannya untuk bakteri ini yaitu pada:
 Muntahan manusia
 Urine
 Kotoran-kotoran dari penderita thypoid kemudian dibawa oleh lalat sehingga
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar.
Bakteri Salmonella Typhi ini hidup dengan baik pada suhu 37*C, dan dapat hidup
pada air beku atau dingin, air tanah, air laut, dan debu selama beberapa minggu
maupun bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku.

III. Klasifikasi
Menurut WHO dalam Hasta, (2020) terdapat 3 macam klasifikasi pada demam
thypoid dengan perbedaan gejala klinik
a. Demam thypoid akut non komplikasi
Adanya demam yang berkepanjangan pada demam thypoid akut terjadi konstipasi
pada penderita dewasa, diare pada anak-anak, anoreksia, malaise, serta nyeri
kepala atau sakit kepala.
b. Demam thypoid dengan komplikasi
Demam thypoid akan menjadi komplikasi yang parah tergantung pada kualitas
dalam pengobatan yang diberikan kepada penderita, komplikasi yang terjadi
biasanya seperti perforasi, usus, melena, dan peningkatan ketidaknyamanan
abdomen.
c. Keadaan karier
Penderita demam thypoid dengan keadaan karier terjadi pada 1-5% tergantung
pada umur pasien, yang bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella typhi di
feses.

IV. Patofisiologi
Patofisiologi demam thypoid awalnya disebabkan oleh kuman yang masuk dalam
tubuh baik itu melalu makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella Typhi, saat kuman masuk dalam tubuh melalui lambung sebagian dapat
dilawan oleh tubuh menggunakan asam Hcl pada lambung dan sebagian diteruskan
masuk ke dalam usus halus, seseorang dengan respon imunitas humoral mukosa (igA)
usus yang kurang baik, maka bakteri akan dapat dengan mudah menembus sel epitel
atau (sel m) menuju Lamina Propia dan akan berkembang biak di jaringan Limfoid
plak di Ileum Distal serta kelenjar getah bening kemudian akan masuk dalam aliran
darah tubuh penderita (Lestari, 2016).
Penyakit demam thypoid ini penularan oleh bakteri salmonella typhi dapat
melalui beberapa cara istilah yang digunakan yaitu 5F antara lain Food (Makanan),
Fingers (Jari), Fomitus (Muntah), Fly (Lalat), Feses. Kuman juga dapat ditularkan
melalui perantara lalat, jika tidak memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan
sekitar maka akan mudah bakteri Salmonella Typhi tersebut masuk dalam tubuh
melalui makanan yang masuk lewat mulut. Kuman yang masuk melalui makanan
lewat mulut akan dibawa masuk ke dalam lambung dan usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid, dalam jaringan tersebut kuman dapat berkembang biak
serta dapat masuk ke dalam aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotel, sel-sel
ini akan melepaskan bakteri dalam sirkulasi darah yang akan mengakibatkan
bakterimia, selanjutnya bakteri yang lain akan masuk usus halus, limpa, dan kandung
empedu (Padila, 2013).
V. Pathway
VI. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit 7-14 hari, dengan rentang 3-30 hari. Pada minggu
pertama setelah melewati masa inkubasi, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan
yaitu setinggi 39° C hingga 40° C, sakit kepala, pusing, pegel-pegel, anoreksia, mual,
muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan
semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tidak
enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare
lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan meradang. Limpa menjadi teraba dan abdomen
mengalami distensi (Sucipta, 2015).
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam
hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam
keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada
pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita yang semestinya
nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala septikemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Umumnya terjadi gangguan
pendengaran, lidah tampak kering, merah mengkilat, nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati
dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus
menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi. Pada minggu ketiga suhu tubuh
berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika
tanpa komplikasi atau berhasil diobati (Sucipta, 2015).

VII. Pencegahan
Pencegahan terhadap demam thypoid adalah dengan memperbaiki sanitasi,
pengobatan karier dan vaksinasi. Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah
kontaminasi makanan dan air oleh hewan pengerat atau hewan lain yang
mengeluarkan Salmonella. Hewan ternak, daging dan telur yang terinfeksi harus
dimasaak sampai matang. Carrier tidak boleh diizinkan bekerja sebagai pemegang
makanan dan mereka harus melakukan tindakan pencegahan higenis yang ketat
(Monica, 2011).

VIII. Penatalaksana
1. Tirah baring dan perawatan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring adalah perawatan di tempat, termasuk makan, minum, mandi, buang
air besar, dan buang air kecil akan membantu proses penyembuhan. Dalam
perawatan perlu dijaga kebersihan perlengkapan yang dipakai (Yusharmen et al,
2017)
2. Diet
Diet merupakan hal penting dalam proses penyembuhan penyakit demam thypoid.
Berdasarkan tingkat kesembuhan pasien, awalnya pasien diberi makan bubur
sering, kemudian bubur kasar, dan ditingkatkan menjadi nasi. Pemberian bubur
sering bertujuan untuk menghindari komplikasi dan pendarahan usus (Yusharmen
et al, 2017)
3. Pemberian antibiotik
Menurut (Yusharmen et al, 2017) terdapat beberapa jenis antibiotik diantaranya
seperti:
a. Kloramfenikol, obat pilihan utama untuk mengobati demam thypoid.
b. Tiamfenikol, memiliki dosis dan keefektifan yang hamper sama dengan
kloramfenikol.
c. Kotrimoksazol, kombinasi dua obat antibiotik yaitu trimetroprim dan
sulfametoksazol.
d. Ampisilin dan amoksisilin, obat ini memiliki kemampuan untuk menurunkan
demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita penyakit demam thypoid yaitu sebagai
berikut:
a. Data umum identitas klien
b. Kesehatan umum
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
c. Pola Kesehatan sehari-hari
 Nutrisi
 Eliminasi & Perubahan
 Aktivitas istirahat tidur
 Personal hygiene
d. Pemeriksaan fisik Head to Toe (data fokus)
1. Keadaan umum : Pasien lemas dan akral panas
2. Tingkat kesadaran : Penurunan kesadaran seperti apatis atau somnollen
3. TTV : Pada tekanan darah pasien demam thypoid
biasanya menunjukan angka normal yaitu berkisar 110/80-120/80 mmHg,
untuk suhu tubuh akan mengalami peningkatan hal tersebut disebabkan
oleh bakteri salmonella typhi hingga 39° C - 40° C, untuk respirasi pada
pasien bisa mengalami peningkatan atau bisa juga tidak karena pada
pasien dengan demam thypoid bisa mengalami sesak nafas, serta untuk
nadi bisa normal/tidak tergantung dengan pasien.
4. Pemeriksaan kepala
Untuk pemeriksaan kepala meliputi inspeksi mengamati bentuk
simetris dan normal, ada tidaknya lesi, palpasi biasanya penderita demam
thypoid dengan hipertermi terdapat nyeri pada saat ditekan.
5. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata meliputi inspeksi terdapat konjugtiva anemis, besar
pupil isoklor serta terdapat kotoran atau tidak melakukan palpasi apakah
adanya nyeri pada saat ditekan.
6. Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan hidung meliputi inspeksi terdapat cuping hidung atau
tidak, adakah secret, pendarahan atau tidak, palpasi apakah adanya nyeri
pada saat ditekan.
7. Pemeriksaan mulut dan faring
Pemeriksaan mulut dan faring meliputi inspeksi terdapat mukosa bibir
pecah pecah dan kering atau tidak, ujung lidah kotor atau bersih dan
tepinya berwarna apa apakah kemerahan
8. Pemeriksaan thorax
Pemeriksaan pada thorax ada beberapa yaitu :
a) Pemeriksaan paru
Inspeksi : Respirasi rate mengalami peningkatan
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan
Perkusi : paru sonor
Auskultasi : tidak ada suara tambahan
b) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Bagian Ictus cordis tidak nampak/ tidaknya, tidak adanya
pembesaran
Palpasi : Ada peningkatan tekanan darah pada pasien atau tidak
didapatkan takikardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
Perkusi : Suara jantung pekak
Auskultasi : Suara jantung BJ 1”LUB” dan BJ 2”DUB” terdengar
normal, tidak terdapat suara tambahan
c) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk simetris
Auskultasi : bising usus biasanya diatas normal (5-35x/menit)
Palpasi : ada tidaknya nyeri nyeri tekan pada bagian epigastrium
Perkusi : hipertimpani
d) Pemeriksaan integument
Inspeksi : adanya bintik-bintik kemerahan pada area punggung dan
ekstermitas, pucat, berkeringat banyak.
Palpasi : turgor kulit, kulit kering, akral teraba hangat
e) Pemeriksaan anggota gerak
Pada penderita demam thypoid pada umumnya dapat menggerakan
anggota gerak ekstermitas atas dan bawak secara penuh.
f) Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Pasien demam thypoid bisanya mengalami gangguan pencernaaan
seperti diare atau konstipasi di sekitar anus atau genetalia kotor atau
bersih, adakah hemoroid atau tidak, saat di palpasi terdapat nyeri
tekan atau tidak.
9. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah tepi
 Pemeriksaan serologis widal
 Pemeriksaan PCR
 Pemeriksaan biakan darah
 Pemeriksaan tubex

II. Rencana Keperawatan

Tujuan dan
No
Diagnosis kriteria Intervensi Implementasi
.
hasil
Hipertemi b.d Setelah Observasi :  Mengidentifikas
proses penyakit dilakukan 1. Identifikasi i penyebab
(infeksi bakteri tindakan penyebab hipertemi
salmonella keperawatan hipertemi  Memonitor suhu
thyphi) selama 3x24 2. Monitor suhu tubuh
jam tubuh  Menyediakan
diharapkan Terapeutik : lingkungan yang
pengaturan 1. Sediakan dingin
suhu tubuh lingkungan  Melonggarkan
pasien dapat yang dingin atau melepaskan
membaik, 2. Longgarkan pakaian
dengan hasil: atau lepaskan  Memberikan
1. Suhu pakaian kompres hangat
1. tubuh 3. Berikan pada dahi atau
membai kompres leher
k hangat pada  Menganjurkan
2. Denyut dahi atau leher tirah baring
jantung Edukasi :  Memberikan
meningk 1. Anjurkan tirah carian dan
at baring elektrolit
Kolaborasi : intravena (jika
1. Kolaborasi diperlukan)
pemberian
carian dan
elektrolit
intravena (jika
perlu)
2. Risiko defisit Setelah Obsrevasi :  Memonitor
nutrisi b.d dilakukan 1. Monitor asuapan dan
ketidakmampua tindakan asupan dan keluarnya
n mencerna keperawatan keluarnya makanan dan
makanan selama 3x24 makanan dan cairan serta
jam cairan serta kebutuhan
diharapakan kebutuhan elektrolit
kemampuan elektrolit  Mendiskusikan
saluran Terapeutik : perilaku
pencernaan 1. Diskusikan makanan dan
dapat perilaku jumlah aktivitas
membaik, makanan dan fisik
dengan jumlah  Mendampingi
hasil : aktivitas fisik ke kamar mandi
1. Mual 2. Dampingi ke untuk
muntah kamar mandi pengamatan
menurun untuk perilaku
2. Nyeri pengamatan memuntahkan
abdomen perilaku kembali
menurun memuntahkan makanan
kembali  Menganjurkan
makanan membuat
Edukasi : catatan harian
1. Anjurkan tentang
membuat perasaan situasi
catatan harian pemicu
tentang pengeluaran
perasaan makanan
situasi pemicu  Berkolaborasi
pengeluaran dengan ahli gizi
makanan tentang target
Kolaborasi : berat badan,
1. Kolaborasi kebutuhan
dengan ahli kalori dan
gizi tentang pilihan
target berat makanan
badan,
kebutuhan
kalori dan
pilihan
makanan
3. Nyeri akut b.d Setelah Observasi :  Mengidentifikas
proses dilakukan 1. Identifikasi, i, karakteristik,
peradangan tindakan karakteristik, durasi,
keperawatan durasi, frekuensi,
selama 3x24 frekuensi, kualitas dan
jam kualitas dan intensitas lokasi
diharapkan intensitas lokasi nyeri
proses nyeri  Memberikan
defekasi Terpeutik : teknik
dapat 1. Berikan teknik nonfarmakologi
membaik, nonfarmakologi untuk
dengan untuk mengurangi
hasil : mengurangi rasa nyeri
1. Mual rasa nyeri  Mengontrol
menurun 2. Kontrol lingkungan
2. Muntah lingkungan yang
menurun yang memperberat
3. Nyeri memperberat rasa nyeri
abdomen rasa nyeri  Menjelaskan
menurun Edukasi : strategi
1. Jelaskan meredakan
strategi nyeri
meredakan  Mengajarkan
nyeri teknik
2. Ajarkan teknik nonfarmakologi
nonfarmakologi untuk
untuk mengurangi
mengurangi rasa nyeri
rasa nyeri  Memberikan
Kolaborasi : analgetik (jika
1. Pemberian diperlukan)
analgetik (jika
perlu)
4. Intoleransi Setelah Observasi :  Memonitor pola
aktivitas b.d dilakukan 1. Monitor pola jam tidur
kelemahan fisik tindakan jam tidur  Memonitor
keperawatan 2. Monitor lokasi
3x24 jam lokasi dan ketidaknyamana
toleransi ketidaknyama n selama
aktivitas nan selama melakukan
meningkat, melakukan aktivitas
dengan aktivitas  Menyediakan
hasil : Terapeutik : lingkungan
1. Perasaan 1. Sediakan nyaman rendah
lemah lingkungan stimulus
menurun nyaman rendah  Menganjurkan
2. Dispnea stimulus tirah baring
setelah Edukasi :  Menganjurkan
dan 1. Anjurkan tirah melakukan
aktivitas baring aktivitas secara
menurun 2. Anjurkan bertahap
melakukan  Berkolaborasi
aktivitas secara dengan ahli gizi
bertahap tentang cara
Kolaborasi : meningkatkan
1. Kolaborasi asupan
dengan ahli gizi makanan
tentang cara
meningkatkan
asupan
makanan

III. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan meliputi penilaian
yang menandakan keberhasilan dari mulai diagnosis keperawatan rencana intervensi
dan implementasinya, evaluasi digunakan sebagai suatu hal yang dapat dijadikan
perbandingan untuk status kesehatan klien, dengan tujuan untuk melihat kemampuan
klien untuk mencapai hasil melalui proses asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan mengenai tindak lanjut
rencana asuhan keperawatan pada klien melaukan modifikasi rencana asuhan
keperawatan ketika klien mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan serta jika klien
membutuhkan waktu yang lebih lama dapat meneruskan rencana asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Stikes Bina Sehat PPNI (2021), Asuhan Keperawatan Dengan Masalah


Hipertermia Pada Anak Demam Thypoid.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta (2021), Asuhan Keperawatan Anak Demam


Thypoid di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Anda mungkin juga menyukai