Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

Disusun Oleh :
Agustina Suryanti
NIM. 132021030299

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui oleh Pembimbing Klinik dengan Judul “ LAPORAN


PENDAHULUAN THYPOID “ Program Studi Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Kudus

Sragen, September 2022

Mengetahui :
Nama Pembimbing Klinik Nama Mahasiswa

Eka setyawan, S.Kep.Ns Erna Rokhim

Nama pembimbing Akademik

Umi Faridah MNS


LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID

A. Pengertian

Thypus abdominalis adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus


halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat,
2006 : 126)

Thypus abdominalis adalah  “penyakit infeksi akut yang biasanya


mengenai saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan gejala demam
yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Thyposa”. (Ngastiyah,
2005 : 236)

Tifus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya


terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan
terdapat gangguan kesadaran”. (Suriadi, 2006 : 254)

Tifus abdominalis (demam thypoid, enteric fever) ialah penyakit


infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran. (FKUI, 2007 : 593)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam


thypoid (Thypus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang mengenai
saluran cerna usus halus disebabkan infeksi salmonella typhosa yang
biasanya disertai gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran
cerna dan adanya penurunan kesadaran
B. Etiologi
Penyakit Typhus Abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella
thyposa/Eberthella typhosa basil gram negatif yang bergerak dengan rambut
getar dan tidak berspora dengan masa inkubasi 10-20 hari (Suriadi, 2001 :
282). Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang
manusia. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia
maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 0C maupun
oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya
menyerang manusia.

Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O : Onne Hauch : Somatik antigen (tidak menyebar)


2. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil
3. Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan


menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut
Aglutinin.  Ada 3 tipe spesis utama pada salmonela yaitu : salmonella
typosa (satu serotip), salmonella choleraesius (satu serotipe) dan salmonella
enteretidis (lebih dari 1500 serotipe) (Rampengan, 2008 : 47).

Kuman penyebab penyakit ini adalah kuman salmonella thyposa, yang


dapat menular dengan mudah melalui 5 F yaitu : food (makanan), fingers
(jari tangan/kuku ), fomitus ( muntah ), fly ( lalat ), dan melalui feses.

C. Tanda dan Gejala

Gambaran klinis Typhus Abdominalis pada anak biasanya lebih ringan


daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala,
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, nafsu makan kurang.

Walaupun gejala penyakit Typhus Abdominalis pada anak lebih


bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat
dikelompokan :

1. Demam berlangsung 3 minggu, selama minggu pertama suhu


tubuh berangsur-angsur naik (38,8OC-40OC), biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua masih
berada dalam keadaan demam dan pada minggu ketiga suhu berangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan saluran pencernaan, pada mulut terdapat napas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih,
kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri
pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
3. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma
atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang
dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan
bradikardia dan epistaksis pada anak besar. (Ngastiyah, 2005 : 237).

D. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,


yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses, dan ini akan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi. Serta muntah pada penderita thypoid
dapat mengakibatkan resiko tinggi penularan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap di makanan yang dikonsumsi oleh orang yang
sehat. Selain itu, kesehatan lingkungan dan hygiene yang buruk, social
ekonomi rendah dan kurang pendidikan bisa menyebabkan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit.

Kuman masuk melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman


yang tercemar  sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah
bakterimia primer, disini bisa menyebabkan resiko tinggi komplikasi.
Setelah itu mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa, dan organ-
organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat
sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk
kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu kemudian menyebabkan respon peradangan oleh endotoksin
kemudian menyebabkab demam dan akhirnya bisa menimbulkan resiko
kekurangan volume cairan, penurunan kesadaran ( Apatis ) dan perubahan
persepsi sensori.

Intake nutrisi yang terganggu selama proses penyakit, mengakibatkan


metabolisme tubuh berkurang. Mudah lelah, lemas, nyeri persendian, mual-
muntah dan anoreksia lazim dirasakan pada tahap awal penyakit. Gangguan
metabolisme ini diakibatkan oleh kerusakan pada villi usus halus dalam
menyaring dan mengolah makanan sehingga absorpsi terganggu sehingga
bisa mengakibatkan perubahan nutrisi. Pada tahap lebih lanjut, dengan
disertai demam yang cukup tinggi, akan mengakibatkan terjadinya
perdarahan hebat akibat pecahnya pembuluh darah kapiler usus halus. Pada
tahap ini diit makanan dan istirahat yang cukup perlu diperhatikan daan
klien harus bedres total dan nantinya bisa mengakibatkan kurang perawatan
diri dan gangguan pola aktivitas. Dengan adanya demam ini, akan terjadi
peningkatan nadi, respirasi, dan tekanan jantung sehingga kulit akan tampak
kemerahan, mukosa bibir kering, peningkatan produksi keringan yang akan
berdampak luas terhadap terjadinya kekurangan cairan tubuh selain karena
faktor gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh kerusakan sistem
pencernaan akibat invasi kuman seperti mual-muntah dan anoreksia.

Gangguan kesadaran sampai dengan apatis biasanya diakibatkan oleh


kurangnya tubuh terhadap intake nutrisi dan cairan. Penurunan kesadaran
juga bisa diakibatkan karena adanya nyeri akut karena terjadinya
pembesaran pada hati, limfa dan empedu yang kronis.

E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan :

 Darah tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit


normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia
dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit, mungkin didapatkan
aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.

 Pemeriksaan untuk kultur (biakan)

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri


S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan
duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit,
maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan
feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi
jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dari media empedu,
dan waktu pengambilan darah.

Volume 10-15 ml dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak


kecil dibutuhkan 2-4 ml.Sedangkan volume sumsum tulang yang
dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 ml.Bakteri dalam sumsum
tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri
dalam darah. Biakan empedu terdapat basil Salmonella typhosa urine dan
tinja, jika pemeriksaan selama 2 kali berturut-turut tidak didaptkan basil
salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan sembuh.

 Pemeriksaan widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. (Suriadi, 2006 : 283 dan Ngastiyah, 2005 : 238).

G. Penatalaksanaan medic
Dalam manajemen medik untuk penderita typhus abdominalis mencakup 3
hal yaitu :

 Diet

Makanan untuk penderita typhus abdominalis adalah makanan yang  sesuai


dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun
kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan
dengan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin ataupun mineral
serta diusahakan makanan yang rendah atau bebas serat dan menghindari
makanan yang bersifat iritatif. Bila kesadaran klien menurun diberikan
makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan klien
baik dapat juga diberikan makanan lunak dengan tujuan agar tidak merusak
plaks peyer yang membesar atau menipis dan mencegah perforasi sarta
perdarahan.

 Perawatan

Pasien typhus abdominalis perlu di rawat di Rumah Sakit untuk isolasi


observasi dan pengobatan, pasien harus tirah baring absolut sampai minimal
5-7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari maksud tirah baring
adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi terjadinya komplikasi
perdarahan usus dan perporasi usus, mobilisasi pasien dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang


dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Maka dari itu kita harus
selalu menjaga dan melakukan perawatan secara maksimal supaya bisa
mencegah penularan tersebut terjadi.

 Pengobatan
Jenis obat yang biasa digunakan untuk mengobati penderita typhus
abdominalis yaitu :

1)      Kloramfenikol

Merupakan obat antimikroba pilihan utama untuk typhus abdominalis.


Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari
(maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena.

2)      Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada typhus abdominalis demam  hampir


sama dengan kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam turun setelah rata-
rata 5-6 hari.

3)      Kotrimoksazol

Efektifitasnya  kurang lehih sama dengan kloramfenikol digunakan sampai


7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprin dan 400 mg
sulfa metoksazol)

4)      Ampisilin dan Amoksilin

Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien typhus abdominalis dengan


leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara  75-150 mg/kg berat
badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisilin atau
amoksilin demam pada typhus abdominalis turun rata-rata setelah 7-9 hari

5)      Sefalosforin generasi ketiga

Golongan sefalosforin golongan ketiga yang terbukti efektif untuk penyakit


typhus abdominalis adalah seftiakson, dosis yang dianjurkan adalah 3-4
gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama setengah jam  perinfus sekali
sehari, diberikan selama 3-5 hari. (Rampengan, 2008 : 58-62).
H. Penatalaksanaan Keperawatan
Selama memberikan asuhan keperawatan tim penulis menemukan
beberapa kesenjangan antara konsep teoritis dan kasus yang ditemukan.
Dalam bab ini tim penulis akan membahasnya sesuai dengan asuhan
keperawatan yang sudah diterapkan meliputi pengkajian, diagnosa,
inervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang
berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui
kebutuhan klien sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan
dilakukan. Dalam pengumpulan data tim penulis menggunakan metode
wawancara atau tanya jawab dengan keluarga pasien dan pasien serta
observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan menggunakan studi
dokumentasi pada status pasien.
Pengkajian menurut carpernito (2017) yaitu tahap pertama proses
keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara sistematis dan cermat
untuk menentukan status kesehatan pasien saat ini dan riwayat kesehatan
masa lalu, serta menentukan status fungsional, mengevaluasi pola koping
pasien saat ini dan masa lalu. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan laporan
diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat. Hal tersebut
berkesinambungan antara teori dan praktik.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka asuhan keperawatan pada kasus typoid kami
mendapat hasil diagnosa keperawatan yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Sedangkan diagnosa yang di dapat pada kasus ada 3 diagnosa yaitu :

a. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi


b. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis
c. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
C. Intervensi
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan
sesuai dengan kriterianya, maka kami membuat rencana berdasarkan acuan
pada tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan di
buat selam 3 hari perawatan. Dari 3 diagnosa ini intervensi dapat diterapkan
pada kasus karena kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien.
Dalam menyusun tindakan yang akan di lakukan ini disesuaikan dengan
diagnosa yang di temukan sehingga mendapatkan tujuan yang di inginkan.
Diagnosa 1 yaitu Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi diberikan
intervensi memonitor tanda-tanda vital khususnya suhu untuk memantau
perkembangan termoregulasi pasien, serta mengukur input dan output cairan
untuk mengetahui keseimbangan cairan dengan mengurangi dehidrasi
bahkan mencegah dehidrasi, selain dengan melonggarkan dan memberikan
baju yang tipis, pasien juga diberikan terapi farmakologi yaitu antipiretik
(paracetamol). Diagnosa 2 yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis diberikan intervensi mengkaji nyeri secara komperehensif meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor
pencetus, dengan teknik anamnesa PQRST sehingga penanganan lebih
detail, selain itu dilakukan terapi farmakologi dengan analgesik sesuai resep
dokter dan terapi non farmakologi untuk manajemen nyeri yaitu dengan
distraksi dan relaksasi nafas dalam untuk memberikan sensasi rileks pada
pasien, sehingga nyeri dapat berkurang. Diagnosa ke 3 yaitu Mual
berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak dengan
intervensi menawarkan makanan ringan serta makanan favorit sehingga
nafsu makan pasien bertambah, selain itu dapat juga menggunakan terapi
farmakologi dengan memberikan obat antiemetik untuk mengurangi mual
muntah.
D. Implementasi
Tahap ini adalah tahap untuk melakukan tindakan – tindakan yang telah
di rencanakan. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan
sesuai dengan intervensi pada masing-masing diagnosa. Penulis tidak dapat
memberikan perawatan dalam 24 jam karena adanya pergantian dinas yang
telah diatur.
1. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.
Tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu mengkaji tanda-tanda
vital, melonggarkan pakaian (tipis dan menyerap keringat), menganjurkan
untuk meningkatkan input, kolaborasi dengan dokter untuk memberian
terapi IV dan paracetamol.
Pelaksanaan sejalan dengan teori yaitu melakukan kolaborasi dengan
dokter pemberian cairan dengan cara menganti cairan yang hilang dan
mengembalikan keseimbagan elektrolit. Pada tahap ini diberikan cairan
kristaloid (RL) dengan tetesan 20tpm. Untuk mengatasi demam dan
dehidrasi dapat dilakukan dengan penanganan lain untuk demam yaitu
menganjurkan pasien menggunakan pakaian longgar, tipis, dan menyerap
keringat sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Sodikin (2012) yaitu
menganjurkan menggunakan pakaian tipis bisa mengurangi penguapan dan
membantu penyerapan keringat. Menganjurkan untuk meningkatkan output
dengan tujuan untuk memudahkan penyerapan dan mencegah perlukaan
usus (Sodikin, 2011).
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
Tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu mengkaji nyeri secara
komprehensif, mengajarkan tindakan relaksasi nafas dalam, memberikan
informasi mengenai nyeri, kolaborasi dengan dokter pemberian obat
analgesik.
Rencana keperawatan sejalan dengan teori Nur Arif & Kusuma (2013)
yang mengatakan melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, faktor presipitasi, observasi non
verbal dari ketidaknyamanan dengan melakukan relaksasi nafas dalam.
Teknik nafas dalam sangat efektif untuk menurunkan nyeri, mampu
menciptakan sensasi melepas ketidaknyamanan, dan stress. Pasien dapat
merilekskan penuh seluruh otot-otot tanpa harus terlebih dahulu
menegangkan otot-otot tersebut. Saat mencapai rileks penuh, maka persepsi
nyeri berkurang dan rasa nyeri terhadap pengalaman nyeri menjadi minimal.
(Hapsari & Tri, 2013).
3. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
Tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu memonitor status
hidrasi, menawarkan makanan ringan, kolaborasi dengan dokter dan ahli
gizi.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang telah
digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah
penulis susun, apakah tujuan dapat tercapai, atau belum tercapai dengan
meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang sudah ditetapkan. Berikut ini
adalah pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil masing-masing
diagnosa :
Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, dari 3 diagnosa yang
ditegakkan masalah keperawatan semua belum teratasi dari hipertermi, nyeri
dan mual. Respon dari pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang dari skala
6 ke 3, sedangkan demam pasien masih tidak stabil, dan mual sudah
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqin, Arif.(2009).B.A Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Ssistem


Kardiovaskuler.Jakarta:Salemba Medika

Mutaqin,Arif(2009).Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:Salemba Medika

Price A.S,Wilson L.M(2005).Patofisiologi.Edisi 6.Jakarta:EGC

Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013).Buku SakuDiagnosis keperawatan edisi 9


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC.
Jakarta: EGC

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10


editorT Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai