Anda di halaman 1dari 20

Bagian Keperawatan Gawat Darurat

Program Pendidikan Profesi Ners

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT TYPUS ABDOMINALIS

Disusun Oleh:
HASRAWATI
19. 04. 010

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
T.A 2019-2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Typhus Abdominalis terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya
tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara
berkembang di daerah tropis. Diare dan Typhoid abdominalis (demam
thypoid, entric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran, penyebab penyakit ini
adalah Salmonela Thyphosa (Ngatsiyah, 236 : 2005).
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem
atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di
temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella
tyhpi . Bila salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi,
ia berserang dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa
organ ini kedalam hati dan empedu. Gejala demam tipoid atau Typhus
abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi
relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4
tahun. Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani
masih tinggi khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus
mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita
perempuan dan pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk
kasus ini masuk dalam kategori 10 jenis penyakit terbesar  Typhus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih
ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut,

2
oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B
dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup
kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran,
urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman
yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama
thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa
jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran
usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986
bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam
enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita
belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan
penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan
kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-
laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman
Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber
pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah
berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa,
masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat
terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke
pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

3
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau
thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau
Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus pada perut.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer,
1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak
menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40
tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10%
). (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).
B. Etiologi
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu:
 antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida)
 antigenH(flagella)
 antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

5
6. Selain itu penyakit tipus abdominalis juga biasa di dukung oleh factor-
faktor antaar lain: penegtahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan
yang realtif rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai, keluarga
dengan hygiene sanitasi yang rendah, permsalahan pada indentifikasi dan
pelaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti
pathogenesis dan factor virulensi yang belum di mengerti sepenuhnya
serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah (penyakit
dalam soegeng soegijianto, 2002)
C. Manifestasi klinik
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
 Perasaan tidak enak badan
 Lesu
 Nyeri kepala
 Pusing
 Diare
 Anoreksia
 Batuk
 Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
 Menyusul gejala klinis yang lain
1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
 Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari
 Minggu II : Demam terus
 Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur – angsur

6
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
 Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor
 Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
 Terdapat konstipasi, diare
3. GANGGUAN KESADARAN
 Kesadaran yaitu apatis – somnolen
 Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli
hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).
D. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan

7
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.

8
E. Pathway

Kuman salmonella typhi yang masuk Lolos dari asam lambung Malaise, perassan tidak
ke saluran gastrointestinal enak badan, nyeri
abdomen
Bakteri masuk ke usus
Pembuluh limfe halus
Komplikasi intestinal:
perdarahan usus, perforasi
Peredaran darah Inflamasi usus, (bagian distal ileum),
(bakteremia primer) peritonitis

Masuk retikulo endotelial (RES)


terutama hati dan limfa

Inflamasi pada hati dan Pembesaran limfa Masuk kealiran darah


limfa (bakteremia sekunder)

Splenomegali
Endotoksin
Hepatomegali Penurunan motilitas usus
Terjadi kerusakan sel

Nyeri tekan Penurunan peristatltik usus


Merangsang melepaskan
zat epirogen oleh leukosit
Nyeri Akut Peningkatan asam lambung

Mempengaruhi pusat
anoreksia termoregulator
Mual muntah dihipotalamus
Ketidakseimbangan Nutrisi
Deficit Volume Cairan Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh Ketidakefektifan
Termoregulasi

9
F. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopenia, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penangganan
khusus.
3. Pemeriksaan uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella Typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita demam tipoid akibat adanya infeksi
salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin).
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu 1
Kultur urine : bisa positif pada minggu ke 2
Kultur feses : bisa positif dari minggu ke 2 hingga minggu ke 3
5. Anti Salmonella Typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukajn untuk mendeteksi secara dini infeksi aku
salomnella typhi, karena antibodi IgM muncul pada ke 3da ke 4
munculnya demam.
G. Penatalaksanaan
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Perawatan
 Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. 2 jam untuk mencegah dekubitus.±• Posisi
tubuh harus diubah setiap

10
 Mobilisasi sesuai kondisi.
2. Diet
 Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan
penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)
 Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
 Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.
3. Obat
 Antimikroba Kloramfenikol Tiamfenikol Co-trimoksazol (Kombinasi
Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
 Obat Symptomatik Antipiretik Kartikosteroid, diberikan pada pasien
yang toksik. Supportif : vitamin-vitamin. Penenang : diberikan pada
pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996)
H. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
 Perdarahan usus
 Perforasi usus
 Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal.
 Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis)
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.
 Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia
hemolitikü
 Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
 Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
 Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

11
 Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
 Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie,
polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan
sindrom katatonia.
 Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih
jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan
tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila
perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono,
1996).
I. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
 Penyediaan air minum yang memenuhi
 Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
 Pemberantasan lalat.
 Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
 Imunisasi
 Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal
hygiene.(Mansjoer, Arif 1999).

12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian

1) Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

golongan darah, pendidikan/pekerjaan.

2) Riwayat keperawatan :

1. Keluhan utama pasien : Pasien  mengeluh  lemas, tidak nafsu


makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan  pasien juga
mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang
harinya demam turun kurang lebih 3 minggu (Marni, 2016, hal.
19).
2. Alasan masuk rumah saikit: Pasien  mengatakan lemas, tidak nafsu
makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas, dan  pasien juga
mengeluh demam tinggi pada malam hari sedangkan pada siang
harinya demam turun (Marni, 2016, hal. 19).
3. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mulai demam kurang lebih 3
minggu, tidak berselera makan, mual, muntah, lemas, pasien tidak
mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan
kesadaran, tidak terdapat komplikasi misalnya perdarahan,
perforasi, peritonitis (Marni, 2016, hal. 19).
4. Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien mengatakan sbelumnya
tidak pernah menglami penyakit yang sama, pasien juga
mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan
sampai di rawat (Susilaningrum dkk, 2013, hal. 153).
5. Riwayat penyakit keluarga:Pasien mengatakan anggotanya
keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami sakit yang
sama

13
3) Pemeriksaan fisik
1. Suhu tubuh.
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan
demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma,
atau gelisah (keculi bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat
pengobatan.
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang-kadang pula ditemukan bradikardia dan epistaksis pada
anak besar.
3. Tanda – tanda vital
Pada fase 7-14 harididapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC
pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari. Pada
pemeriksaan nadi didapat penurunan frekuensi nadi (bradikardi
relatif) (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
4) Pengkajian sistem
1. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan,
tetapi akan mengalami perubahan apabila terjadi respons akut

14
dangan gejala bentuk kering. Pada beberapa kasus berat bisa
didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala pneumonia
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
2. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya
kelainan. Akan tetapi, pada beberapa kasus yang berat bisa
didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan
tromboflebitis. (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2802)
3. Sistem persyarafan
Pada  pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan
perfusi serebral dengan manisfestasi sakit kepala, penurunan
tingkat kesadaran (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
4. Sistem perkemihan
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons
dari penurunan curah jantung (Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
5. Sistem pencernaan
Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi
konstipasi dapat juga diare atau normal, hati dan limpa membesar
disetai nyeri pada perabaan (Nursalam, 2013, hal. 153).
6. Sistem integumen
Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola
(bintik merah pada leher, punggung dan paha) (Muttaqin & Sari,
2011, hal. 492).
7. Sistem muskuluskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik,
dan di dapatkan nyeri otot ekstremitas (Muttaqin & Sari, 2011, hal.
492).
8. Sistem endokrin

15
Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau
hipertermi karena kuman masuk kealiran darah,  mengeluarkan
endotoksin sehingga terjadi kerusakan sel yang akhirnya
merangsang pelepasan zat efirogen dan  mempengaruhi pusat
termugulator di hipitamus (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 181)
9. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan
gairah seksual. Karena hal ini disebabkan pasien typoid tubuhnya
lemas, tidak brgairah untuk beraktivitas, dan  pasien juga demam
tinggi (Marni, 2016, hal. 19)
10. Sistem pengindraan
Didapatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat
(Muttaqin & Sari, 2011, hal. 491).
11. Sistem imunitas
Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena
kuman masuk melalui pembuluh limfe dan menginvansi jaringan
limpoid (Marni, 2016)
2. Masalah/diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d proses peradangan
2. Ketidakefektifan termoregulasi b/d proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang tidak adekuat
4. Risiko ketidakseimbangan volume cairan faktor risiko intake
cairan yang kurang
3. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut b/d proses peradangan
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keparawatan
selama 3x24 jam nyeri pada anak dapat berkurang dengan kriteria
hasil :

16
a. Ekspresi wajah anak tampak rileks
b. Tanda-tanda vital anak dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
Pain Management
1) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
3) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
4) Berikan sentuhan ringan pada area yang nyeri misalnya lakukan
usapan lembut pada punggung anak, berikan mainan kesukaan,
ataupun alihkan perhatian anak dengan membacakan cerita atau
dongeng yang disukai anak.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
6) Jelaskan pada orang tua anak penyebab dari nyeri yang dialami
anak
2. Ketidakefektifan termoregulasi b/d proses penyakit
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keparawatan
selama 3x24 jam suhu tubuh pada anak dapat stabil/ normal dengan
kriteria hasil:
a. Tidak ada kejang
b. Tidak ada perubahan warna kulit
c. Suhu tubuh normal 36.5-37.5oC
Intervensi keperawatan
Pengaturan Suhu
1) Pantau suhu minimal 2 jam
2) Pantau tekanan darah, nadi, dan RR
3) Pantau warna dan suhu kulit
4) Pantau tanda-tanda hipotermia dan hipertermia
5) Tingkatkan intake cairan

17
6) Berikan antipiretik jika perlu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d intake yang
kurang Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan
keparawatan selama 3x24 jam nutrisi pada anak dapat terpenuhi
dengan kriteria hasil:
a. Terjadi peningkatan berat badan sesuai usia
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi keperawatan :
Manajemen nutrisi
1) Kaji adanya alergi makanan terhadap anak
2) Ajurkan orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi
sedikit tetapi sering
3) Pantau mual muntah
4) Pantau kadar albumin, hemoglobin, dan hematokrit
5) Pantau turgor kulit
6) Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak
7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah nutrisi yang
dibutuhkan oleh anak
8) Berikan informasi kepada orang tua anak tentang kebutuhan
nutrisi
4. Risiko ketidakseimbangan volume cairan faktor risiko intake cairan
yang kurang
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keparawatan
selama 3x24 cairan pada anak dapat terpenuhi dengan kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
b. Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal
c. Elastisitas turgor kulit baik
d. Membran mukosa lembab

18
Intervensi keperawatan
Fluid Management
1) Pantau status dehidrasi
2) Monitor vital sign
3) Pantau masukan cairan
4) Kolaborasi pemberian cairan IV

19
DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI, 2008. Pedoman pengendalian demam typhoid. Jakarta

Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta

Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.

Sodikin , M.kes. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta.:


PUSTAKA

BELAJAR

Vaughans, W. B. (2013). Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha Publishing

20

Anda mungkin juga menyukai