Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN DIAGNOSA MEDIS


FEBRIS SUSP DENGUE HEMORAGIK FEVER DENGAN DEMAM
TYPHOID DI RUANG IGD RSU KARSA HUSADA BATU

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh:
Rina Sri Wahyuni Kurniawati
202110461011017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
A. Definisi Demam Typhoid
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi bakteri Salmonella
(Brunner, 2014). Typhoid termasuk infeksi sisemik dengan gejala yang khas yaitu
demam dengan pola khusus seperti suhu meningkat (sangat tinggi) naik-turun. Hal
ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak terjadi
demam. Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada saluran penceranaan, dan gangguan kesadaran (Nurarif .A.H. dan Kusuma.
H, 2015).

B. Etiologi Demam Typhoid


Etologi demam typhoid yaitu Salmonella typhi (S.thypi) 90% dan
Salmonellaparathypi (S. Parathypi A, B, dan C). Bakteri ini berbentuk barang,
garam negative, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu.
Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 o selama 15-20 menit.
Akibat infeksi oleh Salmonellaparathypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu (Aru W, 2010).
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH (berasal
dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigenVi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutininO dan jugaH yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makinbesar pasien menderita typhoid.
Agen penyebab utama demam typhoid adalah Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi, keduanya merupakan anggota famili Enterobacteriaceae.
Salmonella adalah genus yang memiliki dua spesies Salmonella enterica serovar
dan enteritidis yang diklasifikasikan melalui analisis ekstensif dengan multipleks
kuantitatif polymerase chain reaction (PCR). Salmonella typhi maupun
Salmonella paratyphi (A, B, C) adalah serotipe Salmonella enterica. Salmonella
nontyphoidal (NTS) lebih khas pada anak-anak dan sebagian besar terbatas pada
gastroenteritis.
Salmonella ditularkan melalui rute fekal-oral melalui air yang
terkontaminasi, makanan yang kurang matang, fomites dari pasien yang terinfeksi,
dan lebih sering terjadi di daerah dengan kepadatan penduduk, kekacauan sosial,
dan sanitasi yang buruk. Penyakit ini hanya ditularkan dari orang yang terinfeksi
ke orang lain, karena manusia adalah satu-satunya inangnya. Sumber utama
salmonella adalah unggas, telur, dan kura-kura (jarang). Dalam satu penelitian
yang dilakukan pada distribusi isolat salmonella dengan sekuensing seluruh
genom di rumah pemotongan ayam di Cina, 57% sampel positif (Jenish Bhandari;
Pawan K. Thada; Elizabeth DeVos, 2021).

C. Manifestasi Klinis Demam Typhoid


Gejala dapat muncul setelah masa inkubasi 7-14 hari. Pada minggu pertama
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain seperti demam, nyeri kepala,
pusing, myalgia, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, rasa tidak nyaman
di perut, batuk, dan epistaksis. Demam meningkat perlahan terutama sore hingga
malam. Gejala pada minggu kedua lebih jelas berupa bradikardia relative, lidah
berselaput (kotor di bagian tengah dan tepi, kemerahan pada ujung dan tremor),
hepatomegaly splenomegali, meteorismus, hingga perubahan status mental
(somnolen, sopor, koma, delirium, psikosis). Rose spot (ruam maculopapular,
salmon-colored, dan pucat) dapat muncul terutama di bagian dada pada akhir
minggu pertama dan hilang setelah 2-5 hari (Hartanto, 2021).
Masa inkubasi dari S. typhi rata-rata antara 10-14 hari tetapi bisa juga berjarak 3-
21 hari. Durasi waktu ini tergantung banyaknya terpajan S. typhi tersebut dan
imunitas serta kesehatan dari pejamu. Onset gejala lambat dengan demam dan
konstipasi lebih sering mendominasi dibandingkan diare dan muntah. Gejala yang
paling terlihat yakni demam terus-menerus (38,8°C - 40,5°C) yang bisa berlanjut
hingga empat minggu jika tidak diobati. Diare mungkin muncul pada awal onset
tetapi biasanya hilang ketika demam dan bakteremia muncul. Kumpulan gejala-
gejala klinis typhoid disebut juga dengan sindrom demam typhoid. Di bawah ini
merupakan gejala klinis yang sering pada demam typhoid, diantaranya adalah
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015):
1. Demam
Demam merupakan gejala utama typhoid. Pada awal onset, demam
kebanyakan samar-samar, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih
rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi. Intensitas demam makin
tinggi dari hari ke hari yang disertai gejala lain seperti sakit kepala yang sering
dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual
dan muntah. Pada minggu berikutnya, intensitas demam semakin tinggi bahkan
terkadang terus-menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu
badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu. Akan
tetapi, demam khas typhoid seperti ini tidak selalu ada.
2. Gangguan Saluran Pencernaan
Pada penderita sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena
demam yang lama, bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah kelihatan
kotor dan ditutupi oleh selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan
tremor tetapi pada penderita anak jarang ditemukan. Penderita umumnya sering
mengeluh nyeri perut, terutama di regio epigastrik, disertai mual dan muntah.
Pada awal sakit sering terjadi meteorismus dan konstipasi. Pada minggu
selanjutnya kadang-kadang juga timbul diare. Beberapa pasien mengalami
diare encer yang buruk berwarna hijau kekuningan (pea soup diarrhea). Pasien
seperti ini bisa masuk kedalam keadaan typhoid yang dikarakteristikkan
dengan gangguan kesadaran.
3. Gangguan Kesadaran
Pada umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti
berkabut. Bila klinis berat, tidak jarang penderita sampai pada kondisi
somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain
Syndrome). Pada penderita dengan typhoid toksik, gejala delirium lebih
menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan
nyeri tekan.
5. Bradikardia Relatif dan Gejala Lain
Bradikardia relatif tidak sering ditemukan. Gejala-gejala lain yang
dapat ditemukan pada demam typhoid adalah rose spot (makula yang berwarna
rose) yang biasanya ditemukan di regio abdomen atas, batuk kering, serta
gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose
spot ini biasanya muncul pada 30% pasien diakhir minggu pertama dan
menghilang tanpa jejak setelah 2-5 hari. Pada anak, rose spot jarang ditemukan
dibandingkan dengan epistaksis.

D. Patofisiologi Demam Typhoid


Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan
bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan
hidup di aliran darah, dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada sat melewati
lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-
keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamin H2, inhibitor pompaproton/antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di
usus halus, baxteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga kemudian menginvasi
mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-selM,
selepitel khusus yang melapisi Peyer's patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonellatyphi. Bakteri mencapai folikel limpe usus halus, mengikuti aliran
kekelenjar lime mesenteric. Bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai
kejaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi
di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjarlimfe
mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella yphi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akantetapi tempat yang disukai oeh Salmonellatyphi adalah hati, limpa,
sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran
retrograd dari empedu. Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang
dinding usus /dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis
demam tifoid tidakjelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya
endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari Salmonellatyphi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa,
folikel limfoma usus halus dan juga kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, 2012).
Makanan yg
terkontaminasi bakteri
Salmonella typhi

Masuk melalui mulut

Menuju saluran
pencernaan

Lambung

Mati [dimusnahkan Lolos (menuju usus


asam lambung (HCL)] halus)

Berkembangbiak di
ileum terminalis

Jaringan limfoid Nekrosis usus halus

Aliran darah Ulkus di


plak payeri

Otak Limfa & hati Seluruh tubuh


Motilitas usus
terganggu
Sistem Pembesaran Tubuh mengeluarkan
saraf limfa & hati endotoksin
Risiko
Merangsang disfungsi
Splenomegali Nyeri saat Pelepasan mediator motilitas GI
pusat muntah diraba inflamasi
di medulla
obrolnagata
Peristaltik usus
Lambung Gangguan
meningkat
tertekan rasa nyaman
Mual Muntah Anoreksia
Diare
Suhu tubuh Nyeri kepala
meningkat
Defisit Nutrisi
Hipertermia Nyeri Akut

Risiko
Peristaltik usus ketidakseimbangan
menurun elektrolit

Konstipasi
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat
pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan
limfositosis relatif. LED (Laju Endap Darah): Meningkat. Jumlah trombosit
normal atau menurun (trombositopenia).
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella
typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin).
d. Kultur
1) Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama
2) Kultur urine: bisa positif pada akhir minggu kedua. Protein: bervariasi dari
negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal; bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
3) Kultur feses: bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya
demam.
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015)
F. Komplikasi Demam Typhoid
Menurut (Widagdo, 2011) komplikasi dari demam tifoid dapat digolongkan
dalam intra dan ekstra intestinal.
1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah:
a) Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama
dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan
peningkatan denyut nadi.
b) Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai
dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis.
2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah:
a. Sepsis, ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik
b. Hepatitis dan kholesistitis, ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada
pemeriksaan amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk
adanya komplikasi pankreatitis
c. Pneumonia atau bronkhitis, sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %,
umumnya disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
d. Miokarditis toksik: ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan
perubahan segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi
lemak dan nekrosis
e. Trombosis dan flebitis jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang
menimbulkan gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat,
trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu,
mielitis tranversal, dan psikosis
f. Komplikasi lain: pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis,
sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan
artritis.
G. Penatalaksanaan Demam Typhoid
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan
diberikan pengobatan sebagai berikut (Ranuh, 2013).
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain
c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri
kemudian berjalan di ruangan
d. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun
diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
Pemberian antibiotik dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
bakteri. Obat yang sering dipergunakan adalah:
a. Kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
b. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
c. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
d. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6 hari;
ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).

H. Pencegahan Demam Typhoid


Demam tifoid termasuk penyakit menular yang berpotensi menimbulkan
wabah sehingga perlu diadakannya suatu tindakan pencegahan. Rute penularan
utama demam tifoid, yakni melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
oleh Salmonella typhi. Pencegahan berdasarkan hal ini dapat dilakukan dengan
menjamin akses untuk mendapatkan air bersih dan mempromosikan kebiasaan
makan yang aman dan sehat. Pendidikan mengenai kesehatan merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mempengaruhi perubahan
perilaku. Tindakan pencegahan demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari
Salmonella typhi sebagai agen penyebab penyakit, faktor pejamu dan faktor
lingkungan.
Menurut WHO terdapat beberapa cara-cara yang lebih spesifik yang dapat
membantu upaya pencegahan demam tifoid, yang secara lengkap akan dijelaskan
dibawah ini:
1. Air Bersih
Demam tifoid merupakan penyakit yang penjalarannya dapat melalui air
sehingga tindakan pencegahan utama yang didapat dilakukan yakni
memastikan adanya akses ke air bersih.
2. Keamanan Makanan
Makanan yang terkontaminasi merupakan salah satu cara penularan demam
tifoid. Penanganan dan pengolahan makanan yang tepat merupakan hal yang
terpenting. Tindakan kebersihan dasar di bawah ini harus dilakukan selama
epidemi:
a. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau memakan
makanan.
b. Menghindari makanan mentah, kerang dan es.
c. Hanya memakan makanan yang sudah dimasak dan masih panas atau
dipanaskan kembali.
Jika terjadi wabah, pengawasan keamanan makanan harus diperkuat di restoran
dan juga penjaja makanan di pinggir jalan.
Bila terdapat karier demam tifoid, orang ini tidak boleh diikutsertakan dalam
aktivitas yang termasuk mengolah dan menyiapkan makanan. Karier baru dapat
melanjutkan pekerjaannya (dalam hal makanan) hingga mereka memiliki tiga
tes kultur tinja negatif yang setidaknya masing-masing berjarak satu bulan.
3. Sanitasi
Sanitasi yang baik berkontribusi dalam menurunkan risiko transimisi semua
patogen diare, termasuk Salmonella typhi. Fasilitas pembuangan limbah
manusia (feses) yang tepat harus tersedia pada semua komunitas. Pengumpulan
dan pengolahan limbah, terutama saat musim hujan harus diterapkan.
4. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pada
hal-hal yang berperan dalam pencegahan seperti telah disebutkan di atas. Pada
fasilitas kesehatan, semua pekerja harus berulang kali dididik mengenai
perlunya kebersihan pribadi yang baik ditempat kerja, tindakan isolasi bagi
pasien dan melakukan tindakan disinfeksi.

I. Rencana Asuhan Keperawatan Demam Typhoid


1. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme suhu tubuh.
Tujuan: Suhu tubuh kembali normal (36 - 37⁰ C) setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam. Kriteria Hasil:
a. Suhu klien kembali normal (36 – 37 ⁰ C)
b. Badan tidak teraba panas Intervensi:
c. Kaji vital sign tiap 2-3 jam
d. Anjurkan banyak minum air putih 2 -3 jam
e. Anjurkan untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat.
f. Kompres pada lipatan paha dan aksila
g. Laksanakan program terapi antibiotik, antipiretika, dan pemeriksaan
laboraturium
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia mual.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil:
a. Intake nutrisi meningkat
b. Diit habis 1 porsi yang telah disediakan
c. Berat badan stabil
Intervensi:
a. Timbang berat badan secara teratur
b. Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi
c. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi
d. Beri diit dalam porsi hangat, porsi kecil tapi sering, lunak
e. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan: Aktifitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam.
Kriteria hasil: kemampuan aktifitas bisa mandiri.
Intervensi:
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Ajarkan mobilisasi aktifitas
c. Atur posisi nyaman.
d. Berikan pengetahuan tentang pentingnya beraktifitas
e. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan aktifitas pada klien
FORMAT PENGKAJIAN
(Instalasi Gawat Darurat)
Keterangan:

Beri tanda  pada item yang sesuai


IDENTITAS No. Rekam Medis : 00037xxx

Diagnosa Medis : Febris susp DHF dengan Typhoid Fever

Nama : Tn. T

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 39 th

Pendidikan : SMA

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Satpam

Alamat : Ngaglik

Sumber informasi : Pasien

TRIAGE  P1  P2  P3  P4

PRIMARY GENERAL IMPRESSION


SURVEY
Keluhan utama : Nyeri kepala

Mekanisme cidera : Klien mengalami demam naik turun sejak 28 Des 2021, demam
meningkat pada malam hari, kepala bagian belakang terasa sakit
seperti dipukul, skala 5, dan terasa terus menerus dan terasa
berputar jika berjalan, jantung berdebar-debar, dan muntah 2 kali
pada malam dan pagi hari sebelum dibawa ke rumah sakit
Orientasi (tempat,
waktu dan orang) :  baik  tidak baik
AIRWAY

Jalan nafas :  paten  tidak paten

Obstruksi :  lidah  cairan/darah  tidak ada

 benda asing  tidak diketahui

Suara nafas tambahan :  snoring  gurgling  tidak ada

 stridor  tidak diketahui

Keluhan lain : Tidak ada

BREATHING
Gerakan dada :  simetris  asimetris

Irama nafas :  cepat  dangkal  normal

Pola nafas :  teratur  tidak teratur

Retraksi dada :  ada  tidak ada

RR : 20x/menit

Keluhan lain : Tidak ada

CIRCULATION

Perdarahan mayor :  ada  tidak ada

Nadi :  teraba  tidak teraba

 regular  irregular

 lemah  kuat

Tekanan darah : 141/62 mm/Hg

MAP : 88,3 mm/Hg

PP : 79 mm/Hg

Cyanosis :  ya  tidak

CRT :  < 2 detik  > 2 detik

Keluhan lain : Tidak ada

DISABILITY

Respon pasien :  alert  verbal

 pain  unresponsive

GCS E4 V5 M6

Kesadaran CM  Apathies delirium  Somnolen stupor


semicoma Coma
Pupil :  isokor unisokor midriasis  Miosis

Reflex cahaya :  ada  tidak ada

Temuan lain : Tidak ada

EXPOSURE

Deformitas : ada  tidak ada

Contusio :  ada  tidak ada


Abrasi :  ada  tidak ada

Penetrasi :  ada,  tidak ada

Luka bakar :  ada  tidak ada

Laserasi :  ada  tidak ada

Edema :  ada  tidak ada

Keluhan lain : Tidak ada

SECONDARY ANAMNESA
SURVEY
Tanda dan gejala : Mengeluh nyeri bagian belakang

Alergi : Tidak ada

Medikasi : Omeprazole 4 mg, ondansetron 4 g, dan paracetamol 1 g

Riwayat penyakit : Tidak ada


sebelumnya

Makan dan minum : 07.00 bubur tim 3 suap dan air putih 1 gelas
terakhir

Peristiwa penyebab : Demam naik turun sejak 1 minggu dan meningkat pada malam hari

Tanda-tanda vital BP: 141/62 mmHg N: 114 x/menit

RR: 20 x/menit T: 36,6 ºC

PEMERIKSAAN FISIK (tuliskan temuan data abnormal)

Kepala dan Leher

Inspeksi Mata: lengkap dan simetris, konjugtiva anemis, oedem (-)

Mulut: bibir pucat

Kepala: bentuk bulat, simetris (+), luka (-), darah (-), trepanasi (-)

Leher: bentuk simetris, peradangan (-), jaringan parut (-), massa (-)

Palpasi Kepala: nyeri tekan (-)

Leher: pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),


pembesaran vena jugularis (-)

Dada

Inspeksi Normal chest, bentuk dada simetris, retraksi otot bantu napas (-),
pernapasan cuping hidung (-), pola napas (eupnea)

Palpasi Getaran sama

Perkusi Sonor (+)


Auskultasi Vesikuler, suara napas tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi Simetris (+), distensi abdomen (-), massa (-), pembesaran (-)

Palpasi Nyeri tekan (-), perabaan (lunak)

Perkusi Timpani

Auskultasi Borborygmi (-), peristaltik usus (20x/menit)

Pelvis

Inspeksi Tidak terkaji

Palpasi Tidak terkaji

Ekstremitas Atas

Inspeksi Deformities Contusion AbrasionPenetration  Burn


Laceration  Swelling

Palpasi Tenderness Instability Crepitating

Ekstremitas Bawah

Inspeksi Deformities Contusion AbrasionPenetration  Burn


Laceration  Swelling

Palpasi Tenderness Instability Crepitating

Bagian punggung

Inspeksi Deformities Contusion AbrasionPenetration  Burn


Laceration  Swelling

Palpasi Tenderness Instability Crepitating

INTEGUMEN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 X-Ray  CT-Scan  USG

 EKG  lain-lain Foto thorax dan pemeriksaan lab

Hasil Hasil Lab:

Hemoglobin/HGB (LL) 2.4 g/dL (N: 12.0 – 16.0)


Sel daah merah/RBC (L) 0.84 106/uL (N: 4.5 – 5.5)
Hematokrit/HCT (LL) 16.6% (N: 35.0 – 48.0)
Sel darah putih/WBC
2.91 103/uL (N: 4.3 – 10.8)
(L)
Platelet/PLT/Trombosit 178 103/uL (N: 150 – 400)
Platelet Large Cell
29.0% (N: 15.0 – 25.0)
Ratio/P-LCR (H)
Na+/Natrium/Sodium
132.0 mmol/L (N: 135-145)
(L)
Cl-/Klorida (H) 110.4 mmol/L (N: 98 – 108)

Hasil Foto Thorax:


- Jantung: bentuk, ukuran, posisi baik
- Aorta: tak tampak elongasi/dilatasi
- Trachea: ditengah
- Hemidiafragma D/S: dome shaped
- Sinus costophrenicus D/S: tajam
- Paru: tak tampak infiltrate/fibrosis/nodul/klasifikasi. Corak
vaskuler baik. Hilus baik
- Skeletal: baik
- Soft tissue: baik
Kesimpulan: Cor dan pulmo dalam batas normal
Terapi : - IVFD Asering 20 tpm
- IV Omeprazole 4 g
- IV Ondansetron 4 g
- IV Parasetamol 1 g
Tanggal pengkajian : 3 Januari 2022

Jam : 11.30

Tanda tangan

Nama terang : Rina S Wahyuni


ANALISA DATA

DATA (DS & DO) ETIOLOGI PROBLEM


Ds: Agen pencedera Nyeri akut
Klien mengeluh sakit fisiologis
kepala bagian belakang
seperti dipukul-pukul
sejak 1 minggu
P: sakit kepala tidak
mereda saat beristirahat,
kepala terasa berputar-
putar saat berjalan
Q: seperti dipukul-pukul
R: kepala bagian
belakang
S: skala 5 (sedang)
T: terus-menerus
Do:
- Klien tampak meringis
- Klien hanya berbaring
- Klien tampak gelisah
- TD: 141/62 mmHg
- N: 114x/menit
(takikardi)
Ds: Kelemahan Intolerasi aktivitas
- Klien mengeluh lemas
- Klien mengatakan
tidak kuat berdiri atau
berjalan
- Klien mengatakan
kepala terasa sakit dan
berputar-putar
Do:
- Klien dipindahkan
menggunakan tempat
tidur
- Klien tampak lemah
dan pucat
- Konjungtiva anemis
- TD: 141/62 mmHg
- N: 114x/menit
(takikardi)
Ds: Ketidakseimbangan Risiko
- Klien mengeluh lemas cairan ketidakseimbangan
- Klien mengeluh sakit elektrolit
kepala bagian
belakang seperti
dipukul-pukul sejak 1
minggu
- Klien mengatakan
muntah 2 kali saat di
rumah
- Klien mengatakan
demam naik turun
sejak 1 minggu
Do:
- Klien tampak lemah
dan pucat
- Konjungtiva anemis
- TD: 141/62 mmHg
- N: 114x/menit
(takikardi)
- Na+: 132.0 mmol/L (L)
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis d/d mengeluh sakit kepala bagian
belakang seperti dipukul-pukul sejak 1 minggu, P: sakit kepala tidak mereda
saat beristirahat, kepala terasa berputar-putar saat berjalan, Q: seperti dipukul-
pukul, R: kepala bagian belakang, S: skala 5 (sedang), T: terus-menerus,
tampak meringis, klien hanya berbaring, klien tampak gelisah, TD: 141/62
mmHg, N: 114x/menit (takikardi).
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d/d mengeluh lemas, tidak kuat berdiri atau
berjalan, kepala terasa sakit dan berputar-putar, klien dipindahkan
menggunakan tempat tidur, tampak lemah dan pucat, konjungtiva anemis, TD:
141/62 mmHg, N: 114x/menit (takikardi).
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b/d ketidakseimbangan cairan d/d
mengeluh lemas, mengeluh sakit kepala bagian belakang seperti dipukul-pukul
sejak 1 minggu, muntah 2 kali saat di rumah, demam naik turun sejak 1
minggu, tampak lemah dan pucat, konjungtiva anemis, TD: 141/62 mmHg, N:
114x/menit (takikardi), Na+: 132.0 mmol/L (L).
ASUHAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI) Tgl/ Implementasi Tgl/ Evaluasi Ttd
Keperawatan jam jam
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri 3/1/22 - Mengidentifikasi 3/1/22 S: Klien mengatakan
pencedera fisiologis keperawatan diharapkan (1.08238) 11.30 nyeri 12.00 kepala masih terasa
d/d mengeluh sakit masalah klien dapat teratasi Observasi Lokasi: kepala sakit
kepala bagian dengan kriteria hasil - Identifikasi lokasi, bagian belakang O:
belakang seperti “Tingkat nyeri (L.08066)”: karakteristik, durasi, Karakteristik: sakit - Keluhan nyeri
dipukul-pukul sejak Indikator Skor frekuensi, kualitas, kepala tidak mereda sedang (3)
1 minggu, P: sakit Keluhan nyeri 4 intensitas nyeri saat istirahat dan - Meringis sedang (3)
kepala tidak mereda Meringis 4 - Identifikasi skala nyeri terasa berputar-putar - Gelisah (3)
saat beristirahat, Gelisah 4 - Identifikasi respon Durasi: sejak 1 - Frekuensi nadi
kepala terasa nyeri non verbal minggu sedang (3)
berputar-putar saat 1: Meningkat Terapeutik Frekuensi: terus- A: Masalah belum
berjalan, Q: seperti 2: Cukup meningkat - Berikan teknik menerus teratasi
dipukul-pukul, R: 3: Sedang nonfarmakologi Kualitas: seperti P: Lanjutkan
kepala bagian 4: Cukup menurun Kolaborasi dipukul-pukul intervensi
belakang, S: skala 5 5: Menurun - Kolaborasi pemberian - Mengidentifikasi 1. Identifikasi skala
(sedang), T: terus- analgesik skala nyeri (skala 5, nyeri
menerus, tampak sedang) 2. Identifikasi respon
meringis, klien Indikator Skor - Mengidentifikasi nyeri non verbal
hanya berbaring, Frekuensi nadi 4 respon nyeri non-
klien tampak verbal (klien tampak
gelisah, TD: 141/62 1: Memburuk meringis)
mmHg, N: 2: Cukup memburuk - Memberikan teknik
114x/menit 3: Sedang nonfarmakologi
(takikardi) 4: Cukup membaik (teknik relaksasi
5: Membaik napas dalam)
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian IV
parasetamol 1 gram
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi 3/1/22 - Mengidentifikasi 3/1/22 S: Klien mengeluh
b/d kelemahan d/d keperawatan diharapkan (1.05178) 11.30 gangguan fungsi 12.00 masih lemas
mengeluh lemas, masalah klien dapat teratasi Observasi tubuh yang O: Frekuensi nadi
tidak kuat berdiri dengan kriteria hasil - Identifikasi gangguan mengakibatkan sedang (3)
atau berjalan, kepala “Toleransi aktivitas fungsi tubuh yang kelelahan (klien A: Masalah belum
terasa sakit dan (L.05047)”: mengakibatkan merasakan sakit teratasi
berputar-putar, klien Indikator Skor kelelahan pada kepala bagian P: Lanjutkan
dipindahkan Frekuensi nadi 4 Edukasi belakang) intervensi
menggunakan 1: Menurun - Anjurkan tirah baring - Menganjurkan klien 1. Identifikasi
tempat tidur, tampak 2: Cukup menurun untuk beristirahat gangguan fungsi
lemah dan pucat, 3: Sedang dan tirah baring tubuh yang
konjungtiva anemis, 4: Cukup meningkat mengakibatkan
TD: 141/62 mmHg, 5: Meningkat kelelahan
N: 114x/menit
(takikardi)
3 Risiko Setelah dilakukan tindakan Pemantauan elektrolit 3/1/22 - Memonitor kadar 3/1/22 S: Klien mengatakan
ketidakseimbangan keperawatan diharapkan (1.03122) 11.30 elektrolit serum 12.00 mual berkurang dan
elektrolit b/d masalah klien dapat teratasi Observasi (kadar natrium klien tidak muntah
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil - Monitor kadar 132.0 mmol/L O: Serum natrium
cairan d/d mengeluh “Keseimbangan elektrolit elektrolit serum (rendah)) sedang (4)
lemas, mengeluh (L.03021)”: - Monitor mual, muntah, - Memonitor mual A: Masalah teratasi
sakit kepala bagian Indikator Skor dan diare dan muntah (klien sebagian
belakang seperti Serum natrium 5 mengalami muntah P: Lanjutkan
dipukul-pukul sejak 2 kali saat dirumah intervensi
1 minggu, muntah 2 dan tidak 1. Monitor kadar
kali saat di rumah, mengalami muntah elektrolit serum
demam naik turun saat dirumah sakit) 2. Monitor mual,
sejak 1 minggu, muntah, dan diare
tampak lemah dan
pucat, konjungtiva
anemis, TD: 141/62
mmHg, N:
114x/menit
(takikardi), Na+:
132.0 mmol/L (L)
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, S. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Brunner, S. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: ECG
DIrektorat Bina Gizi.
Hartanto, D. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa.
Cdk-292, 48(1), 5–7. Retrieved from
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1255
Jenish Bhandari; Pawan K. Thada; Elizabeth DeVos. (2021). Typhoid Fever.
Retrieved January 4, 2021, from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513/
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction.
Ranuh, I. N. G. (2013). Beberapa Catatan Kesehatan Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Soedarmo, S. S. P. dk. (2012). Buku ajar infeksi dan pediatri tropis (2nd ed.).
Jakarta: IDA.
Widagdo. (2011). Masalah & TataLaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai