Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH :

NI MADE AYU LISNA PRATIWI

(P07120319011)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

I. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman Salmonella (Smeltzer, 2014).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13
tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13
tahun sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).
Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia, 2006).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
(Darmowandowo, 2006)

II. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya diperoleh
dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi (Valman,
2006). Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram
negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c
ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang
manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella typhosa juga
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).

III. Patofisiologi
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal dari feses
dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman tersebut
(Ngastiyah, 2005). Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan
dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa
dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endotelial
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa,
usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi Hiperplasia plaks player.
Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada
minggu ke tiga terjadi Ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan
sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelaianan pada usus halus (Suriadi, 2006).
Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh Rohim (2002) adalah
pada fase awal demam typhoid biasa ditemukan adanya gejala saluran napas atas. Ada
kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan
limfoid di faring. Terbukti dalam suatu penelitian bahwa Salmonella typhi berhasil
diisolasi dari jaringan tonsil penderita demam typhoid, walaupun pada Salmonella typhi
percobaan lain seseorang yang berkumur dengan air yang mengandung hidup ternyata
tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan
yang disebabkan karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput
berwarna putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan
bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi dari
nasofaring melalui saluran tuba eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis
media.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul selama demam
typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi,
dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita
mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Diare
dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas, dijumpai dari 50% kasus
dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena respon imunologi yang terlibat dalam
patogenesis demam typhoid adalah sel mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo
nuclear hanya sedikit dan pada umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga
tidak terjadi aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe invasif
tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini mendahului fase
demam enterik. Penulis lain mengatakan bahwa diare dapat terjadi oleh karena toksin yang
berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E. coli yang peka terhadap panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di kanan
bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang dihasilkan
pada proses inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf
sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena
peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan
submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Konstipasi dapat terjadi pada
ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya
menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus
lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi
abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau timpani yang disebabkan
konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus pada lapisan otot intestinal atau
lambung.
IV. Manifestasi Klinis
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya
ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan
pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui
pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang
bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan
perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan
denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot
bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan
timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian
kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan
meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau
tromboflebitis vena femoralis.

V. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005) antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri
kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi,
yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat kali
sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut
mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah
mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan (2008) selain
kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan menurut Ngastiyah
(2005), adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan
peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular seperti desinfektan
mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang
merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik sampai
spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam lama. Keadaan
ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau cairan sehingga kebutuhan nutrisi
yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula, dan memudahkan timbulnya
komplikasi. Selain hal itu, pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-
tukak pada usus halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan
ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak
menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.
1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk
dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang dimasak lunak
sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu
diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per sonde,
kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk
makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl.
Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di samping infus masih
diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori,
setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien,
beralih ke makanan biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang khas
demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh
lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang meningkat.
Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan
pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa, maka
untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya secara adekuat,
istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian mobilisasi
bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui sonde, obat dapat diberikan
bersama makanan tetapi berikan pada permulaan memasukkan makanan, jangan
dicampur pada semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien
muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu, menurunkan suhu
tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi
sekali cara menurunkan lihat pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping
kompres berikan pasien banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai
kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan suhu lebih
lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu menurunkan suhu usahakan
agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan pasien lain, yaitu
karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat tidur, jika ia sudah dalam
penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering, dan
pecah-pecah menambah rasa tak nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu
makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan
boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien
apatis harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang
sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar
selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama
berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-goyangkan
kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar
tempat tidur sambil berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah
2-3 hari mobilisasi.

VI. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan leukopenia dapat
pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat
meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi hasil negative
tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi. Pada uji
widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhi dengan
antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
d. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan. Semakin tinggi
liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DEMAM TYPOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan

kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat

febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat

lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam

keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah (kecuali bila

penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di samping gejala-gejala

tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler

kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan

pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue), sementara ujung dan

tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa terjadi

konstipasi, atau mungkin diare atau normal.


3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative,

dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada

minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti terhadap

antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif

(Nursalam, 2005).
PATHWAY

Bakteri Salmonela Thypii

Masuk saluran cerna melalui


makanan dan minuman

Sebagian masuk lambung Peradangan pada saluran cerna

Peningkatan produksi Merangsang pelepasan zat


asam lambung pirogen oleh leukosit

Zat pirogen beredar dalam


Mual, muntah
darah

Penurunan nafsu makan Peradangan pada usus halus


Hipotalamus

Berat badan menurun


Merespon dengan Reaksi inflamasi
meningkatkan suhu tubuh
Defisit nutrisi
Nyeri Akut
Demam typoid atau typus
abdominalis

Peningkatan suhu tubuh Infasi kuman pada usus halus

Illeum terminalis
Hipertermia

Sebagian menetap dan


Sebagian menembus
hidup di illeum terminalis
lamina propia

Perdarahan dan perforasi Masuk ke aliran darah

Masuk dan bersarang di


Tubuh banyak
hati dan limfa
kehilangan caian/darah

Hepatomegali, splenomegaly
Kekurangan volume
(pembesaran hati dan limfa)
cairan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adanya
nafsu makan, mual, dan kembung.
2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurang intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
C. Intervensi Keperawatan

N Rencana Keperawatan
o Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
1. Defisit Nutrisi b.d: Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
1. Ketidakmampuan menelan keperawatan selama ........ jam, maka Observasi :
makanan status nutrisi (L.0067) membaik Identifikasi status nutrisi
2. Ketidakmampuan mencerna dengan kriteria hasil : Identifikasi alergi dan intolersi makanan
makanan Kekuatan otot mengunyah, 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi menelan meningkat Identifikasi perlunya NGT
nutrien 2. Serum albumin meningkat Monitor asupan makanan
4. Peningkatan kebutuhan 3. Ungkapan keinginan untuk Monitor berat badan
metabolisme meningkat nutrisi meningkat Monitor hasil pemeriksaan lab
5. Faktor ekonomi (mis: finansial 4. Pengetahuan tentang pilihan
tidak mencukupi) makanan/minuman yang sehat Terapiutik :
6. Faktor psikologis (mis: stres, meningkat 8. Lakukan oral hygine
keengganan untuk makanan) 5. Pengetahuan tentang standar asupan 9. Berikan medikasi sebelum makan
d.d gejala dan tanda Mayor : nutrisi yang tepat meningkat 10. Fasilitasi menentukan pedoman diet
1. Berat badan menurun minimal 6. Penyiapan dan penyimpanan 11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
10% dibawah rentang ideal makanan/ minuman yang aman sesuai
Minor : meningkat 12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
1. Cepat kenyang setelah makan 7. Sikap terhadap makanan/minuman konstipasi
2. Kram/ nyeri abdomen sesuai dengan tujuan kesehatan 13. Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein
3. Nafsu makan menurun meningkat 14. Berikan suplemen makanan jika perlu
4. Bising usus hiperaktif 8. Perasaan cepat kenyang menurun 15. Hentikan pemberian makan melalui NGT bila
5. Otot pengunyah lemah 9. Sariawan menurun asupan oral dapat ditoleransi
6. Otot menelan lemah 10. Rambut rontok menurun Edukasi :
7. Membran mukosa pucat 11. Diare menurun Anjurkan posisi duduk, jika perlu
8. Sariawan 12. Berat badan membaik Ajarkan diet yang diprogramkan
9. Serum albumin turun 13. Nafsu makan membaik Kolaborasi :
10. Rambut rontok berlebihan 14. Bising usus membaik Kolaborasi dengan ahli gizi
11. Diare 15. Index massa tubuh membaik
16. Tebal lipatan kulit triceps
membaik
17. Membran mukosa membaik
18. Frekuensi makan membaik

2. Resiko Kurang Volume Cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen hypovolemia
selama …x…. jam diharapkan status Observasi
cairan membaik dengan kriteria hasil  Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.
: Frekuensi nadi meningkat, nadi terba lemah,
 Kekuatan nadi meningkat tekanan darah menurun, tekanan nadi
 Turgor kulit meningkat menyempit, turgor kulit menurun, membrane
 Ortopnea menurun mukosa kering, volume urin menurun,
 Dyspnea menurun hematocrit meningkat, haus, lemah)

 Frekuensi nadi membaik  Monitor intake dan output cairan

 Tekanan darah membaik Terapeutik

 Tekanan nadi membaik  Hitung kebutuhan cairan

 Membrane mukosa membaik  Berikan posisi mified tredelenburg

 Kadar hb membaik  Berikan asupan cairan oral

 Kadar ht membaik Edukasi

 Intake cairan membaik  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberiancairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate
 Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan cairan
Observasi
 Monitor rekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan monitor waktu pengisian
kapiler
 Monitor turgor kulit
 Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan urine
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
 Identifikasi factor risiko ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Hipertermia Setelah diberikan asuhan keperawatan Regulasi Temperatur
selama …x… diharapkan Observasi
termoregulasi membaik dengan  Monitor suhu tubuh anak sampai stabil (36,5C –
kriteria hasil : 37,5C)
 Menggigil meurun  Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
 Kulit merah menurun  Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan
 Kejang menurun nadi
 Akrasianosis menurun  Monitor warna dan suhu kulit
 Konsumsi oksigen menurun  Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan
 Piloereksi menurun hipertermia
 Vasokonstriksi perifer menurun Terapeutik
 Kulit memorata menurun  Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu

 Pucat menurun  Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang

 Takikardi menurun adekuat

 Takipnea menurun  Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan

 Bradikardi menurun pasien


Edukasi
 Dasar kuku sianotik menurun
 Jelaskan cara pencegahan hipertemia
 Hipoksia menurun
 Anjurkan kompres hangat
 Suhu tubuh membaik
Kolaborasi
 Suhu kulit membaik
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu.
 Kadar glukosa darah membaik
 Pengisan kapiler membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah membaik
Nyeri akut b.d agen cedera SLKI SIKI
4. fisiologis (iskemia) a. Managemen Nyeri
Manajemen Nyeri
Setelah…x24 jam diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun dengan
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun dengan - Identifikasi skala nyeri
skala 0-10 - Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Tidak meringis - Identifikasi factor yang memperingan dan
- Sikap protektif menurun memperberat nyeri
- Tidak gelisah - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
- Tidak mengalami kesulitan tidur nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup pasien
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
- Fasilitasi istirahat tidur
- Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
( missal: suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan).
- Beri teknik non farmakologis untuk meredakan
nyeri (aromaterapi, terapi pijat, hypnosis,
biofeedback, teknik imajinasi terbimbimbing,
teknik tarik napas dalam dan kompres hangat/
dingin)
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Edukasi kesehatan
Penyebab selama ... x ... menit diharapkan SIKI
 Keteratasan kognitif pengetahuan meningkat dengan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
 Gangguan fungsi kognitif kriteria hasil : informasi
 Kekeliuan mengikuti anjuran SLKI  Identifikasi factor – factor yang dapat
 Kurang terpapar informasi Tingkat Pengetahuan meningkatkan dan menurunkan motivasi
 Kurang minat dalam belajar  Perilaku sesuai anjuran perilaku hidup bersih dan sehat
 Kurang mampu mengingat meningkat  Sediakan materi dan media pendidikan
 Ketidaktahuan menemukan  Verbalisasi minat dalam belajar kesehatan
sumber informasi meningkat  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
 Kemampuan menjelaskan kesepakatan
Gejala dan tanda mayor pengetahuan tentang suatu topic  Berikan kesempatan untuk bertanya
Subjektif meningkat  Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi
 Menanyakan masalah yang  Kemampuan menggambarkan kesehatan
dihadapi pengalaman sebelumnya yang  Ajarkan untuk berperilaku bersih dan sehat
Objektif sesuai dengan topic meningkat  Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
 Menunjukkan perilaku tidak  Perilaku sesuai dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
sesuai anjuran pengetahuan meningkat
 Menunjukkan persepsi yang  Pertanyaan tentang masalah yang
keliru dihadapi menurun
Gejala dan tanda minor  Persepsi yang keliru terhadap
Objektif masalah menurun
 Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat
 Menunjukkan perilaku
berlebihan (mis. Apatis,
bermusuhan, agitasi, hysteria)
Daftar Pustaka
Abraham, Ilham. 2012. Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. (Online) Available:
https://www.academia.edu/5497287/Lp-demam-typhoid3 (Diakses pada tanggal 5
Juni 2019)
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia
Anonim. Makalah Demam Typhoid. (Online) Available:
http://dokumen.tips/documents/tugas-kmb-55b08aae423b5.html (diakses pada
tanggal 5 Juni 2019)
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta, Salemba
Medika.
Lastry, Sulastry.2015.Asuhan Keperawatan Demam Typhoid. (Online) Available :
https://www.academia.edu/5761535/Askep_demam_typhoid (diakses pada
tanggal 5 Juni 2019)
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction. cc
Padila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Jakarta
: EGC.
Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI

Anda mungkin juga menyukai