Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH:

ALFRIANI FARAWELLA

(14420201033)

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANG. XI


FAKULTAS KESEHATAAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian Demam Thypoid


Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik
yang terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam thypoid
merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Demam thypoid
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain
(Widagdo, 2011).
Demam typhoid adalah sebuah penyakit infeksi pada usus
khususnya usus halus yang menimbulkan gejala-gejala sistematik yang
disebabkan oleh “Salmonella Typhi”, Salmonella paratyphi A, B, dan C.
Penularannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Sumber infeksi terutama “Carrier” ini mungkin penderita yang sedang
sakit (“Carrier akut”), “Carrier” menahun yang terus mengeluarkan kuman
atau “Carrier” pasif yaitu mereka yang mengeluarkan kuman melalui
eksketa tetapi tak pernah sakit, penyakit ini endemik di Indonesia
(Andra&Yessie, 2013).
Menurut (Ngastiyah, 2005) Tifus abdominalis (demam thypoid,
enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa demam thipoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang masuk melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi dan ditandai dengan gejala demam
lebih dari satu minggu, terjadi gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran.
B. Etiologi
Penyebab demam thypoid adalah bakteri Salmonella typhi.
Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flagela, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan
57oC selama beberapa menit. Kuman ini mempunyai tiga antigen yang
penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu: (Widoyono,2011)
1. Antigen O (Somatik)
2. Antigen H (Flagela)
3. Antigen K (Selaput).
C. Patofisiologi
Kuman Salmonella Thypi masuk tubuh manusia melaui mulut
bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
kuman, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limpoid plak peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Bila terjadi komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran
limpe dan mencapai kelenjar limpe mesenterial dan masuk aliran darah
melalui duktus torasikus (Andra, Yessie, 2013).
Salmonella typhi bersarang di plak peyeri, limpa, hati, dan bagian-
bagian lain sistem retikuloendotrlial. Endotoksin Salmonella typhi
berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman
tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan
yang meradang, sehingga terjadi demam (Andra, Yessie, 2013).
D. Manifestasi Klinis
Menurut (Ngastiyah, 2005) Gambaran klinik demam thypoid pada
anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa
tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
berkurang.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut (Ngastiyah, 2005)
adalah:
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam
minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada
minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan
pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi
konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam
yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan. Di
samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat
ditemukan pada minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus
abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi
pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya
sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil
dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan
tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan
fibrosis.
E. Komplikasi
1. Perdarahan usus
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama
dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan
peningkatan denyut nadi.
2. Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukurang sampai beberapa cm di bagian distal ileum
ditandai dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala
peritonitis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Widal tes
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam typhoid.
Akibat adanya infeksi salmonella typhi maka penderita membuat
antibodi (aglutinin) (Andra, Yessie, 2013).
2. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan
4 terjadinya demam.
G. Penatalaksanaan
1. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat
seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil, dan buang air besar
akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. (Andra,
Yessie, 2013)
2. Diet
Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan
rendah serat
3. Pemberian antibiotik
a. Klorampenikol
Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan
utama untuk pengobatan demam typhoid. Dewasa : 50 mg/kgBB
per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi berat, dosis dapat
dinaikkan hingga 100 mg/kgBB per hari. Pada anak-anak : 25-50
mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis.
b. Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang
terbukti efektif untuk demam thypoid adalah sefalosforin, dosis
yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5 hari. (Andra
Yessie, 2013)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut (Nursalam, 2008) pengkajian meliputi :

1. Identitas klien

2. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubasi).

3. Suhu tubuh pada kasus yang khas


Demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten,
dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik tiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua,
pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.
Pada punggung dan anggota gerak terdapat reseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan
dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula
bradikardi dan epitaksis pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

a. Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih, sementara
ujung dan tepinya bewarna kemerahan, dan jarang disertai tremor

b. Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung


(meteorismus), bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare

c. Hati dan Limfe membesar disertai nyeri pada perabaan

6. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pada pameriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,


limfositosis, relatif pada permukaan sakit

b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal

c. Biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam


darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam feces dan urine

d. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer
zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia
2. Nyeri akut
3. Defisit nutrisi
C. Intervensi

No. Diagnosa keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi


1. Hipertermia Tujuan: Observasi
Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi penyebab
keperawatan selama 3x24 hipetermia
jam diharapkan suhu dalam 2. Monitor suhu tubuh
batas normal.
Terapeutik
Kriteria hasil: 1. Longgarkan atau
- keseimbangan antara lepaskan pakaian
produksi panas, panas yang 2. Basahi dan kipasi
diterima, dan kehilangan permukaan tubuh
panas 3. Ganti linen setiap hari
- Temperature stabil 36,5- atau lebih sering jika
37oC mengalami hiperhidrosis
- Tidak ada kejang 4. Lakukan pendinginan
eksternal (kompres
dingin pada dahi, leher,
dan axila

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri akut Tujuan: Observasi
Setalah dilakukan intervensi 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi,
jam diharapkan nyeri frekuensi, kualitas,
teratasi. intesitas nyeri.
Kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
- Mampu mengontrol nyeri 3. Identifikasi respon nyeri
(tahu penyebab nyeri, non verbal
mampu menggunakan tehnik 4. Identifikasi faktor yang
nonfarmakologi untuk memperberat dan
mengurangi nyeri, mencari memperingan nyeri
bantuan)
Terapeutik
- Melaporkan bahwa nyeri
1. Berikan terapi
berkurang dengan nonfarmakologis untuk
menggunakan manjemen mengurangi rasa nyeri.
nyeri. 2. Kontrol lingkungan
- Mampu mengenali nyeri yang memperberat rasa
(skala, intensitas, frekuensi, nyeri
dan tanda nyeri) 3. Fasilitasi istrahat dan
- Menyatakan rasa nyaman tidur
setelah nyeri berkurang.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjarkan terapi
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit Nutrisi Tujuan: Observasi
Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama 3x24 2. Identifikasi makanan
jam diharapkan kebutuhan yang disukai
nutrisi terpenuhi. 3. Identifikasi kebutuhan
Kriteria hasil: kalori dan jenis nutrient
- Adanya peningkatan berat 4. Monitor berat badan
badan sesuai dengan tujuan.
Terapeutik
- Berat badan ideal sesuai
1. Lakukan oral hygine
dengan tinggi badan.
sebelum makan
- Mampu mengidentifikasi
2. Sajikan makanan secara
kebutuhan nutrisi. menarik dan suhu yang
- Tidak ada tanda-tanda sesuai
malnutrisi 3. Berikan makanan tinggi
- Tidak ada penurunan berat kalori dan tinggi protein
badan yang berarti.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

D. Implementasi
Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,
evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan.
Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini,
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani, 2009).
PENYIMPANGAN KDM

Kuman Salmonella Lolos dari asam lambung


typhi yang masuk ke
Malaise, perasaan tidak
saluran gastrointestinal
Bakteri masuk ke usus enak, nyeri abdomen
halus

Pembuluh limfe Inflamasi Komplikasi intestinal:


perdarahan usus, perforasi
usus (bag.distal ileum,
Peredaran darah Masuk retikulo endothelial peritonituis
(bakteremia primer) (RES) terutama hati
dan limfa

Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk kealiran darah


limfa (bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel.


Limfoid halus Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa

Merangsang melepas zat


Nyeri tekan. Nyeri akut Splenomegali epirogen oleh leukosit

Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus thermoregulatory
dihipotalamus
Erosi
Penurunan peristaltik usus
Hipertermia
Komplikasi perforasi
dan perdarahan
usus
Konstipasi Peningkatan asam
lambung

Anoreksia mual muntah

Defisit Nutrisi Intake tidak adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Andra, Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).


Yogyakarta: Nuha Medika

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba


Medika

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawtan Bayi dan Anak (Untuk Perawatan dan
Anak). Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC, jakarta.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta

Widagdo. 2011. Masalah & TataLaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Jakarta:
CV Sagung Seto

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai