Anda di halaman 1dari 15

PAPER

ASUHAN KEPERAWATAN TYPOID FIVER

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 1

Dosen Pengampu: Eko Dian Hadi Suprayitno S.Kep, Ns

Disusun Oleh:

KELOMPOK 12

Selfie Nofita Sari 10220069

Septia Eris Giani 10220070

Shafira Berlise Anistya 10220071

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2022
1.1 Definisi Typoid Fiver (demam tifoid)
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh S.typhi
bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella dan tidak membentuk spora.
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia maupun daerah
tropis dan subtropis di seluruh dunia. Meskipun demam tifoid menyerang semua usia, namun
golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun gejala klinis demam tifoid
disebut Trias Typhoid. Yaitu demam tinggi berkepanjangan selama 7 hari, gangguan sistem
pencernaan dan gangguan kesadaran.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian lebih tinggi pada daerah
tropis dibandingkan daerah bersuhu dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah
penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam tifoid juga
dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid Fever atau Entericfever.
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan abdomen tidak nyaman berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala-gejala
perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan
oleh kuman Salmonella Typhi, S.ParatyphiA, S.Paratyphi B dan S.Paratyphi C. Jika
penyebabnya adalah S.Paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan
oleh S typhi.
1.2 Etiologi Typoid Fiver (demam tifoid)

Gambar 1 Bakteri S.typhi


Demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman S Typhosa atau Eberthella Typhosa yang
merupakan kuman gram negatif, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, dan fakultatif
anaerob. Kuman ini dapat hidup baik pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit
lebih rendah, serta mati pada suhu 630C-700C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini,
diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. S.Typhi mempunyai 3 macam
antigen, yaitu :
1. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatik (tidak menyebar).
2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
3. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan
tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. S.typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. Menurut
nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan berdasarkan keterkaitan DNA-nya, sehingga
sekarang hanya terdapat dua spesies Salmonella yaitu Salmonella bongori dan Salmonella
enterica. Nama semula S.typhi menjadi S.enterica serovar Typhi yang disingkat menjadi
S.typhi. Salmonella yang menyerang manusia disebut sebagai strain dalam subspecies 1 dan
S.enterica. S.enterica mempunyai 2000 serovar atau strain dan hanya sekitar 200 yang
berhasil terdeteksi di Amerika Serikat. Dari sekian banyak Salmonella strain, Salmonella
enterica serovar entiritidis (S.entiritidis) adalah strain yang paling banyak ditemukan.

1.3 Manifestasi Klinis


Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-
20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui
minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, seperti:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, dan
menurun pada pagi hari kemudian meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bitnik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan
pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid. Demam akan
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti (Lestari
Titik, 2016).
1.4 Komplikasi
Menurut Wijaya – Putri (2013), komplikasi demam thypoid dapat dibagi dalam 2 bagian
yaitu :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi intravaskuler
diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : Pneumonia, Emplema, dan Pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: Hepatitis dan Kolelitasis.
5) Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis.
6) Komplikasi tulang : Osteomielitis, Periostitis, Spondilitis, dan Arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer,
sindrom gullain barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
1.5 Patofisiologi & WOC Typoid Fiver (demam tifoid)
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh
asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian
berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina
propia.
Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag
kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening
mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk
kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi
darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda
penyakit infeksi sistemik.

Gambar 2 WOC Typoid Fiver


Sumber: Slide Serve
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1.6.1 Pemeriksaan Pembiakan
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil biakan dari darah, sumsum tulang, fese
dan uri. Spesimen darah diambil pada minggu ke-1 saat tengah demam tinggi. spesimen
feses dan urin diambil pada minggu ke 2 dan minggu selanjutnya. Pembiakan
memerlukan waktu kurang lebih 5-7 hari. Apabila hasil pemeriksaan biakan didapatkan
“Basil salmonellatumbuh” maka penderita dapat dipastikan mengidap demam tifoid.
Spesimen darah dari sumsum tulang memiliki sensitifitas yang lebih tinggi.
1.6.2 Pemeriksaan Serologis Widal
Pemeriksaan serologi widal merupakan pemeriksaan yang memanfaatkan reaksi antara
antigen (suspensi salmonella yang dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi
kedalam darah manusia.
1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan demam teroid yaitu dengan melakukan Isolasi pasien, desinfeksi pakaian.
Dengan perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia dan lain-lain. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh berdiri
kemudian berjalan diruangan. Tidak hanya itu, penderita juga harus memenuhi kebutuhan
tubuhnya dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan
cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan
makanan biasa.
Namun, penatalaksanaan utama demam tifoid adalah dengan terapi antibiotika sesuai
sensitivitas bakteri yang menginfeksi pada tiap-tiap daerah endemik. Demam tifoid dengan
kasus ringan dapat dilakukan rawat jalan di rumah dengan pemberian antibiotik oral dan
antipiretik. Pasien dengan tanda komplikasi dan gejala klinis signifikan seperti vomitus
dengan tanda dehidrasi, diare berat, disentri dan tanda kegawatan abdomen harus dirawat
inap.
Perlu diketahui bahwa, pemberian antibiotik anak dengan orang dewasa berbeda. Pada
pasien anak, saat ini pilihan terapi demam tifoid yang umum digunakan
adalah chloramphenicol peroral selama 10-14 hari dengan dosis untuk anak berusia 1-12
tahun : 100 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi sedangkan anak berusia ≥ 13 tahun, dosisnya
adalah 3 gram/ hari dalam 3 dosis terbagi.

Tetapi berdasarkan studi, penggunaan sefalosporin generasi ketiga dapat menjadi alternatif
pilihan terapi karena studi menunjukkan bahwa penggunaan sefalosporin generasi ketiga
seperti cefriaxone dengan dosis 75 mg/kg sehari sekali terbukti lebih efektif sebagai terapi
demam tifoid dibanding kloramfenikol pada anak.

1.8 Kasus
Di ruang IGD RS Melati terdapat pasien An. Putri, umur 2 tahun, sang ibu mengatakan
pasien mengalami panas turun pada siang hari dan panas kembali naik pada sore hari, mual
muntah serta BAB 5-6x sehari. Kemudian ibu pasien meminumkan obat Paracetamol 3x/hari,
namun sudah 4 hari panas pasien tidak teratasi dan tetap naik turun dan ibu pasien juga
mengatakan anaknya semakin lemas. Di IGD di dapatkan data: Keadaan umum: lemas ,
GCS: E4V5M6, membran mukosa bibir kering, N:128x/menit, RR:26x/menit, Suhu:
38,9ºC,BB:10Kg.
1.9 Asuhan Keperawatan
1.9.1 Pengkajian secara umum
A. Identitas Pasien
Nama : An. Putri
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tempel, Banyuanyar
Agama : Islam
Pendidikan :-
B. Penanggung Jawab
Nama : Ibu Jaenab
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tempel, Banyuanyar
Hubungan dengan pasien : Ibu pasien
C. Catatan Masuk Rumah Sakit
Tanggal Masuk : 15-03-2022
Jam Masuk : 07.30 WIB
Tanggal pengkajian : 15-03-2022
Jam pengkajian : 08.30 WIB
No CM : 02xxxx
Bangsal : Anggrek
Diagnosa Masuk : Demam Tifoid
D. Pemeriksaan Fisik

1. Kulit dan kuku


a. Inspeksi : warna kulit putih pesebaran kulit merata, tidak ada luka maupun
lesi, kuku pendek dan bersih,.
b. Palpasi :akral hangat, turgor kulit kembali < 2 detik
2. Kepala
a. Inspeksi : bentuk kepala normal, rambut ikal berwarna hitam, persebaran
rambut merata, kondisi kepala bersih, tidak ada lessi atau massa, tidak
ada ketombe
b. Palpasi :tidak terkaji
3. Mata
a. Inspeksi : mata simetris kanan dan kiri, penyebaran bulu mata merata,
penyebaran alis merata, konjungtiva merah muda, pupil isokor kanan dan
kiri(+/+), sclera putih susu, mata tidak cowong.
b. Palpasi : bola mata teraba kenyal dan tidak ada nyeri tekan.
4. Telinga
a. Inspeksi : telinga simetris kanan dan kiri, warna seperti sekitar, tidak ada
massa, tidak ada serumen, tidak ada pendarahan, telinga nampak bersih
b. Palpasi : nyeri tekan pada telinga.
5. Hidung
a. Inspeksi : hidung simetris, tidak ada pendarahan, tidak ada luka atau
lessi, tidak tampak pernafasan cuping hidung, terdapat secret, tidak ada
polip.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan/
6. Mulut
a. Inspeksi : terdapat jumlah gigi 9, tidak ada karies pada gigi, tidak ada
peradangan pada gusi, gusi berwarn merah, lidah kotor, mukosa bibir
kering dan pucat, tidak ada nyeri telan anak hanya bisa berbicara dan
menangis.
7. Leher
a. Inspeksi : tongsil tidak ada pembesaran (T1) , tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
b. Palpasi : kelenjar thyroid tidak teraba pembesaran, tidak teraba
pembesaran pada kelenjar limfe.
8. Abdomen
a. Inspeksi : warna kulit normal, tida ada bekas luka, bentuk perut supel.
b. Auskultasi : bising usus 11 x / menit
c. Palpasi : tidak ada hepatomegali, tidak ada nyeritekan ,
d. Perkusi : terdengar timpani pada semua kuadran.
9. Ekstermitas
a. Inspeksi : simetris antara ekstermitas kanan dan kiri, tidak ada benjolan
atau bekas luka, terpasang infuse C1:4 pada tangan kanan.
b. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat oedema, akral hangat.

10. Kekuatan otot


a. Integumen : turgor kulit < 2 detik, akral hangat, CRT kembali< 2 detik.
tidak ada lesi atau pun luka.
E. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya panas naik turun selama 4 hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan pada tanggal 12 Maret 2022 pasien mengalami panas
turun pada siang hari dan panas kembali naik pada sore. Kemudian ibu klien
meminumkan obat Paracetamol 3x/hari, namun 4 hari panas klien tidak
teratasi dan tetap naik turun.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu mengatakan anak pernah masuk rumah sakit pada usia 8 bulan tahun
dengan penyakit diare.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit HT,
penyakit menurun seperti DM.
1.9.2 Analisa data
A. DS:
1. Ibu pasien mengatakan anaknya naik turun selama 4 hari.
2. Ibu mengatakan anaknya mual muntah
3. Ibu pasien mengatakan anaknya BAB 5-6X sehari
4. Ibu pasien mengatakan anaknya semakin lemas
B. DO:
1. BB:10kg
2. Ttv → :128x/menit, RR:26x/menit, Suhu: 38,9ºC
3. Pasien tampak lemas
4. GCS: E4V5M6
5. Membran mukosa bibir kering
1.9.3 Prioritas diagnosa
a. Hipertermi b.d peningkatan suhu tubuh
b. Diare b.d proses infeksi
c. Ketidakseimbangan elektrolit d.d ketidakseimbangan cairan (dehidrasi).
1.9.4 Rencana Keperawatan
A. Intervensi

No. Dx Kep Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
1. (D.0130) (L.14134) (I.15506)
Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis.
peningkatan intervensi selama 3 jam, dehidrasi terpapar lingkungan panas
suhu tubuh maka Termoregulasi penggunaan inkubator).
membaik dengan R/ : Untuk menentukan intervensi
Kriteria Hasil : keperawatan yang akan diberikan dengan
1) Suhu tubuh 5 tepat.
2) Suhu kulit 5 2. Monitor suhu tubuh.
3) Tekanan darah 5 R/ : Memantau terjadinya peningkatan dan
5) Takipnea 1 penurunan suhu.
6) Pucat 1 3. Pemberian kompres air hangat.
R/ : Kompres air hangat dapat membantu
menurunkan demam.
Menurut peneliti Fadli dan Akmal Hasan
(2018), dengan hasil bahwa kompres air
hangat berpengaruh karena pembuluh tepi di
kulit melebar dan mengalami vasodilatasi
sehingga pori-pori kulit akan membuka dan
mempermudah pengeluaran panas dari dalam
tubuh, sehingga terjadi penurunan suhu
tubuh.
https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JIKP/
article/download/32/22/
4. Anjurkan tirah baring.
R/ : Mengistirahatkan pasien dari berbagai
aktivitas untuk mempercepat kesembuhan.
Tirah baring (bed rest) dilakukan pada pasien
yang membutuhkan perawatan akibat sebuah
penyakit atau kondisi tertentu dan merupakan
upaya mengurangi aktivitas yang membuat
kondisi pasien menjadi lebih buruk.
Petunjuk dari dokter akan diberikan berupa
apa saja yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan selama bed rest. Semua itu
tergantung pada penyakit yang diderita
pasien. Ada yang hanya diminta untuk
mengurangi aktivitas, ada yang memang
benar-benar harus beristirahat di tempat tidur
dan tidak boleh melakukan aktivitas apapun
(Kusumastuti,2017). Tirah baring (bed rest)
direkomendasikan bagi pasien demam tifoid
untuk mencegah komplikasi perforasi usus
atau perdarahan usus. Mobilisasi harus
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien (Sakinah dan
Indria, 2016).
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/
view/17445/pdf
5. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu.
R/ : Memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh dan mencegah
dehidrasi.
2. (D.0020) (L.04033) (I.03101)
Diare b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi
proses infeksi intervensi selama 3 jam, gastrointestinal, iritasi gastrointestinal).
maka Eliminasi Fekal R/ : Untuk menentukan intervensi
membaik dengan keperawatan dan pengobatan yang akan
Kriteria Hasil : diberikan dengan tepat
1) Frekuensi defekasi 5 2. Monitor warna, volume, frekwensi, dan
2) Kontrol pengeluaran konsistensi tinja.
feses 5 R/ : Memantau dan menentukan intervensi
3) Konsistensi feses 5 selanjutnya.
3. Monitor keamanan penyiapan makanan.
R/ : Menjaga kebersihan makanan dari
kuman terutama bakteri Salmonella thyphi.
Penyakit ini menular melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi kuman tifoid.
Penularan penyakit tifoid terutama dilakukan
oleh lalat dan kecoak. Penularan tifoid dapat
terjadi melalui konsumsi makanan dari luar,
apabila makanan atau minuman yang
dikonsumsi kurang bersih. Penularan dapat
terjadi melalui mulut, masuk kedalam tubuh
melalui makanan atau minuman yang
tercemar, masuk ke dalam lambung, ke
kelenjar limfioid usus kecil, kemudian masuk
ke dalam peredaran darah. Masa inkubasi
penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari.
https://journal.stikespemkabjombang.ac.id/in
dex.php/jm/article/download/425/342/993
4. Berikan cairan intravena.
R/ : Memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh dan mencegah
dehidrasi.
Secara fisiologis, bakteri salmonella typhi
yang masuk ke dalam usus dan berkembang
biak dapat meningkatkan gerak peristaltik
usus tersebut. Usus kemudian akan
kehilangan cairan dan elektrolit kemudian
terjadi dehidrasi. Dehidrasi merupakan
komplikasi yang sering terjadi jika cairan
yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan
yang masuk, dan cairan yang keluar disertai
elektrolit (Wijaya & Putri, 2014).
https://journal.akpersawerigading.ac.id/index
.php/lontara/article/view/33/21
5. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit.
R/ : Memberikan diagnosis pada kondisi
tubuh dan memantau keseimbangan elektrolit
dalam tubuh.
6. Ambil sampel feses untuk kultur, jika
perlu.
R/ : Mendeteksi penyakit atau gangguan pada
sistem pencernaan.
7. Anjurkan menghindari makanan,
pembentuk gas, pedas, dan mengandung
laktosa
R/ : Mencegah diare semakin parah dan
mempercepat kesembuhan
Diare yang disebabkan oleh kesalahan
mengkonsumsi makanan/minuman
dipersepsikan sebagai kesalahan dalam
memberikan jenis makanan/minuman seperti
memberikan makanan padat, pedas, atau
terlalu asam. Nielsen et al. (2001)
menyebutkan jenis makanan atau kombinasi
makanan tertentu memiliki pengaruh buruk
pada lambung anak sehingga menyebabkan
diare. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
diare pada balita akibat intoleransi laktosa
harus mendapat perhatian khusus karena
penyebab diare yang cukup sering terjadi.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/
view/6322/5206
8. Kolaborasi pemberian obat oralit.
R/ : Menggantikan elektrolit tubuh yang
hilang sehingga dapat mencegah dehidrasi.
Dari penelitian Puji Indriyani dan Yuniar
Deddy Kurniawan didapatkan hasil bahwa
rata-rata lama perawatan yang paling singkat
adalah pada kelompok oralit dengan lama
perawatan 2,67 hari dengan standar deviasi
1,175 dan pada kelompok kontrol dengan
pemberian cairan infus langsung
menunjukkan lama perawatan lebih lama
yaitu rerata perawatan 3,67 hari dengan
standar deviasi 1,496. Pemberian Oralit 200
juga memberikan pengaruh terhadap
konsistensi feses dan penurunan frekuensi
buang air besar pada bayi dengan diare akut
dehidrasi ringan-sedang.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/
psn12012010/article/viewFile/2878/2796
3. (D.0037) (L.03021) (I.03098)
Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi,
ngan elektrolit intervensi selama 3 jam, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
d.d maka Keseimbangan kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
ketidakseimba Elektrolit meningkat darah).
ngan cairan dengan Kriteria Hasil : R/ : Memantau status dehidrasi pasien dan
(dehidrasi) 1) Serum natrium 5 menentukan intervensi selanjutnya.
2) Serum kalium 5 2. Catat intake output dan hitung balans
3) Serum klorida 5 cairan dalam 24 jam.
4) Serum kalsium 5 R/ : Mengetahui dan memantau
keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
3. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
R/ : Menjaga keseimbangan elektrolit dalam
tubuh.
4. Berikan cairan intravena, bila perlu.
R/ : Memenuhi kebutuhan elektrolit di dalam
tubuh dan mencegah dehidrasi.
Secara fisiologis, bakteri salmonella typhi
yang masuk ke dalam usus dan berkembang
biak dapat meningkatkan gerak peristaltik
usus tersebut. Usus kemudian akan
kehilangan cairan dan elektrolit kemudian
terjadi dehidrasi. Dehidrasi merupakan
komplikasi yang sering terjadi jika cairan
yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan
yang masuk, dan cairan yang keluar disertai
elektrolit (Wijaya & Putri, 2014).
https://journal.akpersawerigading.ac.id/index
.php/lontara/article/view/33/21
DAFTAR PUSTAKA

Asih Supriyanti, Evri Sri H., Neneng Sulastri. (2018). Makalah Demam Typoid. Retrieved from
https://id.scribd.com/document/377532736/Makalah-Demam-Tifoid-New

Dinas Kesehata Kota Tegal. 2018. Demam thypoid. Retrieved from


https://dinkes.tegalkota.go.id/berita/detail/demam-thypoid

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia
nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang pedoman pengendalian demam tifoid.
Retrieved from https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/kmk3642006.pdf

Nurin, F.,(2021). Tipes (demam tifoid). Hellosehat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Retrieved from https://hellosehat.com/infeksi/tifus/tipes-demam-tifoid/

Saputri, O., & Herlina. (2020). Asuhan keperawatan pada an.M dengan demam tifoid sebuah
studi kasus. Buletin Kesehatan. Vol. 4, No. 1, 51-62. Retrieved from https://akper-
pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/download/16/44/

Simanjuntak, I.P.P,. (2020). Gambaran pemeriksaan tubex pada pasien demam typhoid. Karya
Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Retrieved from
http://ecampus.poltekkesmedan.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3362/
Irpan.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Setyowati. I. B., dkk. (2021). Manfaat pijat tuina untuk meningkatkan nafsu makan pada balita
diare. Semiar Nasional Penelitian dan Pengabdan Kepada Masyarakat (SNPPKM).
Purwokerto, Indonesia. Retrieved from
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/927/86

Gambar 2 Rerieved from https://www.slideserve.com/karis/asuhan-keperawatan-pada-klien-


dengan-typhoid

Anda mungkin juga menyukai