Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

DI SUSUN OLEH:
NAMA: RESTU RAMANDITA

NIM: 7420047

PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG 2021
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DEMAM THYPOID


1.1 Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016). Thypoid fever atau demam tifoid adalah
penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran.
(Wijayaningsih kartika sari, 2013).
1.2 Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41
derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).
1.3 Menifestasi Klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu:
(Lestari Titik, 2016)

a. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

b. Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perutkembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.

d. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,


akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori
relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

1.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari
usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan
gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan
ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).
1.5 Patway
1.6 Komplkasi
a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016).
1.7 . Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang typoid antara lain:

a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dai beberapa faktor :
1) Tehnik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi. Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan
demam typhoid juga terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari
simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggititernya makin besar klien
menderita typhoid.
6) Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada
akhir minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga
minggu ketiga.
7) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan
usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori rendah serat dan tinggi protein.
c. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering
digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat

2.2 Konsep dasar keperawatan demam thypoid

2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Pengumpulan
data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan
masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).

Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:

a. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.


b. Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi). Pada
kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten,
dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ke tiga. Umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada
anak besar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan warna
rambut.
2) Wajah
Melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata
Terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil mengecil
ketika terkena sinar.
4) Mulut
Terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
5) Leher
Tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi, atau
mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe
Membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas
Pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen
Akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam).
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine
dan feses.
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan
yang progresif (Nursalam Susianingrum, Rekawati Utami, Sri, 2008).

2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010)

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
5. Konstipasi berhubungan dengan ketidak cukupan asupan cairan.
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
2.3 Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN


1 DS: pasien mengatakan badan terasa Proses infeksi Hipertermia berhubungan dengan proses
panas penyakit.
DO:
- suhu tubuh diatas nilai normal
- kelit merah
- takikardi
- takipnue
- kulit teraba hangat
- kejang
2 DS:mengeluh nyeri Agen pencedera fisiologis Nyeri akut berhubungan dengan agen
DO pencedera fisiologis.
- Tampak meringis
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
3 DS:px mengatakan mual, merasa ingin Iritasi lambung Nausea berhubungan dengan iritasi
muntah, lambung
DO
- Saliva meningkat
- Pucat
- Diaforesis
- Takikardia
2.4 Intervesi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN SLKI SIKI


KEPERAWATAN
1 Hipertermia b.d Setelah L.14143 I.14578
penyakit d.d dilakukan Kriteria hasil : OBSERVASI
intervensi 1. Suhu tubuh membaik 1. Observasi suhu tiap 2 jam, jika perlu
selama 2x24 2.Suhu kulit membaik 2. Monitor tekanan darah, frekuensi nafas dan nadi
jam maka 3.Tekanan darah membaik 3. Monitor warna dan suhu kulit
status 4.Takikardi menurun 4. Monitor dan dantan tanda dan gejala hipertermia
termoregulasi 5.menggigil menurun TERAPUTIK
membaik 6.Bradikardi menurun 5. Tingkatkan asupan dan nutrisi adekuat
7.Ventilasi membaik 6. Berikan kompres
EDUKASI
7. Ajarkan keluarga cara kompres yang benar
KOLABORASI
8. Kolaborasi dalam pemberian anripiretik
2 Nyeri akut Setelah L.08066 i.08238
berhubungan dilakukan Kriteria hasil: OBSERVASI
dengan agen intervensi 1. Keluhan nyeri menurun 1. identifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri
pencedera selama 3 x 24 2. skala nyeri menurun 2. monitor tanda tanda vital
fisiologis. jam maka 3. meringis menurun 3. identifikasi skala nyeri
diharapkan tingkat 4. gelisah menurun 4. identifikasi faktor memperberat dan memperingan nyeri
nyeri menurun 5. frekuensi nadi membaik TERAPUTIK
6. pola nafas membaik 5. ajarkan teknik relaksasi
7. tekanan darah membaik 6. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
EDUKASI
9. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
10. Jelaskan stategi meredakan nyeri
KOLABORASI
11. Kolaborasi dalam pe,mberian analgesik
3 Nausea Setelah L.08065 i.03117
berhubungan dilakukan Kriteria Hasil: OBSERVASI
dengan iritasi intervensi 1. Keluhan mual menurun 1. Identifikasi pengalaman mual
lambung selama 3 x 24 2. Perasaan ingin muntah 2. Identifikasi penyebab mual
jam status tingkat menurun 3. Monitor mual
nausea menurun 3. Pucat membaik 4. Monitor asupan nutrisi dan kalori
4. Daforesis menurun EDUKASI
5. Jumlah saliva menurun 5. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
6. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
EDUKASI
7. Anjurkan istirahat dan tisur yang cukup
8. Anjurkan sering membersihkan mulut
9. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual
KOLABORASI
10. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
2.5 IMPLEMENTASI

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan,


imlementasi keparawatan memiliki lima tahap yaitu mengkaji kembali klien, menentukan
kebutuhan perawat terhadap bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan,
melakukan supervise yang didelegasikan, dan mendokumentasikan tindakan keperawatan.
2.6 Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menentukan apakah intervensi keperawatan yang
diberikan perawat kepada klien telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari intervensi keperawatan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan Kejadian


Demam Tyfoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 8 No. 1.

Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien


Penderita Demam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota
Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.
Cahyaningsih, Sulistyo Dwi. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta : Tim.

Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:


Tim.
Kallo, dkk. (2015). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam
Typoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal Keperawatan (eKp)
Volume 3. Nomor 2.

Manjsoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: EGC. Ngastiyah.
2005. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC. Widodo Joko. 2009. Buku Ajar
Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2011.
Demam Typhoid di Jawa Tengah. Diunduh dari http://www. Profil Kesehatan Jawa
Tengah.go.id/dokumen/profil 2011/htn.

Purba, dkk. (2016). Program Pengendalian Demam Tipoid di indonesia: tantangan


dan Peluang. Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2.
Rijai, dkk. (2016). Karakteristik dan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam
Typoid Di Beberapa Rumah sakit Di Samarinda Periode 2015.

Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika. Sudoyo. 2009. Buku
Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising. Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar
Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai