RSUD ARJAWINANGUN
Disusun oleh :
A. Definisi DHF
Demam Typhoid (tifus abdominalis, enteric fever) merupakan
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan Demam
Typhoid ini disebabkan oleh bakteri salmonella typhy. Penyakit ini
ditularkan melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh tinja dan urin orang yang terinfeksi. (Astuti, 2013).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia /endokardial dan juga invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan juga dapat menular pada orang lain melalui makanan
/air yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari
satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran.
Demam thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Lestari Titik,
2016).
B. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonellaparathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalamair, sampah
dandebu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600
selama 15- 20 menit. Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen
O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin O dan juga H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makinbesar
pasien menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)
C. Manifestasi Klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang
dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi
melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari
Titik, 2016).
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat
ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,
akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada
minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil
dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
D. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000
basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus
selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembanbiak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar
getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo
endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi
portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak
dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua
yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental
koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar
plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses
patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel
endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan
neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri,
di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak
peyeripada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks
(jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari
Titik, 2016).
E. Pathway
PG E2
Membentuk & melepaskan zat Mengaktifkan system
Hipothalamus
C3a, C5a komplemen
Resiko Perdarahan
perdarahan
Ketidakefektifan Penekanan intra Mual, muntah
pola napas abdomen
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) Pemeriksaan penunjang pada anak
dengan dengan typoid antara lain:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannyaleukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai
beberapa faktor :
1) Tehnik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi
terdapat dalam serum klien dengan demam typhoid juga terdapat
pada orang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada
uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella typhi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O
(berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H
(berasal dari flagel kuman
c) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI
(berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif
pada akhir minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu
kedua hingga minggu ketiga.
5. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
1) Observasi kesehatan
2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam
kurang lebih 14 hari. Hal ini untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus
3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien
4) Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus
5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadangkadang terjadi konstipasi dan diare
6) Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur sarig
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari
7) Pola hidup bersih dan sehat
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
b. Menjaga kebersihan lingkungan rumah
2. Medis
1) Antibiotic (membunuhkuman):
a. Klorampenicol
b. Amoxilin
c. Kotrimoxasol
d. Ceftriaxon
e. Cefixim
2) Antipiretik (menurunkan panas) ; Paracetamol.
H. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius
paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan
kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia.
(Lestari Titik, 2016).
I. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri,
2010).
Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa keperawatan yang
muncul yaitu :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi.
4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan.
5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan
yang asing, prosedur-prosedur tindakan.
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
J. Intervensi
Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara lain
adalah:
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakrta: Pustaka Belajar
Tamsuri. Anas. (2006). Tanda–tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC
Anonimus. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-siswanto02-
5263-2-bab2.pdf.
Kykle T, Carman S. 2014. Keperawatan Pediatri. Praptiani W, Tiar E, Yuliani D,
Wildiarti D. (editor). EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Vol 2. Hal
467-481.
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC.
NANDA , NOC-NIC. Edisi ke 6. Editor bahasa Gloria M. Bulecheck, dkk:
elsevier.
Nuratif AH, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagniosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Media Action.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Setiawati, Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh dan
Kenyamanan pada Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah yang Mengalami
demam di Ruang Anak Rumah Sakit Muhammadiah Bandung Tahun 2009.
Skripsi, Universitas Indonesia Fakultas Keperawatan. 2009.
Setyowati, Lina. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang tua dengan Penaganan
Demam Pada anak Balita di Kmapung Bakalan Kdipiro Banjarsari Surakarta.
Skripsi. STIKES PKU Muhammdadiah Surakrta. 2013.
Sodikin. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Pustaka Belajar. Yogyakrta 2012.
Suryanto, Sukatmi, Jayanti TW. 2012. Efektivitas Bawang Merah
Terhadap Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Febris Usia 1-5
Tahun. Dosen Akper Pamenag-Pare, Perawat Magang Pamenag-Pare. No 6.
Hlm 63
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta:
Sagung Seto
Susilaningrum, R. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan anak untuk Perawat dan
Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Tamsuri. Anas. (2006). Tanda-tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC.
Wardiyah A, Setiawati, Rohayati U. 2016. Perbandingan Efektifitas Pembrian
Kompres Panas dan Tepid Sponge Terhadapa Penurunan Suhu Tubuh Anak
yang Mengalami Demam Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek
Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol 10. No 1. Hal 36-44.
Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama
orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama.
b. Keluhan utama
Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas >
37,5 °C, berkeringat, mual/muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas 37,5 °C,
gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil, mual/muntah,
berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi.
d. Riwayat kesehatan dulu
Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi penyakit
sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu penyakit
keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.
f. Riwayat imunisasi
g. Genogram
Petunjuk anggota keluarga klien.
h. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian imunisasi
pada anak.
i. Riwayat sosial
Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien
j. Kondisi lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya
dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan
gantungan baju di kamar)
k. Kebutuhan dasar
a) Makanan dan minuman
Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk
makan sehingga kekurang asupan nutrisi.
b) Pola tidur
Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien
merasa gelisah dan berkeringat.
c) Mandi
d) Eliminasi
Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga
bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.
l. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran
Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta
tinggi badan
b) Tanda – tanda vital
Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x/menit
c) Head to toe
1) Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.
3) Mata
Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.
4) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau
tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien
akan kering dan pucat.
5) Thorak dan abdomen
Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri
dan ada peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi
3-5 x/menit.
6) Sistem respirasi
Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
7) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat
8) Sistem muskuloskeletal
Terjadi gangguan apa tidak.
9) Sistem pernafasan
Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan
nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma.
m. Pemeriksaan tingkat perkembangan
- Kemandirian dan bergaul
Aktivitas sosial klien
- Motorik halus
Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar
dan berlatih. Misalnya : memindahkan benda dari tangn satu ke
yang lain, mencoret – coret, menggunting
- Motorik kasar
Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian
besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh
kematangan fisik anak contohnya kemampuan duduk,
menendang, berlari, naik turun tangga (Lerner & Hultsch. 1983)
- Kognitif dan bahasa
Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.
n. Data penunjang
Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan
biasanya leokosit nya > 10.000 (meningkat), sedangkan Hb, Ht
menurun.
o. Data pengobatan
Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi suhu tubuh
klien, seperti ibuprofen, paracetamol.