DISUSUN OLEH :
SRI DEVY S.Kep
NIM: 2022032056
CI LAHAN CI INSTITUSI
1. Definisi
Demam typhoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis
yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan demam
paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari
demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari bahasa Yunani
yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi
pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit
demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan
kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus
Abdominalis. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai
kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi
kulit. Demam tifoid (termasuk paratifoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi,
2
2. Epidemiologi
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962
mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan
wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib
lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya
tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan salmonella thypi yaitu pasien
dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut
mengekskresi 109 sampai 1011 kuman pergram tinja (Budion, Setiadi 2019).
Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang
tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah
nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekskresi salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu
Kuman-kuman salmonella thypi berada didalam batu empedu atau dalam dinding
kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun (Budiono,
Setiadi 2018).
3
3. Etiologi
4
4. Patofisiologi
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung.
Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan
lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang
typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi
retikuloendotia.
pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan setempat Salmonella typhi berkembang biak. Demam pada tifoid
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Admin, 2018).
5. Pathway
5
Masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna
Proses penyakit
Thypus Abdominalis
MK: Kurang pengetahuan
Masuk ke lambung Toksemia Usus halus
MK: Cemas
Salmonella dimusnakan Ductus Thoracicus Salmonella bersarang
oleh asam lambung di jaringan limfoid
Masuk kehati plaque payeri
Penurunan /peningkatan
Peristaltik usus
MK: Konstipasi/Diare
6
6. Klasifikasi
Menurut WHO dalam Hasta, (2020) terdapat 3 macam klasifikasi pada
demam thypoid dengan perbedaan gejala klinik
a. Demam thypoid akut non komplikasi Adanya demam yang berkepanjangan pada
demam thypoid akut terjadi konstipasi pada penderita dewasa, diare pada anak-
anak. Anoreksia, Malaise, serta nyeri kepala atau sakit kepala.
b. Demam thypoid dengan komplikasi Demam thypoid akan menjadi komplikasi
yang parah tergantung pada kualitas dalam pengobatan yang diberikan kepada
penderita, komplikasi yang terjadi biasanya seperti perforasi, usus, melena dan
peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier Penderita demam thypoid dengan keadaan karier terjadi pada 1- 5
% tergantung pada umur pasien, yang bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella
typhi di feses.
7. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul
sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga
di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi
dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas
dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas
7
(kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: pasien tampak lemas, Kesadaran: compos mentis, Tanda vital:
suhu tubuh tinggi >37,5°C, nadi dan frekuensi nafas menjadi lebih cepat, Mulut:
terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering, lidah kotor/putih dengan
kembung, bisa terjadi konstipasi, diare, atau normal, Hati dan limfa: dapat
b. Pemeriksaan kepala Inspeksi: pada pasien demam tifoid umumnya bentuk kepala
normal cephalik, rambut tampak kotor dan kusam. Palpasi: pada pasien demam
tifoid dengan hipertermia umumnya terdapat nyeri kepala, Mata, Inspeksi: pada
pasien demam tifoid dengan serangan berulang umumnya pupil tampak isokor,
reflek pupil positif, konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak, Palpasi:
umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting. Hidung, Inspeksi: pada pasien
demam tifoid umumnya lubang hidung simetris, ada tidaknya produksi secret,
adanya pendarahan atau tidak, ada tidaknya gangguan penciuman, Palpasi: ada
tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan, Telinga, Inspeksi: pada pasien demam
pasien demam tifoid umumnya tidak terdapat nyeri tekan pada daerah tragus.
c. Kulit dan kuku, Inspeksi: pada pasien demam tifoid umumnya muka tampak
pucat, kulit kemerahan, kering, dan turgor kulit menurun, Palpasi: pada pasien
8
demam tifoid umumnya turgor kulit kembali >2 detik karena kekurangan cairan
dan Capillary Refill Time (CRT) Kembali <2 detik. 12) Leher, Inspeksi: pada
pasien demam tifoid umumnya kaku kuduk jarang terjadi, lihat kebersihan kulit
sekitar leher, Palpasi: ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya
d. Thorax (dada) dan paru-paru, Inspeksi: tampak atau tidak penggunaan otot bantu
sesak nafas., Perkusi : terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2
sinistra, Palpasi : taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil fremitus teraba
lemah, Auskultasi : pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga terdapat
bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan peningkatan produksi
secret, kemampuan batuk yang menurun pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran.
tidak pada ekstremitas atas dan bawah. Pasien demam tifoid umumnya, akral
f. Genetalia dan anus, Inspeksi: bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak,
terdapat pendarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada pasien demam
tifoid umumnya tidak terdapat hemoroid atau peradangan pada genetalia kecuali
pasien yang mengalami komplikasi penyakit lain, Palpasi: terdapat nyeri tekanan
atau tidak. Pada pasien demam tifoid umumnya, tidak terdapat nyeri kecuali
9
9. Pemeriksaan Penunjang
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi
jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas
2. Pemeriksaan urine
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus
dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
5. Pemeriksaan serologis
antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi
O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama
10
atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam tifoid.
10. DIAGNOSIS
aglutinin sekali periksa mencapai ≥ 1/200 atau terdapat kenaikan 4 kali pada titer
sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil negatif, maka hal tersebut
11. TERAPI
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu perawatan, diet dan
obat-obatan.
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7
hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus
11
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
2. Diet
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
3. Obat
a. Kloramfenikol
b. Thiamfenikol
c. Ko-trimoksazol
f.Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik:
12. Komplikasi
12
1. Komplikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular :
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah :
c. Komplikasi paru :
e. Komplikasi ginjal:
f. Komplikasi tulang :
g. Komplikasi neuropsikatrik:
sindrom katatonia.
13
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum
14
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dasar data atau data fokus pengkajian klien dengan demam thypoid antara lain:
1. Pengumpulan Data
a. Wawancara
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
dalam tubuh.
15
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang
dan lemah.
otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi
rongga mulut.
b) Pola eliminasi
16
d) Pola kenyamanan (nyeri)
foofobia.
17
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena
keadaan sakitnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
3) Sistem respirasi
4) Sistem kardiovaskuler
termasuk postural.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam. Kulit dan membran mukosa seperti turgor buruk, kering, lidah
18
pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
6) Sistem muskuloskeletal
7) Sistem gastrointestinal
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
8) Sistem abdomen
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
c. Pemeriksaan penunjang
2) Pemeriksaan urine
19
Didaparkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan
3) Pemeriksaan tinja
4) Pemeriksaan bakteriologis
5) Pemeriksaan serologis
6) Pemeriksaan radiologi
thypoid adalah
20
2. Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan Kehilangan banyak melalui
terbatas.
cairan buruk, diet rendah serat dan kurang latihan, inflamasi, iritasi.
C. Fokus Intervensi
berlangsung.
b. Intervensi:
21
1) Beri kompres hangat pada daerah dahi dan aksilla
pemasukan terbatas.
turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan
b. Intervensi:
penggantian cairan.
2) Observasi TTV.
22
Rasional: Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat
b) Anti diare.
c) Antiemetik
23
Rasional: Digunakan untuk mengontrol mual dan muntah pada
eksaserbasi akut.
d) Antipiretik
e) Elektrolit tambahan
a. Tujuan:
kembali normal.
b. Intervensi:
pencetus.
beratnya episode.
tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan
24
Rasional : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien.
a) Antikolinergik.
b) Steroid
c) Antasida
d) Antibiotik
Rasional : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau
4. Konstipasi berhubungan dengand masukan cairan buruk, diet rendah serat dan
25
a. Tujuan : Klien akan menampakkan/melaporkan kembali pola fungsi usus
yang normal.
b. Intervensi :
adanya komplikasi.
komplikasi.
intervensi.
oral diberikan.
perlahan/evakuasi feses.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status
26
a. Tujuan: Klien akan menunjukkan/menampakkan BB
malnutrisi.
b. Intervensi :
terapi.
2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.
makan.
27
8) Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis: cairan jernih
a) Preparat Besi.
b) Vitamin B12
c) Asam folat.
masukan /absorpsi.
nutrisi penting.
a. Tujuan:
28
2) Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat
dengan tepat.
b. Intervensi:
analgesik.
nyeri.
dan nonverbal.
menghilangnya nyeri.
aktifitas senggang.
29
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan
toleransi.
a. Analgesik
penyembuhan.
b. Antikolinergik
kolik.
c. Anodin supp.
a. Tujuan:
30
1) Klien akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan
menerimanya.
b. Intervensi:
31
5) Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilakum
perhatian.
penyembuhan/perbaikan.
7) Bantu klien belajar mekanisme koping baru mis: teknik mengatasi stress,
keterampilan organisasi.
penyakit.
istirahat.
a. Tujuan:
pengobatan.
32
2) Klien akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus
untuk menerimanya.
b. Intervensi:
penyebab.
dalam program.
33
Rasional: Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi
kulit/kerusakan, infeksi.
D. Evaluasi
2. Komplikasi minimal/dapat
dicegah.
berulangnya penyakit.
34
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. (2019). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan (Pendekatan Praktis) (3rd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
Sodikin. (2019). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastroentistinal dan
Heatoblie. Jakarta: EGC.
Widagdo. (2019). Masalah & Tata Laksana Penyakit Infeksi Penyakit Pada Anak,
Jakarta: CV Sagung Seto.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana sindrom
koroner akut. Pedoman Tatalaksan Sindr Koroner Akut. 2015;88.
Budiyono, Setiadi (2018). Anatomi Tubuh Manusia. Bekasi: CV Laskar Aksar
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2019. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba medika.
Burnner & Suddarth. Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah. EGC
Nursalam, 2018. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4., Jakarta: Salemba
Medika.
35