Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid adalah penyakit demam akut dan sering kali mengancam jiwa

yang ditularkan melalui rute fecal-oral oleh bakteri Salmonella enterica serotipe

typhi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi bakteri Salmonella thypi. Penyebaran penyakit ini sangat berkaitan erat

dengan kepadatan penduduk, kebersihan pribadi, sanitasi lingkungan yang kurang

baik, dan kurangnya fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau oleh sabagian besar

masyarakat (Alba S, 2016).

Demam Typoid menjadi masalah kesehatan yang umumnya terjadi di Negara

yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air

bersih yang dapat diminum. Kebanyakan penyebaran penyakit demam typoid ini

tertular pada manusia di daerah-daerah berkembang, ini dikarenakan pelayanan

kesehatan yang belum baik, hygiene personal yang buruk.

Di Indonesia, demam typoid masih tetap merupakan masalah kesehatan

masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini

tampaknya belum memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun

2000 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam typoid dan lebih dari 216 ribu

diantaranya meninggal . Di Indonesia selama tahun 2006, demam typoid dan demam

paratypoid merupakan penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan Demam

Berdarah Dengue.

1
Kejadian demam typoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita

di Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari

presentase tersebut, jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam

typoid. Demam typoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi

biasanya menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam typoid

merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan

penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan,

kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan

anak.

Demam typoid adalah penyakit sistemik  yang akut yang mempunyai

karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih

kurang 3 mingguyang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi

kulit. Demam typoid(termasuk para-typoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi,

S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi,

gejalanya lebihringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian demam typoid?

2.    Apa saja penyebab demam typoid?

3.    Bagaimana gejala dan tanda demam typoid?

4.    Bagaimana patogenesis demam typoid?

5.    Bagaimana manifestasi klinis dari demam typoid?

6.    Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita demam typoid?

7.    Bagaimana diagnosis yang dilakukan untuk penderita demam typoid?

8.    Bagaimana penanganan atau pencegahan demam typoid?

9.    Bagaimana pengobatan demam typoid?

2
C. Tujuan Penulisan

1.   Tujuan umum

Tujuan umum dari makalah ini yaitu menggambarkan proses Asuhan

Keperawatan pada pasien dengan demam typoid.

2. Tujuan khusus

a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan demam typoid.

b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan demam typoid.

c. Dapat merumuskan Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.

d. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.

e. Dapat melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien dengan demam typoid.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DEMAM TYPOID

1. Pengertian

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella

enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga

dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid

termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik

adalah demam tifoid (Linson, 2012).

Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat

menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015).

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,

anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya

(Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu

dan terdapat gangguan kesadaran (Suryadi, 2001).

2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A. B dan C.

Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan

pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih

terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

4
3. Tanda dan Gejala

a. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,

sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.

b. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak

enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.

c. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris

remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat

lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam

keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali

pada akhir minggu ketiga.

d. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap,

bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya kemerahan.

e. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam

yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali penyakitnya

berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

f. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada

minggu pertama demam.

5
4. Patofisiologi

Kuman Salmonella typhi, Salmonela paratyphi


Masuk ke saluran cerna

Sebagian masuk usus halus

Sebagian dimusnahkan asam lambung Di ileum terminalis membentuk


Limfoid plaque peyeri

Peningkatan asam lambung Sebagian hidup dan menetap Sebagian menembus lamina propia

Mual, muntah Perdarahan Masuk aliran limfe

Intake kurang Perforasi Masuk dalam kelenjar limfe mesentrial

Gangguan nutrisi kurang PERITONITIS Menembus dan masuk aliran darah


Dari kebutuhan tubuh

Nyeri tekan Masuk dan bersarang dihati


Dan limpa

Gangguan rasa nyaman : Hepatomegali, Splenomegali


Nyeri

Infeksi Salmonella typhi, Parathypi,


Endotoksin

Dilepasnya zat pathogen oleh leukosit


Pada jaringan yang meradang

DEMAM TYPOID

Hipertermi

6
5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paraliti

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,

trombosis, tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia

hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis

perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6.    Test Diagnostik

       a.   Pemeriksaan darah

1) Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)

Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada

minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dalam

waktu yang lama.

b. Pemeriksaan widal

Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis

thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu

7
masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk

kultur dan widal).

c. Pemeriksaan sumsum tulang belakang

Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum

Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.

7. Penatalaksanaan

a. Perawataan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila

ada komplikasi perdarahan.

b. Diet

1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7

hari.

c. Obat-obatan

1) Kloramfenikol

Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral

atau intravena, sampai 7 hari bebas panas

2) Tiamfenikol.

Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

8
3) Kortimoksazol.

Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg

trimetoprim)

4) Ampisilin dan amoksilin.

Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5) Sefalosporin Generasi Ketiga.

Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus

sekali sehari, selama 3-5 hari

6) Golongan Fluorokuinolon

a) Norfloksasin                    : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

b) Siprofloksasin                  : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

c) Ofloksasin                       : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

d) Pefloksasin                      : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

e) Fleroksasin                      : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu

seperti: Typoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah

terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain

kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien, nama, umur, pekerjaan.

b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang terbanyak

adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam thypoid

adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang kurang.

9
c. Keluhan utama

Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.

d. Riwayat penyakit sekarang

Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.

e. Riwayat penyakit dahulu

Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.

f. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga ada yang karier

g. Riwayat psiko social dan spiritual

Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi kecemasan.

h. Riwayat tumbuh kembang

Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek biasa

i. Activity Daily Life

1) Nutrisi : pada klien dengan demam typoid didapatkan rasa mual, muntah,

anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare.

3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah

baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.

4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur karena

adanya peningkatan suhu tubuh.

5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami gangguan

perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam personal hygiene seperti tidak

mencuci tangan sebelum makan dan jajan di sembarang tempat.

10
j. Pemeriksaan fisik

1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa pucat kadang di

dapat anemia ringan.

2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap. Terdapat

beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering dilatasi selaput tebal

dibagian ujung dan tepi lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.

3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada komplikasi. Pada

daerah perangsang ditemukan resiola spot.

4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan limpa, distensi

abdomen, bising usus meningkat.

5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.

2.      Diagnosa Keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman

salmonella thypi.

b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat, mual, muntah dan anoreksia.

c. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,

kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.

d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi

e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang pengetahuan tentang

penyakit dan kondisi anaknya

3. Intervensi Keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi

Salmonella Typhi.

11
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam, suhu tubuh

normal.

Kriteria hasil :

 TTV dalam batas normal

 TD : 80-120/60-80 mmhg

 N : 120-140 x/i (bayi), 100-120 (anak)

 S : 36,5-370C

 P : 30-60 x/i (bayi), 15-30 x/i (anak)

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda vital

R/ : Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan

menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya.

2) Beri kompres pada daerah dahi

R/ : Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi

dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas.

3) Anjurkan untuk banyak minum air putih

R/ : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu

diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

4) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotic

R/ : Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian

antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri.

b. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat, mual, muntah dan anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kekurangan

nutrisi tidak terjadi.

12
Kriteria hasil :

 Nafsu makan meningkat

 Tidak ada keluhan anoreksia, nausea

 Porsi makan dihabiskan

Intervensi :

1) Kaji kemampuan makan klien.

R/ : Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi

selanjutnya.

2) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ : Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah.

3) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein.

R/ : Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat.

4) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang

disukai.

R/ : Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang

dibutuhkan klien.

5) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang

mengandung gas/asam, pedas.

R/ : Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah

dan menurunkan asupan nutrisi.

6) Kolaborasi. Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi.

R/ : Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu

mual/muntah.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,

kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.

13
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, tidak terjadi

defisit volume cairan

Kriteria hasil :

 Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi

 Keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam

konsentrasi jumlah

Intervensi :

1) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan

turgor kulit.

R/ : Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan

atau efek dari kehilangan cairan.

2) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan

lemah.

R/ : Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan.

3) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan.

R/ : Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume

cairan tubuh.

4) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara

dekuat.

R/ : Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok.

5) Kolaborasi pemberian cairan intravena.

R/ : Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan

cairan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam typoid  menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di negara

yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air

bersih yang dapat diminum. Demam typoid adalah suatu  infeksi akut pada usus kecil

yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam typoid

cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana,

dan ditemukan hamper sepanjang tahun.

Demam typoid merupakan penyakit  yang penyebaran penyakitnya melalui

media tertentu dari distribusi global, gejala yang paling umum yaitu sakit kepala, sakit

pada bagian abdomen, diare dan demam tinggi.

Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering

pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting

melakukan pengenalan dini demam typoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam

yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.

B. Saran

Dari uraian makalah yang telah disajikan maka penulis dapat memberikan

saran untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus

higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam typoid.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2007), Defenisi Typhoid Abdominalis, (online) (http://www.laboratorium  klinik


prodia.com, diakses 07 Agustus 2011
 
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 1), Jakarta, Salemba
Medika.

Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta, Salemba
Medika.
 
http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-typoid.html

Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, Jakarta, EGC.

Nursalam dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Salemba     Medika.

Pearce C, (2004), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta, PT. Gramedia.


 
Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Jakarta      :
EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai