PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
menyebabkan penularan penyakit demam tifoid. Prevalensi menurut tempat
tinggal paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan
rendah dan dengan jumlah pengeluaran rumah tangga rendah.
Demam tifoid dapat berakibat fatal jika tidak dirawat. Penyakit ini dapat
berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Penyebab paling umum
kematian akibat demam tifoid adalah perforasi usus atau perdarahan usus, yang
selanjutnya menimbulkan peritonitis. Komplikasi ini diramalkan terjadi pada
5% pasien, rata-rata pada hari ke-21 sejak awal penyakit, dengan angka
kematian kasus 45%. Demam tifoid yang berupa syok septik atau
komplikasinya berupa koma, juga mempunyai angka kematian tinggi, pasien
sering meninggal dalam 3 minggu pertama (Tjipto, 2009).
2
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
2. Tujuan khusus :
C. Manfaat Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
2. Etiologi
4
3. Manifestasi Klinis
2. Nyeri kepala
3. Malaise
4. Letargi
5. Lidah kotor
7. Mual, muntah
8. Nyeri perut
9. Nyeri otot
10. Anoreksia
5
12. Konstipasi, diare
14. Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam
kapiler
15. Epistaksis
16. Bradikardi
4. Patofisiologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi
melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.
Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat
melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak
dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium
distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus,
bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala.
Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit
dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi
kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang
simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
(Muttaqin Arif. 2011)
6
PATHWAYS
Metabolisme meningkat
Anoreskia nyeri otot
Hipertermi
nutrisi Intoleransi
kurang dari aktivitas
kebutuhan
7
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
c. Biakan darah
8
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
9
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)
6. Penatalaksanaan
a. Perawataan
b. Diet
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol.
10
2) Tiamfenikol.
3) Kortimoksazol.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam
per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6) Golongan Fluorokuinolon
11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang
terbanyak adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung
terjadinya demam thypoid adalah iklim tropis social ekonomi yang
rendah sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Keluhan utama
Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu
minggu.
12
h. Riwayat tumbuh kembang
j. Pemeriksaan fisik
13
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada
komplikasi. Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.
2. Diagnosa Keperawatan
14
3. Intervensi
kemerahan membran
Hipotensi mukosa
Bayi tidak kering
dapat Haus 2 4
mempertahanka Anoreksia 2 4
n menyusu Mual 2 4
Gelisah Muntah 2 4
Letergi Sakit kepala 2 4
15
Kejang Gelisah 2 4
Kulit terasa Pusing 2 4
hangat Konfusi 2 4
Stupor Otot 2 4
Takikardi berkedut
Takipnea Kejang 2 4
Vasodilatasi Edema paru 2 4
Peningkatan 2 4
Faktor berhubungan berat badan
dengan Peptiledema 2 4
Dehidrasi Koma 2 4
Pakaian yang
tidak sesuai 1 = Berat
Aktivitas 2= Besar
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada
16
kebutuhan metabolik lemak 5. Terapi menelan
Asupan 2 4 6. Monitor tanda
Batasan Karakteristik karbohidrat tanda vital
Kram abdomen Asupan serat 2 4 7. Manajemen
Nyeri abdomen Asupan 2 4 berat badan
Gangguan vitamin 8. Manajemen
sensasi rasa Asupan 2 4 alergi
Asupan adekuat
makanan 5= sepenuhnya adekuat
kurang dari
recommended
daily
allowance
(RDA)
Bising usus
hiperaktif
17
Kurang
informasi
Faktor yang
berhubungan
Asupan diet
kurang
24 jam dehidrasi
Batasan karakteristik Berat badan 2 4 3. Timbang berat
Perubahan stabil badan harian
status mental Turgor kulit 2 4 dan pantau
Penurunan Kelembaban 2 4 gejala
turgor kulit membran 4. Berikan cairan
18
Penurunan mukosa yang sesuai
tekanan darah Serum 2 4 5. Tingkatkan
Penurunan elektrolit intake / asupan
tekanan nadi hematrokrit 2 4 cairan oral
Penurunan Berat jenis 2 4 6. Berikan (cairan
volume nadi urine ) pengganti
19
Kelelahan dengan aliran
yang konstan
Faktor yang dan sesuai
berhubungan
Hambatan
mengakses
cairan
Asupan cairan
kurang
Kurang
pengetahuan
tentang
kebutuhan
cairan
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W. 2017. Hubungan Higiene Perorangan dan
Aspek Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit
Tk.III R.W. Mongisidi Manado. Jurnal Media Kesehatan, 9(3): 1-8
Malau, V. M., Budiyono, Yusniar. 2015. Hubungan Higiene Perorangan dan Sanitasi
Makanan Rumah Tangga dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak Umur
5-14 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 3(1): 589-598
Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA JILID 1. Yogyakarta: Medi Action
Nuruzzaman, H., Syahrul, F. 2016. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid
Berdasarkan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 4(1): 74- 86
Parry, C. M., Thompson, C., Vinh, H., Chinh, N. T., Phuong, L. T., Ho, V. A., Hien,
T. T., Wain, J., Farrar, J. J., and Baker, S. 2014. Risk Factors for The
Development of Severe Typhoid Fever in Vietnam. BMC Infection Diseases,
14(73): 1–9 Pramitasari, O, P. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam
Tifoid pada Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 1- 10
Ramaningrum, G., Anggraheny, H. D., dan Putri, T. P. 2016. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid pada Anak di RSUD Tugurejo
Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 5(2): 1-8
Rampengan, T. H. 2009. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
Tjipto, B. W., Kristiana, L., Ristrini. 2009. Kajian Faktor Pengaruh terhadap Penyakit
Demam Tifoid pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
12(4): 313-340
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising.
Sue moorhead 2016 . Nursing outcomes classificatiom ( NOC) EDISI KE 6 :Elisevier
singapore pte ltd
Gloria m. Bulechek 2016 . Nursing intervention classificatiom ( NIC) EDISI KE
5:Elisevier singapore pte ltd
22
T. heather herdman , PhD,Rn,FNI( 2017 ).NANDA-I Diagnosa keperawatan definisi
dan klasifikasi 2018-2020 : buku kedokteran , EGC
Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Wijaya, A. S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
23