Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO memperkirakan jumlah kasus demam typoid di seluruh dunia


mencapai 17 juta kasus dema typoid. Data surveilans saat ini memperkirakan
di Indonesia ada 600.000-1,3 juta kasus demam typoid tiap tahunnya dengan
lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia orang yang berusia 3-19
tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam typoid .
(Muttaqin Arif. 2011)

Demam tifoid di negara maju terjadi mencapai 5.700 kasus setiap


tahunnya, sedangkan di negara berkembang demam tifoid mempengaruhi
sekitar 21,5 juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam Batubuaya, 2017). Secara
global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan 222.000
menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya
mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah (WHO, 2016 dalam Batubuaya, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Parry (2014) menyatakan bahwa


dari 581 orang di Vietnam yang menderita demam tifoid terdapat 90 orang
(15,5%) mengalami komplikasi diantaranya perdarahan gastrointestinal (43;
7,4%); Hepatitis (29; 5,0%); Ensefalopati (16; 2,8%); Miokarditis (12; 2,1%);
Perforasi usus (6; 1,0%); Syok hemodinamik (5; 0,9%), dan kematian (3;
0,5%).

Prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,60%, tertinggi terjadi


pada kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia tersebut anak kurang
memperhatikan kebersihan diri serta kebiasaan jajan sembarangan yang dapat

1
menyebabkan penularan penyakit demam tifoid. Prevalensi menurut tempat
tinggal paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan
rendah dan dengan jumlah pengeluaran rumah tangga rendah.

Demam tifoid dapat berakibat fatal jika tidak dirawat. Penyakit ini dapat
berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Penyebab paling umum
kematian akibat demam tifoid adalah perforasi usus atau perdarahan usus, yang
selanjutnya menimbulkan peritonitis. Komplikasi ini diramalkan terjadi pada
5% pasien, rata-rata pada hari ke-21 sejak awal penyakit, dengan angka
kematian kasus 45%. Demam tifoid yang berupa syok septik atau
komplikasinya berupa koma, juga mempunyai angka kematian tinggi, pasien
sering meninggal dalam 3 minggu pertama (Tjipto, 2009).

Selain itu penelitian Malau (2015), Ramaningrum (2016) dan


Nuruzzaman (2016) menyebutkan faktor risiko terjadinya demam tifoid pada
anak antara lain umur responden, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air besar yang kurang baik, kondisi kuku jari tangan yang
kotor, sering jajan saat dirumah, membeli jajan di pedagang kaki lima, dan
kemasan jajan yang terbuka.

Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan judul “Asuhan


Keperawatan pada Anak dengan Demam Tifoid” dengan tujuan agar mahasiswa
memahami dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan demam
tifoid.

2
B. Tujuan

1. Tujuan umum :

Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya demam tifoid serta


mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan.

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit


demam tifoid

b. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai konsep dan


sesuai indikasi klien

C. Manfaat Penulisan

1. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid

2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan


demam tifoid

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DEMAM TIFOID

1. Pengertian

Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang


sistem pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2009).

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang


disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan,
dengan gambaran klinis sama. ( Widodo Djoko, 2009 ).

2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi, salmonella para typhi A.


B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. (Wijaya, A. S. 2013)

4
3. Manifestasi Klinis

Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang


disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur
edhothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air
yang terkontaminasi(Nurarif & Kusuma, 2015).

Masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda


yang khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3
minggu. Gejala Demam Tifoid antara lain sebagai berikut :

1. Demam > 1 minggu terutama pada malam hari

2. Nyeri kepala

3. Malaise

4. Letargi

5. Lidah kotor

6. Bibir kering pecah-pecah (regaden)

7. Mual, muntah

8. Nyeri perut

9. Nyeri otot

10. Anoreksia

11. Hepatomegali, splenomegaly

5
12. Konstipasi, diare

13. Penurunan kesadaran

14. Macular rash, roseola (bintik kemerahan) akibat emboli basil dalam
kapiler

15. Epistaksis

16. Bradikardi

17. Mengigau (delirium)

4. Patofisiologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi
melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.
Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat
melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak
dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium
distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus,
bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala.
Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit
dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi
kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang
simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
(Muttaqin Arif. 2011)

6
PATHWAYS

Bakteri salmonella thypi


& Salmonella paratypi

Makanan & berkembangbiak di usus


minum
imunitas humoral kurang
dimusnakan
asam lambung menembus epitel

perubahan vol endolimfe berkembangbiakdi lamina propia


menekan uriulkus
menekan SSP Ditelan sel fagosit
Hipotalamus Plaques payeri
Mual muntah Kelenjar getah bening mesentrika
Defisit volume cairan Sirkulasi darah
Bakteri II simtompmatik

Metabolisme meningkat
Anoreskia nyeri otot
Hipertermi

nutrisi Intoleransi
kurang dari aktivitas
kebutuhan

7
5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid


terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi


dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,


tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium


yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

8
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat


menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti


mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari


flagel kuman).

9
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita tifoid.

6. Penatalaksanaan

a. Perawataan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk


mencegah komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya


tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

b. Diet

1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam


selama 7 hari.

c. Obat-obatan

1) Kloramfenikol.

Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan


secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas

10
2) Tiamfenikol.

Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3) Kortimoksazol.

Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg


sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4) Ampisilin dan amoksilin.

Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5) Sefalosporin Generasi Ketiga.

Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam
per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6) Golongan Fluorokuinolon

a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

f) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan


tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok
septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.

11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang
terbanyak adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung
terjadinya demam thypoid adalah iklim tropis social ekonomi yang
rendah sanitasi lingkungan yang kurang.

c. Keluhan utama

Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.

d. Riwayat penyakit sekarang

Demam yang naik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu
minggu.

e. Riwayat penyakit dahulu

Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.

f. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga ada yang karier

g. Riwayat psiko social dan spiritual

Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi


kecemasan.

12
h. Riwayat tumbuh kembang

Tidak mengalami gangguan apapun, terkadang hanya sakit batuk pilek


biasa.

i. Activity Daily Life

1) Nutrisi : pada klien dengan demam tifoid didapatkan rasa mual,


muntah, anoreksia, kemungkinan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

2) Eliminasi : didapatkan konstipasi dan diare

3) Aktifitas : badan klien lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat


dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.

4) Istirahat tidur : klien gelisah dan mengalami kesulitan untuk tidur


karena adanya peningkatan suhu tubuh.

5) Personal hygiene : klien dianjurkan bedrest sehingga mengalami


gangguan perawatan diri. Perlu kaji kebiasaan klien dalam
personal hygiene seperti tidak mencuci tangan sebelum makan
dan jajan di sembarang tempat.

j. Pemeriksaan fisik

1) Mata : kelopak mata cekung, pucat, dialtasi pupil, konjungtifa


pucat kadang di dapat anemia ringan.

2) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak sedap.


Terdapat beslag lidah dengan tanda-tanda lidah tampak kering
dilatasi selaput tebal dibagian ujung dan tepi lidah nampak
kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.

13
3) Thorak : jantung dan paruh tidak ada kelainan kecuali jika ada
komplikasi. Pada daerah perangsang ditemukan resiola spot.

4) Abdomen : adanya nyeri tekan, adanya pembesaran hepar dan


limpa, distensi abdomen, bising usus meningkat

5) Ekstrimitas : Terdapat rosiola dibagian fleksus lengan atas.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman


salmonella thypi.

b. nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak


adekuat, mual, muntah dan anoreksia.

c. devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,


kehilangan cairan berlebih akibat muntah dan diare.

d. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi

e. Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi, kurang


pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.

14
3. Intervensi

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
1 Peningkatan suhu NOC NIC
tubuh( hipertemi ) KH A T 1. Manajemen
Domain 11,kelas Peningkatan 2 4 cairan
6.kode diagnosa 00007 urin output 2. Monitor tanda
Peningkatan 2 4 tanda vital
Definisi sadium urin 3. Aplikasi panas
suhu inti tubuh diatas Peningkatan 2 4 / dingin
kisaran normal diurnal gravitasi 4. Manajemen
karena kegagalan urin nutrisi
termoregulasi spesifik 5. Terapi oksigen
Peningkatan 2 4 6. Manajemen
batasan kriteristik tekanan kejang
 Postural darah 7. Pencegahan
 Apnea Peningkatan 2 4 kejang
 Koma denyut nadi 8. Pengecekan

 Kulit Kulit dan 2 4 kulit

kemerahan membran
 Hipotensi mukosa
 Bayi tidak kering
dapat Haus 2 4
mempertahanka Anoreksia 2 4
n menyusu Mual 2 4
 Gelisah Muntah 2 4
 Letergi Sakit kepala 2 4

15
 Kejang Gelisah 2 4
 Kulit terasa Pusing 2 4
hangat Konfusi 2 4
 Stupor Otot 2 4
 Takikardi berkedut
 Takipnea Kejang 2 4
 Vasodilatasi Edema paru 2 4
Peningkatan 2 4
Faktor berhubungan berat badan
dengan Peptiledema 2 4
 Dehidrasi Koma 2 4
 Pakaian yang
tidak sesuai 1 = Berat
 Aktivitas 2= Besar
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada

2 nutrisi kurang dari NOC NIC


kebutuhan
domain 2,kelas 1 , kode KH A T 1. Terapi nutrisi
diagnosa 00002 Asupan 2 4 2. Konseling
kalori nutrisi
Definisi Asupan 2 4 3. Monitor nutrisi
asupan nutrisi tidak protein 4. Pemberian
cukup untuk memenuhi Asupan 2 4 makan

16
kebutuhan metabolik lemak 5. Terapi menelan
Asupan 2 4 6. Monitor tanda
Batasan Karakteristik karbohidrat tanda vital
 Kram abdomen Asupan serat 2 4 7. Manajemen
 Nyeri abdomen Asupan 2 4 berat badan
 Gangguan vitamin 8. Manajemen
sensasi rasa Asupan 2 4 alergi

 Berat badan mineral 9. Pemberian

20% atau lebih Asupan zat 2 4 nutrisi total

dibawah besi parental ( TPN

rentang berat Asupan 2 4 )

badan ideal kalsium


 Kerapuhan Asupan 2 4
kapiler natrium
 Diare
 Kehilangan 1= tidak adekut
rambut 2= sedikit adekut
berlebihan 3= cukup adekut
 Enggan makan 4= sebagian besar

 Asupan adekuat
makanan 5= sepenuhnya adekuat

kurang dari
recommended
daily
allowance
(RDA)
 Bising usus
hiperaktif

17
 Kurang
informasi
Faktor yang
berhubungan
 Asupan diet
kurang

3 devisit volume cairan NOC NIC


domain 2, kelas 5 .kode
diagnosa 00027 KH A T 1. Pantau kadar
Tekanan darah 2 4 serum yang
Definisi Denyut nadi 2 4 abnormal ,
Penurunan cairan radial seperti yang
intravaskuler , Tekana arteri 2 4 tersedia
interstisial , dan / atau rata rata 2. Monitor
intraseluler , ini Tekanan baji 2 4 perubahan
mengacu pada paru paru status paru atau
dehidrasi , kehilangan Denyut perifer 2 4 jantung yang
cairan saja tanpa Keseimbangan 2 4 menunjukan
perubahan kadar intake dan kelebihan
natrium. output dalam cairan dan

24 jam dehidrasi
Batasan karakteristik Berat badan 2 4 3. Timbang berat
 Perubahan stabil badan harian
status mental Turgor kulit 2 4 dan pantau
 Penurunan Kelembaban 2 4 gejala
turgor kulit membran 4. Berikan cairan

18
 Penurunan mukosa yang sesuai
tekanan darah Serum 2 4 5. Tingkatkan
 Penurunan elektrolit intake / asupan
tekanan nadi hematrokrit 2 4 cairan oral
 Penurunan Berat jenis 2 4 6. Berikan (cairan
volume nadi urine ) pengganti

 Penurunan Hipotensi 2 4 nasogastrik

turgor kulit ortostatik yang

 Penurunan Suara napas 2 4 diserapkan

haluaran urine addventif berdasarkan

 Penurunan Asites 2 4 output yang

pengisian vena Distensi vena 2 4 sesui


7. Berikan serat
 Membran leher
Edema perifer 2 4 yang
mukosa kering
diresepkan
 Kulit kering Bola mata 2 4
untuk pasien
 Peningkatan cekung dan
lembek dengan selang
suhu tubuh
makan untuk
 Peningkatan Konfusi 2 4
mengurangi
frekuensi nadi Kehausan 2 4
kehilangan
 Peningkatan Kram otot 2 4
cairan dan
hematokrit Pusing 2 4
elektrolit diare
 Peningkatan
8. Pastikan bahwa
konsekuensi 1= Sangat terganggu
larutan
urine 2= Banyak terganggu
intravena yang
 Penurunan 3= Cukup terganggu
mengandung
berat badan tiba 4= SedIkit terganggu
elektrolit
tiba 5= Tidak terganggu
diberikan
 Haus

19
 Kelelahan dengan aliran
yang konstan
Faktor yang dan sesuai
berhubungan
 Hambatan
mengakses
cairan
 Asupan cairan
kurang
 Kurang
pengetahuan
tentang
kebutuhan
cairan

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari makalah di atas kelompok dapat menarik kesimpulan yakni :

1. Diketahuinya konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit


demam tifoid

2. Diketahuinya pengaplikasian tindakan keperawatan sesuai konsep dan


sesuai indikasi klien

B. SARAN

. Demi kemajuan selanjutnya maka kelompok menyarankan :

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya mahasiswa perlu


menguasai tehnik komunikasi, sehingga dapat diperoleh data yang
akurat dari pasien maupun anggota keluarga dan semua implementasi
dari rencana keperawatan yang ada dapat berjalan dengan baik dan
lancar sesuai dengan masalah.

2. Asuhan keperawatan yang telah dilakukan serta kerjasama antara tim


kesehatan yang terjalin dengan baik hendaknya dipertahankan dan lebih
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Mahasiswa perlu
meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pemberian asuhan
keperawatan.

3. Diharapkan mahasiswa dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk


menambah wawasan dan ketrampilan sebagai seorang perawat
profesional.

21
DAFTAR PUSTAKA

Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W. 2017. Hubungan Higiene Perorangan dan
Aspek Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit
Tk.III R.W. Mongisidi Manado. Jurnal Media Kesehatan, 9(3): 1-8
Malau, V. M., Budiyono, Yusniar. 2015. Hubungan Higiene Perorangan dan Sanitasi
Makanan Rumah Tangga dengan Kejadian Demam Tifoid pada Anak Umur
5-14 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 3(1): 589-598
Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA JILID 1. Yogyakarta: Medi Action
Nuruzzaman, H., Syahrul, F. 2016. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid
Berdasarkan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 4(1): 74- 86
Parry, C. M., Thompson, C., Vinh, H., Chinh, N. T., Phuong, L. T., Ho, V. A., Hien,
T. T., Wain, J., Farrar, J. J., and Baker, S. 2014. Risk Factors for The
Development of Severe Typhoid Fever in Vietnam. BMC Infection Diseases,
14(73): 1–9 Pramitasari, O, P. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam
Tifoid pada Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 1- 10
Ramaningrum, G., Anggraheny, H. D., dan Putri, T. P. 2016. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid pada Anak di RSUD Tugurejo
Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 5(2): 1-8
Rampengan, T. H. 2009. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
Tjipto, B. W., Kristiana, L., Ristrini. 2009. Kajian Faktor Pengaruh terhadap Penyakit
Demam Tifoid pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
12(4): 313-340
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising.
Sue moorhead 2016 . Nursing outcomes classificatiom ( NOC) EDISI KE 6 :Elisevier
singapore pte ltd
Gloria m. Bulechek 2016 . Nursing intervention classificatiom ( NIC) EDISI KE
5:Elisevier singapore pte ltd

22
T. heather herdman , PhD,Rn,FNI( 2017 ).NANDA-I Diagnosa keperawatan definisi
dan klasifikasi 2018-2020 : buku kedokteran , EGC
Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Wijaya, A. S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai