Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di negara yang
sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersih
yang dapat diminum. Diagnosa dari pelubangan penyakit tipus dapat sangat
berbahaya apabila terjadi selama kehamilan atau pada periode setelah melahirkan.
Kebanyakan penyebaran penyakit demam tifoid ini tertular pada manusia pada daerah
– daerah berkembang, ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang belum baik, hygiene
personal yang buruk. Salah satu contoh yaitu di Negara Nigeria, dimana terdapat 467
kasus dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-negara
industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah
dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika
Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan
600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus
kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar
Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S.
Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-
810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-
19 tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan Multi Drug
Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol,
trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat
juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India.
United State, United Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun
1997 menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR.
Morbiditas di seluruh dunia, setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600.000
kematian dilaporkan tiap tahunnya. Di negara berkembang, diperkirakan sekitar 150
kasus/ juta populasi/ tahun di Amerika Latin. Hingga 1.000 kasus/ juta populasi/ tahun
di beberapa negara Asia. Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika Utara, yaitu sekitar
400 kasus dilaporkan tiap tahun di United State, 70% terjadi pada turis yang
berkunjung ke negara endemis. Di United Kingdom, insiden dilaporkan hanya 1
dalam 100.000 populasi.
Di Indonesia, demam tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat,
berbagai upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum
memuaskan. Di seluruh dunia WHO memperkirakan pada tahun 2000 terdapat lebih
dari 21,65 juta penderita demam tifoid dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal
Di Indonesia selama tahun 2006, demam tifoid dan demam paratifoid merupakan
penyebab morbiditas peringkat 3 setelah diare dan Demam Berdarah Dengue.
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di
Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase
tersebut, jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid.
Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya
menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan
salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini
biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan
lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan
yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu
juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar
dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.
B. TUJUAN
1) Tujuan umum :

Agar mahasiswa/I dapat mengerti dan memahami tentang penyakit pada saluran
pencernaan khususnya demam typoid dan asuhan keerawatan yang diberikan.

2) Tujuan khusus

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa/I dapat :

1. Menyebutkan pengertian dari thypoid


2. Menyebutkan penyebab dari thypoid
3. Menjelaskan pathway dari thypoid
4. Menjelaskan manifestasi klinik dari thypoid
5. Mengetahui komplikasi dari thypoid
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari thypoid
7. Menyebutkan asuhan keperawatan dari thypoid
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhy. Penyakit ini ditandai panas berkepanjangan, ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan sruktur endothelia atau endokardial dan invaksi
bakteri sekaligus multiplikasi kedalamam sel fagosit monocular dari hati, limfa, kelenjar
limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air
yang terkontaminasi. (Nanda Nic-Noc)
B. ETIOLOGI
Salmonella tiphi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negatif,
mempunyai flagella, tidak bekapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang erdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antgen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekularlipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel
dan dimana endotoksin. Salmonella tiphi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
bekaitan dengan resistensi tehadap multiple antibiotik.

C. Patofisiologi
Organisme salmonella akibat dari kontaminasi makanan atau air, masuk dan berkembang

pada lapisan mukosa dalam dari lambung dan usus kecil dan berkembang pada lamina

propia. Respon inflamasi pada jaringan dengan banyak leukosit polimorfonuklear

menyebabkan diare jika salmonella typi atau salmonella paratypi pada limpa terjadi udem

pada peyer’s menunjukan udem dan ulserasi superficial. Penyakit mungkin langsung atau

organisme bisa masuk melalui sistem limpa.dan menyebar ke sirkulasi darah,

menyebabkan septicemia atau lesi pada organ lain. Salmonella typi dan salmonella

paratypi menstimulasi reaksi leukosit mononuclear pada lamina propia, memfasilitasi

penyebaran hematogen dari organisme. Penyakit ditandai dengan demam, invasi pada

organ lain menyebabkan pembentukan lesi dengan tanda dan gejala penyakit tergantung
pada organ yang bersangkutan, seperti endokarditis, meningitis, pneumonia,pyelonefritis,

colecsistitis, dan hepatitis dapat diakibatkan dari infasi tipe salmonella apapun.

Komplikasi dari diare dapat terjadi perforasi dan perdarahan usus, infeksi sekunder sperti

otitis media, pneumonia, infeksi kulit dan septicemia kadang terjadi pada semua tipe

salmonella. Beberapa kuman non spesifik sesuai dengan pertahanan saling mempengaruhi

tipe dan beratnya, penyakit klinik ini merupakan hasil dari salmonella dan orang yang

hypochloridria atau achlohydria akan dilakukan pembedahan jika rentan untuk infeksi.

Peristaltic usus yang normal, membrane mukosa utuh dan flora normal pada usus berguna

untuk mencegah dan mengganggu apa saja yang mencapainya dan akan menambah

pertahanan sehingga mengurangi resiko untuk infeksi

Seluler dan humonal imunitas kelihatan juga jika diserang oleh salmonella dan orang –

orang dengan kerusakan sistem imun lebih mudah terserang untuk penyakit sistemik

dengan salmonella. Dalam penjumlahan secara sistemiklesi bisa kelihatan dalam jaringan

yang rusak atau berubah pada orang- orang dengan perubahan sistem kekebalan. 2%

tentang kasus demam thypoid akut pasien sebagai pembawa (salmonella thypi untuk 12

bulan atau meluas mengikuti infeksi). Infeksi klinik atau penyakit salmonella thypi

lainnya mungkin juga hasil dari pembawa kerentanan ditentukan oleh keadaan

pengobatan dan tidak adanya pengobatan thypoid dan demam paratiroid.


PATWAY (sumber : Nanda Nic-Noc)

Kuman salmonella
tiphi yang masuk
kesaluran Dimusnakan oleh asam
gastrointestinal Lolos dari asam lambung lambung

Pembuluh limfe
Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah
Masuk retikulo endothelial
(bakteremia primer)
(RES) terutama hati dan limfa

Berkembang biak di hati dan Masuk ke aliran darah(bakterimai sekunder)


limfa

Empedu Endotoksin

Rongga usus pada kelenjar Terjadi kerusakan sel


limfoid halus

Meransang melepas zat


Pembesaran hati Pembesaran limfa
epirogen oleh leukosit

Splenomegali
Hepatomegali
Mempengaruhi pusat
thermoregulator
Penurunan/peningkatan dihipotalamus
Lase plak player
mobilitas usus

Erosi
Penurunan/peningkatan Ketidak efektifan termoregulasi
pristaltik usus
Nyeri

Pendarahan masif Resiko kekurangan volume cairan

Komplikasi perforsi dan Konstipasi/diare Peningkatan asam lambung


perdarahan usus

Anoreksi mual muntah

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Gejalah pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2) Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3) Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan shock, stupor dan koma.
4) Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan lama 2-3 hari
5) Nyeri kepala
6) Nyeri perut
7) Kembung
8) Mual, muntah
9) Diare
10) Konstipasi
11) Pusing
12) Nyeri otot
13) Batuk
14) Epistastaksis
15) Bradikardi/terlambat denyut jantung
16) Lidah yang bersilaput(kotor di tengah tepid dan ujung mera serta tremor)
17) Hepatomegali
18) Splenomegali
19) Meteroismus
20) Gangguan mental berupah samnolen
21) Delirium atau psikosis
22) Dapat timbul dengan gejalah yang tidak topical terutama pada bayi mudah sebagai
penyakit demam akut dengan di sertai syok dan hipertermia.

Keluhan dan gejalah demam tifoit

Minggu pertama Keluhan Gejalah Patologi


Minggu petama Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia
insidious, tipe panas cerna
stepladder yang
mencapai 39-40 ͦ c,
menggigil, nyeri
kepala
Minggu kedua Rash, nyeri abdomen, Rose sport, Vaskulitis,
diare/ konstipasi, splenomegali, hiperplasi pada
delirium hepatomegali payer’s patches,
nodus tifoid pada
limfa dan hati
Minggu ke tiga Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada
perdarahan saluran ketengangan payer’s patches ,
cerna, perforasi, syok abdomen, koma nodul tifoit pada
limfa dan hati.
Minggu ke Keluhan menurun, Tanpak sakit berat, Kolelitiasis, carrier
empat, dst reps, penurunan BB kakeksia kronik

E. PERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fosfat alkali meningkat.
3. Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.
4. Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
5. Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan
diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua.
Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis.
F. KOMPLIKASI
1) Komplikasi internal: perdarahan usus, pervorasi usus, ileus paralitik.
2) Komplikasi ekstra-intestinal: kardiovakuler: kejang dan sepsis, dara anemia
hemolitik, pari: pneumonia ginjal: glomerulonefritis, hati: hepatitis, tulang:
osteomielitis, neuropsikiatrik: meningitis.
G. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

Pengumpulan data

1. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.

4. Riwayat penyakit dahulu


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5. Riwayat psikososial dan spiritual


Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan
dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan


Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan
merupakan dampak psikologi klien.

f) Pola sensori dan kognitif


Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.

g) Pola hubungan dan peran


Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total.

h) Pola reproduksi dan seksual


Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus
dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.

i) Pola penanggulangan stress


Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh
melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C,
muka kemerahan.

2. Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).


3. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.

4. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

5. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam

6. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.

7. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2) Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi lingkungan, proses
penyakit.
3) Ketidak seimbangan nutrtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
5) Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus.
C. INTERVENSI
DX I. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
Goal; Melaporkan nyeri/ketidak nyamanan hilang/terkontrol. Mengungkapkan metode
yang memberikan pegurangan.
1. Pantau tanda-tanda vital dan CVP.
R/:Takikardi dan hipertensi adalah manifestasi umum. Takipnea biasanya ada
dengan/tanpa dispnea. Peningkatan CVP terlihat sebelum dispnea dan bunyi
napas adventisius.
2. Kaji adanya/lokasi pembentukan edema.
R/:Edema mungkin umum atau lokal pada area dependen. Pasien lansia dapat
mengalami edema dependen denaga kelebihan cairan yang relative kecil.
Catatan: pasien pada posis telentang dapat mengalami peningkatan cairan 4-8
liter sebelum edema terdeteksi.
3. Perhatikan adanya distensi vena leher dan perifer serta edema pinting , dispnea.
R/:Tanda dekompensasi jantung/GJK.
4. Timbang berat badan sesuai indikasi. Waspada terhadap penambaan berat badan
akut/tiba-tiba.
R/:Satu liter retensi cairan sama dengan penambahan berat badan 1 kg.
5. Berikan cairan oral dengan waspada. Bila cairan di batasi
R/:Pembatasan cairan serta perindahan ekstraseluler dapat menyebabkan
kekeringan membrane mukosa dan pasien menginginkan cairan lebih banyak
dari pada seperlunya.
6. Pantau kecepatan infus dari cairan parenteral secara ketat, berikan melalui alat
control/pompa sesuai kebutuhan.
R/:Bolus cairan tiba-tiba/pemberian berlebihan lama menimbulkan kelebihan
beban volume/risiko terhadap komponensasi jantung.
7. Pertahankan posisi semi folwer bila adadipnea atau asites.
R/:Gravitasi memperbaiki ekspansi paru dengan menurunkan diafragma dan
memindahkan cairan keabdomen bawah.
8. Berikan minuman yang sejuk atau makanan yang lunak seperti es krim atau
sejenisnya.
R/:Menurunkan nyeri tenggorok tetepi makan lunak ditoleransikan jika pasien
mengalami kesulitan menelan.
DX II Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi lingkungan, proses
penyakit
Goal: pasien akan mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal : keamanan dan
ketidaknyamanan dapat dipertahankan oleh paisen selama mengalami demam
Intervensi
1. Observasi suhu, N, TD, RR tiap 2-3 jam

R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu
mengurangi kecemasan yang timbul. Anjurkan klien menggunakan pakaian
tipis dan menyerap keringat

2. Catat intake dan output cairan dlm 24 jam

R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.

3. Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga dan pasien tentang hypertermia

R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
Observasi TTV tiap 4 jam sekali

4. Jelaskan upaya – upaya untuk mengatasi hypertermia dan bantu klien/keluarga


dlm upaya tersebut:
a. Tirah baring dan kurangi aktifitas
b. Banyak minum
c. Beri kompres hangat
d. Pakaian tipis dan menyerap keringat
e. Ganti pakaian, seprei bila basah
f. Lingkungan tenang, sirkulasi cukup.

R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien


2,5 liter / 24 jam Anjurkan pasien untuk banyak minum.

5. Anjurkan klien/klg untuk melaporkan bila tubuh terasa panas dan keluhan lain.

R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga


perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Memberikan kompres dingin.

6. Kolaborasi pengobatan: antipiretik, cairan dan pemeriksaan kultur darah.

R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh. Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian tx antibiotik dan antipiretik.

DX III Ketidak seimbangan nutrtisi kurang dari kebutuhan tubuh berberhungan dengan
intake yang tidak adekuat

Goal: pola eliminasi pasien kembali normal

1. Mengukur pengeluaran output


R/ agar mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Berikan alas bantal pada abdomen


R/ untuk mencegah kram (agen antispasmodic harus dicegah )

3. Gunakan kamar yang baik dengan ventilasi yang cukup


R/ untuk menghilangkan bauh yang tidak sedap.

4. Mengambil specimen veses untuk kultur


R/ untuk mendeksi adanya pathogen

DX IV Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
Goal: pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit selama dalam
perawatan

1. Kaji gejala dehidrasi misalnya (oliguri dan hilangnya turgor kulit)


R/ untuk mencegah iritasi dan rusaknya kulit

2. Berikan cairan oral sesuai toleransi

R/ untuk menjaga kecukupan cairan

3. Berikan cairan dan elektrolit secara IV

R/ untuk mencegah dehidrasi

4. Ukur keseluruhan ourput cairan (emesis,urine, diare) ukur seluruh intake

R/ untuk memastikan konpensasi intake cairan untuk output

DX V Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus.

Goal: konstipasi akan berkurang

1. Amati veses
R/ untuk mendeteksi darah

2. Amati tanda perforasi dan pendarahan


R/ untuk menentukan intervensi yang perlu di lakukan

3. Periksa untuk mencegah distensi abdominal


R/ adanya distensi yang tidak diatasi dapat menambah resiko perforasi intestinal

4. Berikan gliserin suppository atau enema yang rendah sesuai anjuran (jangan
berikan laksatif)
R/ untuk mengurangi distensi

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dari fasilitas yang dimiliki. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan
dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi

E. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk melengkapi proses


keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk
menentukan apakah realistik dapat dicapai dan efektif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
2. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
3. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
4. Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari seminggu, Lidah kotor, Mual
Berat sampai muntah, Diare atau Menceret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan,
Tak sadarkan diri.
5. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi
yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
6. Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.
B. Saran
1. Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus
higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
2. sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci
tangan sebelum makan. Agar kuman salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam
sistem pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnose
Medis & NANDA NIC-NOC. Med Action : Yogyakarta

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.

http://modulkesehatan.blogspot.com/2012/12/makalah-demam-typhoid.html di akses pada


tanggal 6 Oktober 2013
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang…………………………………………………………………..1
B. Tujuan……………………………………………………………………………2

BAB II

A. Defenisi………………………………………………………………………….4
B. Etiologi………………………………………………………………………….4
C. Patofisiologi……………………………………………………………………..4
D. Manifestasi klinis…………………………………………………….………….7
E. Pemeriksaan diagnostic………………………………………………………….8
F. Komplikasi……………………………………………………………………….9
G. Penatalaksanaan…………………………………………………….…………….9
H. ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………………9
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………..17
B. Saran……………………………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…………………18
MAKALAH

DEMAM TIPOID

OLEH

NAMA

1) ENTERIUS H. M. ASAS
2) DESTI MISA
3) EPHI TADE

SEMESTER: 111

KELAS: B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2014

Anda mungkin juga menyukai