Anda di halaman 1dari 22

A.

Konsep Medis
1. Definisi ( Nama Penyakit )

Demam thypoid adalah penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh bakteri


Salmonella Typhi, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh atau panas yang
panjang, penyakit ini dapat menyebar pada orang lain dengan media makanan atau air
liur yang telah terkontaminasi oleh bakteri (Huda dan Kusuma, 2016). Demam
thypoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang bersifat akut, yang disebabkan
oleh bakteri jenis Salmonella typhi, penyakit ini sering dijumpai di negara yang
beriklim tropis, untuk salah satunya gejala awal penyakit ditandai dengan demam atau
peningkatan suhu tubuh yang berkepanjangan, demam thypoid merupakan satu
satunya bentuk infeksi salmonella typhi sistemik sebagai akibat dari bakteriemia yang
terjadi, bakteremia tanpa perubahan pada sistem endotel atau endokardial, invasi dan
multiplikasi bakteri dalam sel pagosit mononuklear pada hati, limpa, lymphnode dan
plaque peyer (Sucipta, 2015).

Penyakit demam tifoid (typhoid fever ) yang biasa disebut tifus adalah jenis
penyakit menyerang penderitanya pada bagian saluran pencernaan, selama terjadi
infeksi kuman tersebut bakteri akan bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear
dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Hasta, 2020).

2. Etiologi
Menurut Sucipta (2015), etiologi pada demam thypoid yang disebabkan oleh
bakteri salmonella typhi, bakteri tersebut merupakan mikroorganisme bakteri
gram negatif, yang bersifat aerob dan tidak membentuk spora, bakteri ini memiliki
beberapa komponen antigen, salah satunya yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang bersifat spesifik group dan lipoolisakari
b. Antigen flagella (H) bersifat spesifik dan komponene protein dalam
flagella
c. Antigen virulen (Vi) adalah polisakarida yang berada di kapsul yang
berguna untuk melindungi seluruh permukaan sel
d. Antigen Outer Membran Protein (OMP), bagian dari dinding sel terluar
yang berada di luar membran sitoplasma serta lapisan peptidoglikan
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya Antigen ini berhubungan
terhadap daya invasif bakteri serta efektivitas vaksin. Pada bakteri

1
Salmonela Typhi menghasilkan endotoksin yaitu bagian terluar dari diding
sel yang terdiri dari antigen O yang telah dilepaskan oleh lipopolisakarida
serta lipid A. Ketiga antigen yaitu O, H Vi saat berada didalam tubuh akan
membentuk antibodi agglutinin.

Demam thypoid timbul yang di akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui pada sistem saluran
pencernaan (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar)
yang akan masuk kedalam tubuh manusia bersama bahan makanan atau
minuman yang sudah tercemar. Cara penyebarannya untuk bakteri ini yaitu
pada muntahan manusia, urine, dan kotoran-kotoran dari penderita thypoid
yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat) yang sudah
hinggap ditempat kotor, dan lalat itu mengontaminasi makanan, minuman,
sayuran, maupun buah-buah segar. Sumber utama yang akan terinfeksi adalah
manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakitnya,
baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan demam
thypoid, sehingga penderita masih mengandung salmonella didalam kandung
empedu atau didalam ginjalnya. Bakteri salmonella thypi ini hidup dengan
baik pada suhu 37oC, dan dapat hidup pada air steil yang beku dan dingin, air
tanah, air laut dan debu selama berminggu-minggu, dan juga dapat hidup
berbulanbulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku (Inawati,
2017).

3. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi akan masuk kedalam tubuh melalui oral bersama
degan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri salmonella
yang lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejenum untuk
berkembang biak. Jika sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam
merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama
sel M) dan ke lamina propia. Di lamona propia bakteri akan difagositosis oleh
makrofag. Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam makrofag dan
masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I). bakterimia I dianggap sebagai masa
inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari, bakteri ini juga dapat menginvasi

2
bagian usus yang bernama plak payer. Setelah menginvasi plak payer, bakteri
dapat melakukan tranlokasi ke dalam folikel limfoid intestine dan aliran limfe
mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotial di hati dan
limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati dan limpa,
bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya berkembang biak di sinusoid
hati. Setelah dari, bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk ke dua kalinya
(bakterimia II).
Ketika bacteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag
memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya
dalam sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan demam, malaise, myalgia,
sakit kepala, dan gejala toksimia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada
minggu pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu
kedua. Lama kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat
terbentuknya ulkus diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan
perdarahan dan perforasi. Hal ini meupakan salah satu komplikasi yang cukup
berbahaya dari demam tifoid (Levani & Prastya, 2020).

3
4. Pathway / Penyimpangan KDM

Bakteri Salmonella thyphi

Saluran pencernaan

Usus halus

Jaringan firofia

Kelenjar limfa mensontreia

Aliran darah

Organ (hati dan limfa)

Tidak difagosit Inflamasi

Hati & limfa Endotoksin

Hepatomegaly infeksi solenomegali

Merangsang ujung saraf Mual muntah Proses

Nyeri perabaan Makan makanan Demam

Nafsu makan berkurang

NYERI AKUT HIPERTERMI

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI RESIKO KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN

4
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pada demam thypoid beragam atau bervariasi dari mulai gejala
ringan yaitu berupa demam, tubuh terasa lemas serta batuk ringan sampai dengan
gejala berat berupa keluahan abdomen hingga komplikasi multiple, hal yang
mempengaruhi gejala ada beberapa factor antara lain yaitu jumlah mikroorganisme
yang masuk dalam tubuh, status imunologi, faktor genetik, antibiotik yang
digunakan, keadaan umum serta status nutrisi, untuk masa inklubasi penyakit demam
thypoid antara 7-14 hari, dengan rentang waktu 3-30 hari, tergantung pada usia
penderita (Sucipta, 2015).
Menurut Rahmat dkk (2019) manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak
khas dan sangat bervariasi, tetapi biasanya didapatkan trias tifoid, yaitu :
1) Demam lebih dari 5 hari (demam enteric).
2) Gangguan pada saluran cerna.
3) Diare atau konstipasi.
4) Hepatomegali atau slenomegali.
5) Dapat disertai atau tanpa adanya gangguan kesadaran
6) Bradikardia relatif

Umumnya perjalanan penyakit ini berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
jarang menetap lebih dari 2 minggu. Manifestasi klinis dari demam tifoid bervariasi
dari gejala ringan seperti demam, malaise, batuk kering serta rasa tidak nyaman
ringan di perut. Faktor tersebut antara lain durasi penyakit sebelum dimulainya terapi
yang tepat, pemilihan antimikroba, usia, paparan atau riwayat vaksinasi (Rahmat,
2019).

Gejala demam tifoid pada anak yaitu selama masa inkubasi ditemukan gejala
berupa rasa tidak enak badan. Gejala khas pada anak biasanya di minggu pertama
berupa demam yang menurun menjelang pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari. Pada minggu kedua anak terus berada dalam kondisi demam yang turun
secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Gejala lainnya lidah kotor yaitu lidah
yang ditutupi selaput kecoklatan, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai kejang.
Timbul rasa nyeri pada perabaan dihati dan limpa yang mengalami pembesaran.
Biasanya anak juga mengalami diare (Febry & Marendra, 2010 dalam Kian Nur
Asiyah, 2021)

5
6. Komplikasi
Menurut Lestari Titik (2016) komplikasi demam typhoid terbagi 2 :
a. Komplikasi intestinal :
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus dan ilius paralitik.
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndrome uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia.

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosa
demam tifoid menurut Jainurakhma (2021), diantaranya :
a. Pemeriksaan leukosit : jumlah leukosit normal, leukopenia, leukositosis.
b. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fosfat alkali meningkat.
c. Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya
menurun.
d. Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
e. Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan
diagnosis. Pada reaksi widal titer agglutinin O dan H meningkat sejak minggu
kedua. Titer reaksi widal di atas 1:200 diantanya : pengobatan dini dengan
antibiotic, gangguan pembentukan antibody dan konsumsi kortikosteroid, waktu
pengambilan, darah endemic, dan riwayat vaksin.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis

6
Pengobatan yang dilakukan untuk penderita penyakit demam thypoid
yang dirawat di rumah sakit terdapat pengobatan berupa suportif meliputi istirahat
atau bedrest dan pengaturan diet makanan yang dikonsumsi dan obat dalam
pengobatan (medikamentosa). Selama pasien di rawat ditempatkan akan
ditempatkan di ruang isolasi kontak selama fase akut infeksi, untuk proses
pembuangan tinja dan urine pada penderita demam thypoid harus dibuang secara
aman hal tersebut dilakukan agar tidak bakteri yang terdapat dalam kotoran
tersebut tidak menginfeksi orang lain.
Pasien dengan demam thypoid diharuskan untuk istirahat hal ini berguna
untuk mencegah komplikasi penyakit yang lebih parah serta istirahat dapat
mempercepat dalam proses penyembuhan. Penderita harus menjalani istirahat
tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 1 hari.
Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, untuk
program diet yang dikonsumsi serta terapi penunjang lainnya, makanan yang
diberikan pertama, pasien diberikan bubur saring, selanjutnya diberikan bubur
kasar dan nasi sesuai dengan tingkat kemampuan atau kesembuhan pada pasien,
selain itu juga pasien perlu untuk diberikan vitamin dan mineral untuk
mendukung keadaan umum pasien (Widodo, 2014).
Penderita penyakit thypoid yang berat, disarankan menjalani perawatan di
rumah sakit. Antibiotika yang umum digunakan untuk mengatasi penyakit
thypoid, saat waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
Obat-obat pilihan pertama adalah Kloramfenikol, Ampisilin/Amoksisilin dan
Kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah Sefalosporin generasi III. Obat-obat
pilihan ketiga adalah Meropenem, Azithromisin dan Fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Kloramfenikol bekerja dengan
mengikat ribosom dari kuman Salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan
menghambat sintesis protein. Kloramfenikol memiliki spectrum gram negatif dan
positif, bila terdapat kontra indikasi pemberian Kloramfenikol, diberi Ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum
dapat minum obat selama 21 hari, atau Amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral selama 14 hari. Kasus demam thypoid berat dapat diberi

7
Seftriakson dengan dosis 50 mg/hari/berat badan dan diberikan 2 kali sehari atau
80 mg/hari/berat badan sehari sekali, intravena, selama 5-7 hari. Bila tak terawat,
demam thypoid dapat berlangsung selama 3 minggu sampai sebulan. Pengobatan
penyakit tergantung macamnya, untuk kasus berat dan dengan manifestasi
neurologik menonjol, diberi deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3
mg/hari/berat badan, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/hari/berat badan dengan tenggang waktu 6 jam
sampai 7 kali pemberian (Widodo, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring atau bed rest yang bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya
komplikasi (perdarahan usus atau perforasi usus) terhadap penderita demam
tifoid. Seluruh aktivitas pasien selama dirawat dilakukan ditempat tidur.
2) Diet lunak rendah serat atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan
buahan, dengan serat kasar), kecuali komplikasi pada intestinal. Dengan
pemberian diit ini, diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi dengan
mencegah kekambuhan pasien.
3) Kontrol suhu tubuh dengan melakukan kompres pada anak.
4) Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam, melatih kekuatan otot dan
kemandirian pasien setelah demam hilang.
5) Memberikan promosi kesehatan bagi pasien dan keluarga, diantaranya tentang
diet sehat penderita demam tifoid,serta pencegahan kekambuhan bagi
penderita demam tifoid.
6) Melatih pencegahan degan mengajarkan pentingnya cuci tangan dengan sabun
di air yang mengalir, terutama sebelum makan, setelah buang air kecil dan
buang air besar, menjaga kebersihan diri, menghindari jajan makanan
sembarangan, memasak air hingga mendidh 1 menit sebelum dikonsumsi dan
hindari makanan mentah (Zainurakhma, 2021).

7) Prognosis
Tanpa antimikrob, sulit untuk mengalami penyembuhan, biasanya terjadi pada
anak imunokompromais gastroenteritis salmonela. Bayi dan

8
imunokompromais terutama mereka dengan infeksi fokal sesudah bakteremia
dapat mengalami perjalanan penyakit lama disertai komplikasi. Meningitis
salmonela mempunyai pronosis buruk dengan angka kekambuhan tinggi,
terutama bila terapinya sebentar. Walupun dengan terapi yang cukup,
penderita dapat mengalami demam tifoid rekuren sesudah terapi (angka relaps
5-20%). Relaps infeksi salmonela menggambarkan sulitnya membunuh
organisme intrafositik. Karena relaps kadang-kadang disebabkan oleh
organisme resisten, maka obat yang berbeda dari obat inisial dipakai secara
empiris selama menunggu hasil kultur (Dahlan & Munawar, 2014).

9
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan yang mencangkup


pengumpulan data yang sistematis, verifikasi data, pengorganisasian data, interprestasi
data, dan melakukan dokumentasi data. Pengkajian adalah pengumpulan data secara
sistematis untuk menentukan status kesehatan pasien dan mengidentifikasi masalah
kesehatan actual atau potensial. Pengkajian juga merupakan kumpulan informasi
subjektif dan objektif pasien yang menjadi dasar rencana perawatan. Keefektifan dari
perencanaan keperawatan terhadap klien tergantung kepada kelengkapan data pengkajian
serta interprestasi yang akurat dari informasi data yang diterima. Tindakan keperawatan
yang salah dan keputusan yang tidak tepat terhadap klien merupakan akibat dari
pengkajian yang tidak lengkap serta tidak akurat. (Siregar, 2021). Adapun langkah-
langkah pada pengkajian adalah sebagai berikut :

a. Identitas Klien
Meliputi nama, usia, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah agama dan
nama orang tua.
b. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit sekarang meliputi sejak kapan munculnya demam,
gejala lain yang menyertai peningkatan suhu tubuh seperti mual muntah,
nafsu makan menurun, nyeri otot dan abdomen dan lain-lain, apakah anak
menggigil, gelisah dan apa upaya yang harus di lakukan.
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit
yang pernah di derita oleh anak maupun keluarga terutama orang tua. Apakah
dalam keluarga pernah memiliki riwayat penyakit keturunan atau pernah
menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Riwayat tumbuh kembang yaitu yang berhubungan denan pertumbuhan
serta perkembangan anak sesuai dengan kebutuhan anak sekarang yang

10
meliputi motoric kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa
serta kemandiran. Tanyakan kepada orang tua apakah anak mendapatkan
imunisasi lengkap sesuai dengan usia serta jadwal pemberian dan efek
samping dari pemberian imunisasi seperti panas, alergi dan sebagainya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pola pengkajian
Pengkajian pola fungsi kesehatan menggunakan pola Gordon dimana
pendekatan dapat memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data
secara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan
memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus. Model konsep dan
tipologi pola kesehatan fungsional menurut Gordon :
a) Pola persepsi manajemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan serta penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
b) Pola nutrisi metabolik
Menggambarkan nutrisi, balance cairan dan elektrolot, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktasi BB dalam 6 bulan terakhir,
adanya mual muntah, masalah penyembuhan luka, dan makanan
kesukaan.
c) Pola eliminasi
Meliputi pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit, kebiasaan
serta masalah defekasi, masalah miksi, penggunaan kateter,
frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola
input cairan, infeksi saluran kemih, aspirasi berlebih dan lain-lain.
d) Pola latihan aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan, dan
sirkulasi. Pentingnya latihan atau gerakan dalam keadaan sehat
dan sakit, kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung,
frekuensi, irama, bunyi serta kedalaman napas.
e) Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori kognitif. Yang meliputi pengkajian
fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau, dan
11
kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif
didalamnya meliputi kemampuan daya ingat klien terhadap
peristiwa yang telah lama terjadi ataupun baru terjadi serta
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
orang atau benda. Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan
penanganan nyeri, kemampuan untuk menilai nyeri dengan skala
0-10, adanya penggunaan alat bantu dengar, melihat, kehilangan
fungsi dan bagian tubuh, tingkat kesadaran, orientasi klien, adanya
gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori, penciuman
dan lain-lain.
f) Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur.
g) Pola konsep diri persepsi diri
Menggambarkan sikap persepsi tentang kemampuan dan sikap
tentang diri sendiri. Kemampuan konsep diri antaranya gambaran
diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
h) Pola peran hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan peran anak terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.
i) Pola reroduksi seksual

Menggambarkan riwayat penyakit, dan pemeriksaan genital.


j) Pola koping stress
Menggambarkan kemampuan untuk mengalami stress dan
penggunaan sistem pendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,
metode koping, efek penyakit terhadap tingkat stress.

2) Pemeriksaan fisik Head To Toe


a) Keadaan umum : Pasien lemas dan akral panas
b) Tingkat kesadaran : Penurunan kesadaran seperti apatis atausomnollen
c) TTV : Pada Tekanan darah pada pasien demamthypoid biasanya
menuncukan angka normal yaitu berkisar110/80-120/80 mmHg, untuk

12
suhu tubuh akan mengalamipeningkatan hal tersebut disebabkan oleh
bakteri salmonellathypi hingga 390C-400C, untuk respirasi pada
pasien bisamengalami peningkatan atau bisa juga tidak karena
padapasien dengan demam thypoid bisa mengalami sesak nafas,serta
untuk nadi bisa normal/tidak tergantung dengan pasien.
d) Pemeriksaan kepala: Untuk pemeriksaan kepala meliputi inspeksi
mengamati bentuk simetris dan normal, ada tidaknya lesi, palpasi
biasanya penderita demam thypoid dengan hipertermi terdapat nyeri
pada saat ditekan
e) Pemeriksaan mata : Pemeriksaan mata meliputi inspeksi terdapat
konjugtiva anemis, besar pupil isoklor serta terdapat kotoran atau tidak
melakukan palpasi apakah adanya nyeri pada saat ditekan
f) Pemeriksaan hidung : Pemeriksaan hidung meliputi inspeksi terdapat
cuping hidung atau tidak, adakah secret, pendarahan atau tidak,
palpasi apakah adanya nyeri pada saat ditekan.
g) Pemeriksaan mulut dan Faring : Pemeriksaan mulut dan faring
meliputi inspeksi terdapat mukosa bibir pecah pecah dan kering atau
tidak, ujung lidah kotor atau bersih dan tepinya berwarna apa apakah
kemerahan.
h) Pemeriksaan paru
Inspeksi : Respirasi rate mengalami peningkatan
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan
Perkusi : Paru sonor
Auskultasi : Tidak terdapat suara tambahan
i) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Bagian Ictus cordis tidak nampak/ tidaknya, tidak adanya
pembesaran
Palpasi : Ada peningkatan tekanan darah pada pasien atau tidak
didapatkan takikardi saat pasien mengalami peningkatan
suhu tubuh.
Perkusi : Suara jantung pekak
Auskultas : Suara jantung BJ 1”LUB” dan BJ 2”DUB” terdengar
normal, tidak terdapat suara,tambahan.
j) Pemeriksaan Abdomen

13
Inspeksi : bentuk simetris
Auskultasi : Bising usus biasanya diatas normal (5-35x/menit)
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan pada bagian epigastrium
Perkusi : Hipertimpani
k) Pemeriksaan integument
Inspeksi : Adanya bintik-bintik kemerahan pada area punggung dan
ekstermitas, pucat, berkeringat banyak
Palpasi : Turgor kulit, kulit kering, akral teraba hangat
l) Pemeriksaan anggota gerak
Pada penderita demam thypoid pada umumnya dapat menggerakan
anggota gerak ekstermitas atas dan bawak secara penuh
m) Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Pasien demam thypoid bisanya mengalami gangguan pencernaaan
seperti diare atau konstipasi di sekitar anus atau genetalia kotor atau
bersih, adakah hemoroid atau tidak, saat di palpasi terdapat nyeri tekan
atau tidak.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sucipta (2015) yang sering
dilakukan untuk mendiagnosa penyakit demam thypoid terdiri dari:
o Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan hematologi pada penderita demam thypoid tidak spesifik,
dapat ditemukan adanya anemia normokromik normositer dalam
beberapa minggu, anemia terjadi akibat pengaruh dari berbagai sitokin
dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum tulang.
o Pemeriksaan serologis widal
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap antigen O dan H.S. Typhi,
pemeriksaan ini memiliki sensivitas dan spesifik rendah.
o Pemeriksaan PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) mengguanakan primer H1-d yang
dapat digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik bakteri Salmonella
Typhi, pemeriksaan ini memiliki sensivita untuk mendeteksi bakteri dalam
beberapa jam dan pemeriksaan ini terbilang cepat dan keakuratan baik.

14
o Pemeriksaan Biakan darah
Isolasi kuman pada penderita demam thypoid dapat dilakukan dengan cara
mengambil biakan dari berbagai tempat dalam tubuh, pemeriksaan biakan
darah memberikan hasil positif 40-60% .pemeriksaan ini akan
menghasilkan senvitas yang baik pada minggu pertama selama sakit
o Pemeriksaan Tubex
Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk
mengetahui penyakit demam thypoid secara lebih diniyaitu dengan cara
mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida
melalui pemeriksaan Igm anti salmonella (Tubex TF). Pada pemeriksaan
ini untuk hasil lebih spesifik, sensitif dan lebih praktis.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017).
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul antaranya :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan peningkatan suhu tubuh

15
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang di dasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan (SIKI, 2018).

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi suhu tanda vital setiap 4 mengetahui secara dini peningkatan
dengan proses jam, diharapkan jam atau bila diperlukan suhu tubuh dan gejala yang menyertai.
penyakit ditandai termoregulasi membaik
dengan suhu tubuh dengan kriteria hasil : Terapeutik Terapeutik
diatas nilai normal  Suhu tubuh dalam batas 1) Berikan baju tipis menyerap 1) Memberikan rasa nyaman
normal (36-37,5°C) keringat. mempercepat penguapan panas

 Tidak ada tanda 2) Berikan kompres dingin pada tubuh. Dengan menggunakan baju

peningkatan suhu tubuh lipatan paha, inguinal axilla. tipis dapat membantu menurunkan

 Klien tenang panas klien.


Edukasi 2) Membantu mempercepat konduksi
 Membran mukosa
Anjurkan klien untuk banyak karena pada daerah tersebut dekat
lembab.
minum. dengan arteri besar.

16
Edukasi
Kolaborasi Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
Kolaborasi dengan dokter untuk penguapan cairan tubuh meningkat
pemberian cairan dan antipiretik. sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak.

Kolaborasi
Anti piretik mempunyai reseptor di
hypothalamus dapat meregulasi suhu
tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan
mendekati suhu normal.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Kaji secara menyeluruh tentang 1. Pengkajian secara menyeluruh dapat
dengan agen jam gangguan integritas nyeri termasuk lokasi, durasi, membantu dalam penegakkan
pencedera kulit teratasi dengan kriteria frekuensi, intensitas, dan faktor diagnosis yang tepat
fisiologis hasil: penyebab. 2. Pasien dengan nyeri akan
 Secara subyektif 2. Observasi isyarat non verbal dari menunjukkan respon non verbal yang
nyeri berkurang atau ketidaknyamanan terutama jika dapat diamati.
dapat diadapatasi tidak dapat berkomunikasi secara
 Skala nyeri 0-1 efektif.
Terapeutik
 Pasien tidak gelisah.
1) Pendekatan dengan menggunakan

17
Terapeutik relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
1) Jelaskan dan bantu pasien telah menunjukkan keefektifan dalam
dengan tindakan pereda nyeri mengurangi nyeri
nonfarmakologi dan 2) Istirahat akan menurunkan kebutuhan
noninvasive. oksigen jaringan perifer.
2) Manajemen lingkungan :
Lingkungan tenang, batasi, Edukasi
pengunjung dan istirahatkan Meningkatkan asupan oksigen sehingga
pasien. akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia spina
Edukasi
Ajarkan teknik relaksasi pernafasan Kolaborasi
dalam pada saat nyeri muncul. / Obat anti nyeri dapat mengurangi panas
pasien.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti nyeri.

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi


nutrisis kurang dari keperawatan selama 3x24 1. Kaji keluhan mual atau nyeri 1) Informasi ini menentukan data dasar
kebutuhan tubuh jam klien dapat 2. Observasi status nutrisi kondisis pasien dan memandu

18
berhubungan mempertahankan intervensi keperawatan
dengan intake yang kebutuhan nutrient yang Terapeutik 2) Untuk mengetahui tingkat gizi pada
tidak adekuat adekuat dengan kriteria 1) Berikan substansi gula pasien
hasil : 2) Yakinkan diet yang dimakan
 Adanya peningkatan mengandung rendah serat untuk Terapeutik
BB mencegah konstipasi. 1) Mencegah terjadinya kondisi lemah
 Tidak ada tanda – pasien.
tanda malnutrisi Edukasi 2) Menghindari pasien agar tidak mual,
1) Anjurkan pasien untuk dan memulihkan usus yang
 Mampu
meningkatkan protein dan terinfeksi.
mengidentifikasi
vitamin C
kebituhan nutrisi
2) Berikan informasi tentang Edukasi
 Tidak terjadi
kebutuhan nutrisi 1) Mencegah kurangnya vitamin dan
penurunan berat
menjaga
badan yang berarti.
Kolaborasi 2) Agar pasien mengetahui makanan
Kolaborasi dengan dokter dalam apa saja yang harus di konsumsi
pemberian antiemetic ketika sakit, dan tidak memakan
makanan yang sembarangan.

Kolaborasi
Digunakan untuk mengurangi mual dan

19
muntah
4. Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
volume cairan keperawatan selama 3x24 1) Observasi tanda – tanda kurang 1) Untuk mendeteksi tanda awal bahaya
berhubungan jam tidak terjadi cairan (bibir pecah – pecah, paa pasien
dengan intake yang kekurangan volume cairan produksi urin tuurun dan turgor 2) Peningkatan denyut nadi , penurunan
tidak adekuat dan dengan kriteria hasil : kulit tidak elastis) tekanan vena sentral, dan penurunan
peningkatan suhu  Mempertahankan 2) Observasi tanda – tanda vital tekanan darah dapat mengindikasikan
tubuh urin output sesuai (suhu tubuh) setiap 4 jam hypovolemia yang mengarah pada
usia dan berat badan penurunan perfusi jaringan.
 Tekanan darah, Peningkatkan frekuensi pernapasan
nadi, suhu tubuh berkomnsasi pada hipoksia jaringan
Terapeutik
dalam batas normal
1) Berikan minum yang banyak Terapeutik
 Tidak ada tanda –
sesuai toleransi 1) Untuk mencegah tanda – tanda
tanda dehidrasi
2) Pertahankan catatan intake dan dehidrasi
 Elastisitas turgol
output yang akurat 2) Sebagai evaluasi penting dari
kulit baik,
membrane mukoa intervensihidrasi dan mencegah
Edukasi terjadinya over dosis
lembab, tidak ada
Jelaskan tujuan dan prosedur
rasa haus yang
pemantauan. Edukasi
berlebihan.
Agar pasien dan keluarga mengerti
Kolaborasi

20
Kolaborasi pemberian cairan IV manfaat Tindakan keperawatan.

Kolaborasi
Untuk memenuhi asupan cairan selain
dibantu dengan cairan melalui oral

21
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan atau tindakan merupakan suatu hal tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat untuk melaksanakan kegiatan kegiatan yang sudah di
rencanakan dalam intervensi keperawatan dalam proses keperawatan untuk pasien demam
thypoid dengan gangguan hipertermi menggunakan standar intervensi keperawatan
Indonesia yaitu manajemen Hipertermi, pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada
rentang normal, resiko defisit nutrisi dengan cara manajemen nutrisi, nyeri akut dengan
cara manajemen nyeri, serta untuk intoleransi aktivitas dengan cara manajemen energi
(Tim Pokja PPNI SIKI, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sasaran evaluasi yaitu sebagai berikut :
- Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria atau rencana yang telah disusun)
- Hasil tindakan keperawatan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah dirumuskan
dalam rencana evaluasi.

Terdapat 2 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :


- Tujuan tercapai, apabila klien telah menunjukkan perbaikan atau kemajuan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu dicari penyebab serta cara untuk mengatasinya.
- Tujuan dikatakan tidak tercapai jika klien tidak menunjukkan perubahan atau
kemajuan sama sekali bahkan muncul masalah baru dan perawat perlu mangkaji
secara lebih dalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-
faktor lain yang tidak sesuai menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah
melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi kepada klien,
semua tindakan perlu didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan.

22

Anda mungkin juga menyukai