PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Demam tifoid biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu gejala demam yang lebih dari 1
minggu. Penyakit demam tifoid bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit
menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segera di tangani secara
baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO (World Health
Organization) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per
tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di
Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik. Menurut WHO angka
penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000 (Menkes RI, 2013).
kelompok usia 5-14 tahun, karena pada usia tersebut anak kurang memperhatikan
kebersihan diri serta kebiasaan jajan sembarangan yang dapat menyebabkan penularan
penyakit demam tifoid. Prevalensi menurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan
rumah tangga rendah (Menkes RI, 2008). Pada minggu pertama sakit, demam tifoid
sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan
1
Laporan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman serta pengetahuan calon
apoteker tentang penyakit demam tifoid beserta penatalaksanaannya. Adapun manfaat dari
laporan ini adalah untuk memahami dan mampu mengerjakan tanggung jawab apoteker
agar penderita patuh mengkonsumsi obat, memantau adanya efek samping, memantau
adanya interaksi dengan obat lain, dan berperan secara aktif mencegah terjadinya
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat
yang disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. Prevalensi 91% kasus demam
tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada
minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam
Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan S. typhi,
sisanya disebabkan oleh S. paratyphi. Kuman masuk melalui makanan / minuman, setelah
melewati lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding
usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque Peyeri). Kuman ikut aliran
limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bacteremia primer) mencapai jaringan RES
sekunder, kuman mencapia sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra
4
2.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk
spora, motil, tidak berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar),
bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di
alam bebas seperti didalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
Masa inkubasi tifoid 10-14 hari dan pada anak, masa inkubasi ini lebih bervariasi berkisar
5-40 hari, dengan perjalanan penyakit kadang-kadang juga tidak teratur (Menkes RI,
2006).
2.3 Patofisiologi
paratyphi. Penularan ke manusia melalui makanan dan atau minuman yang tercemar
dengan feses manusia. Setelah melewati lambung kuman mencapai usus halus dan invasi
ke jaringan limfoid (plak peyer) yang merupakan tempat predileksi untuk berkembang
biak. Melalui saluran limfe mesenteric kuman masuk aliran darah sistemik (bakterimia I)
dan mencapai sel-sel retikulo endothelial dari hati dan limpa. Fase ini dianggap masa
inkubasi (7-14 hari). Kemudian dari jaringan ini kuman dilepas ke sirkulasi sistemik
(bacteremia II) malalui duktus torasikus dan mencapai organ-organ tubuh terutama limpa,
5
Kuman Salmonella menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks
Salmonella berkembang biak. Disamping itu merupakan simulator yang kuat untuk
memproduksi sitokin oleh sel-sel magrofag dan sel leukosit di jaringan yang meradang.
Sitokin ini merupakan mediator-mediator untuk timbulnya demam dan gejala toksemia
(proinflamatory). Oleh karena basil Salmonella bersifat intraseluler maka hampir semua
bagian tubuh dapat terserang dan kadang-kadang pada jaringan yang terinvasi dapat
Kelainan patologis yang utama terdapat di usus halus terutama diileum bagian
distal dimana terdapat kelenjar plak peyer. Pada minggu pertama, pada plak peyer terjadi
hiperpelasia berlanjut menjadi nekrosis pada minggu ke 2 dan ulserasi pada minggu ke 3,
akhirnya terbentuk ulkus. Ulkus ini mudah menimbulkan perdarahan dan perforasi yang
merupakan komplikasi yang berbahaya. Hati membesar karena infiltrasi sel-sel limfosit
dan sel mononuklear lainnya serta nekrosis fokal. Demikian juga proses ini terjadi pada
patologis yang sama juga dapat ditemukan pada organ tubuh lain seperti tulang, usus,
paru, ginjal, jantung dan selaput otak. Pada pemeriksaan klinis, sering ditemukan proses
radang dan abses-abses pada banyak organ, sehingga dapat ditemukan bronchitis, arthritis
septik, pielonefritis, meningitis, dll. Kandung empedu merupakan tempat yang disenangi
basil Salmonella. Bila penyembuhan tidak sempurna, basil tetap tahan di kandung empedu
ini, mengalir ke dalam usus, sehingga menjadi karier intestinal (Menkes RI, 2006).
6
Demikian juga ginjal dapat mengandung basil dalam waktu lama sehingga juga
menjadi karier (Urinary Carrier). Adapaun tempat-tempat yang menyimpan basil ini,
Beberapa gejala klinis yang sering pada tifoid diantaranya adalah (Menkes RI, 2006) :
a. Demam
Demam merupakan gejala utama tifoid. Pada awal sakit, kebanyakan penderita
hanya mengalami demam yang samar-samar, suhu tubuh akan naik turun.
Penderita akan mengalami demam intermitten, yaitu pagi suhu tubuhnya rendah
atau normal sedangkan sore dan malam suhu tubuhnya akan lebih tinggi. Intensitas
demam hari ke hari akan semakin tinggi disertai beberapa gejala tambahan seperti
sakit kepala, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, mual dan muntah. Pada minggu
kedua demam berubah menjadi demam kontinyu, yaitu demam tinggi terjadi terus
Penderita demam tifoid umumnya mengalami bibir kering dan kadang pecah-
pecah. Lidah terlihat kotor dan tertutup selaput putih. Ujung dan tepi lidah
kemerahan dan tremor. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri di bagian
perut, terutama di bagian ulu hati, disertai mual dan muntah. Pada awal sakit
minggu berikutnya.
7
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya penderita mengalami penurunan kesadaran ringan. Bila klinis berat, tak
jarang penderita sampai somnolen (kesadaran menurun) dan koma atau dengan
gejala psikosis.
d. Hepatosplenomegali
Terjadi pembesaran hati dan/atau limpa. Hati terasa kenyal dan nyeri saat ditekan.
yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak
diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa
setiap peningkatan suhu 1˚C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut
dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah
rose spot yang biasanya ditemukan diregio abdomen atas, serta sudamina, serta
gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot
Pada hasil pemeriksaan darah pada penderita demam tifoid umumnya ditemukan
anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
8
perdarahan usus, jumlah leukosit normal (bisa menurun atau meningkat), mungkin
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Diagnosis pasti
demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam
biakan dari darah, urin, feses, sumsum tulang, dan cairan duodenum penderita.
Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan
dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium
c. Uji Serologi
Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis
yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi uji widal tubex test dan
Uji Widal
Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
adalah suspensi biakan Salmonella typhi yang telah dimatikan dan diolah
9
(antigen kapsul). Ketika ketiga macam antigen tersebut ada di dalam tubuh
macam antibodi yang biasa disebut aglutinin. Dari ketiga aglutinin tersebut
Pemeriksaan Tubex
dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA
Vi yang spesifik
demam tifoid.
d. Pemeriksaan Radiologik
10
Pada perforasi usus tampak : distribusi udara tak merata, airfluid level,
Penderita dengan gambaran klinik jelas disarankan untuk dirawat di rumah sakit
agar pengobatan lebih optimal, proses penyembuhan lebih cepat, observasi penyakit lebih
segera setelah diagnosa klinik ditegakkan. Sebelum itu pemeriksaan spesimen darah atau
sumsum tulang harus dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan bakteri penyebab
infeksi, kecuali fasilitas biakan ini benar-benar tidak tersedia dan tidak dapat
dilaksanakan.
a. Antibiotik
selama 5 hari.
11
b. Kortikosteroid
a. Tirah Baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus
istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus
brrtahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Buang air besar dan kecil
sebaiknya dibantu oleh perawat. Hindari pemasangan kateter urin tetap, bila tidak
kindikasi betul.
b. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral adalah sesuai
dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi dosis cairan
yang optimal.
12
c. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose
(rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita
tifoid, biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet
padat dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan
bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai
Fever of Unknown Origin (FUO) atau demam tanpa penyebab yang jelas adalah
keadaan temperatur tubuh minimal 37,8˚C - 38 ˚C terus menerus untuk periode waktu
paling sedikit selama tiga minggu tanpa diketahui sebabnya setelah dilakukan
pemeriksaan medis lengkap. Lorin dan Feigin mendefinisikan sebagai timbulnya demam
8 hari atau lebih pada anak setelah dilakukan anamnesis dengan teliti dan cermat,
kelainan.
a. Medikamentosa
13
Apabila dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium menunjukkan
Catatan: terutama bila hitung leukosit > 15.000/µl atau hitung total
b. Antibiotik
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
Data Umum
No. MR : 19.06.XX
Nama Pasien : A.U
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun
Ruangan : Bangsal Anak
Diagnosa : Demam thypoid
Mulai Perawatan : 15 juli 2019
Dokter Yang Merawat : dr.F.Sp.A
Pasien masuk ke IGD dengan keluhan tidak mau makan lebih kurang 15 hari,
muntah tiap makan, mual (+, badan terasa lemah, gemetar, perut terasa panas, mencret,
Perut sakit
Mual
15
Muntah setiap kali makan
Pasien pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan demam selama 1 minggu.
Suhu : 39,10C
Nafas 20 20 24 20 20 20 20
16
(kali per menit)
Hematologi
Nilai-nilai MC
Trombosit[103/μL] 150–400 83 71 17
Kimia Klinik
Sewaktu(mg/dL)
Serologi
Widal
Negatif
17
S.thypi H (widal) 1/320 Negatif
Negatif
Urinalisa
Makroskopik
Warna Kuning
Bilirubin Negatif
Urobilinogen 1
pH 4,6-8,5 7.00
Sedimen Urine
18
3.4 Diagnosis
Demam thypoid
FUO
Bisitopenia
19
3.5 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
15/07/19 Pasien datang Suhu : 39,2oC Demam thypoid Terapi yang diberikan :
(IGD) dengan keluhan TD :90/50 mmHg - RL 500 cc, kemudian
demam naik turun HR : 100 kali/menit dilanjutkan dengan KA EN
sejak lebih kurang RR: 20 kali/menit 1B 6 jam/kolf
15 hari SMRS - Inj ranitidine 3 x 50 mg
Demam tinggi terus - Inj ceftriaxone 1 x 2 g
menerus sejak lebih - Parasetamol 4 x 1 tab
kurang 5 hari SMRS - Zink 1 x 20 mg
BAB + cair > 5
kali/hari, air >
ampas
Nafsu makan
berkurang
Mual dan muntah
(+) setiap kali
makan
20
Badan terasa lemas
dan gemetar
Perut terasa panas
Pusing
17/07/19 Demam (+) Suhu : 38,4-39,9 oC (3 peak Demam thypoid Terapi lanjut
Muntah (+) demam)
HR :92 kali/menit
RR: 24 kali/menit
BB: 37 kg
21
18/07/19 Demam (+) Suhu : 36-39oC (1 peak Demam thypoid Terapi yang diberikan :
Nyeri ulu hati (+) demam) - Terapi lanjut
Nyeri kepala (+) HR :90 kali/menit - Inj gentamisin 1 x 240 mg
22
BAB IV
ANALISIS FARMAKOTERAPI-DRP
No. RM:19.06.XX Keluhan Utama: Demam, nafsu makan berkurang, mual dan muntah
MRS/KRS:15 juli 2019 setiap makan, badan terasa lemas dan gemetar, perut
Inisial Pasien: An. A sakit dan kepala sakit.
Umur/BB/Tinggi: 14 tahun/37kg/- Diagnosa: Demam thypoid
Alamat: Sei Nanam-solok Riwayat Penyakit: Demam 1 minggu
Tanggal
Obat Dosis di R/ Rute Frekuensi Juli
15 16 17 18 19 20 21
RL 500 cc iv bolus √ √ √ √ √ √ √
Inj ceftriaxone dalam 2 gram iv drip 1x1 √ √ √ √ // //
Nacl 0,9% 100 ml
Inj ranitidine 50 mg Iv 3x1 √ √ √ √ //
Parasetamol 500 mg Po 4x1 √ √ √
Zink 20 mg Po 1x1 √ √ √ √ √ √ √
Omeprazol 40 mg Iv 1x1 √ √ √
Inj gentamicin 240 mg Iv 1x1 √ √ √ √
Ambroxol 30 mg Po 3x1 √ √ √
Inj ceftazidine 1 gram Iv 3x1 √ √ √
23
Ket: //: Terapi dihentikan
√: Pemberian terapi
4. Ranitidin Oral: 2-5 mg/kg (max 150 mg) 8-12 3 x 50 mg Dosis sesuai literatur
jam
24
25-50 mg/kgBB/hari ( max 2 gram)
No DRP Keterangan
25
5 ROTD (Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan) -
6 Interaksi Obat -
26
3.5 Tinjauan Farmakologi Obat (Basic Pharmacology & Drug Notes, 2017)
1. Ceftriaxone
(termasuk goonorea)
dosis tunggal.
27
mg/kgBB/hari. Pemberian infus IV dalam 60
menit
28
klirens plasma 0,50-1,45 L/jam danklirens ginjal 0,32-0,73
dosis.
29
2. Paracetamol
hati.
30
satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi
protein hati.
- Tablet 600 mg
- Tablet 1000 mg
- Syrup 120 mg / 5 ml
4 ml
- Sediaan infus 10 mg / ml
3. Ambroxol
31
mg/hari.
menjalankan mesin
32
T1/2 = 3 jam.
Metabolisme :Sekitar 30% setelah pemberian
oral dieliminasi melalui first pass effect.
Penelitian pada mikrosom hati manusia
menunjukkan enzim CYP3A4 berperanan
penting terhadap metabolisme ambroxol di hati.
Ambroxol pertama kali dimetabolisme di hati
melalui proses glukuronidasi dan beberapa
sisanya (sekitar 10% dari dosis) dimetabolisme
menjadi metabolit kecil yakni asam
dibromanthranilik.
Ekskresi :Jumlah ekresi ginjal adalah sekitar 90%
Sediaan - Tablet/kaplet 30 mg
- Syrup 15 mg / 5 ml
- Tetes 15 mg / ml
4. Ceftazidime
33
termasuk peritonitis dan infeksi mikroba yang
termasuk meningitis.
34
pusing, parestesia.
hati.
5. Zinc sulfate
sudah berhenti).
35
pada jangka waktu lama dapat menyebabkan
- Sediaan tablet 20 mg
6. Omeprazol
hipersekresi patologis.
36
nyeri abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan
mulut kering.
lambung
Sediaan Kapsul 20 mg
37
7. Gentamicin
8 jam
antibiotik.
38
kerusakan membrane sitoplasma dan disusul oleh
kematian sel.
8. Ranitidine
Dosis Oral
39
Ulkus peptikum dan ulkus duodenum : 150
sehari
Injeksi
jam
jam
40
Farmakokinetik Diabsorbsi secara oral dengan biavailibilitas
ranitidine sekitar 50% sama dengan pada
pemberian intravena, akan meningkat pada pasien
dengan penyakit hati. Namun pada sumber lain
juga dikatakan bahwa ranitidine memiliki
bioavailibiltas 88%. Ranitidine didistribusi secara
luas di dalam tubuh termasuk ASI dan plasenta.
Dengan kadar puncak dalam plasma yang dicapai
dalam 1-3 jam penggunaan 150mg ranitidine oral.
15% dari ranitidine akan terikat oleh protein
plasma Metabolisme lintas pertama terjadi di hati
dalam jumlah yang cukup besar setelah
pemberian oral. Tujuh puluh persen ranitidine
diekskresi dalam bentuk asalnya di ginjal
terutama melalui urine dengan t1/2 yang pendek
yaitu sekitar 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan
memanjang pada orang tua dan pasien gagal
ginjal. Pada pasien dengan penyakit hati, t1/2 dari
ranitidine juga akan memanjang namun tidak
sesignifikan perpanjangan waktu paruh pada
pasien gagal ginjal.
41
BAB V
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki An.A.U yang berumur 14 tahun dengan berat badan
38 kg masuk ke Rumah Sakit M. Natsir Solok pada tanggal 15 Juli 2019. Pasien
masuk ke IGD dengan rujukan dr.I. Pasien mengeluhkan demam ±15 hari SMRS,
muntah tiap makan, mual, badan terasa lemas, gemetar, perut terasa panas,
mencret, pusing dan kepala terasa panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan kimia klinik oleh dr.F. Sp.A, pasien
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan
sedang berkembang. Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang
ataupun infeksi fecal seperti visceral abses. Salmonella typhi adalah bakteri gram
42
gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi endovaskular, dan infeksi fecal
seperti osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed, 2016). Manifestasi klinis
demam tifoid dimulai dari yang ringan (demam tinggi, denyut jantung lemah,
sakit kepala) hingga berat (perut tidak nyaman, komplikasi pada hati dan limfa
1x2 g iv, inj. ranitidine 3x50 mg iv, inj. gentamisin 240 mg iv, inj. ceftazidime
3x1 g iv, inj. omeprazole 1x40 mg iv, paracetamol 4x500 mg tab, zink 1x20 mg
sebagai obat yang poten dan efektif untuk pengobatan demam tifoid jangka
pendek. Sifat yang menguntungkan dari obat ini adalah secara selektif dapat
mempunyai spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman
lebih banyak digunakan (Tandi dan Joni, 2017). Pemberian ceftriaxon untuk anak
adalah dengan dosis 80 mg/kgBB/hari sekali sehari, selama 5 hari (IDAI, 2010).
memberikan tanda-tanda perbaikan pada pasien dimana suhu tubuh pasien yaitu
43
pasien tidak juga memberikan tanda-tanda perbaikan yang dilihat dari hasil
laboratorium yaitu nilai leukosit 3,2x103/µL dan suhu tubuh pasien 36,6-39 ˚C,
mempunyai efek yang lebih baik dalam mengobati infeksi mikroba seperti H.
bersifat bakterisidal dan terutama aktif terhadap bakteri gram negatif yang aerob,
Pasien diberi inj. ranitidin untuk mengatasi muntah dan juga sebagai
pencegah untuk stres ulcer. Ranitidin berperan dalam mengurangi faktor agresif
dengan cara menghambat histamin pada reseptor H2 sel parietal sehingga sel
Notes, 2017). Pada tanggal 19 juli inj. ranitidin di ganti dengan inj. omeprazole,
karena setelah diberikan selama 4 hari pasien masih mengeluhkan mual dan nyeri
44
menghambat asam lambung dengan menghambat kerja enzim (k+H+ATPase)
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel pariental ke dalam lumen lambung.
PPI merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dibanding
dengan antagonis reseptor H2. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel
mengurangi aktivitas factor agresif pepsin dengan pH > 4 serta meningkatkan efek
eradikasi H. pylori oleh regimen triple drugs (Team Medical Mini Notes, 2017).
penggunaan zink dalam pengobatan diare yaitu selama 10 hari. Zink merupakan
salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak.
Selama diare, tubuh akan kehilangan zink. Untuk menggantikan zink yang hilang
selama diare, anak dapat diberikan zink yang akan membantu penyembuhan diare
serta menjaga agar anak tetap sehat. Pemakaian zink sebagai obat pada diare
45
didasarkan pada alasan ilmiah bahwa zink mempunyai efek pada fungsi kekebalan
saluran cerna sehingga dapat mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan
setelah anak sembuh dari diare serta mempercepat proses penyembuhan epiel
dehidrasi pada pasien. Kebutuhan total cairan per hari pada pasien dapat dihitung
(WHO, 2008).
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Semua pengobatan yang diberikan pada An. A.U sudah sesuai dengan
6.2 Saran
1. Menjelaskan pada keluarga pasien aturan dan cara pemberian obat serta
47
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2013. Laporan Tahunan Promkes tahun 2006. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus IDAI.
Lorin. MI, Feigin. RD. 1992. Fever of Unknown Origin Textbook of Pediatric
Infectious Disease Third Edition. Philadelphia: Saunders.
Tandi, Joni. 2017. Kajian Kerasionalan Penggunaan Obat pada Kasus Demam
Tifoid di Instalasi Rawat Inap Anutapura Palu. Jurnal Ilmiah Pharmacon,
6(4). ISSN 2302 – 2493.
Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2017.
Makasar: MMN.
48