2 Gastritis
2.2.1 Pengertian Gastritis
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang
berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan
penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan
peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori. Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus
menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.
Secara histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut
didasarkan pada manifestasi klinis dapat dibagi menjadi akut dan kronik (Hirlan, 2001 : 127).
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan dapat
meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah
penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.
Gastritis merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia,
rasa penuh, dan tidak enak pada epigastrium, nausea, muntah.
Secara umum definisi gastritis ialah inflamasi pada dinding lambung terutama pada
mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui
diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis
Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu cukup lama bersentuhan dengan
aliran balik getah duodenum yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi dan
akhirnya malah berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme
penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa
lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja detergens). Akibatnya
timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan dalam dan
menyebabkan keluhan-keluhan (Obat-obat Penting hlm 262).
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu (David Ovedorf 2002) :
1. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa
menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan
kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat
analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat
menyebabkan erosi mukosa lambung) ).
Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan).
2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi
dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan
imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa.
Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa
berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan
infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
2.2.2 Epidemiologi
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan negara dunia
dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, dimulai dari
negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai
47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti
Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%.
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian
gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu
di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan
yang kurang sehat (Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan
laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada pada urutan
kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero, 2014) .
Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dinding mukosa lambung
semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi Helicobacter
pylori atau penyakit autoimun daripada usia muda. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua
mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson,
2006).
Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini
berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih
banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres
psikologis (Gupta, 2008).
2.2.3 Etiologi
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisi
yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat eksternal yang menyebabkan
iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme perlindungan dalam lambung
mulai berkurang sehingga menimbulkan peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan
oleh gangguan kerja fungsi lambung, gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau
tumor, jadwal makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan
stres, merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan secara terus
menerus, stres fisik, infeksi bakteri Helicobacter pylori (Suryono, 2016).
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor-faktor
defensif (resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum menyebabkan terjadinya
gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus duodenum. Asam lambung yang bersifat korosif
dan pepsin yang bersifat proteolitik merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan
kerusakan mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu,
obat-obat ulserogenik (aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid dosis tinggi),
merokok, etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain (Katzung, 2004).
Pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka panjang beresiko mengakibatkan penyakit
gastritis karena obat-obat tersebut mengiritasi dinding lambung dan menyebabkan mukosa
pelindung lambung menjadi tipis sehingga lebih mudah terluka. Selain itu, dapat pula disebabkan
faktor sosial, yaitu situasi yang penuh stres psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang
pasien yang menderita fistula pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada lambung
dapat diamati, ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung saat dihadapkan pada
situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan cemas. Timbulnya penyakit gastritis dan
tukak lambung dipicu oleh stres yang berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini muncul
karena gaya hidup saat ini yang serba cepat akibat tuntutan hidup dan tuntutan kerja, misalnya
mobilitas yang tinggi maupun beban kerja yang dirasakan berat. Gaya hidup tersebut membuat
individu selalu berada dalam ketegangan sehingga berakibat pada munculnya stres. Selain itu
pola makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan instan sebagai akibat pola hidup
serba cepat juga merupakan salah satu pencetus penyakit gastritis (Subekti, 2011).
Helicobacter pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis. Menurut penelitian,
gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis menahun karena Helicobacter pylori dapat
hidup dalam waktu yang lama dilambung manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi
lingkungan yang sesuai dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Komplikasi yang dapat
timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan vitamin B12, menyebabkan anemia pernesiosa,
penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis kronis jika
dibiarkan tidak terawat, akan menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Serta
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus
pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung. Adapun kasus dengan
penyakit gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh kalangan
masyarakat sehingga harus berupaya untuk mencegah agar tidak terjadi kekambuhan (Suryono,
2016).
2.2.4 Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi terjadinya
gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan
faktor pertahanan (defensif) pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan
atau penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung,
pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif,
OAINS, alkohol dan radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa
gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial
(Pangestu, 2003).
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus
bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan kimia termasuk
ion hidrogen (Kumar, 2005). Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas
pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH,
dan membuat ikatan antar sel (Kumar, 2005).
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen terpenting lapis
pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol dan aspirin
merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab
gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan
mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya
OAINS (indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu,
enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol
diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek
masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price dan Wilson, 2005).
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastristis
akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan
melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik. Gastritis kronik komplikasinya adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).