Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID (THYPOID FEVER)

OLEH :

NURHAMIZA MUTAR

BT 1901056

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2021
A. Konsep Medis

1. Pengertian

Typhoid Fever merupakan penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah. Masyarakat mengenal penyakit ini dengan nama
Tipes atau Thypus.Tifus atau tipes atau demam tifoid adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhii. Tifus dapat menular dengan
cepat, umumnya melalui konsumsi makanan atau minuman yang sudah
terkontaminasi tinja yang mengandung bakteri Salmonella typhii.(2020). Demam
Typhoid (tifus abdominalis, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai dengan gangguan Demam Typhoid ini disebabkan oleh bakteri salmonella
typhy .penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi oleh tinja dan urin orang yang terinfeksi. (Pratamawati,
2019)

Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang
terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis
terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam
paratifoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S.
Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C). Demam tifoid
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain
(Widagdo, 2011, hal: 197). Menurut Ngastiyah (2005, hal: 236) Tifus abdominalis
(demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan,dan gangguan kesadaran. Menurut Soedarto (2009, hal: 128) Penyakit
infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus abdominalis atau Typhoid Fever ini
disebabkan oleh kuman Salmonella typhiatauSalmonella paratyphi A, B, dan C.

2. Etiologi

Demam Thypoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella


yang tergolong dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia,
tahan 8 beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan
kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam
atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah
komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H
(flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S.
Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di
kalangan masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam
tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun
melalui tangan dan alat masak yang kurang bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap
oleh usus halus yang masuk bersama makanan, lantas menyebar ke semua organ
25 tubuh, terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan
nyeri. Setalah berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam
peredaran darah dan kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus
inilah, kuman itu membuat luka atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa
menimbulkan pendarahan atau robekan yang mengakibatkan penyebaran infeksi
ke dalam rongga perut. Jika kondisinya sangat parah, maka harus dilakukan
operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak sedikit yang berakibat fatal hingga
berujung kematian. Selain itu, kuman Salmonela Typhi yang masuk ke dalam
tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang dapat menimbulkan gejala demam
pada anak. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Fida & Maya,
2012).

3. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement,
dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah
melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang
negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh
darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga
dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan
disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan
bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan
nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi
pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan
nekrosis dan iskemia. Salmonella thypi juga bersarang dalam system retikulo
endothelial terutama limpa dan hati, dimana kuman meninggalkan selfagosit
berkembangbiak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bakterimia kedua
dengan gejala siskemik. Salmonella typhi menghasilkan endoktoksin yang
berperan dalam inflamasi local jaringan tempat kuman berkembangbiak
merangsang pelepasan zat pirogen dan leukosit jaringan sehingga muncul demam
dan gejala siskemik lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses patologis semakin
berkembang, perforasi dapat terjadi (Pratamawati, 2019).
4. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1) Pendarahan usus.
Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus.
Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi pada bagian
distal ileum.
3) Peritonitis.
Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan
4) Komplikasi di luar usus.
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain. (Fauzan, 2019).
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Komplikasikasrdiovaskular: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosit, tromboflebitis
2) Komplikasi darah : anemia hemoditik, trombositopenia dan sydrome
uremik hemolitik
3) Komplikasi paru : pneumonia, emplema dan plautis.
4) Komplikasipada hepar dan kandung empedu : hepatitis atau kolensishks
5) Komlikasi ginjal : glonaesulus nefritis, pyclonepritis, peninepritis
6) Komplikasi pada tulang: oslemomyolitis, osteoporosis, spondditis dan
arthritis
7) Komplikasi neuropsikitiartrib : delinum, meningiusmus
8) Perporasi usus terjadi pada 0,5 -3% dan pendarahan berat pada 1-10%
penderita demam thypoid, kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium
ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penururnan suhu tubuh dan
tekanan darah serta kenaikan denyut jantung (Nurarif.2015)

5. Tanda dan Gejala


a. Demam tinggi dari 39 0 C – 40 0 C yang meningkat secara perlahan
dimulai sore hingga dini hari.
b. Tubuh menggigil
c. Denyut jantung lemah (bradycardia)
d. Badan lemah (weakness)
e. Sakit kepala yang hebat pada malam hari, terutama di belakang kepala.
f. Nyeri otot (myalgia)
g. Kehilangan nafsu makan
h. Konstipasi
i. Sakit perut (rasa tidak enak pada perut)
j. Pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah muda (rose spots)
k. Lidah kotor di tengah, tepi dan ujung merah, tremor

Hasil Laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa


dengan widal di mana adanya kenaikan titer antibody O ataupun H. Atau juga bisa
dilakukan dengan Tubex TF untuk memeriksa adanya antibody terhadap kuman
tersebut. Kultur darah untuk memeriksa hasil biakan darah yang positif
mengandung kuman.

6. Manifestasi Klinik

a. Prodromal: yaitu peasaan tidak enak badan dan demam


b. Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat
c. Nafsu makan berkurang
d. Bibir kering dan pecah-pecah
e. Perut kembung
f. Sulit BAB
g. Gangguan kesadaran, masa tunas thypoid 10-14 hari
a) Minggu I
Pada umumnya demam beranngsur naik, terutama sore hari dan
malam hari dengan keluhan dan gejala demam,nyeri otot, nyeri
kepala, anorekxia dan mual, batuk, epitaksis, obstifasi/ diare
perasaan tidak enak diperut.
b) Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dan dapat berubah demam
hypoid, lidah yang khas /putih, hipertermi, hepatomegali,
metaorismus, penurunan tekanan( nurarif 2015).

7. Tes Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang ada pada typhoid antara lain :
1) Pemeriksaan darah perifer
Leucopenia/leukositosis, anemia jaringan, trombositopenia
2) Uji widal
Deteksi titer terhadap salmonella parathypi yakni agglutinin O (dari
tubuh kuman dan agglutinin H (flagetakuman). Pembentukan agglutinin
dimulai dari terjadi pada awal minggu pertama demam, puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi dalam beberapa minggu dengan
peningkatan agglutinin O terlebih dahulu dengan diikuti agglutinin H.
agglutinin O menetap selama 4-6 bulan sedangkan agglutinin H
menetap sekitar 9-12 bulan. Titer antibody O >1:320 atau antibody H
>1:6:40 menguatkan diagnosis pada gambaran klinis yang khas.
3) Uji TURBEX
Uji semi kuantitatif kolometrik untuk deteksi antibody anti salmonella
thypi0-9. Hasil positif menunjuk kan salmonella serogroup D dan tidak
spesifik salmonella paratyphi menunjuk kan hasil negative.
4) Uji typhidot
Deteksi IgM dan IgG pada protein. Membrane luar salmonella typhi.
Hasil positif didapat dari hasil 2-3 hari setelah infeksi dan spesifik
mengidentisifikasi IgM dan IgG terhadap salmonella typhi.
5) Uji IgM Dipstick
Deteksi khusus IgM spesifik salmonella typhi specimen serum atau
darah dengan menggunakan strip yang mengandung anti
genlipopolisakarida salmonella tiphy dan anti IgM sebagai control
sensitivitas 65-77% dan spesitivitas 95%-100%. Akurasi didapatkan
dari hasil pemerikasaan 1 minggu setelah timbul gejala
6) Kultur darah
Hasil positif memastikan typhoid namun hasil negative tidak
menyingkirkan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien typhoid meliputi:

1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicillin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) paracatamol
2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
1) Diet yang sesuai cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7hari (Smeltzer & Bare. 2002)
Penyimpangan KDM
“Demam thypoid”

Salmonela thypi

Usus halus

Jaringan limfoid

Lamina propria

Kelenjar limfa mesantonia

Aliran darah

Organ respirasi ( hati dan limfa)

Tidak difagosit Inflamasi

Hati dan limfa Endotoksin

Hepatomegali infeksi
Splenomegali penurunan nafsu lemah proses

Merangsang makan lesi demam


Ujung saraf

Nyeri terasa mual muntah intoleransi aktifitas hipertermi

Nyeri akut defisit nutrisi


B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian lengkap, dan sistematis
sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan respon individu (Budiono, 2016). Data tersebut berasal dari pasien
(data primer), keluarga (data sekunder), dan catatan yang ada (data tersier).
Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,
observasi langsung, dan melihat catatan medis.
Adapun data yang diperlukan pada pasien typhoid yaitu sebagai berikut :
1. Anamnese (Data subyektif)
a. Identitas Pasien.
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis kelamin, usia,
agama, suku bangsa, nomor RM, dan identitas penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu panas naik
turun, yang menyebabkan klien datang untuk mencari bantuan kesehatan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Ditemukan adanya keluhan klien yang mengalami peningkatan suhu tubuh
>37,5℃ selama lebih dari 1 minggu, disertai menggigil. Naik turunnya
panas terjadi pada waktu pagi dan sore dan berlangsung selama lebih dari 1
minggu. Keadaan semakin lemah, kadang disertai dengan keluhan pusing,
akral hangat, takikardia, serta penurunan kesadaran.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit demam tifoid, atau menderita
penyakit lainnya
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu
d. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap keadaan
penyakitnya
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang dewasa akan tampak cemas
7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan
jalan mengetuk kan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui
normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan
fisik dengan meraba klien. Auskultasi adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui
Bising usus). Adapun pemeriksaan fisik pada Klien demam tifoid diperoleh
hasil sebagai berikut :
a) Keadaan umum :
1. Keadaan umum: klien tampak lemas
Kesadaran : Composmentis
TandaVital :Suhu tubuh tinggi >37,5°C ; Nadi dan frekuensi nafas
menjadi lebih cepat
2. Pemeriksaan kepala
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya bentuk kepala normal
cephalik, rambut tampak kotor dan kusam
Palpasi: Pada pasien demam tifoid dengan hipertermia umumnya terdapat
nyeri kepala
3. Mata
Inspeksi: Pada klien demam tifoid dengan serangan berulang umumnya
salah satunya, besar pupil tampak isokor, reflek pupil positif, konjungtiva
anemis, adanya kotoran atau tidak
Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting
4. Hidung
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya lubang hidung simetris, ada
tidaknya produksi secret, adanya pendarahan atau tidak, ada tidaknya
gangguan penciuman.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan.
5. Telinga
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya simetrsis, ada tidaknya
serumen.
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat nyeri tekan
pada daerah tragus
6. Mulut
Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi, pada klien demam tifoid
umumnya mulut tampak kotor, mukosa bibir kering
7. Kulit dan Kuku
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya muka tampak pucat, Kulit
kemerahan, kulit kering, turgor kulit menurun
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya turgor kulit kembali <2 detik
karena kekurangan cairan dan Capillary Refill Time (CRT) kembali <2
detik.
8. Leher
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya kaku kuduk jarang terjadi,
lihat kebersihan kulit sekitar leher
Palpasi: Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya
pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasi trakea
9. Thorax (dada)
Paru paru
Inspeksi : Tampak penggunaan otot bantu nafas diafragma, tampak
Retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernapasan, sesak nafas
Perkusi :Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2 sinistra
Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil fremitus teraba
lemah
Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga terdapat
bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan peningkatan
produksi secret, kemampuan batuk yang menurun pada klien yang
mengalami penurunan kesadaran.
10. Abdomen
Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut atau
tidak, pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat distensi perut
kecuali ada komplikasi lain
Palpasi : Ada/tidaknya asites, pada klien demam tifoid umumnya terdapat
nyeri tekan pada epigastrium, pembesaran hati (hepatomegali) dan limfe
Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga abdomen,
apakah timpani atau dullness yang mana timpani adalah suara normal dan
dullness menunjukan adanya obstruksi.
Auskultasi : Pada klien demam tifoid umumnya, suara bising usus normal
>15x/menit
11. Musculoskeletal
Inspeksi : Pada klien demam tifoid umumnya, dapat menggerakkan
ekstremitas secara penuh
Palpasi : periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas dan
bawah. Pada klien demam tifoid umumnya, akral teraba hangat, nyeri
otot dan sendi serta tulang
12. Genetalia dan Anus
Inspeksi :Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak, terdapat
perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada klien demam tifoid
umumnya tidak terdapat hemoroid atau peradangan pada genetalia
kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit lain Palpasi :
Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien demam tifoid umumnya,
tidak terdapat nyeri kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit
lain
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Tujuan pencacatan diagnosa
keperawatan yaitu sebagai alat komunikasi tentang masalah pasien yang sedang
dialami pasien saat ini dan merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap
masalah yang diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi
pengembangan rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Data yang dikelompokan, dianalisa dan dipriositaskan masalahnya maka
ditentukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien typhoid.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan typhoid adalah :
a. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit dan
kulit dingin/ hangat, menggigil, suhu tubuh fluktuatif.
Gejala dan tanda mayor
DS:
1). Klien merasa lemah dan lesu
DO:
1). Kulit Dingin/Hangat
2). Menggigil
3). Suhu tubuh fluktuatif
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO:
1). Piloeresksi
2). Pengisian kapiler >3
3). Tekanan darah meningkat
4). Pucat
5). Frekuensi nafas meningkat
6). Takikardia
7). Kejang
8). Kulit kemerahan
9). Dasar kuku sianotik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang
telah ditentukan diharapkan klien lebih merasa nyaman dan membaik.
Intervensi : regulasi temperatur
a) Monitor suhu tubuh sampai stabil
b) Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
c) Monitor warna dan suhu kulit
d) Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
b. Hipertermia b.d. proses penyakit d.d suhu tubuh di atas normal
Gejala dan tanda minor:
DS:-
DO:
1). Suhu tubuh diatas normal
Gejala Dan Tanda Mayor
DS: -
DO:
1). Kulit merah
2). Kejang
3). Takikardi
4). Takipnea
5). Kulit terasa hangat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang
telah ditentukan maka termogulasi membaik.
Intervensi : manajemen hipertermia
a) Mengidentifikasi penyebab hipertermi(mis.dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan ingkubator
b) Monitor suhu tubuh
c) Longgarkan atau lepaskan pakaian
d) Anjurkan tirah baring
e) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu.
c. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d. mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur.
Tanda dan gejala mayor
DS:
1). Mengeluh nyeri
DO:
1). Tampak meringis
2). Bersikap protektif (mis. Waspada posisi menghindari nyeri)
3). Gelisah
4). Frekuensi nadi meningkat
5). Sulit tidur
Tanda dan gelaja minor
DS: -
DO:
1). Tekanan darah meningkat
2). Pola nafas berubah
3). Nafsu makan berubah
4). Proses berfikir terganggu
5). Menarik diri
6). Berfokus pada diri sendiri
7). Diaforesis (berkeringan lebih)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama yang terlah
ditentukan maka tingkat nyeri menurun.
Intervensi: menejemen nyeri
1). Identifikasi skala nyeri
2). Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3). Berikan tindakan non fermakologis (mis. Terapi musik)
4). Jelaskan strategi meredakan nyeri
5). Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
d. Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsobsi nutrient d.d. bb
menurun minimal 10% dari rentang normal.
Tanda dan gejala mayor
DS: -
DO:
1). Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
DS:
1). Cepat kenyang setelah makan
2). Keram/nyeri abdomen
3). Nafsu makan menurun
DO:
1). Bising usus hiperaktif
2). Otot pengunyah lemah
3). Otot menelan lemah
4). Membran mukosa pucat
5). Sariawan
6). Serum albumin turun
7). Rambut rontok berlebih
8). Diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama yang telah
ditentukan maka status nutrisi membaik.
Intervensi : manajemen nutrisi
1). Identifikasi status nutrisi
2). Identifikasi makan yang disukai
3). Sajikan makan secara menarik dan suhu yang disukai
4). Anjurkan posis duduk jika perlu
5). Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.pereda
nyeri) jika perlu.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, frekuensi
jantung meningkat dan klien mengeluh lelah.
Gejala dan tanda mayor
DS: mengeluh lelah
DO: frekuensi jantung meningkat >20%dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
DS:
1). Dispnea saat/setelah aktivitas
2). Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3). Merasa lemah
DO:
1). Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat
2). Gambaran EKG menunjukkan aritma saat/setelah aktivitas
3). Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4). Sianosis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama yang telah
ditentukan maka toleransi aktifitas meningkat
Intervensi : terapi aktifitas
1). Identifikasi defisit aktivitas
2). Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
3). Libatkan keluarga dalam aktivitas
4). Ajarkan cara melakukan aktifitas yang dipilih
5). Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan
memonitor, program aktivitas, jika perlu.
f. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi dibuktikan dengan klien menanyakan masalah
yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran dan
menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, d.d. bingung, hawatir,
sulit berkonsentrasi, gelisah, tegang dan sulit tidur. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan, yang juga disebut program keperawatan atau
tindakan keperawatan adalah aktivitas yang akan cenderung mendatangkan hasil
yang diinginkan (jangka pendek atau jangka panjang). Selama tahap perencanaan,
perawat mengidentifikasikan hasil asuhan yang diinginkan pasien dan intervensi
keperawatan untuk mencapai hal tersebut. Hasil, diterapkan oleh pasien dan
perawat secara bersamaan, menguraikan respons pasien yang diharapkan akan
terjadi sebagai hasil intervensi keperawatan.
Standar Intervensi Keperawatan mencakup intervensi keperawatan secara
komprehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik (generalis dan
spesialisis), berbagai kategori (fisiologis dan psikososial), berbagai upaya
kesehatan (kuratif, preventif dan promotif), berbagai jenis klien (individu,
keluarga, komunitas), jenis intervensi (mandiri dan kolaborasi) serta intervensi
komplementer dan alternatif.(PPNI, 2018)
Setelah menentukan Intervensi keperawatan selanjutkan menentukan
Kriteria hasil atau outcome yang akan dicapai. Standar luaran keperawatan akan
menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi atau status kesehatan
seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai oleh klien setelah pemberian
intervensi keperawatan dan dapat diukur secara spesifik. (PPNI, 2018)
4. Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi adalah fase tindakan atau “melakukan” proses
keperawatan, selama fase ini perawat melakukan intervensi yang telah
direncanakan. Pada fase ini, perawat menginformasikan hasil dengan cara
berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan kesehatan lain, secara
individual atau dalam konferensi perencanaan. Setelah itu, perawat akan
menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia
layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman.
Implementasi keperawatan mencakup beberapa langkah sebagai berikut:
a. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan
b. Melanjutkan pengumpulan data
c. Mengomunikasikan asuhan keperawatan dengan tim layanan kesehatan
d. Mendokumentasikan asuhan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,
implementasi dengan kriteria dan standar telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun rencana
keperawatan yang baru. Evaluasi dilakukan selama 3x24 jam setelah pengkajian
pasien
Metode evaluasi keperawatan, antara lain:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan bertujuan
untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan
pada sistem penulisan evaluasi formatif ini biasanya ditulis dalam catatan
kemajuan atau menggunakan sistem SOAP (subyektif, obyektif,
assessment, planing).
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara keseluruhan, sistem
penulisan evaluasi sumatif ini dalam bentuk catatan naratif atau laporan
ringkasan.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Pratamawati, Mia. (2019). KTI Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami
Demam Tifoid dengan Masalah Hipertermia Di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang. Stikes Panti Waluya Malang. Vol. 104 hal.
Widodo. Djoko. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai